Wilayah Pengelolaan
a. Wilayah Pengelolaan
Wilayah pengelolaan hutan dibangun berdasarkan pendekatan homogenitas fisik, homogenitas wilayah administrasi, dan homogenitas wilayah fungsional yaitu keterkaitan ekonomi antar wilayah desa. Kerangka desain wilayah pengelolaan disajikan pada Gambar 10.
1) Unit Pengelolaan
Wilayah unit pengelolaan mencakup seluruh kawasan hutan di wilayah Camara seluas 32.181 ha, terdiri atas hutan lindung seluas 13.164 ha, hutan produksi terbatas seluas 5.534 ha, hutan produksi seluas 6.441 ha, dan hutan konservasi seluas 7.042 ha. Wilayah unit pengelolaan dapat pula mencakup areal di luar kawasan hutan yang dikelola oleh masyarakat sebagai unit-unit usaha hutan rakyat. Wilayah unit pengelolaan mengikat secara ekonomi, ekologi, Wilayah unit pengelolaan mencakup seluruh kawasan hutan di wilayah Camara seluas 32.181 ha, terdiri atas hutan lindung seluas 13.164 ha, hutan produksi terbatas seluas 5.534 ha, hutan produksi seluas 6.441 ha, dan hutan konservasi seluas 7.042 ha. Wilayah unit pengelolaan dapat pula mencakup areal di luar kawasan hutan yang dikelola oleh masyarakat sebagai unit-unit usaha hutan rakyat. Wilayah unit pengelolaan mengikat secara ekonomi, ekologi,
Berdasarkan hasil analisis hirarki wilayah pedesaan hutan, serta keterkaitan ekonomi antar desa-desa dalam wilayah Camara, maka Desa Cempaniga Kecamatan Camba merupakan pusat pertumbuhan wilayah Camara. Oleh karena itu, Desa Cempaniga akan dipilih sebagai pusat wilayah unit pengelolaan hutan wilayah Camara.
Kawasan Hutan
Struktur Wilayah
dan Lahan
Unit Pengelolaan
Wilayah Administrasi Wilayah
Analisis Wilayah Pasar Pengembangan
Wilayah Unit
Analisis Lokasi Kehutanan Struktur Wilayah Pengelolaan Hutan (UU No. 41/1999)
Pengelolaan
Wilayah Analisis Wilayah Pasar Administrasi
Wilayah
Analisis Lokasi Sosial Ekonomi
Sub Unit
Permintaan Total Masyarakat
Analisis Lokasi Sosial Ekonomi
Analisis Kelompok Kelompok Lahan
Administrasi
Kelestarian
Usaha Masyarakat Homogen
Dusun
Unit Lahan
Unit Usaha Keluarga
Gambar 10. Kerangka Desain Wilayah Unit Pengelolaan Kehutanan Masyarakat
2) Sub Unit Pengelolaan
Untuk efisiensi dan efektifitas operasional unit pengelolaan, maka wilayah unit pengelolaan dibagi menjadi beberapa wilayah sub unit pengelolaan. Pembagian wilayah sub unit pengelolaan didasarkan pada pertimbangan- pertimbangan sebagai berikut:
a) Wilayah pasar secara spasial, mengacu kepada hasil analisis keterkaitan ekonomi antar wilayah desa hutan.
b) Permintaan total spasial, dalam hal ini jumlah penduduk dan luas wilayah pelayanan.
c) Biaya transportasi untuk mendapatkan pelayanan publik kehutanan.
d) Jenis dan aktivitas produksi unit-unit usaha kehutanan, hal ini terkait dengan sektor unggulan desa hasil analisis spesialisasi wilayah desa.
e) Radius antara pusat pelayanan dengan desa-desa yang dilayani, hal ini terkait dengan efisiensi pelayanan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka wilayah pengelolaan Camara dibagi menjadi 4 wilayah sub unit pengelolaan, yaitu:
a) Wilayah Sub Unit Pengelolaan Tellumpanuae. Pusat wilayah sub unit ini adalah Desa Tellumpanuae, yang akan melayani Desa-Desa: Tellumpanuae, Baruage, Samaenre, Uludaya, dan Desa Bentenge.
b) Wilayah Sub Unit Pengelolaan Sabila. Pusat wilayah sub unit ini adalah Desa Sabila, yang akan melayani Desa-Desa: Sabila, Gattarang Matinggi, Wanua Waru, Batu Putih, Padaelo, dan Desa Mattampapole.
c) Wilayah Sub Unit Pengelolaan Cempaniga. Pusat wilayah sub unit ini adalah Desa Cempaniga, yang akan melayani Desa-Desa: Cempaniga, Timpuseng, Pattanyamang, Pattiro Deceng, Mario Pulana, Cenrana, Sawaru, dan Desa Benteng.
d) Wilayah Sub Unit Pengelolaan Limampoccoe. Pusat wilayah sub unit ini adalah Desa Limampoccoe, yang akan melayani Desa-Desa: Limampoccoe, Labuaja, Rompegading, Baji Pamai, Lebbotengngae, Cenrana Baru, dan Desa Laiya.
