Aspek Ekonomi Unit Pengelolaan Hutan

c. Aspek Ekonomi Unit Pengelolaan Hutan

Dari segi ekonomi, preskripsi silvikultur yang digunakan akan memberikan keuntungan bagi masyarakat dan kelembagaan unit pengelolaan. Keuntungan ekonomi bagi masyarakat diperoleh dari kegiatan dalam sequential system pembangunan hutan kemiri yaitu kegiatan tumpangsari, pemanenan buah kemiri, dan pemanenan kayu kemiri pada akhir daur. Keuntungan ekonomi bagi lembaga unit pengelolaan diperoleh dari kegiatan pelayanan publik yang diberikan seperti fasilitasi pemasaran, penyediaan faktor-faktor produksi, dan keuntungan dari unit usaha komersial yang dikelola oleh lembaga unit pengelelolaan. Seluruh pendapatan yang dihasilkan dari sequential system perladangan dan pendapatan yang diperoleh oleh lembaga unit pengelolaan hutan dihitung sebagai pendapatan sektor kehutanan.

Hasil pengamatan lapangan dan wawancara dengan responden menunjukkan sequential system pembangunan hutan kemiri seperti disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 menunjukkan bahwa pada tahun 1 sampai dengan tahun 24 dalam sequential system pembangunan hutan kemiri terjadi pergiliran areal tanam dari areal I sampai areal VIII dengan pola perladangan berpindah. Setiap areal tumpangsari dikelola secara intensif selama 3 tahun.

Pendapatan masyarakat dari sequential system pembangunan hutan kemiri terdiri atas hasil tanaman tumpangsari yang diperoleh setiap tahun sepanjang rotasi, panen buah kemiri mulai pada tahun 5 yang akan diperoleh terus menerus secara berotasi, dan panen kayu kemiri mulai pada tahun 25 yang juga akan diperoleh terus menerus secara berotasi.

Tabel 4. Kegiatan dalam Sequential System Pembangunan Hutan Kemiri untuk Satu Rotasi 24 tahun

No.

Kegiatan

Waktu (tahun ke)

1. Pembukaan lahan, penanaman tanaman

1 tumpangsari dan pohon kemiri pada areal I

2. Penanaman tanaman tumpangsari pada areal I 2-3

3. Pembukaan lahan, penanaman tanaman

4 tumpangsari dan pohon kemiri pada areal tumpangsari pada areal II

4. Penanaman tanaman tumpangsari pada areal II 5-6

5. Pembukaan lahan, penanaman tanaman

7 tumpangsari dan pohon kemiri pada areal tumpangsari pada areal III

6. Penanaman tanaman tumpangsari pada areal III 8-9 Pembukaan lahan, penanaman tanaman

10 tumpangsari dan pohon kemiri pada areal tumpangsari pada areal IV Penanaman tanaman tumpangsari pada areal IV

11 - 12 Pembukaan lahan, penanaman tanaman

13 tumpangsari dan pohon kemiri pada areal tumpangsari pada areal V

Penanaman tanaman tumpangsari pada areal V

14 - 15 Pembukaan lahan, penanaman tanaman

16 tumpangsari dan pohon kemiri pada areal tumpangsari pada areal VI Penanaman tanaman tumpangsari pada areal VI

17 - 18 Pembukaan lahan, penanaman tanaman

19 tumpangsari dan pohon kemiri pada areal tumpangsari pada areal VII Penanaman tanaman tumpangsari pada areal VII

20 - 21 Pembukaan lahan, penanaman tanaman

22 tumpangsari dan pohon kemiri pada areal tumpangsari pada areal VIII Penanaman tanaman tumpangsari pada areal VIII

