PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN REGIONAL DAN GLOBAL SEBAGAI PELUANG PENGEMBANGAN KAWASAN EKONOMI UJUNG JABUNG

4.1. PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN REGIONAL DAN GLOBAL SEBAGAI PELUANG PENGEMBANGAN KAWASAN EKONOMI UJUNG JABUNG

4.1.1. Perkembangan Ekonomi Global

  Perkembangan ekonomi global sepanjang tahun 2011 diwarnai oleh meningkatnya faktor ketidakpastian arah pemulihan ekonomi global. Di awal tahun masih berkembang optimisme pemulihan ekonomi pascakrisis tahun 2008 dengan munculnya berbagai perkembangan positif di negara maju yang tengah mengalami krisis. Namun, selanjutnya muncul berbagai factor ketidakpastian yang diawali dengan bencana alam yang melanda Jepang. Hal tersebut kemudian diperparah dengan terjadinya krisis geopolitik di Timur Tengah dan Afrika Utara, serta memburuknya krisis utang pemerintah di negara-negara maju, yang merupakan faktor utama pemicu ketidakpastian pemulihan ekonomi global. Meningkatnya faktor ketidakpastian tersebut berdampak langsung pada gejolak di pasar keuangan dan perdagangan global, serta menurunnya pertumbuhan ekonomi global.

  Ekonomi global pada tahun 2011 hanya tumbuh 3,8, jauh menurun dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya yang mencapai 5,1 (Tabel 4.1).

  Tabel 4. 1 Indikator Ekonomi Utama Dunia

  Melemahnya pemulihan ekonomi di Eropa dan AS, serta bencana alam di Jepang selanjutnya berimbas pada perekonomian negara-negara emerging markets. Aktivitas perekonomian yang melemah berdampak pada menurunnya permintaan impor negara-negara maju. Hal ini menyebabkan volume perdagangan dunia pada tahun 2011 hanya tumbuh sebesar 6,9, jauh menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 12,7 (Tabel 4.1). Melemahnya perdagangan dunia juga tercermin pada perlambatan aktivitas perdagangan (ekspor dan impor) di negara-negara emerging markets, termasuk di kawasan Asia (Gambar 4.1).

  Penurunan perdagangan negara-negara emerging markets Asia juga terpengaruh oleh menurunnya aktivitas produksi di Jepang, akibat bencana alam tsunami, yang mengakibatkan bahan bakunya dipasok oleh negara-negara tersebut. Perdagangan Negara-negara emerging Penurunan perdagangan negara-negara emerging markets Asia juga terpengaruh oleh menurunnya aktivitas produksi di Jepang, akibat bencana alam tsunami, yang mengakibatkan bahan bakunya dipasok oleh negara-negara tersebut. Perdagangan Negara-negara emerging

  Gambar 4.1 Grafik Aktivitas Perdagangan Negara- Gambar 4.2 Grafik Aktivitas Perdagangan Negara- negara Asia

  negara Eropa

4.1.2. Perkembangan Perdagangan Regional dan Global

  Dalam era perdagangan global, kebijakan perdagangan luar negeri (Perdagangan LN) menjadi sangat penting. Di dalam menyusun kebijakan Perdagangan LN, pemerintah Indonesia mempunyai komitmen terhadap sejumlah blok perdagangan, khususnya berikut ini:

  1. WTO. Indonesia sebagai salah satu negara anggota WTO, kebijakan yang diterapkan harus

  sejalan dengan ketentuan-ketentuan di bidang perdagangan internasional yang telah disepakati bersama di dalam WTO yang menuju perdagangan bebas dunia sepenuhnya.

  2. APEC. Kebijakan perdagangan LN Indonesia harus juga sejalan dengan kesepakatan

  dalam APEC yang menerapkan perdagangan bebas oleh negara-negara maju (NM) anggota APEC pada tahun 2010 dan diikuti oleh negara- negara berkembang (NSB) anggota APEC pada tahub 2020.

  3. ASEAN. Kebijakan Perdagangan LN negeri Indonesia juga harus sejalan dengan kebijakan

  AFTA menuju perdagangan bebas yang telah dimulai sejak tahun 2003, termasuk sejumlah ASEAN Plus, seperti FTA ASEAN dengan Korea, China, Jepang, India, New Zealand, Amerika dan Serikat. Juga kebijakan Perdagangan LN Indonesia harus sejalan dengan kesepakatan untuk mempercepat integrasi Ekonomi ASEAN dari 2020 menjadi 2015.

  4. EPA. Indonesia telah menandatangani Economic Partnership Agreement (EPA) dengan

  Jepang pada awal tahun 2006. Oleh karena itu, kebijakan Perdagangan LN Indonesia juga harus disesuaikan dengan kesepakatan tersebut.

  5. KEK. Indonesia juga telah membuat kesepakatan untuk membentuk Kawasan Ekonomi

  Khusus dengan Singapura, dan ini berarti Indonesia punya suatu komitmen yang harus dicerminkan di dalam kebijakan perdagangan LN- nya.

  Era perdagangan bebas adalah era persaingan, oleh sebab itu Indonesia harus meningkatkan efisiensi, produktivitas, kapasitas produksi dan inovasi disetiap sektor untuk secara bersama menunjang peningkatan daya saing produk Indonesia dipasar dunia maupun di pasar domestik dalam menghadapi persaingan dari produk-produk impor. Ini tentu bukan hanya tugas dari Departemen Perdagangan, melainkan juga tanggung jawab dari semua departemen terkait. Oleh karena itu, efektivitas dari kebijakan perdagangan luar negeri, selain ditentukan oleh baik tidaknya kebijakan itu sendiri dan pelaksanaannya, juga ditentukan oleh kebijakan-kebijakan lainnya (Gambar 4.3).

  Teknologi dan

  Moneter dan

  Kebijakan Perbankan

  Kebijakan Hukum

  Luar Negeri

  Tradable Lainnya

  Gambar 4.3 Keterkaitan Kebijakan Perdagangan Luar Negeri dengan Kebijakan Utama Lainnya

  Kebijakan umum dibidang Perdagangan LN pada dasarnya terdiri dari kebijakan ekspor dan kebijakan impor. Kebijakan tersebut merupakan implementasi dari fungsi pemerintah di sektor Perdagangan LN seperti fungsi trade advocacy, market penetration, akses ke pasar dan lain- lain.

  Beberapa isu besar terkait dengan kebijakan Perdagangan LN diantaranya adalah:  Kesepakatan perdagangan global dan regional (WTO, FTA (multilateral atau bilateral), EPA,

  ASEAN-AFTA, termasuk ASEAN “Plus” dan Integrasi Ekonomi ASEAN)

   Standarisasi  Penentuan sektor-sektor unggulan (picking the winners)  Kebijakan pemerintah mengenai kenaikan harga komoditas di pasar dunia  Anti-dumping

  Perdagangan Dalam Negeri (Perdagangan DN) juga mempunyai berbagai isu atau permasalahan, dan di dalam kajian ini hanya beberapa isu besar, yakni:  Infrastruktur dan logistik  Barang selundupanimpor ilegal  Persaingan  Hambatan-hambatan PDN lainnya

  Sumber : (WEF, 2006, 2007

  Gambar 4.4 Kualitas Infrastruktur

  Pembangunan Indonesia tidak lepas dari posisi Indonesia dalam dinamika regional dan global. Secara geografis Indonesia terletak di jantung pertumbuhan ekonomi dunia. Kawasan Timur Asia memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang jauh di atas rata- rata kawasan lain di dunia (lihat Gambar 4.5). Ketika tren jangka panjang 1970-2000) pertumbuhan ekonomi dunia mengalami penurunan, tren pertumbuhan ekonomi kawasan Timur Asia menunjukkan peningkatan.

  Sebagai pusat gravitasi perekonomian global, Kawasan Timur Asia (termasuk Asia Tenggara) memiliki jumlah penduduk sekitar 50 persen dari penduduk dunia. Cina memiliki sekitar 1,3 miliar penduduk, sementara India menyumbang sekitar 1,2 miliar orang, dan ASEAN Sebagai pusat gravitasi perekonomian global, Kawasan Timur Asia (termasuk Asia Tenggara) memiliki jumlah penduduk sekitar 50 persen dari penduduk dunia. Cina memiliki sekitar 1,3 miliar penduduk, sementara India menyumbang sekitar 1,2 miliar orang, dan ASEAN

  

  Gambar 4.5 Pertumbuhan Ekonomi Global untuk Tiap Dekade

  Gambar 4.6 Pemetaan Populasi Asia dan Dunia

  Dalam aspek perdagangan global, dewasa ini perdagangan South to South, termasuk transaksi antara India-Cina-Indonesia, menunjukkan peningkatan yang cepat. Sejak 2008, pertumbuhan ekspor negara berkembang yang didorong oleh permintaan negara berkembang lainnya meningkat sangat signifikan (kontribusinya mencapai 54 persen). Hal ini berbeda jauh dengan kondisi tahun 1998 yang kontribusinya hanya 12 persen. Pertumbuhan yang kuat dari Cina, baik ekspor maupun impor memberikan dampak yang sangat penting bagi perkembangan perdagangan regional dan global. Impor Cina meningkat tajam selama dan setelah krisis ekonomi global 2008. Di samping itu, konsumsi Cina yang besar dapat menyerap ekspor yang besar dari negara-negara di sekitarnya termasuk Indonesia.

  Di Asia Tenggara, Indonesia adalah negara dengan luas kawasan terbesar, penduduk terbanyak dan sumber daya alam terkaya. Hal tersebut menempatkan Indonesia sebagai kekuatan utama negara-negara di Asia Tenggara.

  Di sisi lain, konsekuensi dari akan diimplementasikannya komunitas ekonomi ASEAN dan terdapatnya Asean-China Free Trade Area (ACFTA) mengharuskan Indonesia meningkatkan daya saingnya guna mendapatkan manfaat nyata dari adanya integrasi ekonomi tersebut. Oleh karena itu, percepatan transformasi ekonomi menjadi sangat penting dalam rangka memberikan daya dorong dan daya angkat bagi daya saing Indonesia.

  Dengan melihat dinamika global yang terjadi serta memperhatikan potensi dan peluang keunggulan geografi dan sumber daya yang ada di Indonesia, serta mempertimbangkan prinsip pembangunan yang berkelanjutan, maka Indonesia perlu memposisikan dirinya sebagai basis:  ketahanan pangan dunia,  pusat pengolahan produk pertanian, perkebunan, perikanan, dan sumber daya mineral,

  serta  pusat mobilitas logistik global.

4.1.3. Perkembangan Pasar Komoditas Global

  Sebagaimana pada pasar keuangan, harga komoditas di pasar global juga bergejolak dalam menghadapi berbagai tekanan dengan kecenderungan meningkat pada paruh pertama 2011 dan menurun pada paruh kedua. Peningkatan harga komoditas, baik migas maupun nonmigas, didorong oleh masih kuatnya permintaan global pada paruh pertama 2011 sejalan dengan opti misme pemulihan ekonomi dari krisis (Gambar 4.7).

  Harga komoditas semakin meningkat dengan terganggunya pasokan dari Jepang yang dilanda bencana alam. Hal ini secara signifikan mengganggu rantai pasokan global industri manufaktur dunia sehingga mendorong kenaikan harga produk manufaktur. Harga minyak juga melonjak Harga komoditas semakin meningkat dengan terganggunya pasokan dari Jepang yang dilanda bencana alam. Hal ini secara signifikan mengganggu rantai pasokan global industri manufaktur dunia sehingga mendorong kenaikan harga produk manufaktur. Harga minyak juga melonjak

  Gambar 4.7 Grafik Indeks Harga Komoditas Global

  Pada paruh kedua 2011, harga komoditas cenderung menurun sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi global. Melemahnya perekonomian global, terutama di negara maju, menurunkan permintaan atas komoditas global. Di sisi pasokan, beberapa hambatan pasokan yang terjadi di paruh pertama telah dapat diselesaikan. Dengan kondisi permintaan dan pasokan komoditas tersebut harga komoditas global cenderung bergerak menurun sampai akhir tahun, kecuali komoditas minyak dan emas yang menjadi pilihan investasi (spekulasi) bagi investor global.

  Melemahnya permintaan global juga tercermin pada pertumbuhan volume perdagangan dunia yang melambat. Optimisme membaiknya kinerja perekonomian global di awal tahun sempat mendorong naik prakiraan pertumbuhan volume perdagangan dunia tahun 2011 (angka prakiraan Januari, April dan Juni 2011 pada Tabel 4.2).

  Tabel 4. 2 Dinamika Perubahan Prospek Pertumbuhan Tahun 2011

  Namun, seiring dengan terus memburuknya perekonomian global, outlook pertumbuhan volume perdagangan dunia juga direvisi ke bawah menjadi 6,9. Transaksi ekspor dan impor negara-negara maju dan negara-negara emerging markets juga menunjukkan pertumbuhan volume perdagangan dunia yang terus menurun sepanjang 2011 (Gambar 4.8).

  Gambar 4.8 Grafik Pertumbuhan Volume Perdagangan Global

  Aspek lain yang ditengarai juga berkontribusi pada melambatnya pertumbuhan volume perdagangan dunia adalah implementasi regulasi perdagangan. World Trade Organization (WTO) mensinyalir pada 2011 terjadi peningkatan jumlah peraturan yang dikeluarkan berbagai negara yang terindikasi dapat menghambat perdagangan internasional dibanding jumlah peraturan yang dikeluarkan tahun sebelumnya. Namun, WTO memperkirakan dampaknya pada volume perdagangan dunia relatif minimal, dan lebih kecil dibandingkan dampak peraturan yang dikeluarkan pada tahun 2010. Hal tersebut terkait dengan cakupan sektor-sektor yang terdampak oleh kebijakan-kebijakan yang menghambat perdagangan pada 2010 diperkirakan merupakan sector yang lebih banyak diperdagangkan secara lintas Negara dan melibatkan mitra dagang yang lebih luas.

