Alasan perceraian pada masyarakat Batak Toba yang beragama Kristen

60 tidak terdaftar di Kantor Kepala Desa Martoba, hal ini diakibatkan karena kemungkinan suami istri tersebut tidak pernah melakukan perkawinan di Gereja atau dilakukan secara adat Batak Toba. Hal ini mengakibatkan perkawinan mereka tidak sah secara agama, hukum nasional maupun secara adat Batak Toba. 92 Dengan demikian, tidak terjadinya perceraian secara adat Batak Toba di Desa Martoba dikarenakan telah semakin berkurangnya pemahaman tentang adat Batak Toba atau sudah semakin hilangnya pemakaian adat Batak Toba pada dan masuknya agama dan penggunaan hukum nasional menjadi salah satu penyebab tidak pernah terjadi perceraian secara adat Batak Toba. B. Alasan dan Syarat Perceraian Secara Adat Batak Toba Yang Beragama Kristen di Desa Martoba Siallagan Tolping

1. Alasan perceraian pada masyarakat Batak Toba yang beragama Kristen

Alasan perceraian pada masyarakat Batak Toba yang beragama Kristen dapat dilihat beberapa faktor, yaitu: a Karena faktor ekonomi Subjek perceraian adalah subjek paling sulit dalam seluruh hukum perkawinan Batak Toba khususnya yang beragama Kristen di Desa Martoba Siallagan Tolping. Karena keinginan suami maupun istri memainkan peranan, sedangkan parboru ikut campur, lingkaran kerabat mereka menanggung 92 Hasil wawancara dengan J. Silalahi, selaku kepala Desa Martoba, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir pada tanggal 18 Juni 2011 pada pukul 17.30 Wib di Kantor Kepala Desa Martoba. Universitas Sumatera Utara 61 akibatnya. Tidak hanya keadaan pribadi yang penting tetapi juga apa yang dahulu diberikan sebagai pembayaran perkawinan dan apa yang diberikan istri oleh orang tuanya sebagai harta bawaan. Di sini, teori dan praktik juga sering berlainan. 93 Ada wilayah dengan perkawinan yang mantap sekali, dan ada yang lemah. Jika kasus yang dibawa ke pengadilan tidak lagi ditangani menurut praktik dan tata cara bumiputra maka penanganan perkara perceraian mulai berlainan dengan apa yang dahulu berlaku, bahkan terkadang diselesaikan dengan menempuh jalan yang sangat tidak lazim. Selain faktor-faktor tersebut ada pula perkembangan dan pengaruh hukum Kristen dan moral Kristen yang berdampingan dengan kebiasaan purba. Yang lama dan yang baru, yang baik dan yang buruk, tidak lagi mudah untuk dipilah. Oleh karenanya diperlukan uraian yang rinci. Hasil wawancara dengan Amang Jobar Siallagan dapat diketahui bahwa faktor ekonomi dapat saja terjadi perceraian antara suami atau istri orang Batak Toba apabila mereka tinggal di kota-kota besar tetapi apabila suami atau istri tersebut tinggal di Desa Martoba untuk terjadinya perceraian akibat ekonomi sangat kecil kemungkinan. Hal ini disebabkan karena sebagian besar mata pencaharian penduduk di Desa Martoba adalah petani sehingga kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi. 94 Selain itu juga bagi suku Batak Toba bila suami 93 Hasil wawancara dengan J. Silalahi, selaku kepala Desa Martoba, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir pada tanggal 18 Juni 2011 pada pukul 17.30 Wib di Kantor Kepala Desa Martoba. 94 Hasil wawancara dengan J. Silalahi, selaku kepala Desa Martoba, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir pada tanggal 18 Juni 2011 pada pukul 17.30 Wib di Kantor Kepala Desa Martoba. Universitas Sumatera Utara 62 kurang produktif maka istri bisa membantu, malah menjadi pencari nafkah utama sedangkan suami malah nongkrong di kedai kopi, sementara istri ke sawah. 95 Dengan demikian jarang terjadi perceraian dengan alasan ekonomi, yaitu tidak memberi nafkah sekian bulan, atau pisah selama 2 tahun. Mereka suami istri umumnya konsekwen dengan ikatan perkawinan, malahan malu jika diketahui orang lain bahwa mereka cekcok. Jika terjadi cekcok, sepertinya pihak keluarga luas berhak intervensi. Mungkin ini juga yang mendorong wanita Batak Toba cenderung masuk pasar kerja, tidak mau hanya jadi pardijabu, paniaran, atau boruni raja, seperti ibu-ibu tukang tambal ban, pedagang di pasar, meminjamkan uang, dan sebagainya. Dari hasil wawancara yang dilakukan di Pengadilan Negeri Balige bahwa alasan perceraian karena faktor ekonomi bagi suami atau istri sebagai penggugat perceraian tidak pernah terjadi, disebabkan antara suami atau istri Batak Toba saling berpengertian dalam hal soal ekonomi atau sama-sama saling menutupi agar rumah tangga tetap langgeng. 