Strategi Struktural

B. Strategi Struktural

Ragam atau metode terjemahan merupakan petunjuk teknis yang masih umum. Sedangkan prinsip-prinsip terjemahan merupakan acuan umum. Semuanya itu hendaknya dipertimbangkan pada level keseluruhan teks atau wacana

terjemahan. 17 Tuntunan teknis untuk menerjemahkan kata, kelompok kata atau kalimat-

kalimat dalam suatu teks atau wacana disebut dengan strategi terjemahan. Dalam beberapa literatur terjemahan, sebagian pakar menggunakan istilah prosedur terjemahan (translation procedures) dan teknik terjemahan. Ada dua macam

16 Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia, h. 80. 17 Bentuk-bentuk terjemahan berdasarkan jenis teks yang diterjemahkannya, menurut ‘Abd al-Ghaniy dapat dikelompokkan ke dalam empat bentuk, al-Tarjamah al-Adabiyyah, al-Tarjamah al- Sya’biyyah, al-Tarjamah al-‘Ilmiyyah, atau disebut juga al-Tarjamah al-Sinâ’iyyah wa al-Taqniyyah, al-Tarjamah al-‘Âdiyyah. Lihat, ‘Abd al-Ghaniy ‘Abd al-Rah mân Muhammad, Dirâsah fi Fanni al- Ta’rîb wa al-Tarjamah (Ttp, t.p. t.t.), h. 72-74. Al-Jailâniy menambahkan dua bentuk terjemahan, yaitu al-Tarjamah al-Âliyah dan al-Tarjamah al-Qur’âniyyah. Lihat, Ibrâhîm Badâwi al-Jailâniy, ‘Ilm al-Tarjamah wa Fadlu al-Lughah al-‘Arabiyyah ‘alâ al-Lughât (Kairo: al-Maktab al-‘Arabiyy li al- Ma’ârif, 1997), h. 70-74. Juga Salihen Moentaha mengelompokkan jenis teks ke dalam lima ragam, yaitu: 1) ragam sastra dengan subragam: prosa, puisi dan drama, 2) jurnalistik dengan subragam: oratoria, esai dan artikel, 3) koran/ surat kabar dengan subragam: editorial, headline, iklan, pengumuman, 4) ilmiah dengan subragam: rangkaian ujaran, pola kalimat, nukilan, catatan kaki (footnote) dan 5) dokumen resmi dengan subragam: dokumen undang-undang, dokumen militer, diplomatik dan bisnis. Lihat, Salihan Moentaha, Bahasa dan Terjemahan (Bekasi Timur, Kesaint Blanc, 2006), h. 30.

strategi dalam terjemahan, yaitu strategi yang berkenaan dengan struktur kalimat (strategi struktural) dan strategi yang berkaitan dengan makna (strategi semantis).

Strategi yang dilakukan dalam terjemahan Bsu yang berkaitan dengan struktur kalimat adalah transposisi. Newmark mengemukakan bahwa transposisi

merupakan prosedur atau strategi terjemahan yang berkaitan dengan aspek gramatikal dari BSu ke dalam BSa. 18 Sementara Kridalaksana menganggap

transposisi sebagai proses atau hasil perubahan fungsi atau kelas kata tanpa penambahan apa-apa. 19 Dengan demikian, yang dimaksud transposisi dalam

uraian di sini ialah bentuk-bentuk perubahan fungsi sintaksis dan kategori kata dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia.

Adanya persamaan dan perbedaan fungsi dan kategori sintaksis Bsu dan Bsa telah menjadi acuan utama dalam menentukan pola-pola transposisi dalam strategi terjemahan. Untuk menunjukkan kesamaan pola Bsu dan Bsa, penulis menggunakan tanda = (sama dengan). Sedangkan untuk menunjukkan perbedaan Bsu dan Bsa yang kemudian dilakukan pengalihan fungsi dan kategori, penulis menggunakan tanda →.

Sehubungan data yang hendak dianalisis adalah terjemahan al-Quran Depag RI, maka pola-pola kalimat Bsu yang penulis ambil adalah surah al- Baqarah, kemudian penulis bandingkan melalui persamaan dan perbedaan dengan Bsa. Dari sinilah akan nampak strategi terjemahan strukturalnya baik melalui padanan maupun melalui transposisi atau pengalihan fungsi dan kategori.

