Trial by the press atau terjemahannya secara harfiah “pengadilan oleh pers” merupakan praktik jurnalistik yang menyimpang. Jika hal ini dilakukan, wartawan
tersebut telah menyalahi dua ketentuan, baik ketentuan yang diatur oleh Kode Etik Jurnalistik maupun oleh Undang-undang. Kode Etik Jurnalistik mengatur hal ini
dalam pasal 7 yaitu, “wartawan dalam memberitakan peristiwa yang diduga menyangkut pelanggaran hukum atau proses peradilan harus menghormati asas
praduga tak bersalah, prinsip adil, jujur, dan penyajian yang berimbang.”. sedangkan Undang-undang mengatur hal ini dalam pasal 4 ayat 3 UU No. 141970
yang menegaskan bahwa: “segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak- pihak diluar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal yang disebut dalam
Undang-Undang Dasar.” Tentang Trial by the press ini Perhimpunan Wartawan Indonesia PWI
memberikan pedoman yang rinci dalam “Sepuluh Pedoman Penulisan tentang Hukum”-nya Pedoman ke-6. Pedoman keenam itu antara lain menyebutkan bahwa
“untuk menghindari Trial by the press, pers hendaknya memperhatikan sikap terhadap hukum dan sikap terhadap tertuduh. Jadi hokum atau proses pengadilan harus berjalan
dengan wajar. Tertuduh jangan sampai dirugikan posisinya berhadapan dengan penuntut umum. Juga perlu diperhatikan supaya tertuduh kelak bisa kembali dengan
wajar ke dalam masyarakat. Kusumaningrat, 2005:115
II.4. Hubungan Antara Public Relations Dan Media Massa
Menurut Onong Uchjana Effendy, Yang dimaksud dengan pers disini ialah pers dalam arti luas, yakni semua media massa. Jadi selain surat kabar, juga majalah,
kantor berita, radio siaran, televisi siaran, dan lain-lain. Media tersebut banyak sekali bantuannya kepada organisasi kekaryaan untuk mencapai khalayak yang tesebar luas.
Universitas Sumatera Utara
Hubungan baik yang senantiasa terpelihara dengan media massa akan membantu lancarnya publikasi. Press release yang dikirimkan kepada media masa dengan
permintaan untuk disiarkan, mungkin diprioritaskan bila sejak sebelumnya sudah d ibina hubungan baik. Demikian pula penyiaran iklan akan dibantu supaya
efektif. Undangan jumpa pers mungkin akan diutamakan daripada organisasi lain yang juga mengundangnya.
Media massa membutuhkan informasi yang bisa menarik perhatian publik. Karena media massa memang menyediakan informasi untuk kepentingan public. Titik
temu antara oraganisasi dengan media massa adalah karena kedua pihak memang saling membutuhkan. Organisasi memerlukan media massa sebagai sarana untuk
berkomunikasi dengan public. Sedangkan media massa membutuhkan organisasi, karena ada peristiwa atau informasi yang patut dan perlu diketahui public lantaran
bernilai berita Effendy, 1992:177.
II.5. Kebutuhan Media
Menurut Iriantara, hal yang sangat penting diketahui dan dipahami oleh praktisi Public Relations dalam kegiatan media relations adalah apa yang dibutuhkan
media massa dari organisasi. Pada dasarnya, kebutuhan utama media dari organisasi adalah informasi yang kemudian akan disampaikan kepada khalayak media massa.
Memang dalam praktiknya, disamping informasi, media-media lokal juga pun memandang organisasi sebagai sumber pendapatan melalui iklan yang dipasang
organisasi pada media lokal. Apalagi media local memang dikembangkan dengan konsep menggali sumber daya lokal, termasuk potensi periklanan lokal.
Menurut Iriantara, kebutuhan utama media adalah informasi. Informasi itu bisa berupa data dan fakta, bisa juga berupa peristiwa. Karena itu, media massa
Universitas Sumatera Utara
mengadakan kegiatan peliputan di organisasi. Tentu saja informasi yang dibutuhkan oleh media massa bukan sembarangan informasi, melainkan informasi yang
dipandang memenuhi hasrat ingin tahu public. Ringkasnya apa yang bisa dinamakan informasi yang mengandug niai berita.