96 Tetapi bila dilihat pendapat lainnya kemungkinan faktor ekonomi, yaitu terdapatnya kesenjangan pendapatan antara suami istri dapat menjadi contoh kasus gagalnya perkawinan. Ketidak mampuan pasangan mengatur keuangan rumah tangga, karena boros misalnya, dapat juga menjadi awal keretakan. Atau suami yang malas mencari nafkah, atau istri yang 95 Filed under: Budaya Batak, Kemiskinan, Perkawinan, Uncategorized — thomanpardosi 14:25, Perceraian dalam Konsep Budaya Batak 96 Hasil wawancara pada tanggal Senin, 20 Juni 2011, Pukul 09.30 Wib dengan K. Limbong, Hakim Pengadilan Negeri Balige, di Pengadilan Negeri Balige. Universitas Sumatera Utara 63 meminta sesuatu secara berlebihan. Masih banyak contoh lain yang dapat menunjukan betapa faktor ekonomi menjadi badai dalam rumah tangga. Perkawinan tidak hanya berdasarkan cinta yang kuat semata, tapi kekuatan ekonomi juga diperlukan untuk menopang rumah tangga yang sudah dibangun. 97 b Karena faktor pihak ketiga Dari hasil wawancara dengan Amang Jobar Siallagan dapat diketahui bahwa perceraian yang diakibatkan faktor ketiga dapat saja terjadi, ini dikarenakan karena suami atau istri mengalami suatu penyakit. Faktor pihak ketiga ini dari pihak orang tua atau famili suami atau istri atau datu, yang mengusulkan kepada anaknya yang telah menikah untuk menceraikan pasangannya. 98 Alasan utama berakhirnya suatu perkawinan atau perceraian di masyarakat Desa Martoba Siallagan Tolping disebabkan faktor pihak ketiga, karena ketidakmampuan seksual atau cacat lain yang tak memungkinkan persenggamaan yang lazim. 99 Kemampuan fisik untuk mengembangbiakkan keturunan adalah salah satu syarat perkawinan. Selain itu, peneliti juga sudah menjelaskan bahwa seorang istri yang dipaksa kawin dengan orang yang tidak disukainya terkadang berhasil mernbuat suaminya mengira dirinya lemah zakar na so hasea = dia yang 97 Tiga Faktor Utama Penyebab Perceraian, OPINI | 07 May 2010 | 16:46 98 Hasil wawancara dengan Jobar Siallangan, selaku Petua Adat Tolping di Siallagan Tolping pada tanggal 30 April 2011. 99 Hasil wawancara dengan Jobar Siallangan, selaku Petua Adat Tolping di Siallagan Tolping pada tanggal 30 April 2011. Universitas Sumatera Utara 64 tidak berguna. 100 Meskipun dapat dibuktikan lewat pemeriksaan kesehatan bahwa ia tidak memiliki persoalan dengan kemampuannya untuk mengembangbiakkan keturunannya tidak lemah zakar, namun perceraian bisa saja tetap terjadi jika perempuan itu bersikeras dengan pendiriannya. Tak ada satu pun dari kedua pihak itu yang dapat dipaksa untuk meneruskan perkawinan yang tidak membuka kemungkinan untuk mendapatkan keturunan. Selain hal yang diatas mengakibatkan perceraian menurut beliau adalah: Ada pula penyebab lain yang juga bersifat ragawi fisik, yaitu adanya penyakit kusta pada salah seorang dari pasangan itu. 101 Orang yang menderita penyakit yang ditakuti dan yang tak dapat disembuhkan itu, yang di zaman dahulu bisa menyebabkan ia dibunuh, bisa menjadi persoalan dalam kehidupan suami istri. Orang yang sehat biasanya mempunyai alasan meminta cerai walaupun kemungkinan itu tidak selalu dimanfaatkan. Hal yang sama berlaku juga pada penyakit jiwa yang tidak dapat disembuhkan . Kemandulan juga menjadi penyebab perceraian. Hal ini biasanya diperkirakan sebagai akibat dari tidak adanya keselarasan antara tondi pasangan sehingga dapat menghalangi lahimya keturunan. Dalam hal demikian, suami maupun istri mempunyai alasan untuk bercerai; parboru dan paranak akan menyetujuinya karena: 100 Hasil wawancara dengan Jobar Siallangan, selaku Petua Adat Tolping di Siallagan Tolping pada tanggal 30 April 2011. 