47
5.2. Karakteristik Keadaan Keluarga Responden Tabel 5.4.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Memiliki Keluarga No.
Memiliki Keluarga Frekuensi
Persentase
1. 2.
Ya Tidak
23 -
100,00 -
Jumlah 23
100,00 Sumber: Kuesioner Penelitian 2008
Dari tabel 5.4. di atas dapat diketahui bahwa seluruh responden yaitu 23 responden 100 memiliki keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa anak putus sekolah
yang di bina di YAPENSU masih memiliki keluarga, hanya saja orang tua mereka tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan keluarganya salah satunya adalah pendidikan
sehingga meyebabkan responden ikut bekerja untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga.
Keluarga ialah unit terkecil dalam masyarakt yang terdiri dari ayah, ibu dan anak atau anak-anaknya. Keluarga adalah tempat yang terpenting, dimana anak memperolah
dasar dalam membentuk kemampuanya agar kelak menjadi orang yang berhasil didalam masyarakat. Maka demikian melalui keluarga maka kebutuhan fisik, intelektual, sosial,
emosional dan kebutuhan moral anak dapat terpenuhi dengan baik oleh keluarganya serta lingkungannya.
Kelangsungan hidup dan tumbuh berkembang anak sangat dipengaruhi oleh berfungsinya keluarga. Keluarga, baik itu keluarga batihinti maupun keluarga besar
mempunyai fungsi atau kedudukan sebagai berikut:
48 1.
Fungsi Reproduksi; mencakup kegiatan melanjutkan keluarga secara terencana sehingga menunjang terciptanya kesinambungan dan kesejahteraan sosial
keluarga. 2.
Fungsi Afeksi; meliputi kegiatan menumbuh kembangkan hubungan sosial dan kejiwaan yang diwarisi oleh rasa kasih sayang, ketentaram dan kedekatan.
3. Fungsi Perlindungan yaitu; menghindari anggota keluarga dari situasi atau
tindakan yang dapat membahayakan atau menghambat kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan secara wajar.
4. Fungsi Pendidikan; untuk meningkatkan kemampuan maupun sikap dan prilaku
anggota-anggota keluarga guna mendukung proses penciptaan kehidupan dan penghidupan keluarga yang sejahtera.
5. Fungsi Keagamaan; untuk meningkatkan hubungan angota keluarga dengan
Tuhan Yang Maha Esa, sehingga keluarga dapat menjadi wahana persemaian nilai-nilai keeagamaan, guna membangun jiwa anggota keluarga yang beriman
dan bertaqwa. 6.
Fungsi Sosialisasi; untuk menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai sosialkebersamaan bagi anggota keluarga guna menciptakan suasana harmonis
dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. 7.
Fungsi Ekonomi; mencari nafkah, merencanakan, meningkatkan pemeliharaan dan mendistibusikan penghasilan keluarga guna meningkatkan dan
melangsungkan kesejahteraan keluarga.
49 8.
Fungsi Kontrol Sosial; menghindarkan anggota keluarga dari prilaku menyimpang serta membantu mengatasinya guna menciptakan suasana kehidupan keluarga dan
masyarakat yang tertib, aman dan tentram Gunarsa, 1987:39-40.
Tabel 5.5. Distribusi Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga Responden
No. Jumlah Keluarga
Frekuensi Persentase
1. 2.
3. 1-3 orang
4-6 orang 7-9 orang
5 16
2 21,74
69,56 8,70
Jumlah 23
100,00 Sumber: Kuesioner Penelitian 2008
Tabel 5.5. menunjukkan bahwa mayoritas responden sebanyak 16 orang 69,56 memiliki jumlah anggota keluarga sebanyak 4-6 orang, dan 5 orang 21,74
memiliki jumlah anggota keluarga sebanyak 1-3 orang dan selebihnya yaitu 2 responden memiliki jumlah anggota 7-9 orang.
Jumlah keluarga yang besar cenderung membuat keluarga akan lebih sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Prinsip “banyak anak, banyak rejeki” tidak selalu
benar. Hal ini terlihat dari gambaran anak putus sekolah yang dibina di YAPENSU. Jumlah anggota keluarga yang banyak mengakibatkan orang tua tidak mampu untuk
membiayai kebutuhan sehari-hari, apalagi untuk membiayai sekolah anak-anaknya. Kemiskinan meyebabkan anak-anak berhenti sekolah dan terpaksa membantu orang tua
mencari penghasilan tambahan. Bersekolah boleh jadi mereka anggap mengurangi pengeluaran ekonomi keluarga yang kurang mampu. Akibatnya putus sekolah menjadi
pilihan.
