Persepsi Masyarakat Penyintas Gunung Sinabung terhadap Relokasi Pemukiman Baru

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2007. UURI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723

Buku Cetak

Arikunto, Suharsimi. 2005. Manajemen penelitian: Rineka Cipta

Arif, M. 2008. Metodologi penelitian Sosial. Medan: Fisip Usu Pers

Budihardjo, Eko. 2009. Perumahan dan Pemukiman di Indonesia. PT. Alumni: Bandung

Bungin, Burhan.2007.Penelitian Kualitatif. Jakarta:Kencana

Bungin, Burhan.2009. Metodologi penelitian kuantitatif.Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Hidayati, Deny, dkk. 2008. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Dalam Konteks

Bencana Alam di Kabupaten Cilacap

Narwoko, Dwi J. dan Suyanto Bagong. 2004. Sosiologi; Teks Pengantar dan

Terapan, Edisi ke-3. Jakarta: Kencan Prenada Media Group

Nawawi, Hadari dan Hadari Martini.2006.instrument penelitian bidang sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Ritzer, Geroge.1992.Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda.Jakarta: Rajawali pers


(2)

Sugiyono.2010. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D.Bandung:Alfabeta

Thoha, Miftah.1992. Prilaku Organisasi Konsep Dasar dan

Aplikasinya.Jakarta:Rajawali Pers

Tjetjep.Wimpy S. 2002.Dari Gunung Api hingga Otonomi Daerah.Jakarta:Yayasan Media Bhakti Tambang

Setiadi, Elly M dan Usman Kolip.2011. Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta

dan Gejala Permasalahan Sosial. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group

Sumadi, Suryabrata. 2002. Metode penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Boy, Kadri, dkk. 2014. Jokowi: Relokasi Harus Dimulai. Koran Sindo: http// Website

Harliani, Fanni. 2014. Persepsi Masyrakat Kampung Cientung, Kabupaten Bandung tentang Rencana Relokasi Akibat Banjir. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota volume 25, no 1 hlm 35-58..

Pandego, Ki Jati. 2012. Kajian Relokasi Pemukiman Pasca Bencana Banjir Lahar Dingin (studi kasus masyarakat Sempadan). Jurnal Skripsi. Yogyakarta: Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UGM. http://resipotory.ugm.ac.id , diakses pada tanggal 2 November 2014

Susethia, Harry. 2005. Relokasi Pemukiman Pasca Benca Gempa Tsunami dan Gelombang Tsunami di Kelurahan Kota Atas Sabang. Skripsi. Semarang:


(3)

Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Univeritas Diponegoro. http:// (diakses pada tanggal 24 Oktober 2014)

Suhardjo, Dradjat. 2010. Regulasi Pemukiman Pasca Bencana Merapi di Bantaran Kali Code. Jurnal Skripsi. Jakarta: Jurusan Teknik Sipil, FTSP, Universitas Islam Indonesia. 2014

http://malhadi-mglenaldi9f.blogspot.com/2012/11/pengertian-mitigasi.html diakses 4 maret 2015


(4)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Metode kombinasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dominant-less design (Cresweel: 1994), dimana pendekatan kualitatif dijadikan sebagai dominant (qualitative-dominant), sedangkan pendekatan kuantitatif dijadikan sebagai less dominant (quantitative-less dominant). Selanjutnya juga dikatakan apabila metode-metode kuantitatif menjadi penunjang bagi metode kualitatif maka metode kuantitatif cenderung mengisi tiga fungsi, dimana salah satu fungsinya yaitu kuantitatif dapat memberikan landasan bagi sampling kasus-kasus dan kelompok-kelompok pembanding yang membentuk studi intensif. Data yang secara statistik representative memungkinkan peneliti untuk memutuskan apakah perlu membuat sampel kasus-kasus dengan kriteria representative atau kriteria lain.

Pendekatan kualitatif yang menekankan pada prosesual dimaksudkan agar penelitian dan proses penelitian tidak terjebak pada kerangka pemikiran teoritik yang kaku dan bersifat stereotif. Dengan penekanan pada proses, maka penelusuran data dan informasi secara diakronik akan dilakukan untuk mengetahui dan memahami secara runtun. Penelitian kualitatif ini digunakan dengan metode pendekatan studi kasus (case study), pendekatan studi kasus dimaksud untuk memberikan satu kasus yang menjelaskan secara mendalam, intensif, dan mendetail


(5)

serta memperoleh informasi tentang Presepsi Masyarakat Korban Gunung Sinabung terhadap Relokasi Pemukiman Baru. Tujuan dari penelitian kasus adalah untuk mempelajari secara intensif latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan sesuatu unit sosial baik individu maupun kelompok lembaga atau masyarakat (dalam Sumadi, 2002).

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah Universitas Karo yang berada dikabupaten Karo. Alasan pemilihan lokasi tersebut adalah

1. Terdapat pengungsi yang berada di lokasi tersebut yang berasal dari Desa Sukameriah. Dimana Desa Sukameriah menjadi desa yang akan direlokasi oleh pemerintah.

2. Adanya kemudahan akses bagi peneliti untuk menuju lokasi daerah tersebut.

3.3 Unit Analisis Dan Informan 3.3.1 Unit analisis

Unit analisis adalah hal-hal yang diperhitungkan menjadi suatu subjek penelitian atau unsur yang menjadi fokus penelitian (dalam Bungin, 2007). Keseluruhan data yang diperoleh akan menjadi dasar dalam memperoleh jalinan hubungan dan kaitan masalah sehingga memudahkan untuk dianalisis. Adapun yang menjadi unit analisis dalam subyek penelitian ini adalah seluruh penyintas Gunung Sinabung dan juga Pemerintah Setempat yang tinggal di Desa Sukameriah Kecamatan Payung Kabupaten Karo.


(6)

3.3.2 Informan

Informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian (dalam Bungin, 2007). Informan ditentukan dengan teknik purposive sampling, purposive sampling yang dimaksud adalah digunakan pada penelitian-penelitian yang lebih mengutamakan tujuan penelitian dari pada sifat populasi dalam menentukan sampel penelitian. Adapun karakteristik informan adalah Pengungsi hunian sementara di Universitas Karo asal Desa Sukameriah kecamatan Payung Kabupaten Karo dengan teknik purposive sampling diperoleh 24 orang informan. Dan sumber informasi ada 3 orang.

3.4 Populasi dan Sampel 3.4.1 Populasi

Populasi adalah totalitas dari semua objek atau individu yang memiliki karateristik tertentu, jelas, dan lengkap yang akan diteliti (dalam Iqbal Hasan, 2002). Populasi dalam penelitian ini adalah para pengungsi yang berada hunian sementara di Universitas Karo dan sekarang sudah direlokasi ke Desa Siosar jumlahnya 128KK, namun yang menjadi informan 22KK namun 6KK status sebagai janda atau tidak memiliki suami. Sehingga total orang sebagai 38orang.

3.4.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu yang juga memiliki karateristik tertentu, jelas, dan lengkap yang dianggap bisa mewakili populasi. Sampling dilakukan karena dalam penelitian sulit untuk


(7)

meneliti semua populasi. Untuk menentukan jumlah sampel dari populasi yang ada, maka peneliti menggunakan teknik penarikan sampel yaitu purposive sample (sampel bertujuan/sampel pertimbangan) yaitu yang dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan berdasarkan atas srata, random atau daerah tetapi berdasarkan atas adanya tujuan tertentu (dalam Arikunto, 2010).

Dalam penelitian ini karena populasinya dibawah seratus, maka semua populasi di jadikan sampel atau disebut dengan total sampling. Dimana sampel dalam penelitian ini ditujukan kepada kepala keluarga dan ibu rumah tangga yang keseluruhnya berjumlah 38 orang. Inilah yang dijadikan sampel dalam penelitian ini.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik-teknik sebagai berikut:

1. Data primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber informan yang ditemukan di lapangan. Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan data primer ini adalah dengan cara:

1) Observasi

Observasi adalah pengamatan secara langsung terhadap objek yang diteliti untuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai objek penelitian artinya disini peniliti ikut terjun ke lapangan untuk memahami fenomena yang ada di lapangan. Dalam penelitian ini, peneliti langsung mengamati ke lapangan


(8)

yaitu Desa yang hancur akibat Gunung Sinabung meletus dan juga tempat pengungsian masyarakat korban Gunung Sinabung . Data yang diperoleh melalui observasi ini terdiri dari rincian tentang kegiatan, prilaku, tindakan orang secara keseluruhan interaksi personal dan proses penataan yang merupakan bagian dari pengalaman manusia yang dapat diamati. Hasil observasi ini kemudian dituangkan dalam catatan lapangan.

2) Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam merupakan salah satu proses tanya jawab yang dilakukan peneliti terhadap informan penelitian. Hal ini dilakukan untuk mengali informasi mengenai permasalahan penelitian mendalam.Faisal menyatakan bahwa wawancara mendalam diperlukan untuk mendapatkan data secara mendalam, lengkap dan rinci dari informan.Wawancara dilakukan dengan memberikan pertanyaan kepada informan secara lebih spesifik dengan panduan Interview guide. Wawancara dengan interview guide dilakukan dengan melakukan tanya jawab oleh peneliti dengan informan mengikuti pedoman pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu sebelum dilaksanakan (dalam Nawawi. 2006).

3) Kuesioner

Kuesioner adalah penelitian yang mengumpulkan data yang dilaksanakan dengan menyebarkan angket yang berisi daftar pertanyaan secara tertulis yang ditujukan kepada subjek atau responden penelitian.

2.Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian atau sumber data lain. Data sekunder dalam penelitian ini adalah


(9)

dokumentasi. Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang secara tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian, melalui dokumen yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Dokumen disini dapat berupa surat kabar, majalah, internet, jurnal dan bentuk dokumen lainnya yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti.

3.6 Interprestasi Data

Menurut Bungin (2008), analisis data adalah proses menganalisis suatu fenomena sosial dan memperoleh gambaran yang tuntas terhadap proses tersebut dan kemudian menganalisis makna yang ada dibalik informasi, data dan proses suatu fenomena sosial.

