meningkatkan aspirasi masyarakat yang diiringi dengan perkembangan media massa. Dampaknya, banyak media-media baru muncul dan berkembang. Fenomena yang
dialami oleh Indonesia saat ini dinamakan sebagai dunia sesak-media media- saturated world. Artinya, berbagai media komunikasi terus menerpa kehidupan
manusia dari waktu ke waktu. Situasi ini bagi public relations tentu akan menjadi suatu kesempatan yang sangat baik dalam kegiatan publikasi, namun bagi public
relations yang tidak cakap berkerjasama dengan media massa malah akan membuat media massa itu akan menjadi suatu lembaga yang menakutkan yang kapan saja dapat
menyerang citra organisasi. Hubungan antara publik relations dan media massa akan terihat dalam
kerjasama antara keduanya. Berbagai program atau kegiatan public relations yang dilaksanakan organisasi tentunya melibatkan media massa. Begitupun media massa
akan selalu membutuhkan informasi, dimana salah satu sumber informasi utamanya adalah Public Relations.
I.5.4 Wartawan Profesional
Pekerjaan seperti pemimpin redaksi, redaktur, wartawan atau reporter disebut sebagai profesi. Seperti juga dokter, pengacara, akuntan, dan pendeta, profesi
wartawan adalah profesi yang bukan sekedar mengandalkan keterampilan seorang tukang, namun wartawan merupakan sebuah profesi yang membutuhkan watak,
semangat, dan cara kerjanya berbeda dengan seorang tukang. Wartawan sebagai profesional dalam menjalankan tugasnya dibimbing oleh
kode etik. Ini sama halnya dengan profesi dokter, pengacara, atau akuntan yang senantiasa berpijak pada kode etik mereka dalam melaksanakan pekerjaannya. Dalam
halnya Indonesia, kode etik yang saat ini dikenal adalah Kode Etik Jurnalistik yang
Universitas Sumatera Utara
dikeluarkan oleh Persatuan Wartawan Indonesia PWI. Berdasarkan kode etik tersebut, dua hal yang harus dijunjung tinggi oleh wartawan professional adalah
profesionalisme dalam pemberitaan dan perlindungan terhadap hak pribadi. Dalam Kode Etik Jurnalistik disebutkan aturan-aturan yang harus dipenuhi
oleh seorang wartawan dalam menyajikan berita. Pasal 5 Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia berbunyi “ Wartawan Indonesia menyajikan berita secara
berimbang dan adil, mengutamakan kecermatan dan ketepatan, serta tidak mencampurkan fakta dan opini sendi. Tulisan berisi interpretasi dan opini wartawan
agar disajikan dengan menggunakan nama jelas penulisnya”. Dari ketentuan yang telah ditetapkan oleh Kode Etik Jurnalistik, maka menjadi jelas bahwa pertama-tama
seorang wartawan harus cermat dan tepat atau dalam bahasa jurnalistik harus akurat. Selain cermat dan tepat, berita juga harus lengkap, adil, dan berimbang. Selain itu,
berita yang ditulis harus ringkas, jelas dan hangat Kusumaningrat, 2005:117.
I.5.5 Kebutuhan Media
Salah satu hal yang penting untuk dipahami para praktisi public relations adalah apa yang dibutuhkan media massa dari organisasi. Pada dasarnya, kebutuhan
utama media dari organisasi adalah infromasi yang kemudian disampaikan kepada khalayak media massa. Memang dalam praktiknya, disamping informasi, media lokal
sering memandang organisasi sebagai salah satu sumber pendapatan melalui iklan yang dipasang organisasi pada media lokal.
Frauenrath dan Nur menyebut ada dua nilai berita yakni dampak dan kecepatan. Dampak berkaitan dengan pengaruh yang ditimbulkan dan peristiwa yang
diberitakan. Dalam dampak ini ada dua factor yang berpengaruh yakni kepentingan dan kedekatan. Sedangkan dari sisi pengaruh yang ditimbulkan, informasinya
Universitas Sumatera Utara
biasanya mengandung unsure-unsur: drama, emosi, konflik, tokoh penting, dan mengejutkan. Sedangkan kecepatan berkaitan dengan kebaruan, sehingga orang
merasa memperoleh seseuatu yang sebelumnya belum diketahuinya Iriantara, 2005: 146.
Dengan mengetahui nilai berita tersebut, seseorang staf public relations hanya akan memberikan atau menyampaikan informasi yang memang bernilai berita ketika
dalam menjalankan programkegiatan media relations, . Media masssa membutuhkan informasi yang dapat menarik perhatian publik.
Karena media massa memang menyajikan informasi untuk kepentingan publik. Titik temu antara media massa dengan organisasi adalah karena kedua pihak memang
saling membutuhkan. Organisasi membutuhkan media massa sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan public. Sedangkan media massa membutuhkan organisasi,
karena ada peristiwa atau informasi yang patut dan perlu diketahui publik lantaran bernilai berita Iriantara, 2005: 148
I.5.6 Kode Etik Media