1. Padanan Fungsi dan Kategori dalam Strategi Terjemahan Padanan fungsi dalam terjemahan sangat berpengaruh terhadap kemudahan dalam menerjemahkan teks Bsu. Sehingga, jika dilihat dari

bentuk dan formalnya, terjemahan yang muncul seperti terjemahan harfiyah

18 Newmark, Textbook of Translation, h. 85. 19 Kridalaksana, Kamus Linguistik, h. 220.

atau kata demi kata. Adapun padanan fungsi yang penulis peroleh dari terjemahan al-Quran Depag RI adalah sebagai berikut:

a. S + P = S + P

P (Fi+Fa) S (I)

(R)

Padahal // kamu // mengetahui// (KS)

S (N)

P (V)

P (M)

S (I)

Itu // ketentuan Allah//

P (FN) Pola kalimat di atas adalah termasuk kalimat dasar yang paling sederhana (jumlah basîtah) yang terdiri dari S+P. Meskipun terdapat perbedaan dalam kategorinya, Bsu tetap diterjemahkan seperti pola Bsa. Strategi ini lazim digunakan untuk menerjemahkan Bsu yang digolongkan pada struktur jumlah ismiyyah, yaitu klausa atau kalimat yang terdiri dari mubtada` dan khabar baik khabar tunggal seperti contoh (2) pada ayat 187 dan 229 surah al-Baqarah, maupun khabar non tunggal seperti contoh (1) pada surah yang sama ayat 22 dalam bentuk klausa dengan dua

S (N)

kategori, yaitu fi’l dan ism. 20 Pola Bsu S+P sepadan dengan pola S+P Bsa, karena Bsa hanya memiliki satu pola, yaitu S+P, baik dalam kalimat

tunggal maupun kalimat majemuk.

b. S + P + O = S + P + O

O (I) P (Fi+S) S(I) R

20 Ism dalam klausa ini perannya sebagai fâ’il (pelaku). Pelakunya berupa pronomina eksplisit (damîr bâriz).

Allah // mengetahui // orang yang berbuat kerusakan // S (N)

P (V)

O (F)

Contoh ayat di atas terdapat pada ayat 220 surah al-Baqarah. Pola kalimat di atas dapat digolongkan sebagai kalimat lengkap yang terdiri

dari S+P+O dengan struktur kalimat dengan pola jumlah ismiyyah. Predikat Bsu dan Bsa sama yaitu berupa verba transitif aktif, sehingga susunan terjemahannya sepadan, yaitu S+P+O. Perbedaan keduanya terletak pada predikat, yakni predikat Bsu mengandung S implisit berupa

pronomina persona ketiga tunggal yang mengacu kepada S, sedangkan Bsa tidak menyatakannya.

c. P+S=P+S

S (N)

P (F)

Milik // Allah-lah // timur // dan barat P (V) S (N) Contoh di atas terdapat pada ayat 142 surah al-Baqarah. Pola Bsu dan Bsa di atas sama, yakni P+S. Kalimat yang mengikuti pola inilah yang

kemudian dinamakan kalimat inversi. 21 Perbedaan keduanya terletak pada P dan S, yakni P Bsu menggunakan frasa partikel yang terdiri dari partikel

lâm dan nomina Allâh; sedangkan P Bsa menggunakan verba milik. Sebenarnya antara partikel lâm dengan verba milik terdapat kesesuaian makna, karena partikel lâm pada contoh di atas mengandung makna

21 Kalimat inversi adalah kalimat yang P-nya mendahului S. Urutan P-S dipakai untuk penekanan atau ketegasan makna. Kata atau frasa tertentu yang mendahuluinya akan menjadi kata

kunci yang mempengaruhi makna dalam hal menimbulkan kesan tertentu. Contoh: Telah meninggal si A pada jam 22.00 di rumah sakit. Lihat, Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia, h, 146.

kepemilikan (li al-milk). 22 Kemudian, S Bsu menempati pada kata al- Masyriq sedangkan S Bsa menempati pada kata Allah. Untuk

menunjukkan ketegasan makna dalam kalimat inversi di atas, maka partikel –lah diletakkan pada P Bsu yang terdiri dari partikel dan nomina.