Analisis data ditandai dengan dengan pengolahan dan penafsiran data yang diperoleh dari setiap informasi baik secara pengamatan, wawancara ataupun dengan catatan-catatan lapangan, dipelajari dan ditelaah kemudian tahap selanjutnya adalah mereduksi data yaitu melalui pembuatan abstraksi yang merupakan usaha membuat rangkuman inti. Langkah selanjutnya adalah menyusun data-data dalam satuan-satuan. Satuan-satuan itu, kemudian dikategorikan. Berbagai kategori tersebut, dikaitkan satu dengan yang lainnya dan diinterprestasikan secara kualitatif, yaitu proses pengolahan data dimulai dari tahap mengedit data sesuai dengan pokok permasalahan yang diteliti, kemudian diolah secara deskriptif berdasarkan fenomena yang di lapangan.


(10)

3.7 Jadwal Kegiatan

Jadwal Kegiatan dan Laporan Penelitian

No Jenis Kegiatan Bulan Ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra Observasi

2 Penyusunan Proposal Penelitian √ √

3 Seminar Penelitian √

4 Revisi Proposal Penelitian √

5

Penyerahan Hasil Seminar

Proposal √

6 Operasional Penelitian √ √ √ √

7 Bimbingan √ √

8 Penulisan Laporan Akhir √


(11)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRESTASI DATA PENELITIAN 4.1 Deskripsi Lokasi Pengungsi Asal Desa Sukameria

Desa Suka Meriah sebagai salah satu desa yang terkena dampak langsung yang ditimbulkan oleh meletusnya Gunung Sinabung. Desa Suka Meriah merupakan salah satu desa yang terkena dampak erupsi Gunung Sinabung, yang mana masyarakatnya harus diungsikan kebeberapa titik pengungsian yang berada di Kabanjahe dan sekitarnya. Dimana sejak 15 September 2013, sebanyak 408 jiwa warga Desa Suka Meriah harus direlokasi ke tempat yang aman. Salah satunya di Universitas Karo. Dimana ada 22 KK pengungsi yang berasal dari Desa Suka Meriah, mengungsi di Universitas Karo.

Unversitas karo dahulunya merupakan salah satu universitas yang berada di Kota Kabanjahe. Pada awalnya Universitas Karo didirikan oleh Yayasan Karo Simalam yang diprakasarsai beberapa tokoh masyarakat karo pada tahun 1986. Namun saat ini Universitas Karo sudah berganti nama menjadi Universitas Qualiti dan lokasi yang sekarang sudah berpindah menjadi di Jalan Jamin Ginting, Desa Laugumbah. Dengan perpindahan tempat tersebut, lokasi Universitas Karo yang sebelumnya tidak digunakan lagi, sehingga dijadikan sebagai salah satu posko untuk pengungsian.

4.1.1 Kondisi dan Letak Geografis Desa Suka Meriah

Desa Suka Meriah yang berada di ketingginan 1.104 meter dari permukaan laut, merupakan salah satu dari 29 desa yang terkena dampak langsung dari


(12)

bencana Gunung Sinabung. Lokasinya berada di Kecamatan Payung. Luas daerah Desa Suka Meriah yaitu 2,50 Kilometer.

Dari segi administrative pemerintahan, Desa Suka Meriah terletak di Kecamatan paying yang berbatasan langsung dengan:

a. Sebelah utara : Kecamatan Tiganderket dan Naman Teran b. Sebelah Selatan : Kecamatan Munte

c. Sebelah Barat : Kecamatan Tiganderket d. Sebelah Timur : Kecamatan Simpang Empat

Jarak dari Desa Suka Meriah ke Kantor Kecamatan Sipayung yaitu 6 KM. jika ditempuh menggunakan sepeda motor membutukan waktu 30 menit dan jika berjalan kaki membutuhkan waktu 1 jam untuk sampai ke Kecamatan Sipayung.

4.2 Deskripsi Lokasi Desa Siosar

Pada awalnya Desa Siosar merupakan hutan lindung tusam, dengan adanya bencana meletusnya gunung Sinabung Pemerintah membutuhkan pemikiran yang cepat untuk para penyintas gunung Sinabung agar memiliki tempat tinggal yang tetap. Sehingga pemerintah cepat mengambil keputusan dengan membelah hutan lindung tusam Siosar, agar bisa menjadi tempat tinggal para penyintas gunung Sinabung untuk jangka panjang. Pemerintah membuat tempat tinggal permanen yang sudah disertifikat namun tidak bisa dijual kecuali diberikan kepada keturunannya bagi para penyintas gunung Sinabung, dan pemerintah juga memberi lahan pertanian hak pakai hanya 20tahun bagi para penyintas gunung Sinabung.


(13)

Sebagai desa baru, desa Siosar ini cukup jauh dari pemukiman warga dan udaranya masih sejuk jauh dari volusi sehingga para penyintas nyaman senang tinggal dipemukiman baru yaitu Desa Siosar. Desa Siosar jarak yang terdekat dengan pemukiman ialah Desa Kacinabun, jarak Desa Siosar dari Desa Kacinabun 7KM. Jarak pusat Kota Kabanjahe dengan Desa Siosar 18KM (Uspan Siregar Koramil Tigapanah).

Saat penelitian ini dilakukan jumlah rumah 128 dan seluruh rumah sudah ditempati oleh para penyintas Gunung Sinabung khususnya Desa Sukameriah. Sebagai desa baru sarana prasarana belum seluruhnya ada. Pada penelitian ini sedang dilakukan pasilitas yang ada ialah masjid 60% sudah dalam pembangunan, lapangan bola poli, sekolah dasar 10% sudah dalam pembangunan, listrik, air bersih yang disalurkan kesetiap rumah warga, balai desa (jambur) 40% sudah dalam pembangunan, gereja, transportasi yang masih disediakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana.


(14)

Tabel 1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

NO Jenis Kelamin Frekuensi Presentase

1 Laki-Laki 213 49

2 Perempuan 210 51

Jumlah 423 100

Sumber: Data Statistik Kecamatan Payung 2014

Berdasarkan table 1, dapat dijelaskan bahwa jumlah penduduk Desa Suka Meriah sebanyak 423 Jiwa, yang terdiri atas 213 jiwa jumlah penduduk laki-laki dan 210 jumlah penduduk perempuan.


(15)

Tabel 2. Komposisi Penduduk Desa Suka Meriah berdasarkan Agama

NO Agama Frekuensi Presentase

1 Islam 170 40

2 Protestan 253 60

Jumlah 423 orang 100

Sumber: Data Statistik Kecamatan Sipayung 2014

Berdasarkan tabel 2, dapat dijelaskan bahwa komposisi penduduk berdasarkan agama di Desa Suka Meriah terbagi atas dua kelompok agama, yang terdiri atas 253 orang beragama Kristen Protestan dan 170 orang beragama Islam. Hal ini juga menunjukkan toleransi keberagaman agama di Desa Suka Meriah.


(16)

Tabel 3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan

NO Pekerjaan Frekuensi Presentase

1 Pertanian 350 97

2 Wiraswasta 5 1

3 PNS 7 2

Jumlah 362 100

Sumber: Data Statistik Kecamatan Payung 2014

Dari table 3, dapat dijelaskan bahwa sebanyak 350 orang atau 97% masyarakat yang tinggal di Desa Suka Meriah berprofesi sebagai petani. Hal ini juga didukung kondisi lahan pertanian yang sangat subur Desa Suka meriah. Komoditas utama masyarakat Desa Suka Meriah adalah sayuran. Selain itu ada 7 orang masyarakat yang berprofesi sebagai PNS dan 5 orang masyarakat berprofesi sebagai wiraswasta.

4.3 Identitas Responden

Responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa Suka Meriah yang mengungsi di Universitas Karo yang dapat dikategorikan sebagai berikut:


(17)

4.4 Profil informan

1. Nama : Herlina Br. Ginting

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 48 Tahun

Agama : Kristen

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Petani

Ibu Herlina Br. Ginting merupakan seorang ibu rumah tangga, dimana selain ibu rumah tangga ibu Herlina bekerja sebagai seorang petani. Ibu Herlina memiliki seorang suami yang berkerja sebagai petani dan ibu Herlina memiliki 3 orang anak. Untuk luas lahan pertanian ibu Herlina dengan suaminya memiliki luas 1 Hektar lahan sayur mayur dan kopi.

Sebelum terjadi bencana meletusnya gunung Sinabung ibu Herlina masih bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari dan bisa memenuhi kebutuhan anak sekolah dari hasil tanaman sayur-mayur dan tanaman kopinya. Ketika meletus gunung Sinabung, keluarga ibu Herlina diharuskan meninggalkan desa Sukameriah sehingga keluarga ibu Herlina mengungsi, ibu Herlina merasa sedih meninggalkan desa kelahirannya tetapi situasai yang mengharuskan keluarga ibu Herlina meninggalkan desa kelahirannya, meletusnya gunung Sinabung ibu Herlina tidak memiliki harta benda karena semua harta benda ibu Herlina tidak ada yang terselamatkan saat bencana terjadi. Ibu Herlina serta keluarganya menggungsi di


(18)

Universitas Karo dan tinggal diruangan di dalamnya ada banyak kepala rumah tangga mengakibatkan ibu Helina dan keluarganya tidak merasa nyaman tinggal dipengungsian didukung dengan tidak adanya perkerjaan yang tetap dan penghasilan tidak menetap. Ibu Herlina mencoba sabar dengan keadaan yang ada dipengungsian, dan ibu Herlina dan suaminya mencari perkerjaan berkerja keladanng orang, dengan berkerja keladang orang ibu Herlina dan suaminya bisa mendapatkan penghasilan yang tidak pasti, kadang-kadang ada yang memanggil berkerja keladang kadang-kadang hanya mojok-mojok di pengungsian. Ibu herlina dan keluarganya tetap bertahan di pengungsian Universitas Karo karena tinggal di situ masih bisa menerima bantuan dari dermawan sekali-sekali dan tinggal di Universitas Karo keluarga ibu Herlina bisa lebih irit dalam hal uang kontrakan rumah. Tinggal di Universitas Karo kami hanya membayar uang listrik itu pun kami bagi-bagi membayarnya. ibu Herlina Bantuan dari pemerintah serta para dermawan cukup mengurangi penderitaan ibu Herlina dan suaminya. Meletusnya gunung Sinabung ibu Herlina tidak memiliki tempat tinggal dan perkerjaan yang pasti, kondisi yang demikian sangat memprihatikan bagi ibu Herlina. Maka dari itu, pemerintah merelokasi para pengungsi termasuk ibu Herlina serta keluarga ke Siosar. Ibu Herlina serta keluarganya sangat suka tinggal dipemukiman barunya dan ibu Herlina merasa senang diberi rumah dan lahan pertanian oleh pemerintah. Kami semua masyarakat yang tinggal di Siosar ini menikmati permukiman baru kami, selama kami disini tidak ada pernah konflik.