101 Hasil wawancara dengan Jobar Siallangan, selaku Petua Adat Tolping di Siallagan Tolping pada tanggal 30 April 2011. Universitas Sumatera Utara 65 Saut na marrongkap, sirang na so marrongkap. Dengan keselarasan, perkawinan akan lestari; tanpa itu perkawinan harus dibubarkan 102 Ketidakselarasan dianggap hanya terdapat di antara kedua pasangan suami-istri itu, dan tidak di antara orang-orang yang ada di sekitar mereka. Sering terjadi, parboru yang borunya dikembalikan kepadanya akan segera menyediakan boru yang lain untuk menggantikannya. Kehidupan tanpa anak bisa berjalan bertahun-tahun sebelum pasangan mengambil keputusan untuk bercerai, Dalam hal ini kerabat perempuan akan berikhtiar mengobati kemandulan dengan penguatan magis terhadap tondinya, karena kelemahan tondi itulah yang dianggap sebagai penyebab kegersangannya. Perceraian sering terjadi atas nasihat datu dukun, yang melalui ramalannya, menganggap bahwa perceraian adalah satu-satunya pemecahan. 103 Dalam pada itu, keinginan satu pihak saja sudah cukup untuk melakukan perceraian. Kematian anak demi anak secara terus-menerus juga bisa menjadi alasan perceraian. Hal itu juga dianggap sebagai akibat tidak adanya keselarasan. Atau mungkin juga karena alasan lain, seperti tempat tinggal yang sudah, sehingga perlu dipindah. Dalam kasus perceraian seperti ini yang menjadi faktor penyebab adalah keinginan dari salah seorang pasangan. Persoalan ini biasanya diselesaikan dalam suasana persahabatan. Alasan perceraian ini bersumber pada keinginan untuk mendapatkan keturunan yang sehat, dan inilah yang menjadi 102 J.C. Vergouwen, 2004, Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba, PT. Lkis Pelangi Aksara, Yogyakarta, hal. 332 103 Ibid. Universitas Sumatera Utara 66 pendorong keduanya untuk berpisah agar terbuka jalan untuk melakukan perkawinan baru yang mungkin bisa mendatangkan keturunan. Salah satu alasan perceraian yang tidak mudah dipahami ialah yang disebabkan karena kedua pasangan itu hanya melahirkan anak perempuan. Perceraian karena alasan ini juga sering terjadi. Di kawasan yang konservatif, kepala dan kerabat si istri akan menyetujui keinginan suami untuk mendapatkan anak laki-laki guna melanjutkan galumya, kalau memang itu satu-satunya alasan keinginannya untuk bercerai. Hasil wawancara dengan K. Limbong dapat diketahui bahwa alasan perceraian yang diakibatkan oleh pihak ketiga tidak ada diatur dalam peraturan perundang-undangan baik itu UU Hukum Perkawinan maupun KUH Perdata. 103 Dimana dalam penjelasan Pasal 39 ayat 2 UU Perkawinan untuk dapat dijadikan sebagai alasan mengajukan perceraian, yaitu: a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan; b. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama dua tahun beturut-turut tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya. c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 lima tahun atau hukuman yang lebih berat selama perkawinan berlangsung; d. salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri; 103 Hasil wawancara pada tanggal Senin, 20 Juni 2011, Pukul 09.30 Wib dengan K. Limbong, Hakim Pengadilan Negeri Balige, di Pengadilan Negeri Balige. Universitas Sumatera Utara 67 e. salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak lain; f. antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun dalam rumah tangga. Juga dalam Pasal 209 KUH Perdata menyebutkan beberapa alasan yang mengakibatkan terjadinya perceraian, yaitu: a. zinah, b. meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad jahat c. penghukuman dengan hukuman penjara lima tahun lamanya atau dengan hukuman yang lebih berat, yang diucapkan setelah perkawinan. d. melukai berat atau menganiaya, dilakukan oleh si suami atau si isteri terhadap isteri atau suaminya, yang demikian sehingga membahayakan jiwa pihak yang dilukai atau dianiaya, atau sehingga mengakibatkan luka-luka yang membahayakan Masalah faktor pihak ketiga, yaitu dimana terjadinya