Namun yang sangat disayangkan, penataan organisasi justru menambah beban anggaran daerah. Penambahan jumlah pejabat struktural akibat dilakukannya penataan
organisasi cukup signifikan dalam meningkatkan biaya operasional. Jumlah pejabat struktural yang bertambah secara berturut-turut adalah sebagai berikut: eseleon IIb
bertambah sebanyak 8 orang; eselon IIIa berkurang sebanyak 49 orang; eselon IIIb bertambah sebanyak 90 orang; eselon IVa bertambah sebanyak 66 orang; eselon IVb
bertambah sebanyak 56 orang, dan eselon Va bertambah sebanyak 34 orang. Secara keseluruhan tunjangan jabatan struktural yang dibutuhkan berkisar Rp. 7,9 Miliyar dan
tambahan penghasilan sebesar Rp. 16, 8 Miliyar.
4.4.2. Pembangunan Ekonomi Wilayah
Pembangunan ekonomi wilayah dalam penelitian ini diukur dari 3 tiga aspekdimensi yang saling terkait yaitu pertumbuhan ekonomi, pemerataan
pertumbuhan dan kelestarian lingkungan. Terkait dengan pertumbuhan ekonomi ditanyakan persepsi responden mengenai pendapatan perkapita, daya beli dan
kemampuan ekonomi rumah tangga. Sementara itu, terkait dengan pemerataan pertumbuhan menanyakan tanggapan responden berkaitan dengan tingkat kesenjangan
yang terjadi baik antar wilayah kecamatan, antar desa-kota maupun antar sektor pembangunan. Terakhir mengenai kelestarian lingkungan menanyakan
tanggapanpersepsi responden mengenai kesinambungan pembangunan, menjaga kelestarian alam, dan pemanfaatan sumber daya alam secara proporsional.
Universitas Sumatera Utara
Persepsi responden terhadap 3 tiga dimensi tersebut disajikan secara berturut- turut berikut ini. Pada Gambar 4.6 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
80 - 90 menyatakan pembangunan ekonomi wilayah yang ditinjau dari aspek pertumbuhan ekonomi sesuai untuk meningkatkan income percapita maupun daya
beli. Namun tidak demikian halnya dengan kemampuan ekonomi rumah tangga.
Sebagian besar responden + 80 justru tidak memberikan pendapat terkait dengan kemampuan ekonomi rumah tangga. Selengkapnya mengenai perbandingan jawaban
responden terhadap inidikator pembangunan ekonomi wilayah dari aspek pertumbuhan ekonomi menurut pandangan responden dapat disimak Gambar 4.7.
Sumber: Data primer dari jawaban responden pada kuesioner diolah, 2010 Gambar 4.9. Grafik Persepsi Responden Terkait Pertumbuhan Ekonomi
Selain pertumbuhan ekonomi, indikator lain yang erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi adalah pemerataan pertumbuhan. Mengenai hal ini sebagian
Universitas Sumatera Utara
besar responden 80-90 menyebutkan bahwa pembangunan ekonomi wilayah mengurangi kesenjangan antar wilayah kecamatan maupun antar desa-kota. Namun
ketika dikonfirmasi mengenai keterkaitan pembangunan sektoral dalam konteks pembangunan ekonomi wilayah diperoleh keterangan bahwa sekitar 80 responden
tidak memberikan pendapat lihat Gambar 4.9.
Sumber: Data primer dari jawaban responden pada kuesioner diolah, 2010
Gambar 4.9. Grafik Persepsi Responden terhadap Pemerataan Pertumbuhan
Indikator lainnya dalam mengukur variabel pembangunan ekonomi wilayah adalah dimensi kelestarian lingkungan. Kelestarian lingkungan dalam penelitian ini
diukur melalui indikator kesinambungan pembangunan, kelestarian pembangunan, dan pemanfaatan sumber daya alam secara proporsional.
Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa untuk indikator kesinambungan pembangunan, secara umum di atas 80 responden sepakat bahwa pembangunan
ekonomi wilayah memperhatikan kesinambungan pembangunan. Namun demikian,
Universitas Sumatera Utara
terkait dengan indikator pemanfaatan sumber daya alam SDA secara proporsional dan menjaga kelestarian sumber daya alam di atas 75 bahkan sampai 85
responden tidak berpendapat. Hal ini mengindikasikan bahwa dimensi kelestarian lingkungan dalam pembangunan ekonomi wilayah masih sulit mengukurnya. Aparat
pemerintah daerah yang menjadi responden dalam penelitian ini lebih memilih tidak memberikan pendapatnya selengkapnya lihat Gambar 4.10.
Sumber: Data primer dari jawaban responden pada kuesioner diolah, 2010
Gambar 4.10. Grafik Persepsi Responden terhadap Dimensi Kelestarian Lingkungan
Uraian deskriptif mengenai persepsi responden terhadap masing-masing indikator variabel penelitian sebagaimana diuraikan di atas menunjukkan indikasi
adanya keterkaitan yang erat antara impementasi kebijakan desentralisasi dan pembangunan ekonomi wilayah. Hal ini sejalan dengan kerangka konseptual yang
Universitas Sumatera Utara
dianut serangkaian regulasi yang mengatur tentang desentralisasi maupun berbagai hasil penelitian seputar tema desentralisasi.
Salah satu hasil penelitian terkini terkait dengan tema desentralisasi dalam hubungannya dengan pembangunan ekonomi wilayah, khususnya kinerja
perekonomian daerah adalah studi yang dilakukan Bappenas dan UNDP 2009. Merujuk hasil riset tersebut dapat diketahui bahwa peningkatan nilai tambah di
perekonomian mengisyaratkan peningkatan aktivitas ekonomi, baik yang sifatnya internal di daerah yang bersangkutan, maupun dalam kaitannya dengan interaksi
antardaerah. Kajian lain dilakukan oleh Brodjonegoro 2008 yang menyebutkan bahwa
semakin tinggi peran industri pengolahan dalam satu wilayah, maka semakin maju daerah tersebut. Lebih lanjut disebutkan bawah pada periode pemulihan pascakrisis,
sektor yang relatif berkembang adalah industri manufaktur. Hal ini menguntungkan bagi daerah-daerah yang sektor industri manufakturnya relatif besar.
Kajian lain yang relevan dikemukakan di sini adalah kajian Departemen Dalam Negeri pada tahun 2008, khususnya terkait dengan pemekaran daerah dikaitkan dengan
tujuan desentralisasi. Menurut hasil kajian tersebut, diketahui bahwa jumlah daerah kabupatenkota seluruh Indonesia sebanyak 471 buah dengan kemungkinan dalam
waktu dekat akan bertambah 12 kabupatenkota baru, karena rancangan undang- undangnya sedang dibahas di parlemen bersama pemerintah. Dari data tersebut dapat
diketahui bahwa rata-rata setiap provinsi memiliki 14,27 kabupatenkota. Apabila ditambah dengan daerah kabupatenkota yang akan dibentuk tersebut, maka angka
Universitas Sumatera Utara
rata-ratanya naik menjadi 15 buah. Provinsi dengan jumlah kabupatenkota terkecil yakni Provinsi Sulawesi Barat diluar Provinsi DKI Jakarta dan DI Yogyakarta, karena
keduanya bersifat khusus dan istimewa dengan lima kabupaten diwilayahnya. Provinsi dengan jumlah kabupatenkota terbanyak yakni Provinsi Jawa Timur dengan
38 kabupatenkota. Sedangkan modus jumlah kabupatenkota dalam satu provinsi adalah 11 buah.