(19)

1. Nama : Pengidahen Br. Sitepu

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 46 Tahun

Agama : Kristen

Pendidikan : SMA

Perkerjaan : Petani

Ibu Pengidahen Br. Sitepu merupakan seorang ibu rumah tangga, dimana selain ibu rumah tangga ibu Pengidahen bekerja sebagai seorang petani. Ibu pengidahen memiliki seorang suami yang berkerja sebagai petani dan ibu pengidahen memiliki 2 orang anak. Untuk luas lahan pertanian ibu Herlina dengan suaminya memiliki luas 1 Hektar lahan sayur mayur dan kopi.

Sebelum meletus gunung Sinabung Ibu Pengidahen masih bisa mencukupi kebutuhan hidup serta bisa memenuhi kebutuhan anak sekolah dari hasil tanaman sayur-mayur dan tanaman kopinya. Ketika meletus gunung Sinabung, keluarga ibu pengidahen diharuskan meninggalkan tempat desa kelahirannya. Gara-agar erupsi gunung Sinabung ladang ibu Pengidahen yang akan panen tidak bisa dipetik hasilnya, semua sayur-mayur rusak akibat terkena debu vulkanik. Meletus gunung Sinabung ini tadi, kami pun semua anak Desa Sukameriah harus mengungsi, kami semua merasa sedih meninggalkan tempat lahir tapi kemana lagi dibuat di tahankan pun tinggal disitu yang ada nanti semua kami bisa mati karena meletus gunung Sinabung. Ladang dan rumah ibu Pengidahen sudah tertanam abu vulkanik. Kalau sekarang beginilah kehidupan kami di pengungsian ini menderita, gak ada lagi


(20)

ladang ibu Pengidahen yang bisa di kerjakan. Kalau dulu waktu ibu Pengidahen tinggal di Desa keladang cuman tahu kerja, keladang ibu Pengidahen melihat tanamannya dan merawatnya agar bisa mendapatkan hasil yang memuaskan. Dengan kondisi yang bersempit-sempitan tinggal satu ruangan ada beberapa kepala keluarga ibu Pengidahen tidak merasa nyaman tinggal dipengungsian, serta ketika berbagi air atau mandi kadang-kadang ada konflik kecil tentang pembagian barang dari dermawan serta berebutan air bersih. Denga kondisi seperti ini pemerintah mengambil tindakan dengan merelokasi kami pengungsi desa Sukameriah ke Siosar. Ibu Pengidahen sangat nyaman tinggal di Siosar, udaranya sangat dingin dan sejuk. Kalau disini tidak ada pernah ada konflik, mengerjain perkerjaannya masing-masing keladang. Kalau ada waktu kosong ibu Pengidahen serta masyarakat ngumpul tah dirumah siapa nanti ditunjuk disitu kami makan sirih sambil mengobrol-ngobrol dan membuat kue. Disini tinggal sudah enak di sediakan semua oleh pemerintah, diberi pemerintah rumah yang sudah disertifikat ukurannya 6X6 tapi tidak boleh dijual kecuali diberi kepada anak kita atau keturunan, uang prabot rumah 3juta KK, listrik, air bersih, lahan pertanian kami pun diberi per-KKnya setengah hektar tetapi hak pakai selama 20 tahun.


(21)

Tabel 4. Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No Kategori Frekuensi Presentase

1 Laki-Laki 16 orang 43

2 Perempuan 22 orang 57

Jumlah 38 orang 100

Sumber Kuesioner, Agustus 2015

Akibat erupsi Gunung Sinabung, masyarakat Desa Suka Meriah tidak berada dalam wailayah yang sama. Masyarakat Desa Suka Meriah diungsikan kebeberapa tempat dan ini berpengaruh terhadap jumlah penduduk Desa Suka Meriah. Dari data yang diambil langsung di lapangan, teradapat 28 Jiwa masyarakat Suka Meriah yang mengungsi Di Universitas Karo, yang terdiri atas 43% jumlah penduduk pria dan 57% jumlah penduduk wanita.


(22)

Tabel 5. Identitas Responden Berdasarkan Usia

No Umur Frekuensi Presentase

1 23-33 tahun 5 orang 18

2 34-43 tahun 10 0rang 25

3 44-53 tahun 13 orang 32

4 54-63 tahun 6 orang 16

5 64-73 orang 4 orang 09

Jumlah 38 orang 100

Sumber Kuesioner, Agustus 2015

Berdasarkan tabel 5, dapat dijelaskan bahwa sebagian besar responden berada dikelompok umur 44-53 sebanyak 13 orang atau 32%. Dan presentasi penduduk paling kecil yaitu dikelompok umur 64-73 tahun sebanyak 9%. Dapat disimpulkan bahwa presentasi pengungsi untuk usia tua di pengungsian sangat sedikit.


(23)

Tabel 6. Identitas Responden Berdasarkan Pendidikan

No Pendidikan terakhir Frekuensi Presentase

1 Tamat SD 13 orang 34

2 Tamat SMP 11 orang 30

3 Tamat SMA\SMK 13 orang 34

4 Tamat Sarjana 1 orang 2

Jumlah 38 orang 100

Sumber, Kuesioner Agustus 2015

Berdasarkan table 6, dapat dijelaskan bahwa tingkat pendidikan pengungsi Desa Suka Meriah yang berada di Universitas Karo untuk tamatan SD dan juga SMA memiliki presentase yang sama yaitu 15% dan presentase tingkat pendidikan paling rendah yaitu pada tingkat pendidikan sarjan yaitu 2%. Hal ini menunjukkan tingkat kepedulian akan pentingnya pendidikan yang belum tinggi di masyarakat Suka Meriah.


(24)

Tabel 7. Identitas Responden Berdasarkan Pekerjaan

No Jenis Pekerjaan Frekuesni Presentase

1 Petani 32 86

2 Pegawai

Pemerintah

1 2

3 Wiraswasta 5 11

Jumlah 38 orang 100

Sumber Kusioner Agustus 2015

Berdasarkan tabel 7, dapat dijelaskan bahwa dari 38 responden, komposisi penduduk paling besar berdasarkan tingkat pekerjaan yaitu sebagai petani sebanyak 32 orang atau 86% , sebagai wiraswasta sebanyak 5 orang atau 11% dan presentasi pekerjaan paling rendah yaitu sebagai pegawai pemerintahan yaitu 1 orang atau 2% dari total jumlah penduduk Suka Meriah yang mengungsi di Univerisitas Karo. Hal ini dikarenakan potensi lahan pertanian yang sangat subur di Desa Suka Meriah. Namun saat ini, para petani ini tidak bekerja di lahan mereka, melainkan di lahan milik warga sekitar Kota Kabanjahe. Hal ini dikarenakan lahan pertanian masyarakat yang sudah tidak bisa digunakan untuk becocok tanam, karena tertutup oleh debu erupsi Gunung Sinabung.


(25)

Tabel 8. Identitas Responden Berdasarkan Kepemilikan Lahan Pertanian

No Luas Kepemilikan

Lahan Pertanian

Frekuesni Presentase

1 < 1 hektar 26 orang 73

2 1-2 hektar 10 orang 23

3 >2 hektar 2 0rang 4

Jumlah 38 orang 100

Sumber, Kuesioner Agustus 2015

Berdasakan tabel 8, dapat dijelaskan bahwa dari 38 orang responden yang tingga di pengungsian, seluruh responden seluruhnya memiliki kebun. Luas kepemilikan kebun paling besar yaitu <1 hektar berjumlah 26 orang atau 73% dan kepemilikan lahan antara 1-2 hektar berjumlah 10 orang atau 23%. Dan kepemilikan lahan >2 hektar berjumlah 2 orang atau 4%. Hal ini juga yang mempengaruhi tingkat pekerjaan masyarakat Desa Suka Meriah sebagai petani.

4.5 Perubahan Masyarakat sebelum dan sesudah Gunung Meletus

Gunung Sinabung merupakan salah satu bencana alam yang mengakibatkan kerusakan pada bidang ekonomi, sosial dan lingkungan.

1. Dari Segi Ekonomi

Dari segi Ekonomi bencana alam sering menimbulkan kerugian secara financial, bahkan aktivitas ekonomi dapat terhambat akibat adanya bencana alam.


(26)

Erupsi Gunung Sinabung telah membuat sistem ekonomi di daerah Kabanjahe dan sekitarnya menjadi terhambat. Laha-lahan pertanian yang rusak akibat terkena dampak erupsi Gunung Sinabung tidak bisa dipanen. Dan hal ini menimbulkan kerugian financial bagi para petani di daerah tersebut. Hal ini didukung oleh pernyataan Nova Ginting (30 tahun) yang menyatakan bahwa:

“em perban reh bencana erupsi Gunung Sinabung e da, juma kami si rani tena marenda . Mania dorek i perani. Kerina si kusuan sayur ras sinuan-nuan ku i juma ceda kerina perban abu vulkani Sinabung dai nak.”

“gara-gara erupsi Gunung Sinabung, ladang kami yang akan panen dulu. Tidak bisa dipetik hasilnya. Semua sayuran sayuran rusak akibat terkena debu Sinabung.”

Pernyataan yang disampaikan oleh Dame Br. Gurusinga (64 tahun) yang menyatakan bahwa:

“mulai reh bencana enda da kami manai bo keri kami ukur kami nak ku. Sinuan-nuan kami jadi abu kerina perban erupsi Gunung Sinabung enda dai”.

“mulai datangnya bencana ini tadi capek rasa kami berpikir anakku. Tanaman-tanaman kami semua jadi debu karena erupsi Gunung Sinabung ini tadi”.

