Perceraian Dikalangan Masyarakat Batak Toba Kristen Menurut Hukum Adat Batak Toba

41

C. Perceraian Dikalangan Masyarakat Batak Toba Kristen Menurut Hukum Adat Batak Toba

Menurut Jaoloan Silalahi selaku Kepala Desa Samosir Tolping mengatakan, masyarakat Batak Toba cenderung meninggalkan adat-istiadat, termasuk adat perkawinan karena pelaksanaan adat tersebut terlalu bertele-tele. Rangkaian adat yang membosankan ini perlu dipersingkat agar tidak semakin ditinggalkan. Menurut beliau bahwa adat-istiadat perkawinan Batak sangat mendukung gereja dalam membangun keutuhan dan keharmonisan keluarga. Karena itu, tokoh-tokoh adat perlu membuat rangkaian pelaksanaan adat yang ringkas tanpa mengurangi nilai sakralnya. 66 Sikap umumnya orang Batak Toba, terutama yang melakukan perkawinan secara adat Batak Toba, dapat dikatakan tak cukup jelas hingga kemudian mengecewakan mereka yang mengalami problema rumah tangga. Dimana mereka merasa ditinggalkan di dalam permasalahan rumah tangga, sementara ketika mereka menikah, hak-hak kerabat termasuk marga sudah diberikan, sehingga di dalam pemikiran menilai bahwa adat Batak Toba tak bertanggungjawab karena tidak ada penyelesaian rumah tangga yang sedang dialami. Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan Amang Jobar Siallagan dapat diketahui bahwa: Orang Batak Toba yang beragama Kristen tidak boleh cerai selama hidup itu adalah perbuatan dosa, tentu bukan jawaban melainkan pengulangan doktrin gereja yang sudah jamak 66 Hasil wawancara dengan Jaoloan Silalahi, selaku kepala Desa Samosir Tolping, di Samosir pada tanggal 30 April 2011. Universitas Sumatera Utara 42 diketahui jemaat. Saya beri pendapat berdasarkan yang pernah saya dengar dari kerabat dan tetua adat di Siallagan Tolping yang terdahulu, bahwa sebetulnya hukum adat Batak mengenal perceraian dan ada mekanisme atau cara pelaksanaannya, walau tidak secara tegas disebut “pasiranghon”. Dari asal kata sirang, yang berarti cerai, putus. Hukum adat Batak lebih mengenal istilah “paulakhon”, “dipaulak”, yang artinya mengembalikan atau dikembalikan. Lazimnya, yang “dipaulak” itu istri nioli, tunggane boru dan tak jamak paulak suami tunggane doli, meski kelakuannya begitu memalukan, berbahaya, atau ternyata kemudian punya kelemahan mendasar, misalnya, menderita impotensi. 67 Mekanisme atau cara “paulakhon” itu, si suami menjelaskan kepada orangtuanya atas problema rumahtangganya atau bisa juga kepada kerabat terdekat ayahnya, dan kemudian dibicarakan dengan “dongan sabutuha” marga. Tentu orangtua atau kerabatnya tak langsung mengiyakan karena bagaimanapun perceraian tetap dianggap kegagalan dan aib, karenanya akan mengusut pemicu persoalan dan berusaha mendamaikan. Bila tak bisa lagi diperbaiki, diutuslah beberapa kerabat untuk menyampaikan kepada kerabat dekat si perempuan istri. 68 Kemungkinan di daerah lain, di wilayah Samosir, bila terjadi kasus paulakhon, maka “sinamot” yang sudah diserahkan kepada orangtua perempuan tidak diminta lagi, karena perkawinan memang bukan perjanjian, melainkan kesepakatan. 67 Hasil wawancara dengan Jobar Siallangan, selaku Petua Adat Tolping di Siallagan Tolping pada tanggal 30 April 2011 68 Hasil wawancara dengan Jobar Siallangan, selaku Petua Adat Tolping di Siallagan Tolping pada tanggal 30 April 2011. Universitas Sumatera Utara 43 Lain halnya bila “pajolo sinamot” tanda pengikatan sudah diserahkan namun perkawinan kemudian dibatalkan pihak perempuan, maka wajar bila pihak lelaki minta dikembalikan. 69 Perceraian merupakan berakhirnya suatu pernikahan. Saat kedua pasangan tak ingin melanjutkan kehidupan pernikahannya, mereka bisa meminta pemerintah untuk dipisahkan. Selama perceraian, pasangan tersebut harus memutuskan bagaimana membagi harta mereka yang diperoleh selama pernikahan seperti rumah, mobil, perabotan atau kontrak, dan bagaimana mereka menerima biaya dan kewajiban merawat anak-anak mereka. Banyak negara yang memiliki hukum dan aturan tentang perceraian, dan pasangan itu dapat diminta maju ke pengadilan. Dengan demikian, konflik rumah tangga di kalangan orang Batak Toba bukan tak mustahil akan semakin merebak akibat pergeseran nilai, perubahan zaman, juga akibat kian premitifnya orang-orang sekarang menyikapi perceraian. Gereja, wajar bila tetap mempertahankan sikap konservatifnya dengan bersikukuh menolak