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa selama ini tidak ada parameter yang jelas mengenai rentang kendali ideal antara provinsi terhadap
kabupatenkota. Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur memiliki rentang kendali terhadap kabupatenkota banyak dengan jumlah penduduk sangat besar, tetapi
memiliki jaringan transportasi dan komunikasi yang relatif baik. Pada sisi lain, Provinsi Papua juga memiliki rentang kendali kabupatenkota yang cukup banyak
dengan wilayah sangat luas serta fasilitas transportasi dan komunikasi yang masih sangat terbatas. Konsekuensi logisnya beban tugas dan tanggung jawab gubernur baik
sebagai kepala daerah otonom maupun sebagai wakil pemerintah pusat di daerah untuk masing-masing provinsi menjadi berbeda-beda.
Tetapi selama ini pemerintah pusat melihatnya sebagai sesuatu yang serba seragam. Dengan perkataan lain, pembinaan dan pendampingan terhadap provinsi oleh
pemerintah pusat perlu dilakukan secara kasus demi kasus, sesuai potensi dan permasalahannya.
Dalam rangka penyusunan strategi dasar penataan daerah otonom di Indonesia, perbedaan situasi dan kondisi masing-masing provinsi perlu menjadi pertimbangan,
Universitas Sumatera Utara
baik dalam rangka membentuk provinsi, kabupaten, kota baru maupun dalam rangka menata kembali persyaratan ideal sebuah daerah otonom provinsi, kabupaten, kota
dilihat dari luas wilayah, cakupan wilayah, jumlah penduduk maupun potensi ekonominya.
Seperti telah dijelaskan pada uraian sebelumnya bahwa terdapat 3 tiga tujuan utama desentralisasi yakni peningkatan pelayanan publik, peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan penguatan demokrasi lokal. Ketiga tujuan ini dapat dikelompokkan sebagai tujuan politik, tujuan administrasi dan tujuan ekonomi dari desentralisasi.
Tujuan politik dari desentralisasi adalah untuk membangun suprastruktur dan infrastruktur politik yang demokratis, baik dalam proses pengisiannya, proses
pembuatan kebijakannya maupun dalam akuntabilitasnya kepada rakyat sebagai pemilik kedaulatan. Tujuan ini awalnya dapat dilihat dari seberapa besar isi otonomi
pada daerah otonom provinsi. Pada masa UU Nomor 5 Tahun 1974, isi otonomi daerah provinsi lebih besar dibanding daerah kabupatenkota, karena digunakan pendekatan
tingkatan dalam pembagian daerah otonom level approach serta pembagian urusan pemerintahan secara berjenjang.
Pada masa UU Nomor 22 Tahun 1999, digunakan pendekatan pembagian daerah menurut ukuran dan isi size and content approach, yang ditandai dengan
adanya daerah otonom yang besar dan kecil serta dengan isi otonomi yang luas dan terbatas. Daerah otonom provinsi merupakan daerah otonom yang besar tetapi dengan
isi otonomi yang terbatas, karena provinsi lebih banyak diposisikan untuk menjalankan fungsi dekonsentrasi.
Universitas Sumatera Utara
Pada masa UU Nomor 32 Tahun 2004, digunakan pendekatan desentralisasi
berkeseimbangan equilibrium decentralization, baik secara vertikal maupun
horisontal. Dalam hal pembagian urusan pemerintahan antar susunan pemerintahan, nampak pada PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
Antara Pemerintah Dengan Pemerintahan Daerah Provinsi Dan Pemerintahan Daerah KabupatenKota. Jenis urusan pemerintahan konkuren yang ditangani antara daerah
otonom provinsi dengan daerah otonom kabupatenkota relatif sama. Perbedaannya terletak pada ruang lingkup atau cakupannya. Isi otonomi daerah provinsi bersifat
lintas kabupatenkota serta yang berskala regional, sedangkan isi otonomi daerah kabupatenkota berskala setempat.
Salah satu ciri pemerintahan yang demokratis yakni adanya wakil-wakil rakyat yang dipilih guna mewakili kepentingan publik untuk merumuskan dan mengawasi
kebijakan publik. Setiap daerah provinsi di Indonesia memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD yang pengisiannya dilakukan melalui pemilihan umum.
Jumlahnya minimal 50 orang dan maksimal 100 orang, tergantung pada jumlah keseluruhan konstituen dalam provinsi yang diwakilinya. Anggota DPRD provinsi
mewakili konstituennya untuk kepentingan yang berskala regional. Sedangkan jumlah anggota DPRD kabupatenkota berkisar antara 20 orang sampai 45 orang.
Ciri lain dari pemerintahan yang demokratis yaitu pengisian pejabat publik pada tingkat puncak dilakukan melalui pemilihan, bukan melalui pengangkatan.
Gubernur yang berkedudukan ganda yakni sebagai kepala daerah provinsi dan sebagai wakil pemerintah pusat di daerah dipilih melalui pemilihan umum yang langsung,
Universitas Sumatera Utara
umum, bebas dan rahasia. Dalam kedudukannya sebagai kepala daerah provinsi, gubernur sejajar dengan bupatiwalikota, karena antara daerah otonom yang satu
dengan lainnya tidak saling membawahi. Dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat, gubernur mempunyai posisi lebih tinggi dibanding bupatiwalikota.
Gubernur memiliki kewenangan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan kabupatenkota. Gubernur sebagai wakil pemerintah
pusat di daerah dapat dikatakan sebagai alteregonya presiden di daerah, sehingga dapat melakukan koordinasi terhadap semua instansi vertikal yang ada di tingkat provinsi
maupun melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap semua instansi vertikal maupun daerah otonom tingkat kabupatenkota.
Sesuai prinsip dasar demokrasi yakni dari, oleh dan untuk rakyat, sudah sewajarnya apabila rakyat terlibat dalam proses perumusan, pelaksanaan serta evaluasi
kebijakan publik yang akan ditujukan kepada mereka. Secara yuridis, UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, telah memberi
dasar hukum yang kuat bagi ruang partisipasi masyarakat dalam pembuatan kebijakan publik- baik dalam bentuk undang-undang maupun peraturan daerah. Praktek
pemerintahan yang berjalan ini menunjukkan bahwa proses penyusunan kebijakan publik dilakukan tanpa konsultasi publik ataupun menyebarluaskan rancangan
peraturan untuk memperoleh masukan dari masyarakat, sehingga kebijakan publik yang dibuat terkesan masih sangat elitis.
Dalam pelaksanaan penataan daerah otonom di Indonesia, baik terhadap daerah otonom yang sudah ada maupun yang akan dibentuk, perlu dikaji secara mendalam
Universitas Sumatera Utara
apakah tujuan politik dari desentralisasi sudah terpenuhi atau belum. Gejala yang nampak menunjukkan bahwa pembentukan daerah otonom seringkali didasarkan pada
pertimbangan etnis dan agama, yang ditandai dengan memberi nama daerah otonom dengan nama etnis tertentu. Hal ini sebenarnya menunjukkan kemunduran dilihat dari
perspektif kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada masa lalu tidak ada nama daerah otonom baik provinsi, kabupaten maupun kota yang merupakan nama sebuah suku.
Pada masa sekarang justru muncul banyak sekali keinginan untuk menamai daerah otonom dengan nama sebuah suku, sehingga terkesan bahwa daerah otonom
tersebut “milik” suku tersebut. Konsekuensi logisnya mereka menuntut hak-hak priviledge seperti untuk pengisian jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah serta
pengisian jabatan negeri lainnya. Tujuan selanjutnya dari diselenggarakannya desentralisasi adalah tujuan
administratif. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan kebijakan, proses dan tindakan administratif agar pelayanan kepada masyarakat dalam semua aspek menjadi
lebih cepat, murah, transparan dan akuntabel. Aspek pertama yang perlu diperhatikan adalah perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah serta alokasi penggunaan dana publik yang telah diserahkan kepada daerah. Sejak reformasi dana perimbangan yang diberikan
pemerintah pusat kepada daerah dari waktu ke waktu jumlahnya semakin besar. Tetapi kucuran dana yang besar ke daerah tidak serta merta membuat pembangunan daerah
menjadi lebih baik dan merata dibandingkan pada saat digunakannya sistem pemerintahan sentralistik pada masa orde baru. Angka kemiskinan dari tahun ke tahun
Universitas Sumatera Utara
tetap saja tinggi, padahal berbagai urusan pemerintahan yang menyangkut kebutuhan dasar masyarakat termasuk sumber pembiayaannya sudah diserahkan kepada daerah.