Pernyataan yang disampaikan oleh Hobbi Sitepu (30 tahun) yang menyatakan bahwa:

“meletus gunung Sinabung e dai, kami kerina sada kuta Sukameriah harus mengungsi kerina dek. Sedih nge akap tadingken kuta kelahiren ta megogo nge siakap tapi dari pada ngengken pe je mate enca kari meletus gunung ah. Juma ras rumah kami gundari i kuta gom tamburi abu vulkanik ah dek. Adi gundari enda bagenda kehidupen kami i pengungsian enda dek susah kel, manai lit juma kami si man dahin kami dek. Adi marenda sanga kami kuta denga kujuma enca teh kami dahin kami, kujuma kami ernin sinuan ras ngerawat sa gelah melala dat hasilna bage dek.”

“ meletus gunung Sinabung ini tadi, kami pun semua anak Desa Sukameriah harus mengungsi dek. Sedih rasa kami meninggalkan tempat lahir kami tapi kemana lagi dibuat di tahankan pun tinggal disitu yang ada nanti kami bisa mati karena meletus gunung Sinabung. Ladang dan rumah kami sudah tertanam abu vulkanik itu dek. Kalau sekarang beginilah kehidupan kami di pengungsian ini menderita, gak ada lagi ladang kami yang bisa kami


(27)

kerjakan dek. Kalau dulu waktu kami tinggal di Desa kami keladang cuman kami tahu kerja kami, kujuma kami melihat tanaman kami dan merawatnya agar bisa mendapatkan hasil yang memuaskan.”

Selain itu, Erupsi Gunung Sinabung juga telah merusak rumah di pemukiman tersebut. Sehingga ini juga telah menimbulkan kerugian yang lebih besar. Dinding luar dan juga atap rumah dipenuhi dengan debu. Tidak jarang, debu juga membuat atap rumah menjadi hancur.

2. Dari Segi Sosial

Dilihat dari aspek sosial, erupsi Gunung Sinabung telah menimbulkan masalah baru yaitu kemiskinan. Dimana, para petani yang berada di kaki gunung Sinabung tidak bisa lagi pergi ke ladang. Hal ini disebabkan karena rasa tidak aman para petani apabila pergi ke ladang, karena erupsi gunung sinabung yang bisa terjadi kapan saja.

Ladang yang tidak digarap, tentunya tidak menghasilkan keuntungan bagi para petani, sehingga pendapatan utama petani yang berasal dari pertanian sudah tidak bisa diharapkan, sehingga para petani tidak bisa memenuhi kebutuhan sandang dan pangan keluarga mereka. Meraka hanya bisa mengandalkan bantuan dari para dermawan dan juga pemerintah. Hal ini juga dapat menimbulkan masalah baru, yaitu masyarakat menjadi malas dan tidak mandiri.

Selain itu, warga yang harus direlokasi ke pemukiman yang aman, harus meninggalkan tempat tinggal mereka. Mereka harus tinggal di pemukiman yang padat dan harus berbagi dengan para pengungsi yang lain. Sehari-hari para pengungsi tidak melakukan aktivitas berarti. Aktivitas sehari-hari mereka yang di


(28)

lihat di Lapangan yaitu memasak, membuat group untuk bercerita dan tidur. Hanya sesekali para relawan akan sibuk untuk melakukan aktivitas, seperti membuat kerajinan tangan dan juga ke ladang, apabila ada warga di sekitar daerah pengungsian, membutuhkan tenaga mereka untuk bekerja di ladang. Pada saat itulah, para pengungsi memperolah pendapatan.

3. Dari Segi Lingkungan

Dampak bencana alam tidak dapat dipisahkan dengan kerusakan lingkungan. Erupsi Gunung Sinabung telah merusak lingkungan di sekitar kaki Gunung, khususnya di daerah yang merupakan jalur erupsi. Larva panas yang keluar dari Gunung Sinabung, akan merusak daerah yang dilewatinya. Dari hasil data Lapangan, dilihat bahwa ekosistem hutan yang berada di kaki Gunung Sinabung, telah hangus terbakar.

Selain itu, tanaman para petani di sekitar kaki gunung telah rusak. Beberapa tanaman bahkan tidak bisa dipanen karena rusak akibat tertimbun debu. Selain itu, udara di daerah Gunung Sinabung menjadi tidak aman. Masyarakat harus menggunakan masker pelindung, apabila sudah ada debu yang keluar dari Gunung Sinabung.

Selain itu, secara Sosiologi, adanya bencana menyebabkan perubahan sosial dalam masyarakat. Bencana alam yang terjadinya umumnya akan memakan korban jiwa, dalam hal ini banyak orang yang meninggal akibat bencana alam. Hal ini kemudian mengakibatkan berkurangnya jumlah penduduk di suatu wilayah. Bahkan penduduk yang lain yang tidak menjadi korban bencana, juga merasa takut dan akan meninggalkan wilayah bencana tersebut. Berkurangnya penduduk


(29)

dan perpindahan penduduk tersebut akan memunculkan sistem sosial yang baru dimasyarakat, yang bertujuan memperbaiki keadaan pasca bencana. Bahkan stratifikasi sosial yang dahulunya dipertahankan dalam suatu masyarakat sebelum bencana, dapat berubah perlahan setelah bencana terjadi. Hal ini yang menarik bagi sosiologi untuk diteliti, bagaiman sistem sosial yang bar terbentuk di masyarakat akibat adanya bencana alam, dalam hal ini meletusnya Gunung Sinabung.

Tidak bisa dipungkiri bahwa bencana Gunung Meletus menyebabkan terjadinya perubahan sosial dalam masyarakat. dimana akibat adanya bencana Gunung meletus menyebabkan terjadinya perubahan dalam segi struktur sosial, pola-pola perilaku dan juga sistem interaksi sosial termasuk didalamnya perubahan norma, nilai dan fenomena sosial. Dalam hal ini masyarakat yang dahulunya tinggal di kaki Gunung Sinabung memiliki kehidupan yang nyaman, memiliki kebun yang diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun seiring terjadinya erupsi yang berulang kali yang terjadi pada Gunung Sinabung membuat ketidak nyamanan hidup masyarakat yang tinggal di Desa Suka Meriah, yang memaksa mereka untuk mengungsi ke tempat lain yang lebih aman. Hal ini didukung oleh pernyataan informan Jani Ginting (47 tahun):

“Kai pe ningen rumah tam aka malem na dek si ingani, i kuta Sukameriah.tabahen geluh i rumah ta dek. Ngo kenca wari terang ngo banci berkat kujuma ta, erdahin i jumata. Enca reh bencana enda dai terpak kami pindah sada kuta enda kerina. Juma pe manai dorek i suan, perban tamburi abu vulkanik dai. Ceda kerina sinuan ku dai. Udara jah pe manai bersih. Git ras lang harus kami i pindahken kujenda.”

“sangat nyaman tinggal di rumah saya sendiri, di desa Sukameriah. Saya bisa hidup nyaman di rumah sendiri. Setiap pagi saya bisa ke ladang sendiri, mengurus kebun. Namun sejak Gunung Sinabung kembali erupsi, terpaksa kami pindah satu Desa ini. Ladang pun tidak bisa lagi ditanami, karena


(30)

tertimbun debu gunung. Rusak lahan pertanian saya. Udaranya jadi tidak bersih. Mau tidak mau lah kami pindah kesini.”

Pernyataan yang sama disampaikan oleh Asalta Sitepu (33 tahun):

“ kenca reh bencana erupsi Gunung Sinabung enda dai, melala kel perubahen ibas masyarakat kami enda. Aku pe ngo susah kuakap gundari erdahin kujuma. Juma si man suanen pe manai lit, perban ngo tamburi abu da kerina. Gom cedan kerina sinuan ku da i juma. Rumah kami pe gom tamburi abu vulkanik da kerina. Mbiar kami kumat belin gunung dai, emaka kami pindah ku pengungsian enda.

“sejak terjadinya erupsi Gunung Sinabung, banyak kali terjadi perubahan dalam masyarakat kami ini. Saya sendiri sudah susah berladang sekarang. Lahan perkebunan sudah tidak bisa tanami sayuran, karena sekarang ladang sudah dipenuhi debu gunung, tamanannya pun pada rusak. Rumah kami juga atapnya sudah dipenuhi tumpukan debu, kerena takut gunung nanti erupsi besar, maka nya kami memutuskan untuk mengungsi”.

Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh Bungati Br. Sitepu (49 tahun)

“ reh na bencana enda dai, lanai bo lit tading harta kami sitik pe. Perban ngom tamburi abu da kerina. Geluh ibas pengungsi enda labo metabeh lang bagi rumah ta sisada banci kai pe sidahi ibas rumah ta ma gom bebas siakap adi rumah ta, adi jenda sitik pe labo bebas meterem jelma.”

“dengan datangnya bencana erupsi Gunung Sinabung ini, gak ada lagi sedikit pun tertinggal harta kami. Karena sudah tertimbun oleh abu vulkanik semua. Hidupn di pengungsi ini sangat tidak nyaman tidak seperti rumah sendiri segala hal yang kita kerjakan di rumah kita sendiri bebas tetapi disini sangat tidak bebas.”

Dari penyataan diatas, bahwa gunung meletus telah menyebabkan terjadinya perubahan sosial. Dimana gunung meletus sebagai suatu objek diluar pemikiran individu, yang memaksa masyarakat untuk melakukan suatu tindakan. Hal ini sesuai dengan teori fakta sosial yang disampaikan Emile Durkheim. Adapun faktor yang menyebabkan terjadinya peruabahan sosial pada masyarakat di Desa Sukameriah, dibedakan ada dua faktor, faktor eksternal dan juga internal. Adapun faktor internal yang menyebabkan terjadinya perubahan yaitu:


(31)

1. Bertambah dan berkurangnya penduduk. Meletuskan Gunung Sinabung telah menyebabkan berkurang jumlah penduduk, khususnya di Desa Suka Meriah. Untuk menghindari bertambahnya jumlah korban yang disebabkan oleh meletusnya Gunung Sinabung memaksa masyarakat untuk pindah ke tempat yang nyaman. Sebagian besar masyarakat di Desa Suka meriah mengungsi kebeberapa titik pengungsian yaitu Simpang empat Kabanjahe, Klasis GBKP Kota Kabanje, Jentrum Kabanje, GBKP ASR Kodim Kabanje, Kantor Asap Kabanjahe, Gereja Katolik Kabanjahe dan juga Universitas Karo.