komunikasi merupakan hal yang sepele tampaknya, tanpa disadari itu adalah kekuatan utama perkawinan dan sekaligus kelemahannya. Perselingkuhan antara dua orang dewasa yang berawal dari seringnya salah satu melakukan curahan hati dengan pasangan yang lainnya. Akibat berkomunikasi dengan pihak ketiga bukan hanya cara berbicara, tapi juga menciptakan suasana harmonis melalui cara bertutur antar pasangan. Dimana pihak ketiga memberikan sapaan lembut seperti seorang suami terhadap istrinya atau panggilan sayang sang istri terhadap suami dapat Universitas Sumatera Utara 68 menjaga kehormatan masing-masing. Juga kemampuan suami istri dalam mengendalikan diri saat marah kepada pasangan. 104 Menghindari penggunaan kata-kata yang kasar misalnya, supaya tidak melukai perasaan pasangan. Komunikasi juga berarti saling mendengar, bukan salah satu mendominasi pembicaraan. Pihak ketiga dapat memberikan komunikasi yaitu mampu memberikan saran dan respon positip serta perhatian pada pembicaraan. Komunikasi juga berarti bicara dengan pasangan tentang hal-hal apa saja yang membuat suka dan tidak suka dari pribadinya, seperti misalnya cara berbicaranya, cara berpakaian atau kebiasaan buruk lain. Komunikasi yang salah dapat menyimpan dendam dalam hati yang akan meledak pada saat yang tidak diperkirakan. c Karena faktor perzinahan Dari hasil wawancara dengan Amang Jobar Siallagan dapat diketahui bahwa perceraian diakibatkan karena faktor perzinahan tidak pernah terjadi, hal mana suami istri Batak Toba sangat mematuhi adat istiadat dalam menjalani kehidupan rumah tangga. Dari zaman dahulu nenek moyang suku Batak Toba jarang cerai, tapi mereka menganut poligami. Suku Batak Toba hampir tidak pernah melakukan penyelenggaraan upacara adat batak untuk perceraian. Suku 104 Tiga Faktor Utama Penyebab Perceraian, OPINI | 07 May 2010 | 16:46 Universitas Sumatera Utara 69 Batak Toba tidak memilih cerai jika ada masalah, tapi lebih memilih kawin lagi. 105 Dari hasil wawancara dengan K. Limbong bahwa alasan perceraian karena faktor perzinahan dapat dibenarkan dan dilakukan gugatannya di Pengadilan Negeri Balige. Alasan perceraian akibat faktor perzinahan biasanya penggugatnya adalah dari pihak istri. Dimana perzinahan dilakukan oleh suaminya dengan wanita pihak ketiga yang bukan istrinya dan jarang kemungkinan terjadi perzinahan dilakukan pihak istri. 106 Terjadinya faktor perzinahan antara seorang suami atau istri kepada pihak lawan jenisnya adalah karena masalah di atas tempat tidur atau sex. Mungkin untuk sebagian orang ini bukan penyebab utama, tapi tetap harus diakaui bahwa masalah di tempat tidur membawa implikasi luas dalam kehidupan seseorang. Bahkan ada yang mengatakan bahwa demokrasi itu di mulai dari kasur, jadi faktor kasur merupakan kebutuhan biologis yang tak terhindarkan. 107 Menurut Daniel Iswahyudi bahwa: Bercerai memiliki konsekwensi berat, tidak boleh menikah lagi, karena itu perzinahan, bahkan sebenarnya lebih berat dari perzinahan, karena bahasa aslinya ‘moichao’ yang artinya ‘sex immorality’ atau ‘kebejatan sexual’. Yang menceraikan maupun yang diceraikan memiliki konsekwensi yang sama. Lukas 16:18 Setiap orang yang menceraikan isterinya, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah; dan barangsiapa kawin dengan perempuan yang diceraikan suaminya, ia berbuat zinah.” Markus 10:12 105 Hasil wawancara dengan Jobar Siallangan, selaku Petua Adat Tolping di Siallagan Tolping pada tanggal 30 April 2011. 106 Hasil wawancara pada tanggal Senin, 20 Juni 2011, Pukul 09.30 Wib dengan K. Limbong, Hakim Pengadilan Negeri Balige, di Pengadilan Negeri Balige. 107 Filed under: Budaya Batak, Kemiskinan, Perkawinan, Uncategorized — thomanpardosi 14:25, Perceraian dalam Konsep Budaya Batak Universitas Sumatera Utara 70 “Dan jika si isteri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah.” Tetapi karena prinsip-prinsip Firman Tuhan tentang perceraian yang keras tersebut diatas, maka alternatif terbaik, adalah PEMULIHAN. Jadi saran saya, cari mantan isteri anda, menangkan dia kembali, ampuni, terima kembali, bangun cinta anda kembali dan nikahi dia kembali. Ini PEMULIHAN yang merupakan kehendak Tuhan yang terbaik. 