Nampaknya diperlukan strategi baru agar daerah memiliki kepatuhan terhadap program pembangunan jangka panjang dan jangka menengah dari pemerintah pusat.
Aspek kedua dari tujuan administrasi adalah terbangunnya organisasi pemerintahan daerah yang ramping, efektif dan efisien serta berorientasi kepada
kepentingan publik. Fakta yang ada sekarang justru menunjukkan bahwa organisasi pemerintah daerah cenderung untuk membesar. Konsekuensi logisnya, sebagian besar
dana publik habis digunakan untuk membiayai birokrasi. Penggunaan paradigma organisasi struktural yang cocok untuk sistem sentralistik, perlu digantikan dengan
paradigma organisasi fungsional yang berbasis pada keahlian. Perubahannya harus dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan, sehingga tidak menimbulkan
gejolak pada tubuh birokrasi. Seiring dengan menguatnya semangat desentralisasi, maka organisasi pemerintah di tingkat nasional perlu dirampingkan dan diisi oleh
orang-orang profesional dalam pembuatan kebijakan serta melalukan pembinaan dan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan daerah. Sedangkan organisasi pemerintah
daerah lebih banyak diisi oleh orang-orang profesional teknis sesuai dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom bersangkutan. Tanpa
perubahan paradigma, sulit untuk membangun birokrasi yang profesional. Aspek lain dari tujuan administrasi adalah mengenai gambaran kinerjanya.
Berbeda dengan sektor swasta yang kegiatannya serba terukur, kinerja sektor pemerintah belum semuanya terukur dengan baik. Meskipun sudah ada Peraturan
Universitas Sumatera Utara
Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, tetapi belum semua daerah melaksanakan ketentuan tersebut secara konsisten. Tanpa
parameter yang jelas, tidak tertutup kemungkinan terjadinya penggunaan dana negara
yang tidak fokus kepada kepentingan publik.
Aspek lain yang perlu dilihat dari tujuan administrasi adalah luasnya jangkauan pelayanan publik yang diberikan serta tingkat kepuasaan masyarakat terhadapnya.
Praktek pemerintahan yang ada menunjukkan belum semua daerah melakukan survey pengukuran kepuasan masyarakat secara periodik, meskipun sudah ada dasar hukum
yang memerintahkannya yakni Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 25.M.Pan2000 tentang Indeks Kepuasan Masyarakat. Padahal survey tersebut
sangat penting untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap kinerja pelayanan publik yang telah diselenggarakan oleh pemerintah pusat, provinsi, maupun
kabupatenkota. Meskipun disebutkan terakhir, tetapi tujuan sosial ekonomi merupakan puncak
dari tujuan desentralisasi, yakni membuat rakyat lebih sejahtera secara lahir dan batin dalam suasana demokratis. Salah satu parameter tingkat kesejahteraan masyarakat
adalah melalui Indeks Pembangunan Manusia IPM. Selain IPM, tujuan sosial ekonomi dari desentralisasi dapat dilihat dari tingkat
ketahanan masyarakat dalam menghadapi berbagai perubahan. Indikatornya antara lain adalah tingkat kerukunan masyarakat, rasa kebersamaan, tingkat solidaritas sosial dan
lain sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
4.5. Pengaruh Implementasi Kebijakan Desentralisasi terhadap Pembangunan