2. Konflik sosial diawali oleh perbedaan-perbedaan kepentingan. Dalam hal ini dengan adanya bencana gunung meletus munculkan konflik baru dalam masyarakat, mereka merasa tidak nyaman tinggal dipungsian dengan kondisi yang serba kekurangan, sehingga ada menimbulkan konflik antara sesame pengungsi, pengungsi dengan masyarakat sekitar dan juga pengungsi dengan pemerintah. Sehingga muncul ide pemerintah untuk merelokasi pengungsi ke tempat pemukiman baru di hutan siosar. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan Arihta Br. Tarigan (54 tahun):

“iah gom lit je rubati kitik-kitik i pengunsian enda, gelarna pe tading ras kalak. Buk e banci seri tapi perukuren e lain- lain nge. Lang seri sura-sura rusur nge. Kurang lau jenda rusur lit kalak rubat. Jelma e deba je rubat gara-gara lau langna pe jenda lau na lang mbue. Adi surung kari i pindahken ma gom metabeh. Lit rumah ta sisada lah, lit sumur ta sisada ma manai je rubat pegara lau.”

“ kalau konflik kecil di tempat pengungsian pasti ada, namanya kita tinggal sama orang lain. Rambut boleh sama, tapi kan pemikiran beda-beda. Beda pendapat sering juga disini. Kurangnya air disini juga sering menyebabkan konflik. Orang-orang kadang berebut mau mandi karena airnya kan dikit. Itu juga yang sering menyebabkan konflik. Kalau nanti jadi dipindahkan kan enak, ada rumah sendiri, punya sumur sendiri, jadi gak berebut.”


(32)

“aja pe kita tading lit nge rusur perubaten, apa lagi kap ndu tading i pengungsian enda. Melala jelma e lain-lain kerina isi otakna. Lit deba gara-gara lingiren ridi rubat, lit lah gara-gara-gara-gara lau bersih rubat, lit ka lah gara-gara-gara-gara pembagin barang bantuan sireh rubat. Melala nge berbagena jenda, si uga pe lit gelarna pe meterem jelma jenda.”

“dimana pun kita tinggal pasti ada konflik. Apalagi tinggal di pengungsian ini. Banyak orang yang berbagai macam isi otaknya. Ada yang gara-gara gantry mandi ribut, ada gara-gara air bersih ribut, ada gara-gara pembagian barang dari dermawan ribut. Macam-macam lah kalau disini, namanya banyak orang disini.”

Kemudian faktor eksternal dari perubahan yang terjadi pada masyarakat Desa Suka Meriah yaitu Erupsi Gunung Sinabung itu sendiri. Dalam hal ini peruabahan sosial disebabkan oleh adanya bencana alam. Akibat adanya erupsi Gunung Sinabung, telah merusak pemukiman warga khususnya yang berada di Desa Suka Meriah karena jarak pemukiman yang sangat dekat yaitu 2,5 Km. rumah-rumah miliki warga di desa tersebut dipenuhi oleh abu Gunung Sinabung. Tidak jarang debu yang berada di atap rumah warga menghancurkan atap rumah warga. Selain itu, tanaman pertanian milik warga juga dipenuhi dengan debu. Secara financial hal ini juga mengakibatkan berkurangnya pendapatan warga Desa Suka Meriah yang menggantungkan hidupnya di lahan pertanian

Akibat tidak berfungsinya lahan pertanian yang berada Di Desa Suka meriah, menyebabkan berkurangnya jumlah pendapatan yang diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. hal ini dapat dilihat dengan jelas pada tabel 9.


(33)

Tabel 9. Penghasilan responden sebelum dan setelah gunung Sinabung meletus

No Penghasilan responden

Sebelum bencana gunung Sinabung meletus

Setelah bencana gunung Sinabung meletus

frekuensi Presentase frekuensi Presentase

1 <500ribu/bulan 0 0 7 orang 20

2 500 ribu – 1 juta/bulan

0 0 25 orang 75

3 1,1 juta – 1,5 juta/bulan

0 0 2 orang 5

4 1,6 juta – 2 juta/bulan

0 0 0 0

5 >2 juta/bulan 38 orang 100 4 orang 5

Jumlah 38 orang 100 38 orang 100

Sumber: Kuesioner Responden Agustus 2015

Dari tabel 9, dapat dijelaskan bahwa dari 38 orang responden, menjawab bahwa pendapatan mereka sebelum Gunung Sinabung meletus di atas 2 juta\perbulan. pendapatan itu berasal dari sebagian besar usaha di bidang pertanian, mulai dari bertani sayuran, jeruk dan juga kopi. Kemudian data tersebut di bandingkan dengan pendapatan masyarakat setelah Gunung Sinabung meletus. 38 responden dari yang menjawab 25 orang responden menjawab pendapatan mereka


(34)

setelah Gunung Sinabung meletus sebanyak 500 ribu-1 juta atau 75%, 7 orang menjawab kurang dari 500 ribu atau 20%, dan di atas 2 juta sebanyak 4 responden atau 5%. Jika dibandingkan dengan penghasilan sebelum gunung Sinabung meletus, dimana seluruh responden berpendapatan seluruhnya di atas 2 juta perbulan, namun setelah gunung Sinabung meletus pendapatan responden 75% responden berpenghasilan 500 ribu-1 juta. Dapat diartikan bahwa telah terjadinya penurunan pendapatan. Dimana 4 orang responden yang bepenghasilan tetap di atas 2 juta, dikarenakan 4 responden tersebut adalah pegawai pemerintahan dan memiliki usaha diluar desa Sukameriah yang tidak terpengaruh adanya erupsi Gunung

Kemudian dari segi memenuhi kebutuahan anak sekolah, juga terjadi perubahan akibat adanya erupsi Gunung Sinabung. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah:


(35)

Tabel 10. Tanggapan Responden mengenai Kemampuan memenuhi Kebutuhan Sekolah anak-anak sebelum dan setelah Gunung Sinabung Meletus

No Kemampuan memenuhi kebutuhan sekolah anak

Sebelum bencana gunung Sinabung meletus

Setelah bencana gunung Sinabung meletus

Frekuensi presentase frekuensi presentase

1 Sangat memenuhi

20 orang 50 0 orang 0

2 Memenuhi 12 orang 32 0 orang 0

3 Tidak memenuhi 6 orang 18 38 orang 100

Jumlah 38 orang 100 38 orang 100

Sumber: Kuesioner Responden Agustus 2015

Pendidikan yang maju, merupakan salah satu faktor pendorong terbentukanya masyarakat yang berkualitas. Dimana pendidikan merupakan salah satu sarana dimana seseorang dapat melakukan mobilitas sosial secara vertikal. Dimana para petani berusaha mengelola lahan pertanian dengan baik untuk menyekolahkan anaknya sampai ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Derdasarkan tabel 10, dapat dijelaskan sebelum Gunung Sinabung meletus 50% responden dikategorikan sangat memenuhi kebutuhan sekolah anaknya, 32% dikategorikan memenuhi dan 18% dikategorikan tidak memenuhi. Dapat disimpulkan bahwa setengah dari responden dikategorikan sangat memenuhi


(36)

kebutuhan akan anak sekolahnya. Namun setelah Gunung Sinabung meletus, terjadi perubahan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan anak sekolah, dari 38 responden yang ada 100% responden menjawab tidak dapat memenuhi kebutuhan sekolah anaknya. Hal ini dikarenakan selama masyarakat tinggal dipengungsian mereka tidak memiliki pekerjaan yang pasti. Mereka tidak dapat mengelola lahan pekerbunan dikarenakan lahan pertanian yang sudah tidak bisa tanami karena tertimbun Gunung Sinabung. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rismawati Br. Sitepu (46 tahun):

“ya gundari lanai bagi simarenda. Lanai lit pendapaten si pasti dat. Lanai mungkin lit sen untuk anak sekolah. Juma kami dai gom tertutup debu vulkanik, lagian pe lanai boa man kujah, adi kujuma. Mbiar kita pe meletus kari Gunung Sinabung ah. Bahaya nge bage adi kuja ate.”

“ya sekarang tidak bekerja seperti dulu lagi, tidak ada pendapatan pasti. Tidak mungkin lagi untuk memenuhi kebutuhan anak sekolah. Lahan perkebunan kami sudah tidak bisa ditanami karena tertutup debu. Lagi pula tidak ama, kalau ke ladang. Kita tidak bisa memastikan kapan gunung sinabung meletus. Tahu-tahu, kita masih berladang, Gunung Sinabung kembali erupsi. Kan bahaya kalau gitu.”

Selain itu pernyataan disampaikan oleh informan Japet Surbakti (41tahun):

“marenda sanga, tading i kuta, banci lah ikataken dorek memenuhi kebutuhen 4 anak yang sekolah, adi gundari nindu manai lah. Adi merenda lit juma man suanen, lit man arapken tiap bulanna. Adi gundari manai lit siman arapenken, gundari siman arapenken arah bantuan Pemerintah ras dermawan gelah banci untuk kebutuhen anak sekolah.”

“ kalau dulu, ketika masih tinggal di desa, ya bisa lah untuk memenuhi kebutuhan 4 anak yang sekolah, namun sekrang mana lah bisa lagi. Kalau dulu kan ada ladang, ada penghasilan yang diharapkan tiap bulannya. Kalau sekarang mana bisa. Cuma bisa mengharapkan bantuan dari pemerintah sama dermawan untuk bisa memenuhi kebutuhan anak sekolah.”

Pernyataan yang disampaikan oleh Ratnawati Br. Sitepu (48 tahun):

“marenda, untuk kebutuhen anak sekolah lanai lah susah man carinken untuk keperluana, tapi gundali susah kel. Kujuma pe kami lanai banci ngo tamburi abu vulkanik dai kerina juma kami da, janah mbiar pe kami ngo


(37)

kujuma. Untung lit bantuan arah Pemerintah nari ras dermawan untuk memenuhi kebutuhen anak sekolah.”

“dulu, untuk kebutuhan anak sekolah tidak susah kali lah untuk memenuhi keperluaannya, tapi sekarang susah sekali. Keladang pun kami tidak bisa lagi karena sudah tertutupi abu vulkanuk semua ladang kami, dan sekarang takut kami pun sudah keladang. Beruntung ada Pemerintah dan dermawan memberi bantuan untuk kebutuhan anak sekolah.”