Contoh yang sama juga ditemukan pada ayat 284 surah al-Baqarah berikut

ini: ِﺽﺭﹶﺄﹾﻟﺍ ﻲِﻓ ﺎﻣﻭ ِﺕﺍﻭﺎﻤﺴﻟﺍ ﻲِﻓ ﺎﻣ ِﻪﱠﻠِﻟ // Milik Allah-lah apa yang ada di

langit dan apa yang ada di bumi.

2. Transposisi Fungsi dan Transformasi Kategori sebagai Strategi Terjemahan

Penelitian tentang transposisi melalui linguistik komparatif dan kontrastif akan mempermudah penerjemah dalam memilih alternatif struktur

Bsa yang paling tepat dalam mengungkapkan sebuah makna. Prosedur transposisi menjadi lebih penting lagi karena strukturlah yang akan mewadahi padanan-padanan yang dihasilkan oleh prosedur atau strategi terjemahan.

Terjemah al-Quran Depag RI juga sebagai karya terjemahan menggunakan prosedur itu. Berdasarkan data yang dikumpulkan, maka terdapat tiga strategi transposisi dengan pola-pola sebagai berikut:

a. P + S + O → S + P + O

O2

(R) O (I)

S (Fa)+P (Fi)

Mereka // menipu // Allah // dan // orang-orang yang beriman// S (N)

P (V)

O1 (N) KS

O2 (FV)

Pola kalimat Bsu (P+S+O) diubah fungsinya dalam Bsa menjadi (S+P+O). Pola (P+S+O) dalam bahasa Arab dinamakan dengan jumlah fi’liyyah, yaitu stuktur kalimat yang terdiri dari fi’l dan fa’il. Pengalihan

22 Lihat, Muhammad ‘Ali Sultâniy, al-Adawât al-Nahwiyyah wa Ma’ânîhâ fî al-Qurân al- Karîm (Suriah: Dâr al-‘Asmâ`, 2000), h. 13 dan Al-Ghalâyainiy, Jâmi’ al-Durûs al-‘Arabiyyah, jilid 3,

h. 183.

fungsi tersebut dimaksudkan supaya terjemahan berterima maksud yang dikandungnya juga berterima dengan pembaca Bsa. Pengalihan P+S+O → S+P+O ini merupakan suatu keharusan dalam terjemahan, apabila

terjemahan itu tidak sesuai dengan makna atau maksud yang dikandung dalam teks Bsu. Seperti terjemahan ayat di atas: mereka menipu Allah jika terjemahan ini dipadankan dengan teks Bsu-nya maka bunyi

terjemahannya menipu mereka Allah. Terjemahan semacam ini mungkin berterima oleh pembaca Bsa dengan menggunakan intonasi: menipu

mereka, Allah, sehingga makna teks itu “Allah-lah yang menipu mereka”. Dan ini berlawanan dengan makna teks Bsu, yaitu mereka menipu Allah.

b. P+S→P

O (FN) S (Fa)+ P (Fi) Ingatlah // nikmat-Ku//

O (FN)

S+P

Tinggallah // engkau //

Pola kalimat Bsu (P+S) diubah fungsinya dalam Bsa menjadi (P). Pengalihan fungsi itu dilakukan pada kalimat verbal yang menggunakan verba imperatif (fi’l al-amr). Setiap verba imperatif Bsu mengandung S persona kedua, baik persona tunggal, dual maupun jamak. S persona kedua jamak seperti pada ayat 45, yaitu contoh (1) S dieksplisitkan, dan persona kedua tunggal seperti pada ayat 35, yaitu contoh (2) S diimplisitkan.