  Selain interaksi faktor fundamental melalui permintaan dan penawaran, faktor lain yang juga mempengaruhi harga komoditas adalah akti vitas spekulasi. Aktivitas spekulasi pada suatu komoditas memungkinkan untuk dilakukan oleh karena perdagangan di bursa komoditas tidak hanya dilakukan secara fisik, tetapi juga melalui perdagangan kontrak penyerahan. Kontrak penjualan komoditas dilakukan di berbagai bursa komoditas dunia seperti London Metal Exchange, Chicago Mercantile Exchange, New York Mercanti le Exchange dan lain sebagainya. Adapun pelaku perdagangan komoditas tidak hanya terbatas pada produsen dan konsumen, Selain interaksi faktor fundamental melalui permintaan dan penawaran, faktor lain yang juga mempengaruhi harga komoditas adalah akti vitas spekulasi. Aktivitas spekulasi pada suatu komoditas memungkinkan untuk dilakukan oleh karena perdagangan di bursa komoditas tidak hanya dilakukan secara fisik, tetapi juga melalui perdagangan kontrak penyerahan. Kontrak penjualan komoditas dilakukan di berbagai bursa komoditas dunia seperti London Metal Exchange, Chicago Mercantile Exchange, New York Mercanti le Exchange dan lain sebagainya. Adapun pelaku perdagangan komoditas tidak hanya terbatas pada produsen dan konsumen,

A. Perkembangan Harga Minyak

  Harga minyak secara rata-rata meningkat sekitar 32,0 selama 20113. Tren peningkatan harga minyak telah dimulai sejak triwulan keempat 2010 yang merespons peningkatan permintaan global sejalan dengan solidnya pertumbuhan ekonomi dunia dan penurunan stok cadangan minyak (Gambar 4.9).

  Gambar 4.9 Grafik Perkembangan Harga Minyak

  Pada awal 2011, munculnya krisis politi k dan keamanan di Libya (Timur Tengah dan Afrika Utara) yang mengakibatkan terganggunya pasokan minyak dunia ditengah masih cukup kuatnya kinerja ekonomi global. Perkembangan tersebut mendorong peningkatan harga minyak ke level tinggi di atas 110 dolar AS per barrel. Upaya menstabilkan harga minyak termasuk dengan memanfaatkan kapasitas cadangan yang dimiliki OPEC hanya berhasil menurunkan harga minyak jenis WTI. Sementara itu, harga minyak jenis lightsweet crude yang dipasok oleh Libya tetap bertahan pada level yang tinggi. Intensitas kenaikan harga minyak juga disebabkan oleh Pada awal 2011, munculnya krisis politi k dan keamanan di Libya (Timur Tengah dan Afrika Utara) yang mengakibatkan terganggunya pasokan minyak dunia ditengah masih cukup kuatnya kinerja ekonomi global. Perkembangan tersebut mendorong peningkatan harga minyak ke level tinggi di atas 110 dolar AS per barrel. Upaya menstabilkan harga minyak termasuk dengan memanfaatkan kapasitas cadangan yang dimiliki OPEC hanya berhasil menurunkan harga minyak jenis WTI. Sementara itu, harga minyak jenis lightsweet crude yang dipasok oleh Libya tetap bertahan pada level yang tinggi. Intensitas kenaikan harga minyak juga disebabkan oleh

  Gambar 4.10 Grafik Pasokan dan Permintaan Minyak

  Peningkatan permintaan atas minyak mentah tersebut dimaksudkan untuk mengantisipasi lonjakan permintaan pada musim panas. Kekhawatiran terganggunya pasokan minyak lebih diperburuk oleh terganggunya kilang minyak di Jepang yang terkena dampak gempa dan tsunami, sehingga menurunkan ekspor minyak olahan Jepang. Adapun faktor lain yang juga berkontribusi terhadap kenaikan harga minyak adalah depresiasi dolar AS terhadapa mata uang mitra dagang lainnya.

  Harga minyak kembali menurun sejak Mei 2011 terkait dengan kekhawatrian perlambatan permintaan global. Kondisi perekonomian global yang mulai suram dengan meningkatnya intensitas krisis utang pemerintah diperkirakan akan menurunkan permintaan global. Namun, harga minyak sempat kembali mengalami kenaikan pada awal Juni 2011, yaitu pada saat Negara-negara OPEC gagal menyepakati kenaikan kuota produksi untuk menstabilkan harga minyak. Namun, pelepasan cadangan minyak oleh biro energi AS (US Energy Information

  Administration - EIA) berhasil menurunkan kembali harga minyak, meskipun dalam rentang waktu terbatas.

  Kekhawatiran terhadap prospek ekonomi dunia ke depan serta meningkatnya risk aversion investor terhadap aset berisiko, termasuk komoditas tertentu, mengakibatkan harga komoditas dunia secara umum melemah. Harga minyak turun cukup tajam hingga menyentuh titik terendah di 2011 pada level 75,7 dolar AS per barrel. Level harga ini bahkan lebih rendah dari rata-rata tahun 2010 sebesar 79,5 dolar AS per barrel.

  Penurunan harga minyak tersebut juga disebabkan melimpahnya pasokan minyak di AS. Menjelang akhir tahun 2011, harga minyak kembali meningkat. Hal itu disebabkan oleh terganggunya jaringan distribusi minyak di AS dan kembali memanasnya kondisi geopolitik di Timur Tengah dan Afrika Utara, di samping tetap tingginya permintaan minyak dari Asia.

  Kenaikan harga minyak juga turut dipengaruhi oleh aktivitas spekulatif, terutama oleh pelaku pasar keuangan yang berupaya menanamkan kelebihan likuiditasnya. Kembali melonjaknya harga minyak pada pertengahan triwulan keempat 2011 juga searah dengan menguatnya pasar keuangan global yang disertai dengan membaiknya risk appetite investor terhadap aset berisiko, termasuk aset di pasar komoditas. Investasi di pasar komoditas menjadi alternative penempatan investasi yang menjanjikan, mengingat tingkat imbal hasil yang cukup tinggi dan risikonya cukup terkendali.

B. Perkembangan Harga Komoditas Nonminyak

  Seperti harga minyak, harga komoditas nonminyak juga mengalami peningkatan harga pada awal 2011. Pertumbuhan harga komoditas nonminyak ditopang oleh meningkatnya permintaan sejalan dengan solidnya kinerja ekonomi global pada awal 2011. Selain itu, ketatnya pasokan terkait gangguan cuaca ekstrim dan tren pelemahan mata uang dolar AS yang juga memicu lonjakan harga komoditas.

  Kenaikan harga komoditas nonminyak perlahan mulai mereda sejak pertengahan tahun 2011. Sejak akhir triwulan I 2011, harga komoditas nonminyak cenderung menurun yang disebabkan oleh berbagai perkembangan baik faktor fundamental maupun sentimen. Eskalasi krisis utang pemerintah negaranegara Eropa menjadikan permintaan global melemah dan mendorong penurunan harga komoditas. Harga komoditas metal mengalami penurunan yang disebabkan menurunnya permintaan dunia (Gambar 4.11).

  Gambar 4.11 Grafik Harga Komoditas Pertambangan

  Permintaan impor China, salah satu importer utama produk metal, mengalami penurunan cukup signifi kan yang disebabkan oleh kebijakan moneter ketat di China yang menyebabkan melemahnya permintaan negara tersebut. Permintaan komoditas metal dari negara lain juga cenderung menurun yang disebabkan oleh melemahnya aktivitas perekonomian global.

  Sementara itu, selain karena melemahnya permintaan, harga komoditas pertanian juga mengalami penurunan yang disebabkan oleh pulihnya pasokan. Kondisi cuaca yang kembali kondusif dan panen yang sukses berhasil meningkatkan stok sekaligus mengamankan pasokan produk pertanian ke depan. Harga komoditas pertanian terutama kelapa, CPO dan karet menurun oleh karena lemahnya permintaan (Gambar 4.12).

  Gambar 4.12 Grafik Harga Komoditas Pertanian

  Permintaan Jepang atas produk pertanian menurun cukup signifikan sebagai dampak dari gempa dan tsunami yang melanda negara tersebut pada awal Maret 2011. Hal ini berhasil menekan harga komoditas pertanian. Tren apresiasi dolar AS juga mendorong terjadinya penurunan harga. Meskipun dalam tren yang menurun, harga komoditas sempat mengalami kenaikan pada Juli 2011. Hal ini dipicu oleh bergejolaknya pasar keuangan yang dipengaruhi senti men melemahnya prospek ekonomi global. Investor mengalihkan investasinya ke aset yang dianggap aman (safe haven), termasuk komoditas seperti emas. Peran emas sebagai safe haven tercermin pada pergerakan harga emas yang tetap meningkat pada saat harga minyak dan harga aset keuangan mengalami koreksi. Selain itu, akselerasi harga emas juga sejalan dengan kontrak nonkomersil komoditas emas.

  Perilaku fight to quality tersebut menyebabkan harga emas melonjak. Harga emas sempat menyentuh angka terti nggi sepanjang sejarah yaitu 1.900 dolar AS per troy ounce. Kenaikan harga emas yang sangat signifi kan tersebut menarik ke atas rata-rata harga komoditas secara keseluruhan. Namun, harga emas kembali menurun pada bulan berikutnya dan harga komoditas secara umum juga menurun.

4.1.4. Perkembangan Supply Chain Management Regional Global

  Persaingan bisnis yang ketat di era globalisasi ini menuntut perusahaan untuk menyusun kembali strategi dan taktik bisnisnya sehari-hari. Jika dilihat secara mendalam, inti dari persaingan perusahaan terletak pada bagaimana sebuah perusahaan mengimplementasikan proses penciptaan produk atau jasa secara lebih murah, lebih baik dan lebih cepat (cheaper, better, faster) dibandingkan dengan kompetitornya.

  Namun, banyak perusahaan yang sudah tidak mungkin lagi menerapkan dan mengimplementasikan resource-nya, sehingga salah satu caranya adalah dengan membuat strategi manajemen supply chain.

A. Pengertian dan Batasan

1) Supply Chain

  Supply chain 1 atau rantai persediaan adalah suatu sistem tempat organisasi

  menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada para pelanggannya. Rantai ini merupakan jaring yang menghubungkan berbagai organisasi yang saling berhubungan dan mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengadakan pengadaan barang (procurement) atau menyalurkan (distribution) barang tersebut secara efisien dan efektif sehingga akan tercipta nilai tambah (value added) bagi produk tersebut. Supply chain merupakan logistic network yang menghubungkan suatu mata rantai antara lain suppliers, manufacturer, distribution, retail outlets, customers.

  Supply chain memandang konsep manajemen logistik yang dipandang lebih luas yang mulai dari barang dasar sampai barang jadi yang dipakai oleh konsumen akhir, yang merupakan mata rantai penyediaan barang. Adapun aktivitas yang terlibat dalam manajemen supply chain yaitu aliran barang, aliran informasi, aliran transaksi dan aliran uang.

2) Supply Chain Management

  Supply Chain Management atau Manajemen Rantai Suplai adalah sebuah ‘proses payung’ di mana produk diciptakan dan disampaikan kepada konsumen dari sudut struktural. Sebuah supply chain (rantai suplai) merujuk kepada jaringan yang rumit dari hubungan yang mempertahankan organisasi dengan rekan bisnisnya untuk mendapatkan sumber produksi dalam menyampaikan kepada konsumen. (Kalakota, 2000, h197).

  1 Konsep Manajemen Supply Chain AgusWibisono_com

  Dalam pengertian lain manajemen rantai suplai adalah koordinasi dari bahan, informasi dan arus keuangan antara perusahaan yang berpartisipasi. Manajemen rantai suplai bisa juga berarti seluruh jenis kegiatan komoditas dasar hingga penjualan produk akhir ke konsumen untuk mendaur ulang produk yang sudah dipakai.

  o Arus material melibatkan arus produk fisik dari pemasok sampai konsumen melalui

  rantai, sama baiknya dengan arus balik dari retur produk, layanan, daur ulang dan pembuangan.

  o Arus informasi meliputi ramalan permintaan, transmisi pesanan dan laporan status

  pesanan, arus ini berjalan dua arah antara konsumen akhir dan penyedia material mentah.

  o Arus keuangan meliputi informasi kartu kredit, syarat-syarat kredit, jadwal pembayaran

  dalam penetapan kepemilikandan pengiriman. (Kalakota, 2000, h198) Menurut Turban, Rainer, Porter (2004, h321), terdapat 3 macam komponen rantai suplai, yaitu:

1) Rantai Suplai HuluUpstream Supply Chain

  Bagian upstream (hulu) supply chain meliputi aktivitas dari suatu perusahaan manufaktur dengan para penyalurannya (yang mana dapat manufaktur, assembler, atau kedua-duanya) dan koneksi mereka kepada pada penyalur mereka (para penyalur second-trier). Hubungan para penyalur dapat diperluas kepada beberapa strata, semua jalan dari asal material (contohnya bijih tambang, pertumbuhan tanaman). Di dalam upstream supply chain, aktivitas yang utama adalah pengadaan.

2) Manajemen Internal Suplai RantaiInternal Supply Chain Management

  Bagian dari internal supply chain meliputi semua proses pemasukan barang ke gudang yang digunakan dalam mentransformasikan masukan dari para penyalur ke dalam keluaran organisasi itu. Hal ini meluas dari waktu masukan masuk ke dalam organisasi. Di dalam rantai suplai internal, perhatian yang utama adalah manajemen produksi, pabrikasi, dan pengendalian persediaan.

3) Segmen Rantai Suplai HilirDownstream Supply Chain Segment

  Downstream (arah muara) supply chain meliputi semua aktivitas yang melibatkan pengiriman produk kepada pelanggan akhir. Di dalam downstream supply chain, perhatian diarahkan pada distribusi, pergudangan, transportasi, dan after-sales-service.