Dari pernyataan informan Ratnawati Br. Sitepu, menyebutkan bahwa dia tidak bisa lagi ke ladang, karena tidak ada rasa aman. Sejak tahun 2010, Gunung Sinabung sudah berulang mengalami erupsi sempat terhenti di tahun 2011 sampai dipertengahan 2013, kemudian menjelang akhir 2013, Gunung Sinabung mengalami erupsi kembali, dan tidak dapat diprediksikan kapan Gunung Sinabung kembali meletus. Rasa tidak aman ini menyebabkan Desa Suka Meriah pada saat erupsi tahun 2013, terpaksa ditutup untuk menghindari timbulkan korban jiwa, karena letaknya yang sangat dekat dengan Gunung Sinabung.

Akibatnya masyarakat Desa Sukameriah tidak melakukan aktivitas yang berarti di pengungsian. Mereka hanya duduk, bercerita, tidur, dan hanya sesekali mereka melakukan kegiatan ke ladang, itupun mereka bekerja sebagai buruh diladang milik masyarakat disekitar Kota Kabanjahe. Sehingga kebutuhan biaya sekolah anak mereka tidak dapat terpenuhi, sehingga anak-anak mereka yang bersekolah terancam berhenti di tengah jalan. Bantuan dari pemerintah dan dermawan merupakan salah satu alternatif cara untuk memenuhi biaya anak sekolah. Pernyataan ini juga didukung oleh tabel di bawah:


(38)

Tabel 11. Data Responden Mengenai Sumber Dana untuk membiayai sekolah anak, sebelum dan setelah gunung Sinabung Meletus

No Sumber dana anak sekolah

Sebelum bencana gunung Sinabung meletus

Setelah bencana gunung Sinabung meletus

frekuensi presentase frekuensi presentase

1 Biaya sendiri

38 orang 100 0 orang 0

2 Beasiswa 0 0 0 orang 0

3 pemerintah 0 0 38 orang 100

4 Orang lain 0 0 0 0

Jumlah 38 orang 100 38 orang 100

Sumber : Kuesioner Responden Agustus 2015

Dari tabel 11, dapat dijelaskan bahwa sebelum Gunung meletus, 38 responden dapat dikategorikan 100% responden dapat memenuhi kebutuhan anak sekolah dengan biaya sendiri. Namun setelah Gunung Sinabung meletus terjadi perubahan dalam memenuhi kebutuhan anak sekolah, dari 38 responden dapat dikategorikan 100% responden menjawab bahwa pemerintah yang membiayai kebutuhan sekolah anak mereka.


(39)

Tabel 12. Tanggapan Responden Kenyaman tinggal di pengungsian yang terletak di Univeritas Karo

No Kenyamanan

Tinggal di rumah Pengungsian

Jumlah Frekuensi

1 Nyaman 0 orang 0

2 Tidak Nyaman 38 orang 100

Jumlah 38 orang 100

Sumber: kuesioner Responden Agustus 2015

Dari tabel 12, dapat dijelaskan bahwa dari 38 responden dikategorikan 100 % tidak nyaman tinggal dipengungsian. Hal ini berbanding terbalik ketika mereka tingga di rumah sendiri mereka merasa aman. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Guro Br. Surbakti (62 tahun):

“tading rumah ta sendiri, kita merasa aman. Kita merasa terlindungi sanga kita ngeranai ras keluargata lebih akrab ia. Adi ibas pengungsian enda me mela kita tah segan kita begi kalak cakap ta si pribadi bage. Mesra pe ateta ras dilaki ta mela kita idah kalak the kalak bage. Adi tading pengungsian enda kita ridi i kamar mandi harus ras-ras. Adi tading i pengungsian enda harus kita erbagi. Malit tabehna tading jenda i pengungsian enda. lang nyaman.”

“tigggal di rumah sendiri itu, kita merasa nyaman. Kita merasa terlindungi. ngobrol sama keluarga dengan akrab. Kalau dipengusian kan malu, kalau mau mesra sama suami. Di pengungsian kita mandi di kamar mandiri sama-sama. Kalau dipengungsian harus berbagi. Tidak ada enaknya tinggal di pengungsian. Tidak nyaman.”

Pernyataan yang disampaikan oleh Nelliati Br. Sembiring (43 tahun):

“iaah, kai pe kataken kalak, situhuna kel tabehen tading irumah ta. Ras lebih leluasa siakap erkai pe sidadap dahin rumahta. Ia adi tading i pengungsian bagenda melala tading jelma sada ruangen bagenda. Ia tentu lang lah leluasa


(40)

kita erkai pe bagenda ndadap dahin rumah, lang bagi simarenda. Kebutuhan batin suami istri pe mesera kel jenda dilakuken perban melala tading jelma bagenda tading i sada ruangaen.”

“iah, apapun dibilang orang lebih enaknya tinggal dirumah kita sendiri, dan lebih leluasa melakukan kegiatan rumah. Ia kalau tinggal dipengungsian seperti ini banyak orang tinggal dalam satu ruangan, ia tentu tidak leluasa melakukan kegiatan rumah seperti dulu. Kebutuhan batin suami istri pun sangat sulit dilakukan disini banyak orang seperti ini banyak orang tinggal dalam satu ruangan.”

Pernyataan yang disampaikan oleh Yakin Sitepu (55 tahun):

“adi soal kenyamanan nindu e jelas kel labo nyaman tading i jenda, tapi uga ban nari git ras lang ma harus ngengken tading i pengungsian enda.”

“kalau soal kenyaman itu jelas sekali tidak nyaman tinggal disini, tapi bagaiman lagi diperbuat mau tidak mau harus tinggal disini karena kondisi memaksa tinggal dipengungsian ini.”

4.6 Persepsi Masyarakat mengenai Relokasi Pemukiman di Desa Siosar

Relokasi sering dilakukan sebagai tindakan untuk menghadapi fase recovery atau rekontruksi. Akan tetapi relokasi pemukiman sementara dalam fase recovery hanya akan menunda dan memperpanjang fase pemulihan. Untuk itu, relokasi pemukiman permanen lebih baik dibandingkan sementara, jika bencana gunung meletus terjadi terus menerus. Menurut Usamah dan Haynes dalam (Harliani, 2014) beberapa faktor yang mempengaruhi proses relokasi akibat bencana adalah berikut:

1. Aspek sosial dan budaya, yang meliputi hubungan sosial dengan tetangga, kerabat, ketersedian tempat berkumpul dan fasilitas lain yang mendukung seperti di lingkungan tempat tinggal yang lama, serta jaminan terhadap status kepemilikan lahan dan bangunan. Dalam pengungsian para penyintas sangat berbaur satu sama lain, sesama pengungsi mereka lebih saling membantu satu dengan yang lain. Ketika ada yang mengetahui dimana ada tempat perkerjaan keladang atau gemo


(41)

maka mereka para penyintas Sinabung satu dengan lainnya member informasi tentang ada perkerjaan keladang atau gemo itu kepada penyintas lainnya. Kadang-kadang tidak semua penyintas ada di tempat pengungsian, ketika ada datang bantuan dari dermawan maka yang ada di tempat pengunsian itu memberi tahu kepada penyintas lainnya bahwa dia menerima bantuaan dari dermawan, sehingga mereka tahu tentang bantuan itu dan langsung membagikannya dengan rata (data 2015). Di lihat dari pernyataan yang disampaikan oleh Ulia Bagemin Ginting (41 tahun):

“Adi pengungsi enda tading akarab nge permen, mon-mon lit nge masalah-masalah kitik tapi ngo kari cakapken ras-ras je dungna tawa-tawa ka ras je. Adi lit ingan gemo bage sikata-kataken nge permen, lit pe bantuan reh bagi labo ise si rumah ia ngaloken sa kari ngo ngolih juma nari kerina erbagi bage bantuan sireh dai.”

“Kalau di pengungsian ini tinggal akrabnya, kadang-kadang ada masalah sikit tapi diselesaikan bareng-bareng kumpul setelah itu ketawa-ketawa sama-sama. Kalau ada tempat berkerja di ladang orang saling memberi informasi satu dengan lainnya. Kalau ada datang bantuan siapa yang ada di rumah dia yang menerima setelah semua pulang dari ladang dibagi bantuan yang datang itu.”

Para penyintas sangat nyaman tinggal di tempat baru yaitu di Siosar. Hubungan antara tetangga sangat akrab, ketika ada waktu kosong maka para masyarakat berkumpul dan bercerita-cerita dan saling menghargai satu dengan lainya. Selama tinggal di Siosar masyarakat Desa Sukameriah tidak pernah berkelahi atau tidak ada konflik. Penyintas Sinabung sudah direlokasi, tanggal efektif penyintas Sinabung direlokasi pada tanggal 24-25 Desember 2015. Para penyintas Sinabung mendapatkan rumah yang sudah bersertifikat menjadi hak milik tetapi rumah tersebut tidak boleh dijual hanya bisa diwariskan kepada keturunannya. Penyintas Sinabung juga mendapatkan lahan pertanian dari pemerintah satu KK setengah hektar lahan pertanian, lahan pertanian tersebut hanya hak pakai oleh masyarakat


(42)

Desa Sukameriah selama 20 tahun. Yang mendapatkan rumah dan lahan pertanian dari pemerintah tersebut hanya yang memiliki rumah dan lahan pertanian di Desa sebelumnya (data 2016). Pernyataan yang disampaikan oleh Pengidahen Br. Sitepu (46 tahun):

“Nyaman kel tading i Siosar enda dai anakku, udarana pe bergeh kel janah segar. Jenda labo pernah lit perubaten, ndahi dahinna kerina kujuma. adi lang kujuma bage lit wari si lalit dahin cerita-cerita kami je kerina taren man belo tah erban cimpa bage anakku tah rumah ise kari kumpul bage anakku. Jenda kami tading ngo entabeh I sediaken pemerintah kerina anakku, emaka bujur kang bapak Jokowi Presiden ta nda. Bere pemerintah kami rumah ngo i sertifikat tapi lang banci i dayaken anakku tapi adi bere man anakku banci, sen nukur prabot rumah lau ras listrik ngo lit i sediakenna, juma kami pe lit berena tapi hak pakai 20tahun nina pemerintah.”