Persona kedua baik tunggal, dual maupun jamak dalam kalimat verbal imperatif harus dihilangkan dalam Bsa, karena Bsa tidak

memerlukan kehadiran S. 23 Sementara contoh (2) terdapat S secara eksplisit, yaitu engkau tetap dan harus diterjemahkan dalam Bsa, karena

apabila dalam sebuah kalimat atau klausa terdapat dua S, yang satu eksplisit dan yang lainnya implisit maka S implisit yang harus

dihilangkan. Dan inilah yang menurut al-Dîdâwiy disebut al-hadzf. 24 Karena itu, S engkau yang diterjemahkan dalam Bsa adalah S eksplisit

dari kata ﺖﻧﺃ .

c. P+O+S→S+P+O

S O P (Fi) KS

Allah // tidak // menghukum // kamu// ٍS

KS

Pola Bsu ini, sebagaimana yang terdapat pada ayat 225 surah al- Baqarah merupakan pola yang lazim dalam Bsu, dengan syarat O (maf’ûl bih) berupa pronomina persona yang bergandengan dengan verba. 25

Namun, pola tersebut sebaliknya tidak lazim dalam Bsa. Hal itu disebabkan oleh letak O sebelum S, padahal O dalam Bsa selalu

diletakkan setelah P, jika P berupa verba transitif, yaitu verba yang menuntut wajib hadirnya O. 26 Sementara kata sarana negasi selalu terletak

sebelum verba baik dalam Bsu maupun Bsa. Pola demikian dan strategi

23 Anton M. Moeliono (ed.), Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h. 285.

24 Muhammad al-Dîdâwiy, ‘Ilm al-Tarjamah baina al-Nazariyyah wa al-Tatbîqiyyah (Tunis: Dâr al-Ma’ârif wa al-Nasyr, 1992), h. 106.

25 Muhammad Hamâsah ‘Abd al-Latîf, dkk., al-Nahw al-Asâsiy (Kairo: Dâr al-Fikr al- ‘Arabiy, 1997), h. 322.

26 Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia, h. 129.

terjemahan yang sama juga ditemukan dalam ayat lain, seperti pada ayat 204 dalam surah yang sama: ﺎ ﻴﻧﺪﻟﺍ ِﺓﺎﻴﺤﹾﻟﺍ ﻲِﻓ ﻪﹸﻟﻮﹶﻗ ﻚﺒِﺠﻌﻳ ﻦﻣ ِﺱﺎﻨﻟﺍ ﻦِﻣﻭ // Dan di antara manusia ada yang pembicaraanya tentang kehidupan dunia

mengagumkan kepadamu. Bahkan ada pola Bsu yang kedua objeknya didahulukan, sementara subjeknya diakhirkan, tetapi pola terjemahannya yang digunakan adalah S+P+O+O, seperti pada ayat 137 dalam surah

yang sama: ﻪﱠﻠﻟﺍ ﻢﻬﹶﻜﻴِﻔﹾﻜﻴﺴﹶﻓ// maka Allah mencukupkan engkau terhadap

mereka.

d. P + S + Ket + O → S + P + O + Ket

Ket

P + S (Fi+Fa) KS

Dan (Ingatlah) ketika// Kami// membelah //laut // untukmu//

Ket

Contoh di atas adalah ayat 50 surah al-Baqarah. Menurut pola ini, konstruksi Ket dalam Bsu maupun Bsa tidak ada perbedaan, sebab Ket dapat berfungsi menerangkan S, P, O dan Pel serta posisinya bersifat manasuka, dapat di awal, di tengah atau di akhir kalimat. Namun demikian, ketika Bsu menggunakan pola di atas dengan posisi Ket terletak sebelum O, pola tersebut dialihkan dalam Bsa sehingga O terletak sebelum Ket. Sebab letak O selalu di belakang P jika V di dalam kalimat itu verba intransitif, yaitu verba yang menuntut keberadaan O seperti contoh di atas. Demikian pula seperti contoh-contoh yang terletak di dalam surah al-Baqarah ayat 63: ﺭﻮﱡﻄﻟﺍ ﻢﹸﻜﹶﻗﻮﹶﻓ ﺎﻨﻌﹶﻓﺭﻭ // Dan Kami angkat gunung (Sinai) di atasmu; dan 59: ِﺀﺎﻤﺴﻟﺍ ﻦِﻣ ﹰﺍﺰﺟِﺭ ﺍﻮﻤﹶﻠﹶﻇ ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ ﻰﹶﻠﻋ ﺎﻨﹾﻟﺰﻧﹶﺄﹶﻓ //

