Perceraian Dikalangan Masyarakat Batak Toba Beragama Kristen

34 3. Upacara perkawinan Upacara perkawinan adat Batak Toba dilakukan penuh hikmat karena disertai dengan acara agama yang saling melengkapi. Keterlibatan gereja yang paling mutlak dalam perkawinan adat ini adalah saat martumpol marpadan akad dan saat pamasu masuon peresmian. 51 Upacara perkawinan adat Batak Toba dapat dilakukan dalam bentuk: 1. Upacara perkawinan adat nagok, yaitu pelaksanaannya sesuai dengan prosedur adat yang melibatkan unsur dalihan na tolu yang terdiri dari upacara perkawinan dialap jual dan perkawinan di taruhon jual; 2. Upacara perkawinan bukan adat nagok, yaitu perlaksanaan perkawinan adat tetapi pelaksanaannya tidak penuh sebagaimana adat yang berlaku. Artinya ada acara tahapan tertentu yang dihilangkan dengan maksud menghindarkan biaya yang besar. Namun perkawinan ini dilakukan tetap dengan pembayaran uang jujur sinamotmas kawin jadi tetap sah dalam perkawinan adat Batak. 52

B. Perceraian Dikalangan Masyarakat Batak Toba Beragama Kristen

Batak Toba merupakan salah satu suku berbudaya dan sebagian besar orang- orang Batak Toba adalah beragama Kristen baik Protestan maupun Katolik. Budaya Batak Toba lahir dari pikiran nenek moyang suku Batak Toba yang salah satunya dari budaya tercipta tersebut adalah mengenai adat istiadat atau tata cara perkawinan dan perceraian. Perkawinan dikalangan Batak Toba yang masyarakatnya beragama Kristen dilakukan berdasarkan suatu janji dihadapan Tuhan agar setia menjadi suami istri sampai maut memisahkannya. Sedangkan adat perkawinan di dalam Batak Toba berperan sangat banyak dalam mengikat tali perkawinan, hal ini dapat dilihat bahwa 51 Herman Biily Situmorang, Ruhut-Ruhut Ni Adat Batak, Penerbit BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1983, ha1.175. 52 Ibid., ha1.176. Universitas Sumatera Utara 35 suku Batak Toba diakui paling setia pada perkawinan yang walaupun ada suami isttri yang telah diikat dalam perkawinan dan adat perkawinan tetapi salah satu pihak tidak setia yang pada akhirnya “bercerai”. Bila dilihat dari pandangan Alkitab mengenai perceraian adalah penting untuk mengingat kata-kata Alkitab dalam Maleakhi 2:16a : “Sebab aku membenci perceraian, firman Tuhan, Allah Israel”. Menurut Alkitab, kehendak Allah adalah pernikahan sebagai komitmen seumur hidup. “Demikian mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia” Matius 19:6. 53 Meskipun demikian, Allah menyadari bahwa karena pernikahan melibatkan dua manusia yang berdosa, perceraian akan terjadi. Dalam Perjanjian Lama, Tuhan menetapkan beberapa hukum untuk melindungi hak-hak dari orang yang bercerai, khususnya wanita Ulangan 24:1-4. Yesus menunjukkan bahwa hukum-hukum ini diberikan karena ketegaran hati manusia, bukan karena rencana Tuhan Matius 19:8. 54 Sebagai akibat dari pengaruh agama terkait perceraian, pemutusan perkawinan menurut hukum adat hampir selalu terjadi dengan campur-tangan aturan-aturan keagamaan. Pengertian perceraian menurut agama Kristen merupakan putusnya hubungan pernikahan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang telah hidup bersama sebagai suami isteri. Istilah perceraian ada dua pengertian yang digunakan dalam dua keadaan yang berbeda, yaitu: 53 http:www.gotquestions.org:Apa itu perceraian Apa kata Alkitab tentang Perceraian, This entry was