“Sangat nyaman tinggal di Siosar ini, udaranya sangat dingin dan sejuk. Kalau disini tidak ada pernah ada konflik, mengerjain perkerjaannya masing-masing keladang. Kalau ada waktu kosong kami ngumpul tah dirumah siapa nanti ditunjuk disitu kami makan sirih sambil mengobrol-ngobrol dan membuat kue. Disini tinggal sudah enak di sediakan semua oleh pemerintah, baik juga bapak Jokowi Presiden. Diberi pemerintah rumah yang sudah disertifikat tapi tidak boleh dijual kecuali diberi kepada anak kita atau keturunan, uang prabot rumah, listrik, air bersih, lahan pertanian kami pun diberi tetapi hak pakai selama 20 tahun.”

2. Aspek ekonomi, meliputi jarak antara lokasi lingkungan yang baru dengan tempat bekerja, jaminan terhadap mata pencaharian, serta penggantian asset dan bangunan. Pemerintah menyediakan lahan pertanian ditempat baru untuk penyintas Sinabung, jarak lahan pertanian dari pemukiman penyintas Sinabung kurang lebih 2Km, masyarakat mendapatkan setengah hektar per KK. Tetapi lahan pertanian masyarakat masih dipenuhi sisa-sisa potongan kayu tusam dan tunas-tunas kayu tersebut. Pemerintah menyuruh para penyintas Sinabung membersihkan lahan mereka sendiri dan mendapatkan upah dari pemerintah perharinya 200ribu rupiah/KK, menunggu lahan pertanian masyarakat dibersihkan oleh masyarakat itu sendiri, pemerintah juga menyediakan lahan siap pakai dan pemerintah


(43)

menyediakan bibit kentang untuk ditanami dilahan tersebut. Perkerjaan masyarakat di tempat tinggal yang baru pada saat ini adalah membersihkan lahan pertanian mereka sendiri yang disediakan oleh pemerintah dan bertani kentang di lahan siap pakai yang disediakan oleh pemerintah. Pernyataan yang disampaikan oleh Celinggem Br. Surbakti (49 tahun):

“Juma kami diher nge rumah nari, adi aq kudalani nge tiap wari adi kujuma aku. Bere pemerintah juma kami, setengah hektar /KK na, suruh pemerintah kami bersihken juma kami e i gajina kami 200ribu /KK. Nimai lenga mesai juma kami e lit kang ngo i sediaken pemerintah lahan siap pakai sinuanna kentang, gundari dahin kami i ingan baru enda kuta Siosar enda bersihken juma kami ras ngerawat kentang si suan kami ah.”

“Ladang kami dekat dengan rumah kami, kalau aku jalan kakinya selalu keladang. Pemerintah menyediakan lahan pertanian kami, setengah hektar per/KK. Pemerintah menyuruh membersihkan ladang kami di gaji 200ribu per/KK. Menunggu lahan kami bersih, pemerintah menyediakan juga lahan siap pakai dan diberi bibit kentang. Pada saat ini perkerjaan kami di tempat baru Desa Siosar ini membersihkan lahan pertanian dan ngerawat tanaman kentang kami.”

3. Aspek fisik dan lingkungan, yang mempengaruhi diantaranya ketersediaan sarana dan prasaran lingkungan maupun kondisi geografis di lingkungan baru. Pemerintah menyediakan mesjid dalam proses pembangunan, gereja sudah siap digunakan oleh masyarakat, jambur dalam proses pembangunan, sekolah dasar dalam proses pembangunan, air bersih sudah siap dipakai, listrik sudah digunakan oleh masyarakat untuk penerangan di malam hari dan untuk kebutuhan sehari-hari, lapangan main bola, transportasi ada dua yang disediakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Kondisi tanah untuk lahan pertaniaanya kurang subur karena sebelumnya di Siosar dipenuhi pohon tusam sehingga tanahnya kurang subur kalau ditanami sayur mayur, udara di Siosar sangat segar karena masih dipenuhi pepohonan di sekitarnya. Pernyataan yang disampaikan oleh Nari Meliala (60 tahun):


(44)

“Sarana ras prasarana si lit jenda sangana kap dalam pembangunan deba ngo dung banci I pake, si dalam pembangunen sangana masjid, jambur, sekolah dasar, sin go banci i pake listrik, lau bersih, gereja, lapangan bola poli, motor i sediaken BNPB. Adi taneh na jenda kurang subur perban bekas batang tusam e, tapi banci nge atasi tamai lalap kompos.”

“Sarana dan prasarana yang tersedia disini lagi dalam pembangunan, yang lagi pembangunan masjid, balai desa (jambur), sekolah dasar, yang sudah bisa digunakan listrik, air bersih, gereja, lapangan bola poli, transportasi disediakan oleh Badan Nasional Penangulangan Bencana. Tanah nya dsini kurang subur untuk karena bekas hutan tusam tetapi bisanya diatasi dengan menambah kompos.”

4. Aspek kualitas dan konstruksi bangunan, seperti bahan bangunan yang digunakan untuk membangun tempat tinggal yang baru, sistem instalansi di dalam bangunan rumah, pemilihan lokasi tempat tinggal yang baru, pemilihan tapak dan perencanaan desain pemukiman baru. Tipe rumah yang permanen diberi pemerintah kepada penyintas Sinabung, ukuran rumah penyintas tersebut 6kali6, memiliki kamar tidur satu dan kamar mandi satu. Pernyataan yang disampaikan oleh Namburi Kaban ( 35 tahun):

“Pemerintah menyediakan rumah kami ukurannya 6X6, sederhana nge bentuk rumahna. Sederhana tetapi kami keluarga nyaman tading i rumah enda dai sibere pemerinta enda dai. Lit kamar na sada ras kamar mandina sada, ruang tamuna lit ruang TV na pe lit.”

“Pemerintah menyediakan rumah untuk kami ukurannya 6X6, sederhana bentuk rumahnya. Walaupun sederhana kami keluarga nyaman tinggal dirumah ini yang diberi pemerintah ini. Ada kamarnya tidurnya satu, ada kamar mandinya satu ruang tamu dan ruang TV-nya.”

5. Aspek proses pengambilan keputusan, yang melibatkan partisipasi masyarakat serta stakeholder lain yang berkepentingan serta proses komunikasi antara pemerintah dan masyarakat yang baik. Komunikasi masyarakat penyintas dengan pemerintah sangat lah baik.


(45)

Relokasi pemukiman merupakan salah satu bentuk penanggulangan bencana yang sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan Bencana pasal 47 mendefinisikan

1. Mitigasi adalah serangakaian upaya untuk mengurangi resiko bencana baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatkan kemampuan menghadapi ancana bencana pada kawasan rawan bencana. 2. Kegiatan mitigasi bencana sebagimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan melalui:

a. Pelaksanaan penataan ruang

b. Pengaturan pembangunan, pembangunan insfrastruktur, tata bangunan

c. Penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan dan pelatihan baik secara konvensional maupun modern.

Menurut Usamah dan Haynes dalam (Harliani, 2014) relokasi pemukiman diartikan sebagai upaya penanggulangan bencana dengan membuat pemukiman kembali pascabencana, dimana pemukiman yang mengalami kerusakan akibat bencana dibangun kembali di tempat yang sama atau di tempat lain agar terhindar dari resiko bencana. Relokasi yang terjadi karena lokasi yang lama merupakan daerah bencana alam disebut relokasi korban bencana dan relokasi tersebut dapat dilakukan secara temporer maupun permanen.

Relokasi pemukiman bagi para korban Gunung Sinabung merupakan rencana penanggulangan bencana jangka panjang yang ditawarkan oleh pemerintah, sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal yang


(46)

nyaman. Dalam hal ini kebutuhan akan adanya rumah. Rumah adalah salah satu kebutuhan dasar manusia setelah pangan dan sandang.Rumah berfungsi sebagai pelindung terhadap gangsuan alam dan mahkluk lainnya. Rumah juga memiliki peran sebagai pusat pendidikan keluarga.

Namun seiring dengan erupsi Gunung Sinabung yang tidak kunjung berhenti, masyarakat harus tinggal dipungsian, dan harus berbagi tempat tidur dengan pengungsian yang lain. Selain itu, para orangtua tidak memiliki kepastian akan kelangsuan hidup mereka, karena hidup dipungsian, mereka hanya bisa mengandalkan bantuan dari Pemerintah dan dermawan. Hal ini sesuai dengan Pernyataan Utta Sembiring (46 tahun) yang menyatakan bahwa:

“aku lang betah tading I pengungsian enda. Jenda ma entabeh. Lang bagi i rumah sendiri. Jenda kerina serba erbagi. Adi marenda malit bage, marenda paksa kujuma. Lit lah dahin, adi gundari malit pe kegiaten bagi simarenda.” “saya tidak merasa betah di pengungsian, disini tidak enak. Tidak seperti di rumah sendiri. Disini semuanya serba berbagi. Kalau dulu, waktu masih ke ladang. Ada kegiatan sehari-hari namun sekarang sudah tidak lagi.”

Pernyataan yang juga disampaikan oleh Ari Zona Sitepu (23 tahun):

“bosan jenuh stress tading i pengungsian enda dek. Susah ras senang kita dalani geluh ta enda ia tading i rumah ta sendiri. Lit lah rasa aman man anak ta istri ta adi tading i rumah ta sendiri dek.”

“tidak enaknya tinggal di pengungsian. Susah senang kita menjalani hidup ini ya tinggal di rumah sendiri. Ada rasa aman buat anak istri kita kalau tinggal dirumah kita sendiri.”

Meletusnya Gunung Sinabung telah menimbukan masalah baru seperti tidak ada mata pencaharian dan rumah sebagai tempat tinggal. Mereka yang tinggal dipengungsian tidak memiliki kepastian tentang masa depannya, karena mereka hanya menggantungkan hidupnya dari bantuan dermawan.Struktur dan sistem sosial yang telah terbangun sejak lama, mulai mengalami perubahan seiring


(47)

masyarakat tinggal dipungsian.Dalam hal ini menurut teori perspektif struktural menyatakan bahwa masyarakat adalah suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian dan elemen yang saling berkaitan. Perubahan yang terjadi pada suatu bagian akan menimbulkan perubahan terhadapa yang lain ( dalam Ritzer,1992).

Permasalah yang timbul akibat adanya bencana gunung meletus mencetuskan ide Pemerintah untuk merelokasi pengungsi ke tempat yang jauh dari Gunung Sinabung, oleh sebab itu Pemerintah dibantu oleh BNPB membuat rencana untuk merelokasi pengungsi ke hutan siosar. Adapun anggaran yang diperuntukkan untuk pembangunan pemukiman di hutan siosar yaitu RP 133.948.200. Dana tersebut diperuntukkan untuk perbaikan dan pembuatan jalan dan juga pembangunan rumah yang diperuntukkan sebagai tempat tinggal (data 2015).