50
Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tinggal Tidaknya Responden
Dengan Keluarga No.
Tinggal Dengan Keluarga Frekuensi
Persentase
1. 2.
Ya Tidak
18 5
78,26 21,74
Jumlah 23
100,00 Sumber:
Kuesioner Penelitian 2008
Data pada tabel 5.6. di atas menunjukkan bahwa jumlah anak putus sekolah yang tinggal dengan keluarganya lebih banyak yaitu 18 orang 78, 26 dari anak putus
sekolah yang tidak tinggal dengan keluarganya yaitu 5 orang 21,74. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas anak-anak yang putus sekolah yang dibina
di YAPENSU tinggal bersama keluarganya, dan biasanya mereka masih dalam pengawasan orang tua mereka, hanya saja mereka putus sekolah karena orang tua
mereka tidak memiliki biaya untuk menyekolahkan mereka. Sehingga orang tuanya memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolah mereka. Bagi responden yang tidak tinggal
dengan keluarganya, biasanya mereka tinggal dengan sanak saudara mereka dan tinggal bersama teman mereka. Hal ini disebabkan karena sebagian orang tua mereka sudah
meninggal dan ada juga orang tua mereka yang bercerai yang membuat mereka tidak nyaman tingal di rumah mereka.
51
Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Orang Tua Responden
No. Status Orang Tua
Frekuensi Persentase
1. 2.
3. 4.
Bercerai Tidak bercerai
AyahIbu meninggal Ayah Ibu meninggal
9 11
3 -
39,13 47, 83
13,04 -
Jumlah 23
100,00 Sumber: Kuesioner Penelitian 2008
Dari tabel 5,.7. dapat diketahui bahwa mayoritas responden yaitu 11 orang 47,83 yang status orang tuanya tidak bercerai, dan 9 orang 39,13 yang status
orang tuanya telah bercerai, sedangkan 3 orang responden 13,04 ayahibu telah meninggal dan tidak ada dari responden yang ayah dan ibunya meninggal.
Dari data tersebut dapat diketahui pula bahwa anak putus sekolah yang dibina di YAPENSU masih memiliki orang tua atau keluarga yang utuh. Hanya sebagian kecil dari
responden yang memiliki keluarga yang tidak utuh salah satu penyebabnya adalah perceraian. Tetapi hal ini sangat menggangu perkembangan anak tersebut. Diketahui
bahwa anak yang memiliki orang tua bercerai tidaklah selalu menguntungkan, kehilangan salah satu orang tua menyebabkan anak tidak bersemangat untuk belajar dan bersekolah.
52
Tabel 5.8. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Hubungan Saudara-Saudara Responden
Terhadap Keluarga No.
Hubungan Keluarga Frekuensi
Persentase
1. 2.
3. Harmonis
Kurang harmonis Tidak harmonis
9 12
2 39,13
52,17 8,70
Jumlah 23
100,00 Sumber: Kuesioner Penelitian 2008
Dari tabel 5.8. di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden yaitu sebanyak 12 orang 52,17 berasal dari keluarga yang kurang harmonishubungan antar saudara
kurang harmonis, sedangkan dari keluarga yang harmonis ada 9 orang 39,13, dan dari keluarga yang tidak harmonis hanya ada 2 orang 8,70.
Hal ini menunjukkan bahwa responden memiliki hubungan dengan keluarga kurang harmonis. Kekurang harmonisan keluarga faktor utamanya disebabkan oleh
kemiskinan dimana anggota keluarga merasakan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga didalam keluarga tersebut sering terjadi pertengkaran-pertengkaran.
Dalam keadaan yang normal, lingkungan yang pertama yang berhubungan dengan anak adalah orang tua, saudara-saudaranya serta kerabat dekatnya yang tinggal serumah.