posted on September 1, 2009, 5:11 am 54 Ibid. Universitas Sumatera Utara 36 Pertama, adalah perceraian dengan istilah a mensa et thoro dari meja dan tempat tidur, lebih tepat lagi didefinisikan sebagai “pemisahan”. Dalam masalah ini pasangan suami isteri tersebut hidup terpisah dan berhenti untuk tinggal bersama sebagai suami isteri, tetapi masih terikat dengan perkawinan dan tidak ada kebebasan untuk menikah lagi dengan orang lain ketika pasangannya masih hidup. Keadaan seperti ini diakui oleh hukum dan diijinkan oleh tradisi Kristen di dalam pernikahan. Kedua, Pengertian perceraian adalah dengan istilah a Vinculo yang berarti putusnya hubungan dari ikatan perkawinan secara hukumresmi. Mereka sudah tidak terikat satu dengan lainnya dan keduanya bebas menikah lagi dengan orang lain. Perceraian dalam pengertian seperti inilah yang banyak ditentang oleh gereja. 55 Menurut Agama Katolik tidak mengenal putusnya perkawinan, melainkan mengenal perpisahan. Perpisahan dalam agama Katolik ada dua macam, yaitu: a. Perpisahan dengan tetap adanya ikatan perkawinan, suami isteri mempunyai kewajiban dan hak untuk memelihara hidup bersama perkawinan, kecuali jika ada alasan sah yang memuaskan mereka. Sangat dianjurkan agar suami isteri, demi cinta kasih Kristiani serta keprihatinan atas kesejahteraan keluarga, tidak menolak pengampunan bagi pihak yang berzinah, dan tidak memutuskan kehidupan perkawinan. Kendati pun demikian jika ia belum mengampuni kesalahannya secara tegas atau diam-diam, maka ia berhak untuk memutuskan hidup bersama perkawinan, kecuali kalau ia menyetujui perzinahan itu, atau ia sendiri juga berzinah. b. Perpisahan dengan diputuskan ikatan perkawinannya. Perkawinan yang tidak disempurnakan dengan persetubuhan antara orang- orang yang telah dibaptis, atau antara pihak dibaptis dengan pihak tak dibaptis, dapat diputuskan oleh Sri Paus atas alasan yang wajar, atas permintaan kedua-duanya atau salah seorang dari antara mereka, meskipun pihak yang lain tidak menyetujuinya. 56 Putusnya perkawinan dengan alasan perceraian bagi pasangan suami isteri yang beragama Kristen Katolik tidak diperbolehkan, karena dalam perkawinan Kristen Katolik terdapat asas monogami dan tak terceraikan sesuai dengan Kitab 55 Ibid. 56 Piet Go O.Carm, Hukum Perkawinan Gereja Katolik Teks Dan Kometar, Penerbit Dioma, Malang, 1990, hal. 152. Universitas Sumatera Utara 37 Suci, yakni: “Apa yang telah dipersatukan oleh Tuhan tidak dapat diceraikan oleh manusia”. 57 Menurut ajaran Paus Yohanes Paulus II dalam “Seruan Apostolik Familiaris Consortio” sub bab Rencana Allah tentang perkawinan dan keluarga adalah sebagai berikut: “Perkawinan antara dua orang terbaptis merupakan simbol nyata dari Perjanjian Baru dan kekal antara Kristus dan Gereja, merupakan sakramen, peristiwa keselamatan. Cinta mereka berciri menyatukan jiwa badan tak terceraikan, setia, terbuka bagi keturunannya”. 