B. Tujuan

  Tujuan yang hendak dicapai dari setiap rantai suplai adalah untuk memaksimalkan nilai yang dihasilkan secara keseluruhan (Chopra, 2001, h5). Rantai suplai yang terintegrasi akan meningkatkan keseluruhan nilai yang dihasilkan oleh rantai suplai tersebut.

C. Manfaat Manajemen Supply Chain

  Adapun manfaatnya jika kita mengoptimalkan Supply chain yaitu :

1) Mengurangi inventory barang.

  Inventory merupakan bagian paling besar dari aset perusahaan yang berkisar antara 30-40. Oleh karena itu usaha dan cara harus dikembangkan untuk menekan penimbunan barang di gudang agar biaya dapat diminimalkan.

2) Menjamin Kelancaran Penyediaan Barang.

  kelancaran barang yang perlu dijamin adalah mulai dari barang asal (pabrik pembuat), supplier, perusahaan sendiri, whosaler, retailer, sampai kepada konsumen akhir.

3) Menjamin Mutu

  Mutu barang jadi ditentukan tidak hanya oleh proses produksinya, tetapi ditentukan oleh mutu bahan mentahnya dan mutu dalam kualitas pengirimannya.

4) Mengurangi Jumlah Supplier

  Bertujuan untuk mengurangi ketidakseragaman, biaya-biaya negosiasi, dan pelacakan (tracking).

5) Mengembangkan Supplier Partnership atau Strategic Alliance

  Dengan mengadakan kerjasama dengan supplier (supplier partnership) dan juga mengembangkan strategic alliance dapat menjamin lancarnya pergerakan barang dalam supply chain.

D. Permasalahan Manajemen Suplai Rantai

  Manajemen suplai rantai harus memasukan problem dibawah:

  o Distribusi Konfigurasi Jaringan: Jumlah dan lokasi supplier, fasilitas produksi, pusat

  distribusi ( distribution centreD.C.), gudang dan pelanggan. o Strategi Distribusi: Sentralisasi atau desentralisasi, pengapalan langsung, Berlabuh

  silang, strategi menarik atau mendorong, logistik orang ke tiga.

  o Informasi: Sistem terintregasi dan proses melalui rantai suplai untuk membagi informasi

  berharga, termasuk permintaan sinyal, perkiraan, inventaris dan transportasi dsb. o Manajemen Inventaris: Kuantitas dan lokasi dari inventaris termasuk barang mentah,

  proses kerja, dan barang jadi. o Aliran dana: Mengatur syarat pembayaran dan metodologi untuk menukar dana

  melewati entitas didalam rantai suplai. Eksekusi rantai suplai ialah mengatur dan koordinasi pergerakan material, informasi dan dana

  diantara rantai suplai tersebut. Alurnya sendiri dua arah.

E. AktivitasFungsi

  Manajemen rantai suplai ialah pendekatan antar-fungsi (cross functional) untuk mengatur pergerakan material mentah kedalam sebuah organisasi dan pergerakan dari barang jadi keluar organisasi menuju konsumen akhir. Sebagaimana korporasi lebih fokus dalam kompetensi inti dan lebih fleksibel, mereka harus mengurangi kepemilikan mereka atas sumber material mentah dan kanal distribusi. Fungsi ini meningkat menjadi kekurangan sumber ke perusahaan lain yang terlibat dalam memuaskan permintaan konsumen, sementara mengurangi kontrol manajemen dari logistik harian. Pengendalian lebih sedikit dan partner rantai suplai menuju ke pembuatan konsep rantai suplai. Tujuan dari manajemen rantai suplai ialah meningkatkan ke[percayaan dan kolaborasi diantara rekanan rantai suplai, dan meningkatkan inventaris dalam kejelasannya dan meningkatkan percepatan inventori.

  Secara garis besar, fungsi manajemen ini bisa dibagi tiga, yaitu:

  o distribusi, o jejaring dan perencaan kapasitas, dan o pengembangan rantai suplai

F. Model Supply Chain

  beberapa model telah diajukan untuk memahami aktivitas yang dibutuhkan untuk mengatur pergerakan material di organisasi dan batasan fungsional. SCOR adalah model manajemen rantai suplai yang dipromosikan oleh Majelis Manajemen Rantai Suplai. Model lain ialah SCM yang diajukan oleh Global Supply Chain Forum (GSCF). Aktivitas suplai rantai bisa dikelompokan ke tingkat strategi, taktis, dan operasional.

a. Strategis

   Optimalisasi jaringan strategis, termasuk jumlah, lokasi, dan ukuran gudang, pusat

  distribusi dan fasilitas

   Rekanan strategis dengan pemasok suplai, distributor, dan pelanggan, membuat

  jalur komunikasi untuk informasi amat penting dan peningkatan operasional seperti cross docking, pengapalan langsung dan logistik orang ketiga

   Rancangan produk yang terkoordinasi, jadi produk yang baru ada bisa diintregasikan

  secara optimal ke rantai suplai,manajemen muatan  Keputusan dimana membuat dan apa yang dibuat atau beli  Menghubungkan strategi organisasional secara keseluruhan dengan strategi

  pasokansuplai

b. Taktis

   Kontrak pengadaan dan keputusan pengeluaran lainnya  Pengambilan Keputusan produksi, termasuk pengontrakan, lokasi, dan kualitas dari

  inventori  Pengambilan keputusan inventaris, termasuk jumlah, lokasi, penjadwalan, dan

  definisi proses perencanaan.  Strategi transportasi, termasuk frekuensi, rute, dan pengontrakan  Benchmarking atau pencarian jalan terbaik atas semua operasi melawan kompetitor

  dan implementasi dari cara terbaik diseluruh perusahaan  Gaji berdasarkan pencapaian

c. Operasional

   Produksi harian dan perencanaan distribusi, termasuk semua hal di rantai suplai  Perencanaan produksi untuk setiap fasilitas manufaktru di rantai suplai (menit ke

  menit)  Perencanaan permintaan dan prediksi, mengkoordinasikan prediksi permintaan dari

  semua konsumen dan membagi prediksi dengan semua pemasok  Perencanaan pengadaan, termasuk inventaris yang ada sekarang dan prediksi

  permintaan, dalam kolaborasi dengan semua pemasok  Operasi inbound, termasuk transportasi dari pemasok dan inventaris yang diterima  Operasi produksi, termasuk konsumsi material dan aliran barang jadi (finished

  goods)  Operasi outbound, termasuk semua aktivitas pemenuhan dan transportasi ke

  pelanggan  Pemastian perintah, penghitungan ke semua hal yang berhubungan dengan rantai

  suplai, termasuk semua pemasok, fasilitas manufaktur, pusat distribusi, dan pelanggan lain

G. Strukturisasi dan Tiering

  Jika dilihat lebih dekat pada apa yang terjadi dalam kenyataannya, istilah rantai suplai mewakili sebuah serial sederhana dari hubungan antara komoditas dasar dan produk akhir. Produk akhir membutuhkan material tambahan kedalam proses manufaktur.

H. Arus Material dan Informasi

  Tujuan dalam rantai suplai ialah memastikan material terus mengalir dari sumber ke konsumen akhir. Bagian-bagian (parts) yang bergerak didalam rantai suplai haruslah berjalan secepat mungkin. Dan dengan tujuan mencegah terjadinya penumpukan inventori di satu lokal, arus ini haruslah diatur sedemikian rupa agar bagian-bagian tersebut bergerak dalam koordinasi yang teratur. Istilah yang sering digunakan ialah synchronous. (Knill, 1992)

  tujuannya selalu berlanjut, arus synchronous. Berlanjut artinya tidak ada interupsi, tidak ada bola yang jatuh, tidak ada akumulasi yang tidak diperlukan. Dan synchronous berarti semuanya berjalan seperti balet. Bagian-bagian dan komponen-komponen dikirim tepat waktu, dalam sekuensi yang seharusnya, sama persis sampai titik yang mereka butuhkan.

  ”

  Terkadang sangat susah untuk melihat sifat arus “akhir ke akhir” dalam rantai suplai yang ada. Efek negatif dari kesulitan ini termasuk penumpukan inventori dan respon tidak keruan pada permintaan konsumen akhir. Jadi, strategi manajemen membutuhkan peninjauan yang holistik pada hubungan suplai.

  Teknologi informasi memungkinkan pembagian cepat dari data permintaan dan penawaran. Dengan membagi informasi di seluruh rantai suplai ke konsumen akhir, kita bisa membuat sebuah rantai permintaan, diarahkan pada penyediaan nilai konsumen yang lebih. Tujuannya ialha mengintegrasikan data permintaan dan suplai jadi gambaran yang akuarasinya sudah meningkatdapat diambil tentang sifat dari proses bisnis, pasar dan konsumen akhir. Integrasi ini sendiri memungkinkan peningkatan keunggulan kompetitif. Jadi dengan adanya integrasi ini dalam rantai suplai akan meningkatkan ketergantungan dan inventori minimum.

I. Perkembangan Bisnis Supply Chain

  perkembangan bisnis supply chain tidak bisa dilepaskan dari teknologi informasi. Kemajuan teknologi informasi telah melahirkan prinsip-prinsip supply chain, antara lain:

  o Business to Business (B2B), o Business to Customer (B2C) dan o e-commerce Supply chain.

  Perusahaan e-commerce sangat tepat dalam melakukan manajemen Supply chain. Salah satu pionirnya adalah amazon.com, yaitu sebuah perusahaan yang menjual buku, cd, mainan anak dan sebagainya melalui internet. Perusahaan ini tidak memiliki gudang fisik atau bahkan toko buku dan bahkan jumlah persediaan (inventory) bukunya sangat sedikit sekali. Amazon memiliki beberapa distributor terbesar di amerika. Sampai sekarang konsumen yang ada tersebar sampai seluruh dunia. Bagi amazon mengelola supply chain ini memerlukan pengelolaan yang rumit. Prosesnya mulai dari mendata pesanan, mencari dan menyediakan produk yang diinginkan konsumen, mengemasnya dan mengirimkan ke alamat yang diminta oleh konsumen, dan menagih pembayarannya. Namun dengan manajemen supply chain yang baik dapat diperoleh pemenuhan kebutuhan konsumen dengan omzet tiap tahunnya mencapai ratusan juta dollar.

4.1.5. Perkembangan Investasi Indonesia

A. Percepatan Pertumbuhan Ekonomi dan Peningkatan Daya Saing

  Sejalan dengan target Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) untuk mencapai pendapatan per kapita di 2025 di kisaran USD15,000, maka perlu adanya upaya untuk menggiatkan kegiatan investasi. Hal ini semakin menjadi penting artinya dengan meningkatnya ketidakpastian ekonomi global yang telah berpengaruh terhadap perekonomian nasional dan regional melalui jalur transmisi ekspor. Peningkatan investasi diyakini dapat ikut menopang pertumbuhan ekonomi dengan mengkompensasi perlambatan ekspor. Investasi baik dari sumber asing maupun domestik selain mendukung pertumbuhan ekonomi juga berperan penting untuk memperkuat dan meningkatkan daya saing perekonomian nasional maupun regional.

  Perkembangan investasi menunjukkan adanya ketimpangan secara spasial antara investasi di Jawa dan luar Jawa. Investasi di Jawa yang jauh lebih besar merupakan dampak dari tingkat aglomerasi ekonomi yang lebih besar dan dukungan infrastruktur yang lebih baik. Di Kawasan Indonesia Timur (KTI), investasi hanya mencapai sekitar 15,6 terutama disebabkan oleh minimnya infrastruktur pendukung yang mencakup akses, energi serta fasilitas pelayanan publik lainnya. Ketimpangan investasi yang terjadi saat ini berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi ke depan dan melalui MP3EI, diharapkan investasi di sektor riil maupun infrastruktur akan lebih terintegrasi dan efektif untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan peningkatan daya saing perekonomian.

  Gambar 4.13 Persentase Investasi Kawasan

  Berdasarkan asesmen terakhir dari World Economic Forum (WEF September 2012), peringkat daya saing Indonesia mengalami penurunan dari 46 menjadi 50 di tahun 2012- 2013. Penurunan indeks daya saing WEF tersebut lebih dipengaruhi oleh aspek persyaratan dasar yang mencakup institusi, infrastruktur dan fasilitas pelayanan publik.2 Terkait dengan infrastruktur yang merupakan salah satu faktor utama dalam pertimbangan investasi baik dari sumber asing maupun domestik, berbagai kebijakan dan inisiatif dari pusat untuk mendorong pembangunan infrastruktur di daerah telah digulirkan. MP3EI secara khusus mengidentifikasi kebutuhan infrastruktur strategis di 6 koridor ekonomi. Pembangunan proyek infrastruktur merupakan prasyarat penting untuk mengakselerasi dan memperluas pertumbuhan ekonomi di seluruh kawasan Indonesia. Namun pada kenyataannya masih terdapat banyak permasalahan yang terjadi di berbagai daerah dalam realisasi pembangunan infrastruktur.

  Tabel 4. 3 Indeks Daya Saing Indonesia 2010 - 2013

B. Perkembangan Investasi

  Berdasarkan hasil validasi Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI), realisasi proyek graound breaking (GB) 2012 sampai dengan Juli 2012 Berdasarkan hasil validasi Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI), realisasi proyek graound breaking (GB) 2012 sampai dengan Juli 2012

  SEKTOR RIIL Nilai Investasi = Rp 194 T Jumlah Proyek = 49 proyek INFRASTRUKTUR Nilai Investasi = Rp 1 62 T Jumlah Proyek = 50 proyek SEKTOR RIIL Nilai Investasi = Rp 89T Jumlah Proyek = 9 proyek INFRASTRUKTUR Nilai Investasi = Rp 51T Jumlah Proyek = 27 proyek LAUNCHING

  Sumber: Sekretariat PK3EI- Kemenko Bidang Perekonomian

  Gambar 4.14 Perkembangan Realisasi MP3EI 2011 – 2012 Tabel 4. 4 Identifikasi Permasalahan MP3EI 2012

  Sumber: Sekretariat PK3EI- Kemenko Bidang Perekonomian

  Realisasi proyek MP3EI 2012 di kawasan Jawa dan Kalimantan jauh lebih baik dibandingkan di kawasan lainnya. Adapun realisasi proyek MP3EI 2012 terendah di Papua dan Maluku walaupun berdasarkan rencana awal, nilai investasi terutama sektor riil di koridor Papua dan Maluku merupakan yang terbesar. Sedangkan untuk investasi infrastruktur, nilai investasi terbesar di kawasan Jawa yang mampu direalisasikan Realisasi proyek MP3EI 2012 di kawasan Jawa dan Kalimantan jauh lebih baik dibandingkan di kawasan lainnya. Adapun realisasi proyek MP3EI 2012 terendah di Papua dan Maluku walaupun berdasarkan rencana awal, nilai investasi terutama sektor riil di koridor Papua dan Maluku merupakan yang terbesar. Sedangkan untuk investasi infrastruktur, nilai investasi terbesar di kawasan Jawa yang mampu direalisasikan

  Tabel 4. 5 Validasi Investasi MP3EI 2012

  Sumber: Sekretariat PK3EI- Kemenko Bidang Perekonomian

  Tabel 4. 6 Indikasi Total Investasi MP3EI 2014

  Sumber: Sekretariat PK3EI- Kemenko Bidang Perekonomian

  Salah satu upaya mendorong identifikasi dan penyelesaian permasalahan yang terintegrasi untuk mendukung implementasi proyek MP3EI adalah dengan pembentukan Kawasan Prioritas Investasi (KPI). Merujuk pada indikasi investasi proyek MP3EI hingga 2014 nilai investasi akan mencapai sekitar Rp9 triliun yang terbagi atas sektor riil, infrastruktur, SDM dan Iptek. Jumlah tersebut cukup rendah dibandingkan dengan rencana awal investasi MP3EI di sektor infrastruktur yang dibutuhkan untuk mendukung percepatan dan perluasan pertumbuhan ekonomi sejalan dengan baseline pertumbuhan 7-8(yoy) untuk mencapai target yang dicanangkan.

C. Pembiayaan Investasi Infrastruktur

  Salah satu permasalahan yang perlu menjadi perhatian adalah faktor pembiayaan terkait potensi penurunan penerimaan negara dengan adanya dampak dari perlambatan ekonomi global. Rencana pembiayaan proyek infrastruktur hingga 2014 dengan total investasi sebesar Rp2.4 triliun bertumpu pada partisipasi swasta, BUMN, Public Private Partnership (PPP), sedangkan alokasi anggaran dari APBN relatif kecil, sebesar 7,84 dari total kebutuhan.

  Tabel 4. 7 Rencana Pembiayaan MP3EI di Sektor Infrastruktur 2014

  Sumber: Sekretariat PK3EI- Kemenko Bidang Perekonomian

  Perlunya dukungan dan keterlibatan seluruh pihak dalam pembiayaan investasi infrastruktur merupakan hal yang kritikal saat ini. Dukungan baik dari APBN dan APBD perlu ditingkatkan disamping adanya perbenahan prioritas dan strategis pembiayaan untuk proyek infrastruktur yang memiliki nilai strategis. Untuk itu perlu dilakukan sinkronisasi dan koordinasi baik di pusat maupun daerah dalam penyusunan RPJMNRKP yang berorientasi pada pembangunan infrastruktur strategis. Disamping itu perlu dijajaki kemungkinan mendapatkan sumber pembiayaan lain untuk mendukung investasi infrastruktur yang strategis. Beberapa alternatif yang dapat dapat diupayakan adalah optimalisasi sumber dana melalui skema PPP atau kerja sama dengan BUMNBUMD dan swasta.

  Sumber: Sekretariat PK3EI- Kemenko Bidang Perekonomian

  Gambar 4.15 Skema Pembiayaan MP3EI

4.1.6. Kinerja Ekspor Indonesia

  Kinerja ekspor tahun 2011 menunjukkan pertumbuhan yang masih tinggi di tengah perlambatan ekonomi global. Ekspor dapat tumbuh sebesar 13,6, jauh di atas rata-rata historisnya sebesar 7,5, namun mengalami sedikit perlambatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pertumbuhan yang tinggi ini didukung oleh diversifi kasi negara tujuan ekspor seiring dengan meningkatnya perdagangan intra-regional di kawasan Asia. Berdasarkan sektornya, tingginya ekspor Indonesia terutama disumbang oleh kinerja ekspor pertambangan terkait dengan permintaan terhadap komoditas primer yang masih tinggi dari negara-negara emerging markets (Gambar 4.16).

  Gambar 4.16 Grafik Ekspor Nonmigas Berdasarkan Sektor

  Sementara itu, ekspor manufaktur relative stabil meskipun sedikit melambat pada akhir tahun 2011. Hal ini terkait dengan bertahannya ekspor tekstil dan produk teksti l (TPT) dengan adanya pengalihan pasar tujuan yang dilakukan oleh beberapa perusahaan TPT dari pasar utamanya, yaitu Amerika Serikat dan Uni Eropa. Sementara itu, ekspor komoditas pertanian berada dalam tren yang menurun terkait menurunnya ekspor biji kakao dan kopi.

  Selain faktor musim yang kurang kondusif memasuki penghujung tahun 2011, penurunan ekspor biji kakao juga terpengaruh oleh berlanjutnya kebijakan bea keluar biji kakao sejak April 2010 guna memacu ekspor produk olahan kakao. Sementara itu, penurunan ekspor kopi terkait dengan tren harga internasional yang semakin rendah. Penurunan pertumbuhan volume perdagangan dunia yang cukup signifikan, tidak diikuti oleh penurunan yang tajam pada ekspor Indonesia. Hal ini menunjukkan ketahanan kinerja ekspor Indonesia. Kondisi ini didukung oleh struktur ekspor yang semakin terdiversifikasi dengan semakin meningkatnya peran pasar negara-negara emerging markets terutama China dan India (Tabel 4.8).

  Tabel 4. 8 Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara Tujuan

  Pengaruh diversifikasi Negara tujuan ekspor semakin kuat dengan masih tingginya pertumbuhan ekonomi di kedua negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi China dan India yang masih kuat dilandasi oleh reorientasi perekonomian yang mengarah pada penguatan perekonomian domestik. Kuatnya kinerja ekonomi domesti k tersebut dapat menopang pertumbuhan ekonomi dengan pengaruh risiko eksternal yang terbatas sehingga permintaan impor dari kedua negara tersebut tetap tinggi. Kondisi ini mendukung ketahanan ekspor Indonesia karena ekspor ke kedua negara tersebut didominasi oleh komoditas energi dan pangan yang digunakan untuk konsumsi domesti k di kedua negara tersebut (Gambar 4.17).

  Terkait dengan perkembangan tersebut, permintaan komoditas batubara dari kedua negara tersebut meningkat tinggi. Permintaan tersebut terutama untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik yang menggunakan energi batubara. Selain itu, peningkatan permintaan batubara dari China ke Indonesia juga dipengaruhi oleh keunggulan di sisi biaya pengangkutan yang lebih rendah dan lebih cepat dibandingkan dengan negara lainnya.

  Gambar 4.17 Grafik Pangsa Negara Tujuan Ekspor Batubara dan CPO

4.1.7. Industrialisasi Dan Potensi Pengembangan Ekonomi Wilayah

  Pencapaian tingkat industrialisasi pada suatu negara dapat dilihat dari parameter-parameter ekonominasional yang ada. Parameter yang dipergunakan tidak sama untuk semua negara dan hal ini dapat dimengerti karena out put yang dihasilkannya sering tidak menunjukkan kenyataan sebenarnya. Parameter yang dimaksud meliputi sumbangan sektor industri Pencapaian tingkat industrialisasi pada suatu negara dapat dilihat dari parameter-parameter ekonominasional yang ada. Parameter yang dipergunakan tidak sama untuk semua negara dan hal ini dapat dimengerti karena out put yang dihasilkannya sering tidak menunjukkan kenyataan sebenarnya. Parameter yang dimaksud meliputi sumbangan sektor industri

  nilai tambah, serta lain-lain yang dianggap perlu.

4.1.7.1. Kebijakan Pengembangan Industri Pada Masa Reformasi

A. Program Pengembangan Industri

  Pengembangan industri berbeda dengan peride tahun-tahun sebelumnya, dimana program pengembangan ditekankan pada :

  - Pemilihan industri yang memiliki daya saing tinggi diprioritaskan perkembangannya - Menetapkan produk unggulan daerah - Menetapkan industri yang menjadi andalan masa depan

  Dalam rangka membangun industri masa depan yang tangguh dan menjadi andalan, maka pendekatan yang dilakukan adalah : meningkatkan nilai tambah dan produktivitas, pengembangan klaster industri, pembangunan industri yang berkelanjutan dan pengembangan industri kecil dan menengah.

B. Rencana Strategis Pengembangan Industri

  Fokus utama pengembangan jangka menengah dna jangka panjang diarahkan pada pendalaman struktur dan pertumbuhan wilayah industri dengan industri prioritas adalah sebagai berikut :

  a. Kelompok Industri Material Dasar

  Industri ini meliputi industri Besi dan Baja, Industri Pengolahan Semen, Industri Petro Kimia, Industri Keramik dengan pokok pembinaan adalah penerapan dan pengawasan SNI, peningkatan SDM, Corporate Social Responsibility (CSR) sedangkan penerapan ISO masih belum menjadi perhatian.

  b. Kelompok Industri Permesinan

  Industri permesinan meliputi Industri Mesin Listrik dan Peralatan Listrik, Industri Mesin dan Peralatan Umum dengan peningkatan kerjasama dengan luar negeri dalam mencari pangsa pasar, meningkatkan peranan Litbang.

  c. Industri Padat Sumber Daya

  Jenis industri yang dikembangkan diantaranya adalah Industri Tekstil dan Produk Tekstil, Industri Alas Kaki, Industri Berbasis Agro : industri kelapa sawit, industri karet dan barang karet, industri kakao dan coklat, industri kelapa, industri kopi, industri gula, idustri tembakau, industri buah-buhan, industri kayu dan barang kayu, industri hasil laut.

  d. Industri Alat Angkut

  Pengembangan industri ini meliputi penetapan SNI, mengembagkan pasar dalam negeri, pengembangan automotive center yang meliputi : industri kendaraan bermotor, industri perkapalan, industri kedirgantaraan, dan industri perkereta-apian.

  e. Industri Telematika, Elektronika dan Elektronika Profesional

  Pembinaan terhadap industri ini melalui penyempurnaan iklim usaha, promosi investasi keluar negeri, pengembagan R dan D, mengembangkan aliansi strategis MNCS dengan pilihan industri : industri elektronika, industri perangkat keras telekomunikasi, industri komputer dan peralatannya, industri perangkat lunak dan konten multimedia.

  f. Industri Kecil dan Menengah

  Industri ini meliputi IKM Kerajinan dan Barang Seni, IKM Batumulia dan Perhiasan, Industri Garam Rakyat, Industri Gerabah dan Keramik Hias, Industri Minyak Astri dan Industri Makanan Ringan.

  Pilihan pembangunan industri harus berdasarkan keterkaitan kedalaman struktur. Dalam kaitan ini perubahan sistem pemerintahan otonomi daerah beberapa sistem pembinaan harus ditinjau kembali, dimana keterlibatan pemerintah provinsi terbatas sekali, karena semua kegiatan industri yang berada di lokasi tingkat kabupatenkota menjadi porsi kabupatenkota.

4.1.7.2. Pengembangan Industri Dan Kebutuhan Teknologi

A. Industri Dasar Dan Teknologi Maju

  Industri dasar memerlukan teknologi yang jauh lebih baik dari pada teknologi-teknologi yang dikenal selama ini. Industri dasar mengolah bahan mentah bersumber dari sektor primer seperti perkebunan, pertambangan, kehutanan dan lain-lain. Teknologi pengolahannya harus maju, berproduksi massal dengan kecepatan tinggi. Adalah tidak efisien bila industri dasar menggunakan teknologi madya karena pada dasarnya penggunaan teknologi madya ditunjukkan untuk pengolahan industri hilir.

  Teknologi industri dasar sering menghasilkan limbah yang berakibat pencemaran terhadap lingkungan. Limbah dari pabrik baik dalam bentuk cair, padat dan gas dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan.Penggunaan teknologi pada industri dasar harus dipertimbangkan dari sudut proteksi terhadap lingkungan mulai dari penggunaan bahan baku, proses produksi, produk dan limbah. Teknologi tidak hanya dari segi presesinya, kendala dan jenis produksinya tetapi sikap dan proteksinya terhadap lingkungan merupakan pertimbangan yang harus diutamakan.

A. Industri Hilir Dengan Teknologi Madya

  Teknologi harus dengan mudah dapat beradaptasi terhadap lingkungan. Kesesuaian teknologi dengan lingkungan ditinjau dari sikap masyarakat terhadap kehadirannya. Kehadirannya dapat diterima dengan baik sepanjang tidak bertentangan dengan norma-norma masyarakat dan menguntungkan masyarakat. Sebelum teknologi mampu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan seharusnya ada berbagai persiapan yang dilakukan agar tidak sekedar menjadi penonton atau menjadi musuh.

  Teknologi industri hilir mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang relatif banyak. Teknologi ini ada yang ditemukan dalam bentuknya yang canggih sehingga mampu memproduksi dalam jumlah massal, serta mempekerjakan tenaga kerja.

  Akhir-akhir ini jumlah industri kecil dan kerajinan meningkat dalam jumlah yang amat pesat. Penyebarannya tidak hanya terpusat di kota-kota, melainkan menjangkau pedesaan. Industri kecil dan kerajinan mengalami kemajuan baik dalam hal peningkatan produksi. Pengisian komoditin ekspor, pemenuhan kebutuhan konsumsi lokal. Besar kecilnya teknologi dapat disesuaikan dengan tingkat permintaan pasar. Tenaga kerja merupakan variabel terhadap produksi. Oleh karena itu peranan tenaga kerja lebih dominan dibandingkan dengan tenaga mesin. Semakin tinggi permintaan semakin bertambah tenaga kerja dan bila sampai pada tingkat tertentu maka mesin dan peralatan perlu ditambah atau diganti dngan kapasitas yang lebih besar lagi.

  Masalahnya adalah bagaimana mengembangkan teknologi industri hilir lebih jauh sebagai alternatif dari pada teknologi tinggi yang manfaatnya lebih terbatas karena berbagai alasan- alasan lingkungan. Teknologi industri hilir juga sering disebut teknologi madya, untuk membedakan dengan teknologi sederhana (tradisional) yang banyak menyebar di pedesaan atau dalam kota sejak 10 (sepuluh) tahun terakhir.

  Teknologi madya sebenarnya membutuhkan persyaratan yang lebih ketat dibandingkan dengan teknologi tradisional. Teknologi madya dapat dimanfaatkan dalam industri skala besar, menengah maupun kecil. Oleh karena teknologi ini semi modern, maka tingkat pengetahuan pengelolaannya juga harus diatas rata-rata agar perjalanan kehidupan usaha dapat berjalan secara terus menerus. Perbaikan industri dalam skala besar, menengah maupun kecil harus dititikberatkan pada penyediaan modal. Keberadaan industri kecil dan kerajinan dipedesaan dengan teknologi-teknologi tradisionalnya dapat ditingkatkan melalui alih teknologi madya, meskipun untuk tidak dilakukan dengan tergesa-gesa. Pengalihan ini perlu dalam rangka menuju negara industri, hanya saja perlu diperkirakan ada tidaknya faktor-faktor yang mendukung peralihan ini. Artinya bagaimana mengalihkan teknologi tradisional kepada teknologi madya tanpa harus mengorbankan kesetiakawanan sosial.

  Teknologi madya sebagai industri hilir harus mempunyai sifat adaptasi dan prespektif meskipun tidak tertutup sebagai advanced. Walaupun industri hilir menggunakan teknologi maju namun tidak boleh terlepas dari kesesuaiannya dengan lingkungan serta daya proteksinya terhadap lingkungan. Sesuai dengan lingkungan berarti mampu menyediakan sarana kerja terhadap tenaga kerja yang tersedia, mampu mendorong masyarakat lingkungan untuk menjalin kerjasama, baik dalam hal penyediaan bahan mentah maupun sebagai pemenuhan kebutuhan konsumen. Protektif terhadap lingkungan artinya menyediakan alternatif perbaikan lingkungan sejalan terhadap ancaman alam maupun manusia. Peralihan teknologi tidak mudah karena memerlukan berbagai pertimbangan. Sebelum ada peralihan, pola fikir masih mengisi kehidupan dan merencanakan masa depan pendidikan anak-anak. Namun setelah terjadi peralihan, pola fikir harus beralih profesi, padahal tujuan sebenarnya terbatas mengganti peralatan agar lebih produktif, memiliki kualitas yang lebih baik serta memiliki daya saing.

  Alih teknologi pada tingkat lapisan bawah dalam jumlah yang besar bukan hal pekerjaan mudah, akan tetapi harus dilakukan agar sumbangan sektor industri terhadap pendapatan nasional meningkat. Alih teknologi tidak hanya pada insutri besar dan menengah yang mana telah berjalan selama ini, terlepas dari sukses atau tidaknya melainkan pada unit-unit industri kecil mempekerjakan dari 5 orang sampai 100 orang per unit usaha.

  Pembangunan industri skala kecil ternyata lebih memenuhi syarat sebagai penyebaran kesempatan kerja dan rencana industrialisasi tanpa menomor-duakan pembangunan industri skala menengah maupun besar, artinya masing-masing menggarap porsinya sesuai dengan fakta-fakta pendukung yang tersedia. Industri pertambangan, pengolahan logam dan non logam diserahkan pada industri skala besar.

4.1.7.3. Pengembangan Industri Dan Pendidikan Teknologi

  Tujuan pendidikan adalah untuk mendorong dan mengembangkan bakat dan keterampilan dalam meningkatkan industrinya. Pendidikan lebih bersifat memotivasi dan meningkatkan daya kepekaan terhadap perubahan lingkungan dan lebih dari pada itu memberikan pemahaman terhadap tujuan spesifik dan tujuan umum usaha industri.

  Pendidikan juga mengarahkan pada pengenalan instrumen aspek-aspek ekonomis dan finansial suatu usaha sejauh tingkat pendidikannya memungkinkan dalam kemampuan penerimaan. Ada berbagai unsur pendidikan yang diperlukan, meliputi:

  1. Pendidikan Teknologi

  2. Pendidikan Manajemen

  3. Teknik Produksi

  4. Mutu Produksi

  5. Pengelolaan Kredit

  6. Pemeliharaan Mesin

  7. Pemasaran dan lain-lain Arti teknologi adalah mendayagunakan teknologi agar produksi meningkat dan lebih dari pada

  itu penaikan produksi harus disertai pemenuhan mutu dan ketepatan waktu pengerjaan.Pendidikanteknologi praktis harus mampu menjelaskan perbedaan produk produksi teknologi tradisional dan produksi teknologi madya dan penambahan modal serta penggantian teknologi akan meningkatkan profit.

4.1.7.4. Percontohan Teknologi

  Diperlukan pusat latihan praktek untuk memperkenalkan jenis teknologi dari berbagai olahan industri. Teknologi yang sudah direkayasa dan rancang bangun oleh balai pengembangan teknologi sudah teruji dan dipamerkan serta diuji coba dalam pusat latihan percontohan.

  Balai-balai Pengembagan dan Penelitian Teknologi tidak sekedar mengadakan pengujian produk tapi memberikan alternatif bagi pengenalan teknologi baru, pengembangan dan modifikasi.Peralatan teknologi ditempatkan dipedesaan dimana industri kecil dan kerajinan tumbuh dan eksis. Mereka bebas mengoperasikan dan melihat kapasitas yang dihasilkan serta cara kerja termasuk sistem pemeliharaan. Akhirnya mereka tidak asing dengan teknologi tersebut, melainkan adalah sebagai rekan sekerja dimana satu dengan yang lain saling membutuhkan.

  Teknologi tepat guna hendaknya mengarah pada pendayagunaan potensi yang sudah dikembangkan selama ini. Teknologi diberikan dan diperkenalkan sebagai pengganti dari teknologi yang dengan asumsi bahwa pencapaian target produksi harus disertai mutu memadai. Teknologi belum ditunjukkan untuk menggarap komoditi baru atau potensial, melainkan untuk mengolah dan memperbaiki mutu serta meningkatkan produksi. Sejak tahun 1980-an sudah banyak percontohan dibangun pada sentra-sentra industri kecil.

4.1.7.5. Bentuk Industrialisasi Dalam Kebijakan Industri Nasional

  Dewasa ini banyak investor-investor berpindah dari negara Indonesia ke negara lain, karena mereka menghadapi ketidakpastian hukum di Indonesia. Lokasi tempat berdirinya industri bisa diambil alih masyarakat dengan kekuasaan massa. Adanya berbagai unjuk rasa yang tidak pernah berhenti dari hari ke hari menggambarkan bahwa kepastian hukum tidak jelas dan rasa keadilan masyarakat belum bisa diakomodasikan.

  Bentuk dan wujud industrialisasi sudah disajikan arah dan sasaran pada masa orde baru tapi sekarang tidak jelas apakah mengikuti program yang lama atau membuat program yang baru.Program pengembangan industri senantiasa bertitik tolak dari kenyataan berbagai kondisi dan situasi nasional maupun internasional. Pengembangan industri Indonesia telah memperhatikan hal ini dengan menetapkan langkah-langkah prioritas pengembangan untuk diprogramkan pada sektor industri. Pengembangan ini dilaksanakan pada dua puluh tahun terakhir ini dan sejak reformasi ada beberapa perubahan, walau tidak mendasar.

  Langkah pertama adalah pengembangan ekspor hasil industri sebagai pendorong untuk mempercepat pertumbuhan industri, baik dalam industri itu sendiri maupun yang terkait. Program pengembangan ekspor melihat peluang pasar internasional. Dengan demikian mendorong pengusaha industri untuk mengisi peluang tadi. Disini terlihat bahwa pembangunan industri bertitik tolak dari keadaan pasar internasional dan memerlukan berbagai kualifikasi komoditi agar memenuhi syarat sebagai komoditi internasional. Jadi, meskipun tersedia p[eluang harus tersedia pula kemampuan dalam menyesuaikannya dengan mutu internasional apa yang dikenal Internaional Standard Organization (ISO) dimana setiap mutu yang dihasilkan dikaitkan dengan pengelolaan lingkungan. ISO yang dikenal kemudian adalah ISO 14000 dan berbagai numerik ISO lainnya.

  Langkah kedua, penguatan dan pendalaman struktur industri nasional dengan titik berat sejauh mungkin diupayakan terkait dengan sektor pertanian, kehutanan dan pertambangan. Pembangunan industri pada sektor primer pada dasarnya untuk menghidupkan dan mendorong industri hilir. Pendalaman struktur melahirkan cabang-cabang industri sektor pertanian, kehutanan dan pertambangan akan memenuhi kebutuhan masyarakat secara luas, baik secara langsung maupun tidak langsung dan menyediakan bahan baku bagi industri pengolahan.

  Kedua langkah tersebut langsung berhadapan dengan program industrialisasi sebagai alternatif untuk mengatasi berbagai kepincangan struktur pembangunan yang terkait nyata pada tahun- tahun sebelumnya. Maksudnya kepentingan diluar ekonomi dalam program pembangunan industri membawa masalah yang membuat beban industri itu menjadi tambah berat. Dengan langkah-langkah yang diungkapkan diatas kelihatan bahwa aspek ekonomi lebih menonjol dibanding dengan aspek-aspek lain. Penekanan pembangunan dengan aspek lain akan merangsang pertumbuhan secara simultan, karena bila sudah dimulai dari yang satu akan menyusul yang lain. Dengan demikian ketergantungan terhadap komoditi satu atau dua dapat dihindarkan.

  Pola industrialisasi dengan strategi subtitusi impor diawali dengan pembangunan industri hilir. Ini memang cocok sebagai salah satu alternatif memenuhi kebutuhan masyarakat secara langsung. Industri-industri dibangun agar dapat memenuhi permintaan masyarakat luas seperti Pola industrialisasi dengan strategi subtitusi impor diawali dengan pembangunan industri hilir. Ini memang cocok sebagai salah satu alternatif memenuhi kebutuhan masyarakat secara langsung. Industri-industri dibangun agar dapat memenuhi permintaan masyarakat luas seperti

A. Pola Keterkaitan

  Perkembangan industri di Indonesia dapat dilihat pada pertumbuhan industri-industri baru dan pertambahan jenis produksi. Pertambahan jenis produksi dapat diketahui dengan bertambahnya standar industri Indonesia. Pengisian nomor-nomor SII (Standar Industri Indonesia) oleh komoditi industri berarti semakin banyak komoditi industri yang memiliki mutu sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.

  Untuk peraturan dan pembinaan, maka Departemen Perindustrian mengelompokkan industri menjadi 4 (empat) kelompok dasar, yaitu :

  1. Logam Dasar sebanyak 90 jenis komoditi

  2. Kimia Dasar sebanyak 84 jenis komoditi

  3. Aneka Industri sebanyak 2.532 jenis komoditi

  4. Elektronika sebanyak 119 jenis komoditi Struktur industri perlu kokoh, dalam dan kuat. Kekuatan struktur industri ditunjukkan oleh

  pertumbuhan cabang industri dalam negeri dimulai dari bahan baku sampai konsumen akhir. Pertumbuhan komoditi-komoditi cabang industri ditandai dengan pertambahan jenis komoditi. Semakin banyak pertambahan jenis komoditi semakin kuat struktur industri. Dengan adanya deregulasi, beberapa komoditi sektor kehutanan dan pertanian harus diolah sebagian atau menjadi barang jadi baru dapat dilaksanakan perdagangan ekspor.

  Langkah untuk memperkuat struktur industri adalah dengan melakukan pendalaman tiap-tiap komoditi. Semakin banyak jenis industri dihasilkan dari satu komoditi semakin kuat strukturnya. Semakin panjang mata rantai proses yang dihasilkan semakin dalam strukturnya.Proses produksi yang menghasilkan produk-produk ke arah horizontal dikenal dengan Proses Explosive yaitu suatu komoditi menghasilkan bermacam-macam produk dengan sedikit perubahan dalam proses produksi.Dikenal pula dengan Proses Produksi Inplosive yaitu dengan menggunakan berbagai input bahan baku (lebih dari satu jenis) menghasilkan olahan lanjut satu jenis produk.

B. Pusat Pertumbuhan

  Penetapan pemilikan pembangunan industri hulu (dasar) karena produk yang dihasilkan memberikan bermacam-macam fungsi serta mampu meningkatkan kesejahteraan pada tingkat lebih luas, meskipun produksinya memerlukan pengolahan lanjut tapi sebagian fakta menunjukkan bahwa pembangunannya memberikan dampak yang lebih luas.

  Pemilihan industri dasar yang ada di Indonesia pada umumnya berdasarkan kebijaksanaan ekonomi dan berazaskan pemerataan pembangunan, karena itu pertimbangan pemanfaatan sumber daya alam selalu memperoleh prioritas utama. Berbagai industri dasar telah banyak tumbuh menyebar ke berbagai provinsi dengan memanfaatkan sumber daya alam sebagai bahan bakunya seperti gas bumi, tenaga air, pengolahan pupuk, pengolahan semen, pengolahan hasil hutan, pengolahan bahan-bahan tambang, dan lain-lain.

  Produk-produk industri dasar pada umumnya untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti semen, kayu, kertas, gula, dan lain-lain. Masih ada banyak produk-produk industri dasar yang perlu diciptakan untuk menjawab kebutuhan masyarakat yang syarat dengan macam- macam permintaan, tapi berbagai permintaan tersebut belum dapat diwujudkan dalam waktu yang dekat. Ada banyak sumber-sumber daya alam belum tersentuh teknologi, padahal sudah dirasakan manfaat yang diperoleh bila bahan-bahan tersebut mendapat pengolahan semestinya.

  Zona industri adalah pusat pertumbuhan yang mendorong industri di sekitar zona atau kegiatan lain agar dapat tumbuh dengan baik. Pertumbuhan industri atau pertumbuhan kegiatan di luar industri merupakan dampak positif dari pembangunan industri dasar. Sektor industri yang tumbuh akibat pembangunan industri hulu membutuhkan tenaga kerja, teknolgi, modal investasi dan lokasi serta faktor-faktor produksi lainnya.Zona-zona industri perlu terus diisi dengan pengembangan industri dasarkunci serta industri kelengkapannya. Pembangunan zona harus dengan memperhatikan keterkaitan antar berbagai sektor agar zona tidak menjadi pemukiman yang terasing dari lingkungannya. Alasan inilah yang mendorong agar dalam melahirkan kebijaksanaan penetapan zona harus dilakukan dengan selektif dan berwawasan jangka panjang serta menyeluruh.

  Pertanian Peternakan

  Industri Dasar

  Industri Antara

  Perdagangan

  Perikanan Kehutanan Pertambangan

  Gambar 4.18 Keterkaitan Sektor Industri Dasar

C. Industrialisasi Strategi Ekspor Dengan Pola Keterkaitan

  Keterkaitan dapat dikaji dari pendalaman struktur tiap-tiap komoditi. Komoditi yang mempunyai berbagai olahan cabang industri setelah suatu studi detail dipilih jenis cabang yang memiliki prospek ekspor cerah. Setiap jenis cabang olahan sejauh mungin prosesnya didalam negeri. Upayakan untuk menghindari ekspor bahan mentah, apa lagi yang sama sekali belum mendapat sentuhan pengolahan.

  Untuk mengembangkan program keterkaitan diperlukan teknologi yang mempunyai jenis-jenis lebih lengkap karena dengan demikian semakin banyak cabang industri yang dapat diolah. Untuk memperoleh teknologi tersebut dapat dilakukan dengan cara pembelian teknologi yang memerlukan berbagai persyaratan mengikat.

D. Industrialisasi Dengan Strategi Pemenuhan Permintaan Dalam Negeri

  Pertumbuhan industri kecil dan kerajinan pada awalnya merupakan pemenuhan permintaa lokal yang belum dapat disediakan dari luar. Berbagai jenis barang-barang kebutuhan lokal tidak dapat dipenuhi dari luar, baik karena sarana transpor yang terbatasmaupun karena permintaan Pertumbuhan industri kecil dan kerajinan pada awalnya merupakan pemenuhan permintaa lokal yang belum dapat disediakan dari luar. Berbagai jenis barang-barang kebutuhan lokal tidak dapat dipenuhi dari luar, baik karena sarana transpor yang terbatasmaupun karena permintaan

  Industrialisasi dengan strategi pemenuhan permintaan dalam negeri adalah suatu tindakan nyata dan terarah dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat sesuai dengan keperluannya. Oleh sebab itu perludilakukan observasi mengenai kebutuhan masyarakat mulai dari kebutuhan yang paling primer, menyusul tahap berikutnya kebutuhan paling skunder sampai kebutuhan kurang tertier dan seterusnya.Pemenuhan permintaan dalam negeri perlu ditinjau dari sudut kemampuan daya beli. Produksi barang-barang kebutuhan masyarakat tanpa meninjau daya jangkau beli masyarakat itu sendiri akan menjadi beban, sedangkan daya jangkau tergantung pada tingkat pendapatan yang mereka miliki.

  Kondisi kerja dan hak-hak untuk memperoleh kerja harus diciptakan agar mereka bekerja mendayagunakan otak dan tangan secara maksimal. Industrialisasi dengan strategi pemenuhan permintaan dalam negeri adalah membangun pabrik sendiri disertai pertimbangan ekonomi dan teknis. Sektor mana yang paling minoritas untuk segera dipenuhi dan yang paling banyak permintaannya.

  Dalam rangka menyukseskan industrialisasi ada beberapa catatan yang perlu mendapatkan kajian lebih seksama dan yang terutama merumuskan permintaan dalam negeri. Permintaan dalam negeri secara sederhana ditandai dengan masuknya berbagai kebutuhan impor.

  Mengkaji permintaan dalam negeri berarti melihat hilir. Produk-produk yang sangat diperlukan dewasa ini sedang berkembang, sudah berkembang, potensial untuk dikembangkan.

E. Strategi Pilihan Teknologi Dalam Industrialisasi

  Teknologi seharusnya memberi kesejahteraan manusia, memberikan rasa damai dan tenteram serta mendorong masyarakat untuk lebih mendayagunakan sumber-sumber daya alam.

  Tidak semua bidang dapat diselesaikan dengan pertolongan teknologi mdern, karena masing- masing industri memiliki peranannya sendiri-sendiri. Memilih jenis dan skala industri lebih dulu dilakukan sebelum memilih teknologi. Menurut skala ekonomi industri memiliki 3 (tiga) macam skala, yaitu :

  1. Industri dasar atau industri besar

  2. Industri antara atau industri madya

  3. Industri kecil atau industri hilir

  Teknologi Tinggi

  Produk A

  Bahan Mentah

  Produk B

  Teknologi Madya

  Produk C Teknologi Hilir

  Produk D

  Industri Dasar

  Gambar 4.19 Proses Industri Explosive

  Teknologi Madya Bahan Baku A

  Bahan Baku B Bahan Baku C

  Produk Baru

  Bahan Baku D Industri Hilir

  Teknologi Tinggi

  Gambar 4.20 Proses Implosive

  Sebagian besar yang bernama industri kecil dan kerajinan termasuk industri rumah tangga menggunakan teknologi sederhana. Industri ini banyak tersebar dipelosok-pelosok desa maupun dalam kota mengerjakan berbagai pekerjaan industri yang menghasilkan komoditi- komoditi andalan. Industri kecil menggunakan teknologi sederhana mulai dari bahannya, prosesnya dan hasilnya.

  Pengertian teknologi sederhana sebenarnya mencakup pemeliharaan dan perawatan, sistem prosesnya, spesifikasi mesin dan peralatan dan hasil produksi. Produksinya terbatas, mutu yang dihasilkan oleh mesin perlu mendapat perbaikan.

  Ada banyak komoditi-komoditi yang dikerjakan dengan teknologi sederhana, memberikan nilai tambah, menyerap tenaga kerja dan mampu memenuhi permintaan lokal dan sejak 10 (sepuluh) tahun terakhir telah berhasil melakukan ekspor. Dari sini dapat dilihat bahwa berbagai faktor perlu dipertimbangkan dalam memberhasilkan teknologi sederhana melandasi pembangunan industri. Mulai dari aspek tenaga kerja, aspek pemenuhan permintaan lokal, aspek pemanfaatan bahkan dengan jumlah terbatas, aspek keterampilan harus disertai sebagai faktor pemilihan teknologi sederhana.

  Berdasarkan berbagai berwawasan dan pengalaman bekerja pada sektor industri pemerintahan secara kategorial teknologi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

  1. Teknologi Tinggi

  a. Relatif Padat Karya

  b. Efisiensi Tinggi

  c. Penggunaan tenaga kerja yang ahli

  d. Menggunakan power yang cukup tinggi

  e. Sistem proses rumit tapi terpadu

  f. Memiliki prestasi tinggi dengan teknologi teruji

  g. Berproduksi dalam jumlah besar

  h. Dominasi tenaga mesin dan elektronik

  i. Mengolah bahan mentah

  2. Teknologi Sederhana

  a. Dominasi tenaga manusia

  b. Efisiensi relatif

  c. Mengolah bahan setengah jadi

  d. Memenuhi permintaan lokal

  e. Sistem kerja sedehana

  f. Berproduksi dalam jumlah kecil

  3. Teknologi Madya

  a. Padat modal dan padat karya

  b. Mengolah bahan setengah jadi

  c. Menggunakan tenaga kerja relatif lebih banyak

  d. Efisiensi relatif lebih tinggi

  e. Berproduksi dalam jumlah besar dan aneka ragam

  f. Menghasilkan berbagai jenis produk

  g. Menggunakan power yang banyak Berbagai jenis teknologi diperkenalkan sumber-sumber teknologi untuk dipergunakan tapi perlu

  dipertimbangkan kemampuannya adalah menciptakan kemakmuran dengan didampingi dipertimbangkan kemampuannya adalah menciptakan kemakmuran dengan didampingi

F. Industrialisasi Berbasis Kompetensi Inti

  Peran utama kompetensi inti dalam mengembangkan daya saing industri daerah dapat diartikan mempunyai tujuan utama yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah. Keadaan daerah tertentu karakteristiknya hampir sama dengan sebuah negara. Sebagai contoh misalkan negara ada sisi ekspor-impornya terhadap mitra dagang negara- negara lain maka dalam daerah tertentu juga mempunyai sisi ekspor-impor terhadap wilayah tetangga ataupun wilayah lain atau bahkan juga secara langsung melakukan ekspor-impor terhadap suatu daerah dalam negara lain. Selain hal tersebut masih banyak turunan elemen yang terdapat pada sebuah daerah seperti Produk Domestik Regional Bruto, Pengeluaran Pemerintah, Konsumsi, Investasi, dan lain-lain.

  Secara ekonomi makro perhatian utama suatu daerah meliputi tiga hal utama yaitu: pengendalian inflasi, memicu pertumbuhan dan mengurangi tingkat pengangguran. Bila ketiga hal tersebut dapat dilaksanakan dengan baik maka daerah tersebut dapat dikatakan telah membangun perekonomian daerahnya. Pandangan pembangunan ekonomi secara umum adalah tujuan utama dari hampir seluruh negara yang ada di dunia (Ray, 7:2000).

  Berkaitan dengan konteks daerah maka kompetensi inti mempunyai peran penting dalam mengembangkan daya saing daerah. Beberapa peran kompetensi dalam mengembangkan daya saing daerah adalah sebagai berikut:

  1. Kompetensi Inti sebagai Pemacu Kegairahan Perekonomian Daerah. Kegairahan untuk

  memacu perekonomian daerah ini semakin meningkat sejak diterapkannya otonomi daerah. Beberapa bentuk kegairahan ini antara lain adalah keluarnya pembaharuan berbagai peraturan daerah yang sebelumnya dinilai kontra produktif diharapkan dapat mendorong semakin berkembangnya sektor dunia usaha.

  2. Indikator Penentu Keberhasilan Pembangunan di Daerah, Kompetensi yang dipunyai oleh

  suatu daerah diharapkan mampu menjadi indikator penentu keberhasilan daerah. Kompetensi dalam istilah lain yaitu mempunyai kemampuan yang lebih spesifik dalam suatu bidang atau jasa tertentu sehingga dapat menjadi indikator penentu keberhasilan pembangunan industri di suatu daerah.

  3. Bahan Pertimbangan Penentuan Kebijakan Daerah. Kemampuan baik sumber daya alam,

  sumber daya manusia ataupun sumber daya lain yang dimiliki akan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan daerah dengan lebih leluas. Keleluasaan pembuatan kebijakan merupakan potensi salah satu sisi untuk mengembangkan sumber daya manusia ataupun sumber daya lain yang dimiliki akan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan daerah dengan lebih leluas. Keleluasaan pembuatan kebijakan merupakan potensi salah satu sisi untuk mengembangkan

  4. Syarat Berkompetensi, Satu daerah yang mempunyai kompetensi tertentu adalah sebuah

  syarat yang mutlak dipunyai untuk mendapatkan “tiket” dalam kompetensi khususnya dalam memasuki era globalisasi. Kompetensi inti yang terwujud dalam kemampuan daerah yang spesifik akan mudah diterima sebagai mitra usaha.

  5. Jati Diri, Keunggulan yang terdapat pada daerah tertentu secara tidak langsung akan

  melekat menjadi jati diri daerah tersebut. Jati diri ini penting agar mudah dikenal dalam memasuki pasar. Jati diri dapat dilihat karakteristik yang dipunyai oleh suatu daerah, misalnya secara kelembagaan daerah tersebut terkenal dengan kemudahan dalam perijinan usaha. Hal tersebutdapatmenjadipertimbanganbaikbagicalon investor.

G. Industrialisasi Melalui Program Prioritas, Sektor, Dan Komoditas Unggulan

  Program prioritas, komoditas prioritasunggulan, sektor unggulan, tidak sama. Sektor prioritas umumnya ditentukan melalui analisis tabel input-output. Sektor dikatakan prioritas, bila memiliki share yang besar terhadap output, memiliki indek keterkaitan ke depan dan ke belakang yang besar, memiliki indeks pengganda yang besar terhadap penyerapan lapangan kerja, dan indeks pengganda pendapatan yang besar.

  Sedang komoditas unggulan adalah komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dibanding komoditas yang lainnya. Keunggulan komparatif dapat diukur dari aspek biaya produksi, penguasaan teknologi produksi, maupun dari aspek daya dukung sumberdaya alam. Jadi unggul tidaknya sebuah komoditas sifatnya relatif terhadap lokasi.