23 - 24 Pemeliharaan pohon kemiri

1 - 24 Pemanenan buah kemiri

5 - 24 Pemanenan kayu kemiri

25 – akhir daur

Hasil penelitian diperoleh nilai pendapatan tumpangsari pola berladang berpindah rata-rata sebesar Rp. 1.725.631/tahun dengan luas areal perladangan rata-rata 0,5 ha. Mengacu pada nilai pendapatan tersebut, maka dengan areal tumpangsari seluas 0,25 ha, petani akan mendapatkan pendapatan dari tanaman tumpangsari rata-rata sebesar Rp. 862.815,-/tahun. Hasil penelitian didapatkan pula bahwa umur produkrif pohon kemiri untuk memproduksi buah kemiri adalah 15 – 25 tahun, dengan produksi rata-rata sebesar 1 kg/pohon, sedangkan pada umur 5 – 14 tahun, produksi buah kemiri rata-rata sebesar 0,5 kg/pohon. Produksi buah kemiri pada areal tumpangsari seluas 0,25 ha selama satu rotasi disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Produksi Buah Kemiri pada Areal Tumpangari Pola Perladangan Berpindahl Luas 0,25 ha, Jarak Tanam 5x5 m

Areal

Produksi Kemiri Menurut Tahun (kg)

Tumpangsari

Areal I

V V V V 50 50 50

Areal II

V V V V V V V 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 100 100 100 100 100 100 100

Areal III

V V V V V V V V V V 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 100 100 100 100

Areal IV

V V V V V V V V V V V V V 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 100

Areal V

V V V V V V V V V V V V V V V V 50 50 50 50 50 50 50 50

Areal VI

V V V V V V V V V V V V V V V V V V V 50 50 50 50 50

Areal VII

V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V 50 50

Areal VIII

Jumlah

Keterangan V = Produksi tanaman tumpangsari

97 | Buku Ajar Manajemen Hutan

Tabel 6 menunjukkan produksi buah kemiri selama satu rotasi perladangan antara 50 kg sampai 550 kg. Harga buah kemiri pada saat penelitian rata-rata sebesar Rp. 7000,-/kg, yang berarti bahwa pendapatan masyarakat dari buah kemiri selama satu rotasi rata-rata sebesar Rp. 350.000,- sampai Rp. 3.850.000,

Pada setiap akhir rotasi, masyarakat akan memperoleh pendapatan dari kayu kemiri hasil tebangan untuk persiapan lahan pada regenerasi rotasi berikutnya. Kayu kemiri dijual oleh masyarakat dalam bentuk kayu bantalan

dengan harga (dimuat di pinggir jalan) sebesar Rp. 300.000,-/m 3 atau dalam bentuk pohon berdiri, dengan harga rata-rata sebesar Rp. 40.000,-/pohon. Cara

penjualan yang banyak dipilih oleh masyarakat adalah menjual pohon berdiri, karena harga yang diterima merupakan pendapatan bersih petani. Biaya penebangan dan penyaradan ke pinggir jalan desa ditanggung oleh pembeli. Besarnya pendapatan dari kayu kemiri adalah sebesar Rp. 4000.000,-/tahun, dimulai pada tahun 25 yang akan diperoleh secara berotasi.

Nilai pendapatan dalam sequential system kegiatan pembangunan hutan kemiri disajikan pada Tabel 7, dan secara grafis disajikan pada Gambar 16.

98 | Buku Ajar Manajemen Hutan

Tabel 7. Nilai Pendapatan pada Sequential System Kegiatan Pembangunan Hutan Kemiri

Nilai Pendapatan (Rp)

Tahun Total (Rp) Tumpangsari

Buah Kemiri

Kayu Kemiri

99 | Buku Ajar Manajemen Hutan 99 | Buku Ajar Manajemen Hutan

Pendapatan

d n 3000000 e

Gambar 16. Pendapatan dalam Sequential System Pengelolaan Hutan Kemiri

Tabel 7 dan Gambar 16 menjelaskan secara lebih informatif tentang nilai pendapatan dalam sequential system pembangunan hutan kemiri yang berasal dari tanaman tumpangsari, buah kemiri, dan kayu kemiri yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Tabel tersebut menunjukkan pendapatan yang bersifat berkesinambungan yang diperoleh petani dari pengelolaan hutan kemiri. Pada tahun 25, kegiatan tumpangsari kembali dilakukan pada areal I, dan pada saat yang sama, tegakan kemiri sebanyak 100 pohon yang dibangun pada tahun

1 ditebang, dan pada saat yang sama pula produksi buah kemiri dari petak I tidak diperoleh lagi. Nilai pendapatan dari hasil penebangan pohon kemiri tersebut adalah sebesar Rp. 4.000.000,-/tahun.