58 Menurut ajaran Kristen Katolik, perceraian memang dilarang secara mutlak. Oleh karena itu, bagi suami isteri yang sedang mengalami kegoncangan rumah tangga, dapat ditempuh cara pisah meja dan tempat tidur. Upaya tersebut dimaksudkan agar kedua belah pihak lambat laun akan tumbuh rasa rindu dan menyadari kekeliruannya dan pada akhirnya keutuhan perkawinan kembali lagi. Peraturan Gereja Katolik secara mutlak melarang terjadinya perceraian, apabila kedua belah pihak masih hidup dan karena ada perzinahan. Menurut ajaran Rasul Paulus, dikatakan: “Seorang isteri terikat oleh hukum kepada suaminya selama suaminya masih hidup. Akan tetapi apabila suaminya itu mati, bebaslah ia dari hukum yang mengikat kepada suaminya itu. Jadi selama suaminya itu masih hidup ia dianggap berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki lain; tetapi jika suaminya 57 Purwo Hadiwardoyo, Perkawinan Menurut Islam Dan Katolik, Implikasinya Dalam Kawin Campur, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1990, hal. 38. 58 Purwa Hadiwardoyo, Perkawinan Dalam Tradisi Katolik, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1988, hal. 125. Universitas Sumatera Utara 38 telah mati, ia bebas dari hukum, sehingga bukanlah berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki lain”. 59 Menurut pandangan agama Kristen Protestan tentang perkawinan, dikatakan: “Allah telah menciptakan manusia, laki-laki dan perempuan. Karena itu Dialah yang menghendaki, menetapkan, memberkati dan memelihara pernikahan itu. Yang menarik ialah bahwa laki-laki dan perempuan telah diciptakan dari satu daging. Ini berarti laki-laki maupun perempuan hanyalah belahan saja, dan melalui pernikahan, kedua belahan itu menjadi satu kasatuan yang utuh, sama dan sederajat. Demikianlah mereka bukan lagi dua melainkan satu daging. Karena itu apa yang telah dipersatukan oleh Allah tidak boleh diceraikan oleh manusia”. 60 Perkawinan tidak dapat diputuskan oleh kuasa manusiawi manapun juga dan atas alasan apapun selain oleh kematian. Dengan adanya kematian salah satu pihak yang kawin itu, menjadi putus ikatan perkawinannya, namun hubungan sebagai akibat perkawinan di antara keluarga para pihak yang bersangkutan tidak putus. Bagi suami isteri yang masih hidup yang telah menjadi duda atau janda boleh kawin lagi, persyaratan yang ditentukan oleh ketentuan yang tidak disempurnakan dengan persetubuhan antara orang yang telah dibaptis, atau antara pihak dibaptis dengan pihak tak dibaptis diputuskan oleh Sri Paus atas alasan yang wajar, atas permintaan kedua-duanya atau salah seorang dari antara mereka, meskipun pihak yang lain tidak menyetujuinya. Oleh karena itu, timbul beberapa pendapat orang-orang Kristen tentang perceraian. Adapun berbagai sikap mengenai perceraian adalah sebagai berikut: a. Ada yang menolak alasan apapun. b. Ada yang membenarkan perceraian berikut hak untuk kawin lagi bagi pihak yang tidak bersalah dalam hal perbuatan zinah. c. Ada yang menyetujui beberapa alasan untuk bercerai dan kawin lagi. 61 Hasil wawancara dengan Pdt. Balosan Rajagukguk, STh, MS mengatakan bahwa: Dalam perkawinan orang Batak Toba memang banyak waktunya terpakai untuk acara adatnya sementara dalam pemberkatan nikah hanya 2 jam di dalam gereja. Di dalam kebaktian pemberkatan nikah tersebut sudah dilakukan bernyanyi, 59 Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab, Jakarta, 1982, hal. 197. 60 Weinata Sairin dan JM. Fattiasina, Pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan Dalam Perspektif Kristen, Penerbit BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1994, hal. 15. 