  Program prioritas ditentukan oleh beberapa indikator, seperti:

  1. Tingkat mendesaknya (bila tidak segera dilakukan kerugiannya akan semakin besar atau

  dampak negatifnya akan semakin besar);

  2. Tingkat penyebarannya (bila tidak segera dilakukan akan berpengaruh luas terhadap aspek

  kehidupan yang lainnya);

  3. Tingkat kegawatannya (keseriusan dampak bila tidak segera dilaksanakan);

  4. Tingkat luasnya dampak (dampak positif bila program dilaksanakan);

  5. Pilihan politik masyarakat.

  Apabila di suatu kabupatenkota, persoalan atau isu strategisnya adalah kapasitas pemerintah, maka program peningkatan kapasitas pemerintah kabupatenkota menjadi prioritas. Kalau angka kematian bayi menjadi isu strategis, maka program peningkatan cakupan air bersih atau program peningkatan pelayanan puskesmas menjadi program prioritas. Terdapat pemahaman yang berbeda mengenai pengertian program prioritas.Di beberapa propinsi program prioritas dipahami sebagai sektor unggulan, sebagai komoditas unggulan, atau sebagai program unggulanprioritas.

  Pada umumnya Program prioritas diartikan sebagai komoditas unggulan. Komoditas dikatakan unggul untuk dikembangkan di kabupaten atau propinsi bila memenuhi syarat sebagai berikut:

  1. Keunggulan Komparatif (SDA, SDM, Lokasi, Budaya-lokal, dll.);

  2. Prospek Pemasaran (permintaan, aksesibilitas, networking, dll);

  3. Investasi (minat investor, iklim investasi, dll);

  4. Sumbangan terhadap PAD;

  5. Sumbangan terhadap masyarakat (pelaku utama pembangunan);

  6. Dukungan stakeholders (Dinas, Instansi, Organisasi Profesi, Pelaku Bisnis, LSM, dan Pihak-

  pihak terkait yang lain);

  7. Kesesuaian terhadap kebijakan daerah (Renstra, Perda, dll);

  8. Dukungan kelembagaanJejaring kemitraan (forum komunikasi, e-government, dll);

  9. Linkages (backward and forwarlinkages) dan multiplier effect (terhadap penciptaan

  kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat lokal). Penentuan sektor unggulan akan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

  1. Aspek kesejahteraan masyarakat:

  a. Pengaruh komoditas terhadap pendapatan masyarakat lokal;

  b. Pengaruh komoditas terhadap pengembangan masyarakat lokal;

  c. Penyerapan Tenaga Kerja.

  2. Aspek Pertumbuhan ekonomi:

  a. Permintaan ekspor terhadap komoditas;

  b. Nilai ekspor per satuan berat;

  c. Peran komoditas tersebut terhadap ekspor; c. Peran komoditas tersebut terhadap ekspor;

  e. Keterkaitan pengembangan komoditas tersebut dengan pengembangan komoditas lain.

  3. Aspek dampak pengembangan komoditas terhadap kelestarian lingkungan:

  a. Laju regenerasi (renewable) dari komoditas yang bersangkutan;

  b. Dampaknegatifterhadaplingkungan.

  4. Aspek pengelolaan komoditas:

  a. Potensi atau peluang skala usaha komoditas;

  b. Ketersediaan prasarana pendukung pengelolaan komoditas;

  c. Dampak pengembangan komoditas tersebut terhadap daya saing wilayah;

  d. Prospek pengembangan komoditas tersebut lebih lanjut.

  Di dalam prakteknya banyak versi atau pandangan untuk memberikan pengertian komoditas unggulan. Pengertian umum komoditas unggulan dapat dilihat dari 2 sisi, yaitu dari (1) sisi permintaan (demand driven) dan (2) sisi penawaran (supply driven). Dari sisi permintaan, komoditas unggulan dapat diartikan bahwa komoditas unggulan merupakan sektorkomoditas yang dapat menggerakan permintaan pasar yang cukup tinggi terhadap pasar domestik maupun manca negara. Sedangkan pengertian sektorkomoditas unggulan dilihat dari sisi penawaran dapat diartikan bahwa sektorkomoditas unggulan adalah sektorkomoditas yang dapat menggerakan penyediaanpenawaran yang tinggi atas sektorkomoditas tersebut.

  Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sektorkomoditas unggulan adalah sektorkomoditas yang mempunyai permintaan pasar yang tinggi dan mempunyai kemampuan untuk menyediakannya dalam jumlah yang banyak.

  Di sisi lain, komoditass unggulan dapat dikenal pula melalui klasifikasi komoditas yang dikembangkan oleh daerah, yaitu: (1) komoditas unggulan, (2) komoditas andalan, dan (3) komoditas binaanpenunjang. Komoditas unggulan adalah komoditas yang paling menguntungkan untuk dikembangkan. Penentuan komoditas unggulan ini dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria: mempunyai prospek pasar, sumber daya alam yang cukup, serta sifat-sifat unggul lainnya seperti luas areal dan kemudahan pengembangannya.

  Komoditas andalan adalah komoditas yang menjadi tumpuan hidup bagi penghasil utama.Komoditas binaanpenunjang adalah komoditas yang dapat dipadukan pengusahaannya dengan komoditas pokok (unggulan) yang dikembangkan disuatu lokasi sentra pengembangan dalam rangka optimalisasi pemanfaatan sumber daya (lahan, tenaga kerja, saranaprasarana) dan peningkatan pendapatan penghasil utama melalui peningkatan produksi maupun keterpaduan pengusahaannya.

  Di lain pihak, komoditas unggulan dapat dilihat dari perspektif waktu pengembangan komoditasnya,terdapat dua macam, yaitu (1) komoditas unggulan, dan (2) komoditas prospektif. Komoditas unggulan adalah komoditas yang berdasarkan peran dan ketersediaan saat ini dapat diunggulkan. Sementara komoditas prospektif adalah komoditas yang saat ini belum berperan atau belum dikembangkan, namun di masa yang akan datang merupakan komodiotas yang dapat diunggulkan.

  Faktor yang lain yang tidak kalah pentingnya dalam penetapan komoditas unggulan adalah minat dan atau komitmen stakeholder untuk mengembangkan komoditas unggulan. Komitmen dunia usaha dan masyarakat ditunjukkan dari minat maupun realisasi investasi yang telah dilakukan terhadap komoditas-komoditas tertentu. Komitmen dan minat investasi dunia usaha dan masyarakat ini menjadi inti dari upaya pengembangan daerah melalui pengembangan komoditas unggulan.

  Komitmen Pemerintah Daerah dalam mengembangkan komoditas unggulan dituangkan melalui program-program pembangunan fasilitas pendukung pengembangan spasial, sektoral mau pun infrastruktur untuk menggiring dunia usaha dan masyarakat dalam kegiatan produksi yang terkait dengan pengusahaan komoditas unggulan.

  Dari berbagai pengertian dan konsepsi komoditas unggulan sebagaimana diuraikan di atas, maka pengertian yang perlu disepakati untuk penetapan komoditas unggulan untuk menentukan kompetensi inti industri di daerah, adalah: (1) Komoditas unggulan adalah komoditas yang memiliki keunggulan sebagai kompetensi inti industri daerah yang diprioritaskan pengembangannya oleh pemerintah daerah untuk mendukung tujuan pembangunan daerah dan (2) Komoditas unggulan adalah komoditas sebagai inti industri daerah yang mempunyai prospek pasar dan ada permintaan pasarnya, yang cocok dikembangkan oleh masyarakat setempat karena kesesuaian sumberdaya, budaya dan teknologi.

  Kriteria komoditas unggulan yang dapat menjadi unggulan kompetensi inti industri daerah secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut: (1) mampu menggerakkan perekonomian wilayah dan mempunyai orientasi ekspor; (2) aspek pengembangan dan pengusahaan komoditas; (3) dukungan dari stakeholder yang terkait dengan pengembangan komoditas tersebut.

  Sementara itu, setidaknya terdapat 10 Klaster yang akan dikembangkan dalam Periode Jangka Menengah tahun 2005-2009, di antaranya yaitu; (1) Industri Makanan dan Minuman, (2) Industri Pengolahan Hasil Laut, (3) Industri Tekstil dan Produk Tekstil, (4) Industri Alas Kaki, (5) Industri Pengolahan Kelapa Sawit, (6) Industri Barang Kayu – termasuk rotan dan bambu, (7)

  Industri Pengolahan Karet, (8) Industri Pulp dan Kertas, (9) Industri Mesin Listrik dan Peralatan Listrik, dan (10) Industri Petrokimia.

  Agar terjadi saling melengkapi (complementary), maka ke-10 kelompok klaster – yang di dalamnya terdapat beragam cabang industri – harus dapat bekerja secara sinergis. Antara industri yang satu dengan industri yang lain, harus dapat saling menunjang. Dengan demikian, pengembangan model klaster untuk mendukung program peningkatan kompetensi inti daerah, harus dapat dikembangkan menjadi proses kegiatan yang saling mendukung untuk mendorong efisiensi dan produktivitas.

  Oleh karenanya, klaster pada konteks pengembangan kompetensi inti industri daerah ini tidak harus berdekatan. Yang paling prinsip dari pembangunan kompetensi inti melalui pendekatan klaster industri ini adalah Bagaimana Industri Penunjang dapat mendukung Industri Inti yang tujuannya untuk meningkatkan keunggulan kompetitif pada masing-masing sektor industri, baik pada industri inti, industri penunjang ataupun industri andalan masa depan.

  Untuk tujuan di maksud, Departemen Perindustrian sebagai salah satu lembaga pemerintah yang bertanggungjawab terhadap pembangunan industri, telah membagi industri menjadi 32 cabang industri yang menjadi prioritas 2005-2025. Ke-32 cabang industri tersebut dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yakni (1) Industri Inti, yang menjadi prioritas 2005-2009, (2) Industri Pendukung, dan (3) Industri Andalan Masa Depan.

  Industri Pendukung terhadap 10 klaster atau Industri Inti, yakni; (1) Industri Baja, (2) Industri Mesin, (3) Industri Peralatan Pabrik, (4) Industri Konstruksi dan Pertambangan, (5) Industri AlatMesin Pertanian, (6) Industri Semen, (7) Industri Elektronika, (8) Industri Keramik, (9) Industri Minyak Atsiri, (10) Industri Kerajinan dan Barang Seni, (11) Industri Batu Mulian dan Perhiasan, serta (11) Industri Gerabah Keramik Hias. Selanjutnya Industri pendukung yang sekaligus sebagai industri andalan masa depan adalah (1) Industri Agro, (2) Industri Alat Angkut, dan (3) Industri Telematika.

  Seluruh industri tersebut, baik industri inti, industri penunjang maupun industri andalan masa depan, oleh Departemen Perindustrian Republik Indonesia sebagaimana Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), akan dibangun dengan pendekatan model klaster hingga tahun 2025.

  Untuk itu, agar terjadi kesinambungan program dan keterpaduan program antara rencana Pemerintah dengan Rencana Tindak Daerah, maka perlu dibangun model Indonesia In- Corporate, yang menselaraskan pembangunan model klaster industri, dari mulai perencanaan, pelaksanaan, monitoring hingga evaluasi dan tindak lanjut perbaikan dan peningkatan kualitas hasil industri, yang basis utamanya adalah bagaimana mendorong terjadinya peningkatan kompetensi inti daerah hingga tingkat terkecil pada struktur pemerintahan.

  Dalam hal ini, Pemerintah Daerah Tingkat II (Kotamadya dan Kabupaten) harus menjadi avant garde (barisan terdepan) dalam mendorong peningkatan kualitas hasil industri melalui pembangunan model klaster industri yang terpadu, saling menunjang dan saling melengkapi ini.

  Adapun model Indonesia In-Corporate yang dimaksud adalah sebagai berikut :

  Kabupaten Kotamadya

  Satu daerah Satu Kompetensi inti Industri

  Gambar 4.21 Model Indonesia In-Corporate Sebagai Basis Keselarasan Program

  Pembangunan model Indonesia In-Corporate yang dikembangkan sebagai basis utama penyusunan program perencanaan, pelaksanaan program, monitoring dan evaluasi hingga tindak lanjut perbaikan dan peningkatan kualitas hasil industri juga dimaksudkan agar terjadi keterpaduan kebijakan, antara garis kebijakan Pemerintah Pusat dengan Rencana Tindak Pemerintah Daerah, sehingga memungkinkan bagi para pelaku usaha pada masing-masing Industri untuk bekerja secara optimal, tanpa harus terkendala oleh berbagai kepelikan regulasi yang selama ini ditengarai sebagai salah satu penyebab terjadinya stagnasi program pembangunan usaha.

  Model Indonesia In-Corporate menekankan pada pembangunan Kabupaten ataupun Daerah Tingkat II lainnya (Kotamadya) sebagai area kerja utama yang menjadi area eksplorasi Model Indonesia In-Corporate menekankan pada pembangunan Kabupaten ataupun Daerah Tingkat II lainnya (Kotamadya) sebagai area kerja utama yang menjadi area eksplorasi

  Melalui pendekatan model ini, diharapkan penggalian produk inti daerah yang akan dikembangkan menjadi produk unggulan yang memiliki daya saing tinggi, akan dapat tercapai secara maksimal. Mengingat pendekatan model ini harus melalui beberapa tahapan yang menjadi persyaratan agar setiap produk unggulan daerah yang akan dikembangkan menjadi produk unggulan berdaya saing tinggi dapat terlaksana secara optimal. Jadi bukan hanya sekedar mencari produk apa yang menjadi keunggulan daerah, tetapi bagaimana merancang agar produk unggulan daerah tersebut dapat bersaing secara kompetitif dan memiliki daya saing yang tinggi, serta bagaimana agar produk unggulan tersebut dapat menjadi produk unggulan yang memiliki nilai tambah.

  Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar suatu produk dapat dikembangkan menjadi produk unggulan yang memiliki daya saing tinggi dan nilai tambah di antaranya adalah:

  1. Akses ke Pasar (Nasional dan Internasional);

  2. Kontribusi ke Stakeholders;

  3. Tidak Mudah Ditiru. Sementara itu, agar sejalan dengan konsep teori sebagaimana dikemukakan oleh Porter, maka

  konsep pembangunan daerah melalui pendekatan model kompetensi inti industri daerah dengan model Klaster Industri ini, harus menitikberatkan pada integrasi yang penuh dari seluruh kegiatan sepanjang mata rantai nilai (value chain), di mana sasaran utama pengembangan klaster industri adalah untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah (added value) sejak dari kegiatan paling hulu sampai kegiatan paling hilir, baik produk manufakturing maupun jasa.

  Upaya peningkatan nilai tambah dilakukan melalui pengitegrasian seluruh dan atau sebagian sepanjang rantai nilai. Secara sederhana, elemen rantai nilai akan melibatkan aktivitas produksi, penelitian dan pengembangan, distribusi dan pemasaran, transportasi (logistik baik ke dalam maupun ke luar negeri), pengembangan teknologi, pembelian, pengembangan SDM dan infrastruktur organisasi.

  Dengan semakin banyaknya jumlah komoditi daerah maka untuk memelihara database kompetensi harus ditunjang dengan aplikasi sistem informasi komoditi daerah yang terintegrasi(komputerisasi).

  Proses penyusunan Sistemnya sendiri di daerah kajian, dimulai dengan pembentukan Tim Penyusun. Tim ini kemudian mengadakan sosialisasi ke seluruh daerah kajian, termasuk mengadakan sejumlah workshop untuk sosialisasi tentang Kompetensi, dan membentuk Expert Group, dimana setiap daerah kajian mempunyai perwakilan di dalamnya.

  Beberapa kendala yang perlu diperhatikan dalam implementasi model kompetensi ini antara lain dibutuhkannya waktu, resources, serta perlunya standarisasi kompetensi untuk pekerjaan yang hampir sama di beberapa depertemen.

  Industri nasional pada saat ini menghadapi tantangan baru dengan kecenderungan menurunnya daya saing industri di pasar internasional. Penurunan daya saing ini terkait dengan tingginya biaya atau kurang efisiennya proses produksi. Masalah biaya industri ini umumnya dikaitkan dengan meningkatnya biaya energi dan ekonomi biaya tinggi terkait dengan layanan birokrasi. Sementara kelemahan struktur industri juga ditunjuk sebagai salah satu penyebabnya. Kelemahan struktur industri ini tercermin dari lemahnya keterkaitan antar industri, misalnya antara industri hulu dan hilir dan antara industri besar dan kecil, belum berkembangnya industri pendukung. Klaster-klaster industri yang belum sepenuhnya terbangun juga merupakan indikator lemahnya struktur industri.

  Kebijakan pembangunan industri jangka menengah saat ini (2010-2014) diarahkan pada pengembangan dan penumbuhan kluster-kluster industri, yang sementara ini berjumlah sepuluh kelompok industri, yaitu: (i) industri makanan dan minuman, (ii) industri pengolahan hasil laut, (iii) industri tekstil dan produk tekstil, (iv) industri alas kaki, (v) industri kelapa sawit, (vi) industri barang kayu (termasuk rotan), (vii) industri karet dan barang karet, (viii) industri pulp dan kertas, (ix) industri mesin listrik dan peralatannya, (x) serta industri petrokimia. Dalam kebijakan pembangunan industri, pengembangan sepuluh kluster industri inti dilakukan secara komprehensif dan integratif, yang didukung secara simultan dengan pengembangan industri terkait (related industries) dan industri penunjang (supporting industries). Dalam pelaksanaannya, pembangunan industri dimaksud seharusnya juga dilakukan dengan sinergi dan terintegrasi dengan pembangunan sektor lain seperti pertanian dan jasa. Dukungan kelembagaan juga harus bersinergi dengan dengan koordinasi kelembagaan terkait seperti BKPM.

  Sebagai bagian kebijakan industri, baik untuk perencanaan maupun pelaksanaanya, telah dibentuk kelompok kerja teknis (working group) di tingkat pusat, propinsi, dan kabupatenkota. Kelompok kerja dimaksud beranggotakan semua stakeholders utama yang terlibat baik dari unsur pemerintah, dunia usaha, maupun lembaga pendukung untuk penelitian dan pendidikan.

  Dengan mempertimbangkan kondisi pembangunan industri, baik di tingkat nasional maupun daerah, dan dalam rangka peningkatan daya saing, maka pembangunan industri dilaksanakan Dengan mempertimbangkan kondisi pembangunan industri, baik di tingkat nasional maupun daerah, dan dalam rangka peningkatan daya saing, maka pembangunan industri dilaksanakan

  Praktek perencanaan dengan dua pendekatan ini tercermin dari pelaksanaan rencana pembangunan industri. Berdasarkan disain nasional, kebijakan industri secara nasional dilakukan dengan menentukan industri prioritas, yaitu dikenalkannya 32 industri prioritas dengan pendekatan kluster. Kemudian, secara bottom up, pemerintah telah secara aktif melakukan sosialisasi dan mengajak daerah berpartisipasi dalam pembangunan kompetensi inti pada setiap daerah prioritas. Penggunaan kompetensi inti dalam pembangunan industri daerah cukup relevan untuk tujuan peningkatan daya saing daerah dan akhirnya juga peningkatan daya saing nasional. Hal ini dapat terjadi mengingat bahwa pendekatan kompetensi inti berusaha mengeksploitasi kelebihan dan keunggulan daerah secara unik. Kompetensi inti didefinisikan sebagai kumpulan ketrampilan dan teknologi yang memungkinkan suatu organisasi dapat menyediakan manfaat tersendiri secara unik kepada pelanggannya. Hal ini diterjemahkan dalam pembangunan industri daerah dengan mencoba melakukan eksploitasi sumberdaya dan kemampuan organisasi secara unik. Keunikan ini merupakan nilai tersendiri yang tidak dimiliki daerah lain, dan oleh karena itu akan menjadi keuntungan bagi daerah yang memilikinya. Penerapan kompetensi inti secara nasional dapat diterjemahkan dengan memperkenalkan satu produk unik pada setiap daerah yang berbeda. Hal ini dilakukan agar seluruh sumberdaya dan kemampuan yang dimiliki daerah tersebut terfokus pada upaya untuk menciptakan kompetensi inti yang bersifat unik.

  Sesuai dengan sumber dan perkembangan konsep kompetensi inti, maka dalam usaha membangun kompetensi inti (baik berupa produk, layanan atau komoditi) seharusnya memperhatikan kriteria-kriteria yang relevan dengan kebutuhan peningkatan daya saing, yaitu keunikan (dan sulit ditiru), kemampuan memberi manfaat lebih, atau kemampuan memberi keuntungan dengan korbanan yang lebih efisien. Pada konteks daerah, pemilihan kompetensi inti seharusnya mempertimbangkan kondisi daerah dengan tetap memperhatikan kriteria persaingan seperti: adanya nilai tambah yang tinggi, adanya sifat yang unik, adanya keterkaitan dan peluang untuk bersaing di pasar luar daerah (bahkan internasional). Dengan kata lain, pemilihan dan penentuan kompetensi inti seharusnya memberi dampak yang besar dalam Sesuai dengan sumber dan perkembangan konsep kompetensi inti, maka dalam usaha membangun kompetensi inti (baik berupa produk, layanan atau komoditi) seharusnya memperhatikan kriteria-kriteria yang relevan dengan kebutuhan peningkatan daya saing, yaitu keunikan (dan sulit ditiru), kemampuan memberi manfaat lebih, atau kemampuan memberi keuntungan dengan korbanan yang lebih efisien. Pada konteks daerah, pemilihan kompetensi inti seharusnya mempertimbangkan kondisi daerah dengan tetap memperhatikan kriteria persaingan seperti: adanya nilai tambah yang tinggi, adanya sifat yang unik, adanya keterkaitan dan peluang untuk bersaing di pasar luar daerah (bahkan internasional). Dengan kata lain, pemilihan dan penentuan kompetensi inti seharusnya memberi dampak yang besar dalam

  Sampai saat ini pembangunan industri masih menghadapi banyak masalah dan kendala. Masalah penurunan daya saing juga tidak terlepas dari belum diterapkannya pembangunan industri berbasis kompetensi secara penuh. Meskipun hal ini hanya salah satu dari beberapa faktor yang mungkin memberi sumbangan terhadap penurunan daya saing, tetapi kompetensi inti sebagai faktor dalam keunggulan bersaing mempunyai nilai tersendiri untuk diperhatikan. Permasalahan tersebut secara singkat dapat dijelaskan berikut.

  Pengembangan kompetensi inti masih banyak menghadapi permasalahan, dan dalam banyak hal konsep kompetensi inti belum diterapkan secara benar dan terintegrasi dalam perencanaan perekonomian daerah. Dalam praktek, konsep kompetensi inti juga masih dipahami secara parsial dengan tanpa mempertimbangankan karakteristik dan indikator-indikator tentang kompetensi inti. Pemahaman konsep yang yang masih lemah ini menjadikan terjadinya peniruan kompetensi inti dari satu daerah terhadap daerah lainnya, tanpa mempertimbangkan kemampuan dan sumberdaya daerah bersangkutan. Kondisi ini salah satunya menyebabkan banyaknya proyek yang gagal di tahap implementasi karena sifatnya yang hanya melakukan replikasi daerah lainnya. Hal ini masih ditambah oleh adanya pendekatan yang bersifat top down dalam menentukan dan mengembangkan kompetensi inti daerah tanpa melakukan verifikasi ke daerah bersangkutan atau masyarakat.

H. Masalah Pembangunan Industri Di Kawasan Ujung Jabung

  Peningkatan daya saing industri telah dilakukan dengan pendekatan kebijakan kluster industri. Pendekatan kluster industri ini didukung oleh diperkenalkannya konsep kompetensi inti yang seharusnya unik untuk setiap daerah, takterkecualibagikawasan Ujung Jabung.Masalah Pembangunan industri terkait dengan kebijakan kluster industri adalah pada praktek kebijakan. Masalah-masalah tersebut dapat diringkas sebagaiberikut:

  1. Penerapan konsep pembangunan industri dengan sistem kluster dengan

  mempertimbangkan kompetensi inti belum dilaksanakan secara konsisten dan terintegrasi dengan pembangunan ekonomi daerah.

  2. Pemahaman tentang kompetensi inti masih bersifat parsial. Pertimbangan karakteristik

  daerah dan penggunaan indikator belum sepenuhnya tercermin dalam pembangunan dan kebijakan industri di daerah

  3. Penerapan konsep kompetensi inti masih belum banyak digali dari kondisi daerah. Dalam

  penerapan konsep masih terdapat penggunaan konsep kompetensi yang meniru dari daerah lain.

  Perkembangan terbaru tentang paradigma perusahaan atau organisasi yang berbasis sumberdaya adalah adanya fokus pada suatu basis, sesuau yang melampaui asset-asset tangible dan intangible, tentang keunggulan berbasis sumberdaya, yaitu kompetensi. Dalam kerangka ini, perusahaan fokus pada kompetensi inti. Suatu kompetensi inti dapat didefinisikan sebagai seperangkat ketrampilan dan teknologi yang terintegrasi. Suatu kompetensi perusahaan bukan suatu hal yang sama dengan ketrampilan individu personelnya, tetapi merupakan integrasi dari ketrampilan-ketrampilan yang ada. Hal ini juga tidak sama dengan sumberdaya, sebab kompetensi lebih merupakan suatu asset. Perusahaan, jaringan distribusi, brand kesemuanya merupakan asset (dan sumberdaya), tetapi mereka bukan merupakan kompetensi inti. Namun demikian, suatu kemampuan khusus untuk mengelola perusahaan, jaringan distribusi, atau brand adalah kompetensi inti.

  Suatu kompetensi dapat disebut kompetensi “INTI” hanya jika memenuhi syarat syarat tertentu. Yang utama, syarat untuk kompetensi inti adalah keterbukaan terhadap pasar baru, kemungkinan-kemungkinan baru, sifat yang adaptif. Manager suatu perusahaan yang memiliki suatu kompetensi inti harus berpikir tentang bagaimana seperangkat ketrampilan yang terintegrasi diterapkan pada domain-domain produk baru. Oleh karena itu pandangan yang berbasis kompetensi berangkat dari fokus pada strategi level bisnis dan mulai menghadapi strategi level korporasi, dan menentukan jenis usaha (bisnis) yang tepat.

  Dalam kajian ini perlu disepakati bahwa KOMPETENSI INTI DAERAH JAMBI adalah:  Adalah keunggulan daerah yang Unik meliputi aspek Ketrampilan Manusia, Sumber Daya

  Alam, Lingkungan, Budaya, dan prospek Pasar, baik untuk produk primer maupun produk olahan

   Kompetensi inti daerah Propinsi Jambi dapat dibedakan atas kompetensi produk primer dan

  produk olahan. Produk primer meliputi aspek Manusia, Sumber Daya Alam, Lingkungan, Budaya, prospek Pasar. Produk olahan meliputi aspek Produk, Eko Wisata, Budaya, Teknologi, Infrastruktur,dan Pasar

  Adapun ciri-ciri kompetensi inti daerah terdiri ini dari 3 yaitu:  Memiliki akses potensial ke berbagai pasar – kompetensi inti daerah harus dapat

  mengembangkan produk atau jasa baru  Kompetensi inti daerah harus memciptakan kontribusi nyata untuk mendapatkan manfaat

  produk akhir.  Kompetensi inti daerah seharusnya memiliki sesuatu yang sulit ditiru oleh kompetitor lain

  daerah lain, dengan kata lain bersifat unik.