Melalui lingkungan itulah anak mengenal dunia sekitarnya dan pola pergaulan hidup yang berlaku sehari-hari. Melalui lingkungan itulah anak mengalami proses sosialisasi
Soerjono, 1990:70. Meningkatnya masalah keluarga seperti: kemiskinan, pengangguran, perceraian,
kawin muda serta kekerasan dalam rumah tangga menyebabkan hubungan dalam keluarga kurang harmonis bahkan tidak harmonis. Kenyamanan yang diharapkan anak
53 dalam keluarga tidak dapat diperoleh lagi. Pertengkaran antara sesama anggota keluarga
menyebabkan kurangnya komunikasi. Agar anak tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berkualitas, maka
tugas tersebut menjadi tanggung jawab orang tua. Akan tetapi kenyataan menunjukkan bahwa orang tua belum sepenuhnya memberikan yang menjadi hak-hak anak sebagai
manusia. Belum terpenuhinya hak-hak anak disebabkan karena kondisi keluarga yang tidak
mendukung untuk pertumbuhan dan perkembangan. Menurut Ali Bustam Parhusip Sudirman, 2006:70 hal ini dipengaruhi oleh hubungan yang tidak serasi dalam keluarga,
ketegangan dan perceraian orang tua, orang tua terlalu sibuk sehingga kurang memperhatikan anak, ketidak mampuan orang tua secara sosial dan ekonomi, dan
pengaruh lingkungan yang sifatnya negatif.
Tabel 5.9. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Sikap Orang Tua Terhadap Responden
No. Sikap Orang Tua
Frekuensi Persentase
1. 2.
3. Perhatian
Kurang perhatian Tidak perhatian
9 13
1 39,13
56,52 4,35
Jumlah 23
100,00 Sumber: Kuesioner Penelitian 2008
Data pada tabel 5.9 menunjukkan bahwa mayoritas responden yaitu 13 orang 56,52 berpendapat bahwa sikap orang tua responden terhadap responden adalah
kurang perhatian, sedangkan 9 responden 39,13 berpendapat bahwa orang tua mereka
54 perhatian, dan hanya 1 orang 4,35 saja yang berpendapat bahwa orang tuanya tidak
perhatian terhadap responden. Berdasarkan data tersebut jelas terlihat bahwa mayoritas responden kurang
mendapatkan perhatian dari orang tuanya. Hal ini disebabkan karena orang tua yang sibuk di luar serta mencari kesibukan-kesibukan yang lain di luar untuk menghindari
masalah yang ada di rumah sehingga tidak menghiraukan lagi cara belajar anak bahkan pendidikan bagi anaknya.
Sikap orang tua akan mempengaruhi cara mereka memperlakukan anak dan sebaliknya perlakuan orang tua terhadap anak mempengaruhi sikap anak terhadap orang
tua. Pada dasarnya hubungan orang tua dengan anak tergantung pada sikap orang tua. Jika sikap orang tua perhatian, maka hubungan orang tua akan jauh lebih baik dari pada
sikap orang tua yang tidak positif, tidak akan ada masalah. Sikap orang tua tidak hanya mempunyai pengaruh kuat pada hubungan didalam keluarga, tetapi juga pada sikap dan
perilaku anak.
55
Tabel 5.10. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan Orang tua Responden
No. Pekerjaan Orang Tua
Frekuensi Persentase
1. 2.
3. 4.
5. 6.
Buruh Kuli bangunan
Supir Pedagang
Pengangguran Dan lain-lain
4 7
3 6
2 1
17,39 30,43
13,04 26,09
8,70 4,35
Jumlah 23
100,00 Sumber: Kuesioner Penelitian 2008
Data pada tabel 5.10. menunjukkan bahwa mayoritas responden menjawab bahwa orang tua responden bekerja sebagai kuli bangunan yaitu ada 7 responden 30,43,
selanjutnya bekerja sebagai pedagang ada 6 responden 26,09, buruh ada 4 responden 17,39, supir 3 responden 13,04, sedang orang tua responden yang menganggur
ada 2 responden 8,70, yang memberikan jawaban dan lain-lain bekerja sebagai PNS hanya 1 responden 4,35.
Dapat dilihat dari tabel 5.10 di atas bahwa sebagian besar orang tua dari anak putus sekolah yang berada di YAPENSU masih bekerja sebagai pekerja kasar.
Pendapatan dari pekerjaan itu pastilah tidak mencukupi semua kebutuhan anak terutama pendidikan. Apalagi dengan jumlah angggota keluarga yang besar. Maka sangatlah tidak
mungkin untuk terpenuhinya kebutuhan hidup mereka Salah satu penyebab utama permasalahan anak putus sekolah adalah faktor
kemiskinan, terlebih lagi dengan adanya krisis yang melanda Indonesia yang membuat mereka semakin terpuruk. Kemiskinan dan putus sekolah dapat dianggap sebagai dua sisi
dari satu mata uang. Kemiskinan yang mendera sebagian besar keluarga kurang mampu
56 menyebabkan mereka tidak dapat menyekolahkan anak-anaknya secara optimal.
Akibatnya putus sekolah menjadi pilihan.
5.2. Efektivitas Program Pendidikan