Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

13 8 . Fatma Novida Matondang, Nim 077011021, Mahasiswa Program Studi Kenotariatan, Program Pasca Sarjana USU, Medan, dengan Judul Konsep Nusyuz Suami Dalam Persektif Hukum Perkawinan Islam 9 . Fransiska, Nim 087011007, Mahasiswa Program Studi Kenotariatan, Program Pasca Sarjana USU, Medan, dengan Judul Persintuhan Hukum Perkawinan Adat Minangkabau Dengan Hukum Perkawinan Islam Dikaitkan Dengan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Apabila dihadapkan dengan judul penelitian sebelumnya maka judul yang diteliti adalah berbeda oleh karenanya tesis ini dapat dipertanggung jawabkan keasliannnya.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi 19 , dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. 20 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan problem yang menjadi bahan perbandingan, pegangan 19 J.J.J M. Wuisman dengan Penyunting M. Hisyam, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Penerbit FE -UI, Jakarta, 1996, hal. 203. 20 Ibid , hal. 16. Universitas Sumatera Utara 14 teoritis 21 bagi peneliti yuridis empiris tentang Perceraian dan Akibat Hukumnya Pada Masyarakat Batak Toba yang Beragama Kristen Protestan. Kerangka teori bertujuan menjadi kepastian hukum dari perbandingan yang dilakukan. Dengan demikian dalam kerangka teori ini memakai teori perbandingan hukum, sebagaimana yang dikemukakan oleh Hall menegaskan, ”to be sapiens is to be a comparatist’. 22 Melalui sejarah yang panjang, teknik perbandingan ternyata telah memberikan kontribusi yang teramat penting dan berpengaruh di seluruh bidang ilmu alam dan ilmu sosial. Dalam hal ini, perbandingan hukum mempunyai signifikansi terhadap aplikasi yang sistematis dari teknik perbandingan terhadap bidang hukum. Artinya, perbandingan hukum mencoba untuk mempelajari dan meneliti hukum dengan menggunakan perbandingan yang sistematik dari dua atau lebih sistem hukum, bagian hukum, cabang hukum, serta aspek-aspek yang terkait dengan ilmu hukum. Perceraian merupakan penghapusan perkawinan dengan putusan hakim, atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu. Undang-undang tidak membolehkan perceraian dengan pemufakatan saja antara suami isteri, tetapi harus ada alasan yang sah. 21 M. Solly Lubis , Filsafat Ilmu dan Penelitian, Penerbit Mandar Maju, Bandung , 1994 , hal. 80. 22 Hall, Comparative Law and Social Theory, Baton Rouge, 1963, hal. 9. Sebagaimana dikutip oleh Doddi Panjaitan dalam web sitenya, yaitu http:doddipanjaitan . blogspot.com feeds 6463358296405325399commentsdefault, Friday, January 25, 2008 mengenai Perbandingan Hukum 3 Universitas Sumatera Utara 15 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian cerai adalah pisah, talak, putus perhubungannya sebagai laki bini, perceraian berarti perpisahan, perihal bercerai laki bini, perpecahan, perbuatan talak. 23 Soerojo Wignjodipoero mengatakan bahwa perceraian menurut adat merupakan peristiwa luar biasa, merupakan problema sosial dan yuridis yang penting dalam kebanyakan daerah. 24 Alasan-alasan tersebut adalah sebagai berikut : a. Zina overspel b. Ditinggalkan dengan sengaja kwaadwillige verlating c. Penghukuman yang melebihi 5 tahun karena dipersalahkan melakukan sesuatu kejahatan dan, d. Penganiayaan berat atau membahayakan jiwa Pasal 209 KUHPerdata Menurut Goode yang mengutip dari Bird dan Melville mengemukakan bahwa alasan bercerai disebabkan oleh ketidakpuasan dan konflik dengan pasangan dan kurangnya peran suami dalam rumah tangga. 25 Sedangkan Thompson, diacu dalam Bird dan Melville berpendapat bahwa perceraian bias terjadi dikarenakan oleh peran serta dalam rumah tangga yang berbasis gender-laki-laki suami sebagai pencari 23 WJS. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Penerbit Balai Pustaka, Jakarta, 1998. 24 Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, Penerbit PT. Toko Gunung Agung, Jakarta, 1983, hal. 143. 25 G. Bird dan K. Melville, Families and Intimate Relationship, USA: McGraw-Hill, 1994. Universitas Sumatera Utara 16 nafkah dan perempuan isteri merawat anak dan mengurus rumah, kualitas hubungan seksual, komunikasi pasangan dan perubahan sikap pasangan. 26 Menurut Pasal 19 PP Nomor 9 Tahun 1975 menyebutkan: Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan: a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan; b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 dua tahun berturut- turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang syah atau karena hal lain diluar kemampuannya; c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung; d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain; e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suamiisteri; f. Antar suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Putusnya perkawinan apabila 5 lima tahun telah lewat waktu dan tidak juga ada perdamaian kembali antara suami dan isteri, masing-masing pihak dapat meminta kepada hakim supaya perkawinan diputuskan dengan perceraian. 27 Kelahiran UU Perkawinan bukan sekedar bermaksud menciptakan suatu hukum perkawinan yang bersifat dan berlaku “nasional” dan “menyeluruh”. Melainkan juga dimaksudkan dalam rangka mempertahankan, lebih menyempurnakan, memperbaiki atau bahkan menciptakan konsepsi-konsepsi hukum perkawinan baru yang sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman bagi rakyat Indonesia yang pluralistik. 28 Menurut Pasal 1 UU Perkawinan menyebutkan bahwa: ”Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita suami isteri dengan 26 Ibid. 27 Ibid , hal. 43. 28 Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di Indonesia, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hal. 231. Universitas Sumatera Utara 17 tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” 29 Dalam penjelasan UU Perkawinan menegaskan bahwa: Sebagai negara yang berdasarkan Pancasila, dimana sila pertamanya ialah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agamakerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir jasmani, tetapi unsur batinrohani juga mempunyai peranan penting. Membentuk keluarga yang bahagia erat hubungannya dengan keturunan yang merupakan tujuan perkawinan, pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua. 30 Pernyataan tersebut memberi arti bahwa dalam suatu perkawinan dimana perkawinan bukan hanya merupakan hubungan jasmani dan rohani antara wanita dan pria, tetapi juga sangat erat hubungannya dengan mempunyai dan membesarkan keturunan mereka. Didalam hidup bersama orang harus biasa mengindahkan sejumlah besar peraturan-peraturan. Dari peraturan-peraturan tersebut sebagian besar sama sekali tidak ada hubungan dengan “hukum”. Misalnya mengenai kebanyakan aturan-aturan kesopanan dan juga mengenai berbagai kewajiban-kewajiban kepatutan. Hal-hal ini dapat saja dilanggar tanpa memperoleh hukuman. 31

2. Konsepsi