Menurut Iriantara, nilai berita bisa didefenisikan sebagai “serangkaian pedoman professional dalam memilih, megkonstruksi dan menyajikan berita yang
dibuat lembaga penyiaran dan pers”. Nilai berita bersumber dari kebutuhan industri pemberitaan atas pedoman professional untuk memilih, mengkonstruksi dan
menyajikan berita. Ada juga yang menyebut nilai berita sebagai pedoman untuk menentukan apakah informasi itu layak untuk dijadikan berita atau tidak. Ada juga
yang menyebut suatu berita memiliki makna bagi khalayak yang membaca, mendengar atau menyimak informasi tersebut, sehingga nilai berita ditentukan oleh
kebermaknaan informasi Iriantara, 2005: 148. Frauenrath dan Nur menyebutkan ada dua nilai berita yakni dampak dan
kecepatan. Dampak berkaiatan dengan pengaruh yang ditimbulkan dari peristiwa yang diberitakan. Dalam dampak ini ada dua factor yang berpengaruh yakni kepentingan
dan kedekatan. Sedangkan dari sisi pengaruh yang ditimbulkan, informasinya biasanya mengandung unsur-unsur:
1. Drama
2. Emosi
3. Konflik
4. Tokoh penting
5. Mengejutkan
Sedangkan kecepatan berkaitan dengan kebaruan, sehingga orang merasa memperoleh sesuatu yang sebelumnya tidak diketahuinya dalam Iriantara, 2005:148.
Dja’far H. Assegaff merumuskan unsure-unsur nilai berita yaitu sebagai berikut dalam Iriantara, 2005:149:
1. Termasa baru
Universitas Sumatera Utara
2. Jarak dekat-jauhnya lingkungan yang terkena berita itu
3. Penting ternama
4. Keluarbiasaan
5. Akibat
6. Ketegangan yang ditimbulkan oleh berita
7. Pertentangan konflik
8. Seks
9. Kemajuan-kemajuan
10. Emosi
11. humor
Hal lain yang cukup penting diperhatikan adalah menjalin relasi antarmanusia dengan wartawan. Bagaimana pun juga wartawan adalah manusia yang memiliki
kebutuhannya sendiri. Sebagai wakil media, wartawan tentu berhubungan secara fungsional dengan organisasi. Namun, hubungan fungsional tidak berarti
mengabaikan dimensi kemanusiaan wartawan. Sebagai manusia, wartawan juga memiliki kebutuhannya sendiri. Ada kebutuhan yang terkait profesinya sebagai
pencari dan penulis berita. Ada kebutuhan yang terkait dengan kehidupan personalnya.
Kebutuhan wartawan sebagai pribadi yang terkait dengan profesinya adalah kebutuhan untuk dihargai. Ini merupakan kebutuhan universal manusia. Tidak ada
seroangpun manusia yang ingin profesinya dan lembaga tempatnya berkerja dilecehkan. Ini berarti tidak ada perlakuan yang berbeda terhadap wartawan. Semua
wartawan diperlakukan sama. Pada dasarnya profesi kewartawanan adalah profesi mulia yang mengabdi pada kepentingan publik. Memberikan pelayanan yang baik dan
sama kepada semua wartawan merupakan wujud penghargaan terhadap profesi kewartawanan.
Sedangkan kebutuhan wartawan yang terkait wartawan sebagai pribadi pada dasarnya sama yakni dipenuhi kebutuhan-kebutuhan personalnya. Bila mengacu
hirarki kebutuhan dari Abraham Maslow berarti wartawan sebagai pribadi pun membutuhkan penghargaan dan aktualisasi diri. Mengirimkan kartu ucapan selamat
Universitas Sumatera Utara
ulangtahun, menjenguknya pada saat sakit atau menghadiri perayaan pernikahannya merupakan wujud penghargaan terhadap wartawan sebagai pribadi. Relasi yang
dibangun antara staf Public Relations dan wartawan tidak lagi sekedar relasi fungsional melainkan juga relasi personal dalam Iriantara, 2005: 153.
II.6 Kode Etik Media