perceraian. Sebagai lembaga yang mengurus hubungan Sang Pencipta dengan manusia yang memercayainya, ia harus bertahan dengan doktrin dan dogmanya. Tetapi sebaiknyalah lebih realistis dan berjiwa besar melihat permasalahan manusia. Ada berbagai alasan yang membuat orang-orang harus bercerai dan manusia tidak berhak mengadili. Meski dilematis, tak bijaksana bila manusia tak mau tahu 69 Hasil wawancara dengan Jobar Siallangan, selaku Petua Adat Tolping di Siallagan Tolping pada tanggal 30 April 2011. Universitas Sumatera Utara 44 padahal sudah diminta. Sikap demikian bisa dianggap “lari dari tanggungjawab” karena membiarkan status mereka terkatung-katung secara hukum adat. 70 Sebagaimana Saxton menyebutkan beberapa bentuk ketegangan-ketegangan dalam interaksi suami isteri yang mengarah pada perceraian: 1 Frustrasi Frustrasi didefinisikan sebagai bentuk emosi yang dialami saat keinginan dihalangi atau perasaan puas yang terpasung. Frustrasi dalam hidup berpasangan terutama dialami oleh pihak yang paling tertekan karena situasi tersebut. Contoh yang diberikan Saxton adalah kasus dimana suami menginginkan hubungan seks sedangkan isteri menolak. Sebenarnya si isteri tidak menginginkan seks didasari oleh kelelahan fisik atau preferensi kegiatan lain, menonton televisi misalnya. Namun sang suami malah menanggapinya sebagai penolakan terhadap kebutuhan biologisnya. Jika suami tidak mengubah persepsinya mengenai alasan isteri menolak berhubungan seks, suami kemungkinan besar akan mengalami frustrasi dan kesalahan menanggapi maksud isterinya. Tak jarang penolakan berhubungan seks disalahartikan sebagai ‘tidak cinta lagi’. Saxton melihat hal ini sebagai lubang-lubang kecil menuju perceraian. 2 Penolakan dan Pengkhianatan Sering ditemui pada keluarga muda yang beranjak pada tahun-tahun berat pernikahan. Romantisme masa-masa berpacaran pelan-pelan tergantikan oleh kesibukan dan konsentrasi pada urusan mencari nafkah keluarga dan anak. Tidak heran ada perasaan tersisihkan dan dilupakan oleh pasangannya. Orang yang merasa dirinya ditolak oleh pasangannya biasanya melancarkan balasan, bisa berupa sikap maupun kata-kata. Demikian pula halnya pada perasaan dikhianati pasangannya. Kekosongan dan berkurangnya komunikasi memicu pertengkaran suami dan isteri. Tak jarang ada yang memutuskan meninggalkan pasangannya minggat sebagai bentuk serangan atas ketersisihan yang dirasakannya. 3 Berkurangnya Kepercayaan Saat seseorang dalam hidup berpasangan kepercayaannya berkurang terhadap pasangannya umumnya merambat pada kebinasaan hubungan. Hal ini cukup beralasan sebab kepercayaan menyangkut kesadaran membina keharmonisan dengan pasangan dalam bentuk peningkatan keintiman satu sama lain. Menurunnya kepercayaan lowered self - 70 Hasil wawancara dengan Jobar Siallangan, selaku Petua Adat Tolping di Siallagan Tolping pada tanggal 30 April 2011. Universitas Sumatera Utara 45 esteem dapat ditanggulangi dengan komunikasi yang jujur dan terbuka antara kedua belah pihak. 4 Displacement Saxton menemukan kasus bahwa respondennya pernah bertengkar dengan pasangannya dan tidak bertegur sapa selama dua hari tanpa alasan yang jelas. Saxton menyebutnya sebagai displacement, diperkirakan lahir dari perasaan yang terpendam sejak lama yang mendadak meledak sebagai klimaks. Menurutnya, masalah yang menjadi alasan pertengkaran cenderung sepele bahkan ada yang melenceng dari persoalan semula. 5 Psychological Games Psychological games didefinisikan sebagai interaksi dimana seseorang menyerang orang lain dalam perdebatan demi sebuah kemenangan terselubung. Perasaan menang itu didapat saat pasangannya mengaku tunduk atas argumen yang dikeluarkannya. Dalam membuat keputusan pola psychological games ini sangat berbahaya, sebab keputusan yang diambil cenderung tidak melihat pada masalah yang sedang diala mi, melainkan sejauh mana lawan berdebat baru mengaku kalah. 71 Dengan demikian pada akhirnya pasangan yang sudah kuat alasan melakukan perceraian akan meneruskan di pengadilan; akan putus pula hububungan adat serta perkerabatan dengan keluarga, kerabat, serta marga eks suami. Hanya anaknyalah bila ada yang tetap terikat dengan mantan suami, mengikuti sistem patrinial masyarakat Batak.

D. Perceraian Masyarakat Batak Toba Yang Beragama Kristen Menurut UU 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan