Central Places Theory Konsep Pembangunan Ekonomi Wilayah

UU Nomor 32 Tahun 2004 yang dilakukan hendaknya membawa kembali desentralisasi pada titik keseimbangan tentunya keseimbangan antar pelbagai dimensi hubungan pusat-daerah.

2.3. Konsep Pembangunan Ekonomi Wilayah

2.3.1. Central Places Theory

Teori central places awalnya dikembangkan di Jerman pada tahun 1933 oleh Christaller. Sejak saat itu teori ini mulai digemari utamanya dalam konteks pembangunan wilayah di berbagai negara. Teori ini berbicara mengenai pengambilan keputusan di mana sebaiknya lokasi dari lembaga penyedia layanan publik maupun layanan privat misalnya: pasar, sekolah, universitas, rumah sakit ditempatkan agar dapat melayani konsumen secara optimal. Teori ini bertujuan untuk menjelaskan pilihan lokasi baik oleh privat dan atau pemerintah, serta untuk tujuan intervensi pemerintah yang dibutuhkan agar tempat lokasi layanan dapat memberikan service yang optimum concerning supply of services to the population and minimising costs. Hipotesis pokok yang dianut adalah, pilihan atas lokasi lembaga penyedia layanan ditentukan oleh dua faktor yakni: 1 kapasitas minimum yang dimiliki lembaga penyedia jasa layanan hendaknya masih dalam batas yang menguntungkan dari segi pasarekonomis; 2 jarak maksimum lokasi yang masih memungkinkan bagi konsumen untuk mengunjunginya. Universitas Sumatera Utara Menurut teori ini, paduan antara jarak minimum dan maksimum menentukan lokasi dan jenis kegiatan perdagangan yang dibutuhkan. Dengan demikian, terbentuklah hirarki lokasi dan jenis kegiatan yang sesuai dilaksanakan di lokasi tersebut. Sebagai contoh, pusat desa cocok untuk menyediakan barang-barang yang dibutuhkan setiap hari, kota menengah cocok untuk menyediakan kebutuhan periodik, dan kota besar sebagai pusat utama lebih cocok untuk kebutuhan-kebutuhan luxury. Konsekuensinya, dalam melakukan perencanaan wilayah, prinsip-prinsip di atas diaplikasikan untuk memutuskan lokasi penyediaan layanan. Seperti lokasi untuk Sekolah Dasar, didasarkan pada jumlah murid yang akan masuk dan jarak yang cocok untuk murid tersebut pergi ke sekolah. Bagi pemerintah hal ini menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan pembangunan sarana dan prasarana pendukung agar memberikan akses yang luas bagi para warganya untuk memenuhi kebutuhannya masing-masing. Contoh penerapan model ini, misalnya, di Malawi, di mana pusat layanan perdesaan didirikan untuk melayani sekitar 20,000 - 40,000 warga, yang tinggal sejauh 5 sampai dengan 10 mil dari lokasi pusat layanan. Layanan yang disediakan meliputi: sekolah, rumah sakit, pasar musiman, maupun pengolahan hasil pertanian. Melalui gambaran teoritis di atas, maka teori central places ini merupakan salah satu upaya untuk mengkompromikan antara kebutuhan akan biaya yang minimum dan tanggungjawab penyediaan layanan yang sejauh mungkin dapat diakses oleh sebagian besar warga. Universitas Sumatera Utara Namun demikian, konsep ini cenderung melakukan sentralisasi layanan lebih daripada yang dibutuhkan. Tampaknya lokasi yang terdesentralisasi lebih sesuai untuk mengurangi kecenderungan tersebut, selain itu sarana dan prasarana yang dibangun hendaknya sedapat mungkin menggunakan bahan baku lokal.

2.3.2. The Growth Pole Theory