108 d Karena faktor ketidak harmonisan rumah tangga Jika perceraian terjadi atas keinginan satu pihak, atau atas persetujuan kedua-duanya, hal itu sering merupakan kelanjutan dari ketidakcocokan yang semakin menjadi-jadi di antara mereka. Jika pasangan mempunyai anak-anak, terutama anak-anak kecil ada kemungkinan bahwa ikatan perkawinan dan kasih sayang antar orang tua akan semakin kuat. Jika tidak ada anak-anak, atau ada anak-anak namun semuanya meninggal, maka akan muncul hambatan untuk membina kehidupan yang rukun. Tetapi ada juga alasan lain yang membuat kedua belah pihak merasa bahwa perceraian adalah pemecahan yang paling masuk akal atas kesulitan yang mereka hadapi. Faktor itu kadang-kadang berkaitan dengan tekanan orang tua ketika memilih pasangan, atau bisa juga karena masa perkenalan sebelum perkawinan terlalu singkat sehingga satu sama lainnya merasa asing. Dari hasil wawancara dengan Amang Jobar Siallagan dapat diketahui alasan perceraian karena faktor ketidak harmonisan rumah tangga mengakibatkan dapat perginya suami dalam waktu lama dari rumah, percekcokan yang terus- 108 yudipribadiyahoo.com : Rubrik ini diasuh oleh Pdp. Daniel Iswahyudi, S.Th. Pelayan Tuhan yang spesial melayani pemulihan hati anak-orang tua, suami-istri, dunia muda remaja. Diposkan oleh BATAK BERMAZMUR di 18:41 , Diakses pada tanggal Selasa, 20 Juli 2010, Perceraian. Universitas Sumatera Utara 71 menerus, istri merajuk meninggalkan rumah dan pergi ke rumah kerabatnya. 109 Faktor ketidak harmonisan rumah tangga antara suami atau istri dapat dilihat dalam pepatah Batak Toba, yaitu: Sada rantiti sada sona Sada magigi sada so ra Satu pohon rantiti, satu pohon sona Yang satu jijik, yang lain tak suka 110 Yang berarti bahwa tak ada kecocokan antara suami dan istri sehingga keduanya ingin berpisah. Kata magigi merasa benci merasa enggan atau jijik adalah istilah teknis untuk antipati, dari satu pihak kepada pihak yang lain dan terhadap kelanjutan perkawinan. Keadaan seperti ini dapat juga menjurus ke perceraian. Rasa tidak suka ini mungkin timbul karena si suami ingin lepas dari istrinya baoa na magigi. Misalnya karena hidup lebih lanjut bersama istrinya sudah tidak tertahankan lagi; karena dia menyukai perempuan lain; karena marah kepada mertua yang tidak memberikan pauseang kepada anaknya; atau karena ia dihasut untuk berbuat demikian oleh istri kedua. 111 Hal itu bisa tampak dari keadaan dan tingkah laku suami kepada istrinya; misalnya dia mengembalikan istri kepada orang tua paulakhon, agar diberi pelajaran ajarhon, tanpa memberi alasan yang dapat diterima oleh akal. Kemudian dia tidak mempedulikannya lagi. Dia mengusirnya dari rumah tanpa ampun, membiarkannya tanpa uang belanja dalam 109 110 J.C. Vergouwen, Op.cit., hal. 333. 111 Ibid., hal. 333 Universitas Sumatera Utara 72 waktu yang lama, menolak dia mambolonghon. 112 Pendek kata, dia berbuat sedemikian rupa sehingga bagi perempuan tidak ada jalan lain kecuali memohon bantuan hula-hulanya agar ia bisa lepas dari suaminya. Perceraian yang timbul dari penyebab semacam itu, sebagaimana halnya yang ditimbulkan karena perasaan saling bermusuhan, kadang-kadang didahului dengan perpisahan dalam jangka waktu yang cukup panjang padao-dao. Tetapi istri beserta kerabatnya biasanya akan segera mengajukan persoalan itu ke hakim dan menyakinkan hakim bahwa tanggung jawab atas pemutusan perkawinan harus diletakkan di pundak suami. Hal ini penting karena ada kaitannya dengan besarnya pembayaran perkawinan yang harus dikembalikan. Jika suami bertindak tidak semena-mena terhadap istrinya, dengan demikian berarti juga terhadap parborunya, maka pihak yang terakhir ini terkadang akan mengambil alih persoalan dan akhirnya menyampaikan pengaduan kepada pengadilan. Dan lantas mengawinkan puterinya dengan pihak ketiga, seolah-olah dia adalah perempuan yang bebas boru na sae. 113 Hal seperti ini lebih sering terjadi di zaman Pidari daripada sekarang ini. Seandainya dia berbuat demikian maka lahirlah pasangan baru yang hidup bersama. Karena tidak mendapat dukungan dari kepala maka posisi pasangan itu tidak dikukuhkan dengan perkawinan formal. 114 Suami yang belum menceraikan perempuan itu akan mengajukan pengadaan mangatangkup melawan hukum 112 Ibid. 113 Ibid., hal. 334 114 Ibid. Universitas Sumatera Utara 73 karena mengambil perempuan yang masih menjadi istri laki-laki lain terhadap pihak ketiga dan menuntut parboru sebagai pelaku suatu palangkuphon promotor dari suatu langkup. Di zaman dahulu, tindakan parboru semacam itu bisa berarti pernyataan perang. Tetapi dalam pengaduan seperti itu, pihak ketiga pangalangkup yang sepenuhnya bertindak atas hasutan dan bekerja sama dengan parboru, akan menolak setiap tanggung jawab dengan berlindung di balik parboru. Mangalangkup adalah kejahatan paling buruk yang dilakukan seorang Batak. 115 Oleh karena itu, dia akan mengemukakan ungkapan berikut sebagai pembelaan: Manuk-manuk hulabu ompanompan ni soru Ndang dohonon pangalangkup ia so dituduhon parboru Ayam kelabu umpan menangkap tikus; Orang tidak dapat disebut pangalangkup jika parboru tidak mengisyaratkan bahwa dia memang parboru 116 Memang parborulah yang salah karena bertindak melawan hukum. Dia tidak berada dalam kedudukan menentukan secara bebas nasib borunya karena perceraian yang pasti belum terjadi. Tindakannya yang tercela itu dinyatakan dalam ungkapan berikut: Sada lombuna naeng dua hodana Sada boruna naeng dua helana 115 Ibid. 116 Ibid. Universitas Sumatera Utara 74 Lembunya satu tetapi ingin kuda dua Gadisnya satu tetapi ingin menantu dua 117 Tetapi ukuran kesalahan parboru dan akibat yang ditimbulkan perbuatannya itu sudah tentu akan ditentukan oleh sikap yang pernah diambil oleh suami yang mengajukan tuntutan kepada istrinya. Jika magigi benci ada di pihak istri maka hal itu disebut mahilolong mempunyai rasa benci terhadap suami, dan perempuan itu disebut boru sipahilolong. Laki-laki yang melepaskan diri dari istri yang tidak mau meninggalkannya dianggap bertindak sewenang-wenang terhadapnya dan terhadap parboru yang memihak kepadanya. 118 Ini mesti ditebusnya dengan hukuman, walaupun dia berhak memutuskan tali yang mengikat istrinya secara formal, seandainya pun ikatan itu berlangsung secara sewenang wenang. Menurut hukum tua yang ketat, perempuan yang bersuami tidak mempunyai kuasa untuk mengakhiri perkawinannya atas kemauannya sendiri. Misalnya, dengan sekehendak hati lari meninggalkan rumah. Dia berada di bawah kuasa suami yang mengambilnya keluar dari lingkaran kerabat sendiri. Selama suami masih hidup dan mengakuinya sebagai istri, ia tetap berada di bawah 117 Ibid., hal. 335 118 Ibid. Universitas Sumatera Utara 75 kuasanya. Di sini, watak perkawinan patrilineal tampil ke depan istri itu untuk dan milik suami. 119 Sikap yang sama juga akan ambil parboru jika ingin memaksa borunya kawin dengan orang tertentu. Sekali parboru sudah mengambil sikap ini, dia dengan sendirinya menganggap tidak ada persoalan apakah pihak perempuan itu suka atau tidak. Dia akan bersikeras lagi memaksakan kehendaknya kepada boru, karena jika perkawinan putus karena boru mahilolong, akibat yang akan ditanggungnya dalam pengembalian pembayaran bisa jauh lebih berat daripada jika suami yang magigi. Sekali dia sudah kawin, boru yang mempunyai pikiran lain dari parborunya akan melihat dirinya tidak hanya berhadapan dengan kekerasan kepala parboru, tetapi juga dengan kedudukan hukumnya yang kuat serta ketidakmauannya menanggung kerugian yang disebabkan oleh perbuatannya. Di zaman dulu, kesengsaraan yang bisa menimpanya sebagai akibat perlawanannya diuraikan dalam Patik dohot uhum, dia dapat dipasung atau dipaksa dengan kekerasan fisik untuk melakukan hubungan seksual. Kasus semacam ini dipaparkan dalam Patik dohot uhum, yang tampaknya menyangkut diri seorang perawan yang dipaksa kawin dengan seorang yang sudah tua, dan sesudah perkawinan dilakukan, ia merasa sangat jijik kepada suaminya itu. 120 119 Hasil wawancara dengan Jobar Siallangan, selaku Petua Adat Tolping di Siallagan Tolping pada tanggal 30 April 2011. 120 Hasil wawancara dengan Jobar Siallangan, selaku Petua Adat Tolping di Siallagan Tolping pada tanggal 30 April 2011 Universitas Sumatera Utara 76 Sepanjang yang menyangkut pasangan muda pada tahap pertama perkawinan tidak ada laki-laki yang memperlihatkan kegagahannya seperti diuraikan dalam Patik dohot Uhum. Persoalannya tidak menjadi seseram itu; dalam hal yang demikian, pada pokoknya orang tualah yang akan menentukan apakah perkawinan dilanjutkan atau tidak. Kasus di dalam Patik dohot Uhum merupakan salah satu konsekuensi terburuk yang bisa terjadi, karena ia menggambarkan kekejaman yang sangat dari parboru. 121 Namun darah lebih pekat dari air, hal parboru sering tersentuh melihat nasib borunya, atau mungkin juga dia khawatir jangan-jangan borunya akan bunuh diri. Bahkan di zaman dulu, ada batas sampai di mana perlakuan tak berperikemanusiaan terhadap istri dapat dilakukan. Hal ini diungkapkan dalam peribahasa berikut: Ndang tarseat boru na so olo ajar; Tidak dapat dibunuh puteri yang tidak patuh diajar 122 Ini berarti parboru tidak akan mengambil tindakan yang keterlaluan, tetapi yang seperti ini sudah terang lebih banyak berlaku terhadap anak sendiri daripada terhadap kemenakan yang ayahnya sudah meninggal. Sekarang ini, sudah tentu paksaan yang tidak berperikemanusiaan dilarang secara mutlak. Tekanan moril sudah tentu dapat dilakukan, dan memang diperkenankan berdasarkan pendirian yang lazim menurut hukum dan adat istiadat seorang istri tidak akan diakui memiliki hak untuk memutuskan 121 J.C. Vergouwen, Op. Cit., hal. 336 122 Ibid. Universitas Sumatera Utara 77 perkawinan yang tidak disukainya, dan kelaziman itu terus berusaha membatasi kebebasan istri. Namun sekarang ini, istri yang tegas akan selalu mencari jalan untuk membubarkan perkawinan. Mengingat hal di atas, kiranya sekarang ini tidak ada alasan untuk mengambil tindakan khusus yang menguntungkan istri yang ingin meninggalkan suami, atau suami yang ingin berpisah dari istrinya dengan jalan mengadakan pengaturan keuangan perceraian yang lebih memberatkan suami daripada yang akan dialaminya di bawah hukum yang lama ataupun hukum yang sekarang. Hasil wawancara dengan K. Limbong bahwa alasan perceraian karena faktor ketidak harmonisan rumah tangga dapat timbul dan inilah yang disebut dengan kekerasan dalam rumah tangga. Penggugat dapat berasal dari suami atau istri yang mengalami kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain atau antara suami atau istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun dalam rumah tangga. 123 Dalam Pasal 5 UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yaitu “Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya dengan cara kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual atau penelantaran rumah tangga”. 124 Dengan demikian Kekerasan dalam rumah tangga 123 Hasil wawancara pada tanggal Senin, 20 Juni 2011, Pukul 09.30 Wib dengan K. Limbong, Hakim Pengadilan Negeri Balige, di Pengadilan Negeri Balige. 124 Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Jakarta, Sinar Grafika, 2007 Universitas Sumatera Utara 78 sebagaimana diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2004 dapat dijadikan alasan perceraian karena secara substansi sesuai dengan ketentuan Pasal 39 Ayat 2 UU Perkawinan, Pasal 19 PP Nomor 9 Tahun 1975. Dari hasil wawancara dengan Bapak K. Limbong dapat diketahui bahwa perkara gugatan perceraian yang pernah disidangkan di Pengadilan Negeri Balige sejak Pengadilan Negeri Balige telah mandiri dan berdiri sendiri mulai tahun 2007, maka perkara yang pernah disidangkan sebanyak 11 kasus gugatan perceraian. Adapun perinciannya adalah pada tahun 2008 sebanyak 2 kasus, tahun 2009 sebanyak 3 kasus, tahun 2010 sebanyak 4 kasus dan tahun 2011 sebanyak 2 kasus masih sedang berjalan kasus gugatan perceraiannya atau belum diputuskan. 125 Tetapi Bapak K. Limbong hanya memberikan sebanyak 3 kasus yang dapat dijadikan bahan pertimbangan bahwa adanya kasus gugatan perceraian dan pernah terjadi di Pengadilan Negeri Balige. Dibawah ini akan diuraikan dalam tabel tentang perkara perceraian yang pernah terjadi dan disidangkan di Pengadilan Negeri Balige, yaitu: 125 Hasil wawancara pada tanggal Senin, 20 Juni 2011, Pukul 09.30 Wib dengan K. Limbong, Hakim Pengadilan Negeri Balige, di Pengadilan Negeri Balige. Universitas Sumatera Utara 79 TABEL PERKARA PERCERAIAN YANG DIDAFTARKAN PADA PENGADILAN NEGERI BALIGE TAHUN 2010 No No. Perkara Pihak-Pihak Alasan Gugatan Penggugat Tergugat 1 No.05Pdt.G2010PN. Blg Dostuaris br. Gultom Istri Batara Sihite Suami 1. Sering terjadi percekcokan dan pertengkaran- pertengkaran sehingga menjadi kurang harmonis dalam rumah tangga. 2. Tergugat telah pergi meninggalkan penggugat dan anaknya di rumah tempatbtinggal bersama tanpa seizin penggugat 3. Sudah 12 tahun lamanya tergugat tidak pernah pulang lagi ke rumah tempat tinggal bersama. 4. Dari sikap dan perbuatan tergugat, penggugat sudah 12 tahun berturut-turut, hal mana terbukti tergugat tidak mencintai penggugat dan mungkin tidak ada lagi titik temu untuk membina keluarga yang baik dan rukun dalam membina rumah tangga. 2 No. 25Pdt.G2010PN.Blg Dahliana Waruwu Istri Andrianus Situmorang Suami a. Tanpa diduga ternyata tergugat tidak pernah akur dengan penggugat sering terjadi percekcokan, yang menyebabkan ketidakharmonisan dalam rumah tangga b. Penyebab sering terjadi keributan adalah dipicu oleh tergugat tidak pernah cocok dengan penggugat dimana tidak pernah menghormati pengguggat dan selalu menuduh selingkuh dan tidak Universitas Sumatera Utara 80 mengakui anak yang dalam kandungan penggugat dan mengatakan anak haram. c.Tidak pernah memberi nafkah kepada penggugat dan anak-anaknya dan selalu mengancam untuk menceraikan. d. Dari tahun ke tahun sering terjadi pertengkaran dikarenakan perbedaan persepsi. 3 No: 31Pdt.G2010PN.Blg Richardo Parulian Situmeang Suami Satrima Sirait Istri a. Sejak tahun 2008 Tergugat sering menunjukkan perbuatan yang tidak menghargai Penggugat selaku suaminya, sering bepergian dari rumah tanpa sepengetahuan Penggugat dan tanpa arah tujuan yang jelas. b. Penggugat sering menasehati Tergugat supaya menjaga anak-anak di rumah dan jangan bepergian tanpa tujuan yang jelas tetapi tidak dihiraukan justru memicu pertengkaran dalam rumah tangga. c. April 2009 Penggugat mengetahui Tergugat melakukan beberapa kali selingkuh jinah dengan seorang laki-laki dan telah diketahui masyarakat luas di sekitar Ajibata selingkuh d. Sejak perselingkuhan tersebut Penggugat dan tergugat telah pisah ranjang. e. Perbuatan Tergugat tidak termaafkan oleh Penggugat. Universitas Sumatera Utara 81 Ketiga gugatan perceraian yang dilakukan penggugat di Pengadilan Negeri Balige pada intinya beralasan karena : a. Kedua belah pihak sering terjadi percekcokan dan pertengkaran-pertengkaran sehingga kurang harmonis dalam rumah tangga b. Tergugat telah pergi meninggalkan penggugat dan anak penggugat dan tergugat c. Tergugat melakukan selingkuh zinah dengan seorang laki-laki dan telah diketahui masyarakat luas Gugatan perceraian di masyarakat Batak Toba yang beragama Kristen sudah pernah terjadi di Pengadilan Negeri Balige yang daerah hukumnya di Kabupaten Toba Samosir yang Nomor Gugatannya No. 31Pdt.G2010PN.Blg. Alasan dilakukannya gugatan di Pengadilan Negeri Balige adalah karena Pengadilan Negeri Toba Samosir belum mandiri dan belum mempunyai sarana dan prasaran yang lengkap maka persidangan tetap dilakukan di Pengadilan Negeri Balige. Hanya saja setiap gugatan yang telah selesai masa persidangannya, putusan akan dibacakan di Kantor Pengadilan Negeri Toba Samosir.

2. Syarat-syarat perceraian di masyarakat Batak Toba yang Beragama Kristen