61 Team Pembinaan Persiapan Keluarga, Membangun Keluarga Kristiani, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1981, hal. 74. Universitas Sumatera Utara 39 berdoa, memuji Tuhan dan memohon perkawinan agar diberkati dan yang paling utama adalah mempelai berjanji dihadapan Tuhan. Dengan demikian tata cara perkawinan pada suku Batak Toba paling ruwet dalam pelaksanaan perkawinan misalnya di suku Batak Toba yang beragama Kristen Protestan dan melakukan ibadah di HKBP harus sudah malua, martuppol baru pemberkatan. 62 Terjadinya perceraian dikalangan suku Batak Toba khususnya yang menganut agama Kristen disebabkan Gereja-Gereja dan Lembaga Adat Batak Toba tak mampu mengendalikan kasus-kasus perceraian di tengah kehidupan warganya. Indikasi ini nampak dari meningkatnya kasus perceraian di kantong-kantong komunitas umat Kristen dan masyarakat Batak Toba. Peranan Gereja dan Lembaga Adat Batak Toba semakin lemah mencegah dan mengatasi kasus perseraian karena warganya cenderung mengabaikan nilai-nilai agama dan adat dalam kehidupan keluarga. Menurut Pdt. Asbon Salomon Manurung, STh bahwa ikatan perkawinan di kalangan umat Kristen dan masyarakat Batak Toba belakangan ini semakin rapuh karena kalangan generasi mudanya tidak lagi menghargai adat dan agama dalam kehidupan keluarga mereka. 63 Keluarga baru yang terbentuk di kalangan kaum muda kurang menghargai nilai-nilai sakral perkawinan karena pemahaman terhadap makna adat dan agama semakin merosot. 62 Hasil wawancara dengan Balosan Rajagukguk, selaku Pendeta HKBP Resort P. Siantar pada tanggal 28 April 2011. 63 Hasil wawancara dengan Asbon Salomon Manurung, Pendeta di Gereja Bethel Injil Penuh Pematang Siantar, di Pematang Siantar pada tanggal 27 April 2011. Universitas Sumatera Utara 40 Pdt. Asbon Manurung, STh menjelaskan, salah satu fakta kerapuhan keluarga di kalangan komunitas umat Kristen dan masyarakat Batak Toba ini nampak dari tingginya angka perceraian. Kasus perceraian di Tapanuli Utara saat ini mencapai 20 persen. Kemudian kasus perceraian di Kota Pematang Siantar mencapai 25 persen. Tingginya kasus perceraian di kantong-kantong umat Kristen dan masyarakat adat ini, katanya, karena adat tidak digunakan lagi sebagai salah satu pondasi memperkokoh ikatan perkawinan. 64 Agama juga hanya dianggap sebagai formalitas hidup, sehingga kehidupan gerejawi di tengah keluarga ditinggalkan. Keadaan ini sudah mengarah ke gaya hidup masyarakat Eropa yang memiliki angka perceraian hingga 75 persen. Dari hasil wawancara dengan Pdt. Balosan Rajagukguk, STh, MS dapat diketahui bahwa: “Sekitar 30 persen pendeta tidak memahami adat Batak Toba. Hal ini membuat kegiatan pelayanan gereja semakin mengabaikan adat. Akibatnya, umatnya juga kurang menghargai adat dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam perkawinan,” 65 sehingga ini dapat menjadi salah satu akibat akan terjadinya perceraian dikalangan para umat kristiani. Pendeta seharusnya seorang gembala yang membawa umatnya kearah yang lebih baik di dalam menjalani kehidupannya khususnya dalam menjalani kehidupan rumah tangga antara suami dan istri. 64 Hasil wawancara dengan Asbon Salomon Manurung, Pendeta di Gereja Bethel Injil Penuh Pematang Siantar, di Pematang Siantar pada tanggal 27 April 2011. 65 Hasil wawancara dengan Asbon Salomon Manurung, Pendeta di Gereja Bethel Injil Penuh Pematang Siantar, di Pematang Siantar pada tanggal 27 April 2011. Universitas Sumatera Utara 41

C. Perceraian Dikalangan Masyarakat Batak Toba Kristen Menurut Hukum Adat Batak Toba