Maka Kami turunkan malapetaka dari langit kepada orang-orang yang zalim itu.

e. S + (P (aktif) + O + S) → S + P (pasif)

S (Fa)

O (I)+ P (Fi) KS S (N) Klausa

Orang-orang // yang apabila // ditimpa // musibah // S (N)

S (Fa) O (I) + P (Fi) S

(KS) P (Pel)

(R) (Pel) S

Klausa Perkataan yang baik // dan // pemberian maaf // lebih baik // daripada

S (FN)

sedekah // yang diiringi // tindakan yang menyakiti// S (N)

P (V)

Pel. (FN)

Pola kalimat Bsu dan Bsa seperti di atas terdapat perbedaan dari segi jumlah fungsi, yaitu Bsu terdiri dari dua fungsi sedangkan Bsa tiga fungsi. Sebenarnya dua pola Bsu itu adalah pola inti S+P. Hanya pada P tersebut terdiri atas klausa verbal sehingga menjadi S+(P(aktif)+O+S). Pola yang demikian ini dalam Bsu disyaratkan antara S dan P ada relasi makna atau kata yang menghubungkan keduanya, yaitu berupa damîr (pronomina) yang terdapat pada fungsi O. Pola P(aktif)+O+S) bisa berfungsi sebagai P atau tâbi’ (Pel). Lihat contoh berikut:

Dua contoh kalimat di atas jika diterjemahkan menurut struktur Bsu, maka terjemahannya sebagai berikut:

(1) Ini kitab yang membelinya ayahku. (2) Kitab ini mengarangnya Dr. Umar.

Demikian pula terjemahan ayat di atas, terjemahannya sebagai berikut: (1) orang-orang yang apabila menimpa mereka musibah (2) ...daripada sedekah yang mengiringinya tindakan yang

menyakiti. Terjemahan yang mengikuti pola Bsu di atas menurut Bsa termasuk

kalimat yang tidak efektif, karena kejelasan informasi yang diperoleh tidak tepat. Padahal kalimat efektif 27 harus mampu mewakili penulis atau

penutur sehingga pembaca memahami informasi atau pikiran tersebut dengan mudah, jelas dan lengkap. Di antara kriteria kalimat efektif adalah

menggunakan bentuk variasi aktif-pasif. 28 Contoh lain dalam surah al-Baqarah yang terjemahannya sama

dengan cara alih fungsi S + P (aktif) + O + S → S + P (pasif) adalah pada ayat 265: ﹲﻞِﺑﺍﻭ ﺎﻬﺑﺎﺻﹶﺃ ٍﺓﻮﺑﺮِﺑ ٍﺔﻨﺟ ِﻞﹶﺜﻤﹶﻛ // Seperti kebun yang terletak di dataran tinggi yang disirami oleh hujan lebat; dan ayat 266 dalam surah

yang sama: ﺭﺎﺼﻋِﺇ ﺎﻬﺑﺎﺻﹶﺄﹶﻓ // Lalu kebun itu ditiup angin keras.

27 Finoza menjelaskan bahwa kalimat efektif harus memenuhi paling tidak enam syarat, yaitu adanya (1) kesatuan, (2) kepaduan, (3) keparalelan, (4) ketepatan, (5) kehematan dan (6) kelogisan.

Lihat, Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia, h. 147. 28 Kalimat efektif juga mengutamakan variasi bentuk pengungkapan atau gaya kalimatnya.

Variasi itu dapat dicapai dengan menggunakan bentuk inversi, bentuk pasif persona, variasi aktif-pasif dan variasi panjang pendek. Lihat, Mustakim, Membina Kemampuan Berbahasa (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994), h. 107.

Jadi transposisi di sini digunakan untuk menciptakan kalimat efektif, sehingga terjemahan al-Quran berterima dengan struktur Bsa juga berterima oleh pembacanya.

f. P+S→S+P+O

S (I)

P (R+M)

(R)

Dan // setiap umat // mempunyai // kiblat // (KS)

S (M) P (R+I)

(R)

Dan // mereka // mendapat // azab yang pedih // KS

Kedua contoh di atas dalam Bsu dinamakan konstruksi taqdîm dan ta`khîr (anastrophe). 29 Yang dimaksud taqdîm dan ta`khîr di sini adalah

mendahulukan khabar (P) dan mengakhirkan mubtada (S). 30 Pengalihan fungsi tersebut dikarenakan P pada Bsu mengandung frasa partikel, yakni

partikel lâm yang juga termasuk hurûf al-ma’ânî (huruf-huruf bermakna). Dan di antara makna yang terkandung di dalam huruf lâm adalah

kepemilikan dab semi kepemilikan (syibh al-milk). 31 Jika terjemahan itu

29 Taqdim dan ta`khir adalah mengubah posisi kata dalam klausa atau kalimat dengan menyalahi aturan yang baku karena tujuan retorikal. Muhammad Ali al-Khuli, A Dictionary of

Theoretical Linguistics (Beirut: Librairie du Liban, 1982), h. 16. 30 Khabar (P) wajib didahulukan daripada mubtada (S) jika memenuhi empat syarat: (1)

mubtada` berasal dari ism nakirah (nomina indefinitif), (2) khabar diambil dari ism istifhâm (nomina interogatif) (3) mubtada` memiliki damîr yang merujuk kepada khabar dan (4) makna maupun lafal khabar terkandung di dalam mubtada`. Lihat, Al-Ghalâyainiy, Jâmi’ al-Durûs al-‘Arabiyyah, jilid 2, h. 268.

31 Partikel lâm cenderung mengandung makna li al-milk, yaitu huruf lâm yang terletak di

antara dua nomina yang konkrit. Contoh: ﺪﻟﺎ ﳋ ﺭﺍﺪﻟﺍ (rumah itu milik Khalid) atau mengandung makna syibh al-milk (semi kepemilikan), yakni ikhtisâs, yaitu partikel lâm yang terletak sebelum atau di antara dua nomina konkrit, seperti ﺪﻳ ﺰﻟ ﺥﻷﺍ dan istihqâq, yaitu partikel lâm yang terletak di antara antara dua nomina yang konkrit. Contoh: ﺪﻟﺎ ﳋ ﺭﺍﺪﻟﺍ (rumah itu milik Khalid) atau mengandung makna syibh al-milk (semi kepemilikan), yakni ikhtisâs, yaitu partikel lâm yang terletak sebelum atau di antara dua nomina konkrit, seperti ﺪﻳ ﺰﻟ ﺥﻷﺍ dan istihqâq, yaitu partikel lâm yang terletak di antara

yang luwes. Makna partikel lâm dapat dialihkan kepada makna kata verbal seperti mempunyai, memperoleh, mendapat dan berhak.

Contoh lainya yang sejenis dalam surah al-Baqarah seperti pada ayat

200: ٍﻕﻼﺧ ﻦِﻣ ِﺓﺮِﺧﺂﹾﻟﺍ ﻲِﻓ ﻪﹶﻟ ﺎﻣﻭ // Dan di akhirat dia tidak memperoleh

ﻢِﻬﺑﺭ ﺪﻨِﻋ ﻢﻫﺮﺟﹶﺃ ﻢﻬﹶﻟ // Mereka memperoleh

bagian apapun; ayat 277:

pahala di sisi Tuhannya; ayat 286: ﺖﺒﺴﹶﻛ ﺎﻣ ﺎﻬﹶﻟ // Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannnya; ayat 279: ﻢﹸﻜِﻟﺍﻮﻣﹶﺃ ﺱﻭﺅﺭ ﻢﹸﻜﹶﻠﹶﻓ //

Maka kamu berhak atas pokok hartamu.

g. KS + S + KS + P + → S + KS + P

P (Fi+Fa) KS S

KS

Dan // mereka // hanya // menduga-duga // KS

KS

Pola seperti pada ayat 78 di atas merupakan bentuk qasr 32 dalam kajian retorika Bahasa Arab. Di antara kata sarana yang dapat membentuk

kalimat seperti di atas adalah kata sarana negasi seperti ﻥﺇ dan kata sarana eksepsi ﻻﺇ . Kata hanya dalam terjemahan Bsa merupakan makna gramatikal dari dua kata sarana yang tertulis dalam teks Bsu, yaitu ﻥﺇ dan ﻻﺇ. Jadi, penggunaan kata itu merupakan gaya bahasa yang ditampilkan

nomina abstrak dan konkrit, seperti ﷲ ﺪﻤﳊﺍ . Lihat, Sanâ Jihâd, Mu’jam al-Tâlib wa al-Kâtib (Beirut: Maktabah Lubnân Nâsyirûn, 1997), h. 102.