Setiap wilayah sub unit pengelolaan tersebut mengikat secara ekonomi, ekologi, dan sosial desa-desa dalam wilayahnya dalam hal pengurusan dan pengelolaan hutan. Setiap wilayah sub unit pengelolaan diharapkan akan berkembang menjadi suatu wilayah aglomerasi yang saling terintegrasi dengan wilayah sub unit pengelolaan lainnya. Integrasi tersebut diharapkan wilayah sub unit pengelolaan berkembang lebih luas dan kompleks yang pada saatnya nanti akan membentuk jaringan, hirarki, dan sistem wilayah pengurusan dan pengelolaan sumberdaya hutan yang efisien. Integrasi wilayah pengelolaan tersebut meliputi, integrasi unit usaha (integrated farming), integrasi wilayah pelayanan (authority), integrasi wilayah ekosistem DAS (ecosystem), dan integrasi wilayah desa (region administration).
Karaktersitik masing-masing wilayah sub unit pengelolaan disajikan pada Tabel 3, sedangkan sebaran wilayah unit pengelolaan disajikan pada Gambar
11. Tabel 3. Karaktersitik Wilayah Sub Unit Pengelolaan Hutan Wilayah Unit
Pengelolaan Camara
(%) Jum. Rasio Pengelolaan
Wilayah Jum.
Luas
Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsinya
Sub Unit
Hutan KK HP/ KK
Data pada Tabel 3 menunjukkan rasio hutan produksi (HP dan HPT) dengan jumlah kepala keluarga (KK) antara 0,3 sampai 2,5. Rasio ini menunjukkan luas maksimal hutan produksi yang dapat dikelola oleh setiap KK pada masing-masing wilayah sub unit pengelolaan, apabila diasumsikan bahwa pengelolaan hutan oleh masyarakat dibatasi pada kawasan hutan produksi saja. Implikasi perbedaan rasio tersebut adalah penerapan preskripsi pengelolaan yang berbeda pada setiap wilayah sub unit pengelolaan.
Gambar 11. Peta Sebaran Wilayah Unit Pengelolaan Hutan dan Wilayah Sub Unit Pengelolaan Hutan
3) Blok Kelestarian Desa
Sumberdaya hutan yang ada pada desa-desa dalam wilayah sub unit pengelolaan dikelola sebagai satu blok kelestarian. Dengan demikian, terdapat
26 blok kelestarian dalam wilayah unit pengelolaan hutan Camara.
4) Unit Kelestarian Dusun
Blok kelestarian desa dibagi menjadi beberapa unit kelestarian (petak permanen) dengan pendekatan wilayah administrasi dusun/kampung. Pendekatan wilayah administrasi dusun dalam menetapkan unit kelestarian, berdasarkan pertimbangan bahwa wilayah dusun memiliki homogenitas yang paling tinggi, yaitu homogenitas fisik, homogenitas ekonomi (unit usaha), dan homogenitas sosial. Unit kelestarian dusun berfungsi sebagai unit administrasi wilayah pengelolaan hutan terkecil yang memonitor kegiatan pengelolaan hutan pada petak-petak permanen yang ada di dalam unit kelestarian.
Implikasi apabila dusun dikelola sebagai suatu unit kelestarian adalah wilayah dusun yang saat ini termasuk kawasan hutan seperti Dusun Balanglohe (semuawilayahnya termasuk kawasan hutan), Dusun Takehatu (80% wilayahnya termasuk kawasan hutan), Dusun Mamappang (50% wilayahnya termasuk kawasan hutan), Dusun Maddenge (terdapat 35 KK bermukim di dalam kawasan hutan) dan wilayah dusun lainnya yang berada di dalam kawasan hutan tidak perlu dienclave, akan tetapi ditata sedemikian rupa sehingga wilayah dusun tersebut dapat mendukung fungsi kawasan hutan dimana dusun tersebut berada.
Kebijakan enclave yang selama ini dilakukan terhadap wilayah desa yang termasuk dalam kawasan hutan melemahkan kewenangan institusi kehutanan untuk menata wilayah tersebut dalam mendukung fungsi kawasan hutan. Hal ini disebabkan karena kebijakan enclave merubah status kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan sehingga wilayah tersebut tidak dapat dituntut untuk berfungsi hutan, meskipun kondisi fisik wilayah tersebut secara teknis seharusnya berfungsi hutan.
5) Unit Pemanfaatan
Unit kelestarian dusun dibagi menjadi unit-unit pemanfaatan atau unit perlakuan yaitu unit-unit lahan homogen yang dapat menerima satu macam perlakuan, mudah dikenal, dan tempatnya jelas. Unit pemanfaatan atau unit perlakuan tersebut adalah kelompok lahan homogen yang dikelola oleh 10 kelompok tani, dan setiap kelompok tani terdiri atas 10 orang petani. Oleh karena itu, unit pemanfaatan adalah unit usaha yang dikelola oleh kelompok tani. Selain dikelola oleh kelompok tani, unit pemanfaatan juga dapat dikelola oleh lembaga unit pengelolaan sebagai suatu unit usaha komersial. Luas satu unit pemanfaatan adalah 200 ha. Desain pengelolaan masing-masing unit pemanfaatan tergantung pada material tegakan (misalnya tegakan kemiri, tegakan jati, kebun, ladang, dll), dan fungsi kawasan hutan.