32 Qasr adalah mengkhususkan satu hal terhadap hal lainnya dengan menggunakan cara tertentu. Ada empat cara untuk membentuk kalimat dengan makna qasr, yaitu 1) kata sarana negasi

dan eksepsi, 2) kata sarana empasis ﺎ ﳕﺇ , 3) kata sarana konjungtif ( ﻦﻜﻟ ﻞﺑ , ﻻ , ) dan 4) mendahulukan

lafaz yang seharusnya diakhirkan. Lihat, ‘Ali al-Jârim dan Must afâ Amîn, al-Balâghah al-Wâdihah. Penerjemah Mujiyo Nurkholis, dkk. (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1993), h. 307.

Bsa sebagai padanan gramatikal Bsu. Contoh kalimat serupa yang menggunakan cara itu juga diterjemahkan oleh terjemahan al-Quran Depag RI dengan terjemahan yang sama pada contoh ayat 144 surah Âli

‘Imrân berikut ini:

ﹲﻝﻮﺳﺭ ﺎﱠﻟِﺇ ﺪﻤﺤﻣ ﺎﻣﻭ Dan Muhammad hanyalah seorang Rasul.

Kemudian strategi pengalihan atau perubahan dalam terjemahan al- Quran Depag RI tidak hanya dilakukan pada tataran fungsi sintaksis Bsu dan

Bsa, namun kategori juga bisa dilakukan untuk mendapatkan terjemahan yang adekuat. Pengalihan dari satu kategori ke kategori lainnya disebut dengan

tranformasi. Sebagaimana yang dikemukakan di depan bahwa kategori Bsu dan Bsa dapat dipadankan untuk menjadi instrumen analisis kategori dalam strategi terjemahan al-Quran.

Adapun transformasi yang berkaitan dengan kata adalah kategori. Kategori Bsu yang dapat dipadankan dengan Bsa adalah ism (I) = nomina (N), fi’l (Fi) = verba (V), murakkab (M) = frasa (F), jumlah (J) = klausa (K) dan unsur-unsur Râbit (R) = kata sarana (KS). Untuk memudahkan pemahaman dalam perubahan kategori nanti, penulis cenderung menggunakan istilah kategori Bsa, yaitu N, V, F, K, KS. Dan kategori yang mungkin berkembang adalah F menjadi FN, FV.

Di antara sekian kategori yang berubah menurut terjemahan al-Quran Depag RI adalah sebagai berikut:

1. N→F

Nomina Bsu yang mengandung makna peran (pelaku) biasanya ditambahkan vokal-vokal pada keseluruhan kata dasarnya, seperti ism al-

Fâ’il. Penambahan seperti itu dinamakan transfiks yang banyak Fâ’il. Penambahan seperti itu dinamakan transfiks yang banyak

kâtib diterjemahkan penulis. Namun tidak semua kata dapat diterjemahkan dengan cara itu. Seperti contoh berikut ini:

ﲔِﻘﺘﻤﹾﻟﺍ ﻰﹶﻠﻋ ﹰﺎﹼﻘﺣ = kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa ﲔِﻗِﺩﺎﺻ ﻢﺘﻨﹸﻛ ﹾﻥِﺇ = jika kamu orang-orang yang benar

Munculnya kesulitan untuk menerjemahkan kata-kata seperti yang

bergaris bawah itu dengan cara penambahan pe-, maka perlu dilakukan dengan cara mengubah bentuk dari N ke F. Untuk menandai bentuk kata

indikatif aktif, maka Bsa menambahkannya dengan imbuhan ber- atau imbuhan lainnya yang sama maknanya seperti me-. Sehubungan kata ini nomina ajektival, maka Bsa menerjemahkannya dengan orang yang dengan makna acuannya nama atau benda. Kemudian, untuk menunjukkan

bahwa N Bsu itu bentuk jamak, digunakanlah bentuk reduplikasi 33 dalam terjemahan Bsa-nya, seperti orang-orang. Frasa yang berlaku pada kedua

contoh di atas adalah frasa nominal (FN). Atau N Bsu yang mengandung makna ajektif (sifat), maka N Bsu bisa dialihkan kepada F juga, hanya saja bukan frasa nominal melainkan frasa artikel (FA). Sedangkan N yang mengandung makna sifat-sifat Allah dialihkan menjadi frasa verbal (FV). Contoh:

ﻢﻴِﻟﹶﺃ ﺏﺍﹶﺬﻋ = azab yang pedih ﻢﻴِﻈﻋ ﺏﺍﹶﺬﻋ = azab yang berat ﺮﻳِﺪﹶﻗ = Mahakuasa

33 Reduplikasi ialah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan (seperti meja-meja), secara parsial (seperti lelaki) maupun dengan perubahan bunyi (seperti bolak-

balik). Lihat, Abdul Chaer, Linguistik Umum (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 182.

ﲑِﺼﺑ = Mahamelihat

Atau N yang mengandung makna sifat perbandingan juga dialihkan kepada frasa ajektival (FAdj). Contoh:

ﺪﺷﹶﺃ = (yang) lebih keras

= (yang) lebih baik

= (yang) lebih besar

2. N→V:

Nomina Bsu yang mengandung makna peran (pelaku) sementara dalam Bsa tidak bisa diterjemahkan dengan penambahan pe-, atau dengan

FN seperti di atas, maka N dapat dialihkan kepada kategori V. Contohnya seperti pada ayat 14 dan 30 berikut ini:

ﹶﻥﻮﹸﺋِﺰﻬﺘﺴﻣ ﻦﺤﻧ ﺎﻤﻧِﺇ Kami hanya berolok-olok.

Sungguh Aku hendak menjadikan khalifah di bumi. Pengubahan bentuk nomina Bsu (ism al-Fâ’il) kepada bentuk verba

Bsa (berolok-olok) merupakan upaya penurunan kelas kata. Oleh karena itu, penurunan kelas semacam itu dinamakan denominal, karena berasal

dari kata nominal; dan verba yang dihasilkan dari penurunan itu dinamakan verba denominal. 34

3. V → F:

V Bsu yang di dalamnya mengandung S implisit maupun eksplisit maka V dialihkan kepada F. Contoh:

34 Abdul Chaer, Linguistik Umum, h. 182.

= dan sampaikanlah kabar gembira kepada

orang-orang yang beriman

Pengalihan V Bsu kepada F Bsa seperti di atas disebabkan oleh ketercakupan makna V. Oleh karena itu, frasa sampaikanlah kabar gembira sebenarnya mengandung kata verbal inti, yakni kabarkanlah. 35

Contoh-contoh pengalihan V kepada F banyak ditemukan di beberapa ayat surah al-Baqarah, seperti pada ayat 6, kata verbal andzara (memberi

peringatan) dengan kata inti peringatan; pada ayat 57, 172 dan 254, verba

razaqa (memberi rezeki) dengan kata inti rezeki; pada ayat 54, verba tâba (menerima taubat) dengan kata inti taubat; pada ayat 61, verba istabdala

(meminta ganti) dengan kata inti ganti; pada ayat 89, verba istaftaha (memohon kemenangan) dengan kata inti kemenangan; pada ayat 45, verba ista’âna (memohon pertolongan) dengan kata inti pertolongan; pada ayat 256, verba istamsaka (berpegang teguh) dengan kata inti berpegang; pada ayat 131, verba aslama (berserah diri) dengan kata inti berserah.

4. V (pasif) → V (aktif)

Seluruh V Bsu memang harus sepadan untuk diterjemahkan ke dalam V Bsa, baik V aktif maupun pasif. Namun di dalam surah al- Baqarah terdapat kategori Bsu V (pasif) dialihkan kepada kategori Bsa V (aktif). Contoh:

= dan orang-orang yang mati

= tetapi barang siapa memperoleh maaf