Selain itu rencana relokasi ini juga sudah diketahui oleh para pengungsi yang dapat dilihat pada tabel di bawah:


(48)

Tabel 13. Tanggapan Responden rencana relokasi ke pemukiman baru sudah diketahui oleh penyintas Sinabung yang terletak di Siosar

No Pengetahuan

mengenai rencana relokasi

Frekuensi Presentase

1 Tahu 38 orang 100

2 Tidak Tahu 0 orang 0

Jumlah 38 orang 100

Sumber: Kuesioner Responden Agustus 2015

Berdasarkan tabel 13, dapat dijelaskan bahwa 38 orang responden dikategorikan 100% tahu mengenai relokasi pemukiman ke hutan Siosar.


(49)

Table 14. Luas Tanah Rumah, Perkarangan dan Tanah untuk Pertanian

No Luas tanah

rumah,

perkarangan dan pertanian

Jumlah

1 Luas tanah

rumah

Panjang 6 meter, lebar 6 meter

2 Luas

perkarangan rumah depan dan belakang

Depan: panjang 6 meter, lebar 10 meter

Belakang:

panjang 5 meter, lebar 10 meter

3 Luas tanah

pertanian

Setengah hektar / KK

Sumber Data Februari 2016

Berdasarkan table 14. Dapat dijelaskan luas tanah rumah penyintas Sinabung 6X6 meter, luas perkarangan rumah depan 6 kali 10 meter dan luas perkarangan belakang rumah 5 kali 10 meter. Untuk lahan pertanian penyintas Sinabung setengah hektar /KK, semua sama tipe rumahnya dan lahan pertanian. Namun pemerintah hanya menyediakan rumah dan lahan pertanian bagi para penyintas gunung Sinabung yang memiliki rumah dan lahan pertanian di Desa sebelumnya. Bagi para penyintas gunung Sinabung yang tidak memiliki rumah dan


(50)

lahan pertanian didesa sebelumnya maka para penyintas tidak mendapatkan rumah dan lahan pertanian di pemukiman baru yaitu Desa Siosar. Pemerintah hanya fokus pada yang memiliki rumah dan lahan pertanian didesa sebelumnya. Yang tidak memiliki belum tahu bagaimana kepastiannya. Sementara dikalangan penyintas gunung Sinabung beredar isu bagi mereka yang memiliki dua rumah di desa sebelumnya maka dia akan mendapatkan rumah dua juga dipemukiman baru Desa Siosar.


(51)

Table 15. Fasilitas di Daerah Relokasi

No Fasilitas Keterangan

1 Kenyamanan

tinggal dirumah relokasi

Nyaman

2 Kondisi air Bersih

3 Transportasi Dua unit yang

disediakan oleh BNPB

4 Sekolah Sekolah dasar

dalam proses pembangunan

5 Tempat ibadah Gereja dan

mesjid

6 Pajak Belum ada

7 Listrik Pulsa

8 Prabot rumah 3juta

9 Kedai 13 kedai

Sumber Data Februari 2016

Berdasarkan table 15, dapat dijelaskan masyarakat penyintas Sinabung merasa lebih nyaman tinggal ditempat relokasi, kondisi air bersih, Badan Nasional


(52)

Penanggulangan Bencana menyediakan dua unit transportasi untuk para penyintas Sinabung menuju tempat relokasi Siosar. Sekolah dasar dalam proses pembangunan, tempat ibadah terdiri dari mesjid dalam proses pembangunan dan gereja, pusat perbelanjaan atau pajak belum ada untuk sementara masyarakat berbelanja kepajak pusat kota, jarak Siosar kepajak pusat kota lebih kurang 20Km. Listrik yang disediakan pemerintah adalah listrik pulsa. Ketika masyarakat penyintas Sinabung direlokasi pemerintah member bantuan untuk memenuhi barang prabot rumah sebanyak 3juta. Ditempat relokasi ada 13 yang tersedia kedai dalam 13 kedai ini terdiri dari kedai kelontong, kedai kopi, kedai jajanan anak-anak, kedai nasi dan ikan yang sudah masak.

Tabel 16. Tanggapan Responden setuju direlokasi kepemukiman baru

No Kesetujuan

Pengungsi Mengenai Relokasi

Jumlah Frekuensi

1 Setuju 38 orang 100

2 Tidak Setuju 0 orang 0

Jumlah 38 orang 100

Sumber: Kusioner Responden Agustus 2015

Berdasarkan tabel 16, dapat dijelaskan bahwa dari 38 orang responden dikategorikan setuju untuk direlokasi ke pemukiman yang baru. Hal ini didukung oleh pernyataan responden Herlina Br. Ginting (48 tahun):


(53)

“setuju, adi aku i relokasi ke pemukiman si mbaru, apaika kami jah dat juma ka, untuk erjuma. Aku berharap adi ngo i relokasi banci memulai buka geluh baru ka ras memulai hidup sibaik daripada tading i pengungsian enda ma jelas masa depan ku.”

“setuju, kalau saya direlokasi ke pemukiman yang baru, apalagi kalau disana kami dikasih ladang lagi, untuk bertani. Saya berharap bisa memulai hidup yang baru di pemukiman yang baru. Hidup yang lebih baik ketimbang saya tinggal di pengungsian tidak jelas masa depan saya.”

Pernyataan yang disampaikan oleh Maladin Tarigan (66 tahun):

“setuju kel anakku, adi banci secepatna kami i relokasiken. Bosan jenuh kami bagenda-bagenda enca geluh i pengungsian enda. Lalit perubahen muat sera na enca lit. Adi ngo pagi kami i relokasiken, terutama aku sendiri harus merubah kehidupen keluargaku menjadi lebih baik dari pada kehidupen sigundari.”

“setuju sekali, kalau bisa secepatnya kami direlokasikan ke pemukiman yang baru. Bosan jenuh kami begini saja hidup di pengungsian ini gak ada perubahan, yang ada disini tambah hari tambah susah. Kalau sudah nanti”. direlokasi terutama saya sendiri harus mengubah kehidupan keluarga ku menjadi lebih baik dari pada kehidupan sekarang.”

Relokasi pemukiman ke hutan Siosar merupakan upaya jangan panjang penanggulangan bencana yang dilakukan oleh Pemerinah, yang memberikan dampat positif bagi para pengungsi. Dimana para pengungsi berharap dapat memperolah kehidupan yang lebih baik di tempat pemukiman yang baru, ketimbang mereka harus tinggal di pengungsian untuk selamanya.


(54)

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan keseluruhan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan :

1. Pengungsi yang berasal dari Desa Sukameriah merespon positif direlokasi ke Desa Siosar, presepsi penyintas positif terhadap pemukiman baru. Karena tinggal dipemukiman baru dan memiliki pemukiman yang pasti dan tetap, sehingga para penyintas gunung Sinabung merasa nyaman dan suka tinggal pemukiman baru mereka.

2. Hubungan sosial para penyintas gunung Sinabung sangat baik, karena

masyarakat didesa sebelumnya juga sebagai tetangga dipermukiman baru mereka, sehingga keakraban masih tetap terjalin dengan baik, saling menghargai satu dengan lainnya. Selama tinggal di tempat baru tidak ada pernah muncul konflik, dan udara di Desa Siosar sangat dingin dan segar jauh dari volusi, karena masih dipenuhi pepohonan di sekitarnya. Sehingga penyintas gunung Sinabung merasa nyaman tinggal ditempat baru mereka.

3. Matapencarian Penyintas di desa sebelumnya adalah pertanian sayur-mayur dan kopi, setelah direlokasi ke desa Siosar matapencarian penyintas gunung Sinabung sama dengan didesa sebelumnya pertanian. Untuk sementara pemerintah

menyediakan lahan pertanian kentang, setelah penyintas membersihkan lahan pertanian mereka pemerintah menyerahkan hak kepada penyintas apa pun bisa


(55)

ditanami dilahan mereka. Kondisi tanah di Siosar untuk lahan pertanian kurang subur karena sebelumnya di Siosar dipenuhi pohon tusam sehingga tanahnya kurang subur kalau ditanami sayur-mayur, para penyintas tidak khwatir dengan tidak suburnya tanah karena bisa diatasi dengan menambah kompos, jarak lahan dengan rumah para penyintas tidak jauh bisa ditembuh dengan jalani kaki. Tidak sama halnya dengan desa sebelumnya, didesa sebelumnya memiliki tanah yang subur untuk lahan pertanian sayur-mayur.

4. Fasilitas yang ada di Desa Siosar belum cukup memadai karena masih dikatakan pemukiman yang baru. Namun ada kendala yaitu karena masih pemukiman baru tidak memiliki pajak tradisional, dan jauh dari pemukiman warga. Lokasi Desa Siosar jauh dengan pajak tradisional. Dengan jauhnya dengan lokasi pajak untuk membeli kebutuhan-kebutuhan pokok sangat sulit.

5.2 Saran

Adapun saran dalam penelitian ini yaitu:

1. Sebagai pemukiman yang masih baru masyarakat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokoknya, sehingga diharapkan kepada pemerintah setempat bisa secepatnya membuat pajak tradisional, agar masyarakat mudah untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka dan bisa memiliki aktivitas lainnya dengan berjualan di pajak.

2. Sarana dan prasarana di pemukiman baru belum memadai karena masih dalam proses pembangunan. Maka masyarakat berharap secepatnya selesai pembangunan sekolah agar anak sekolah mereka tidak perlu jauh sekolah lagi Pusat Kota. Bukan hanya sekolah saja dibutuhkan cepat dalam pembangunan sarana dan prasarana


(56)

lainnya juga bisa cepat dibangun seperti balai desa (jambur) dan masjid, agar bisa digunakan masyarakat.

3. Perlu adanya kejelasan dari Pemerintah tentang jumlah rumah yang dimiliki atau diperoleh per-KK, sehingga tidak menimbulkan kesimpang siuran dan kecurigaan informasi dikalangan masyarakat yang direlokasi.


(57)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perubahan Sosial

Perubahan sosial merupakan bagian dari gejala kehidupan sosial, sehingga perubahan sosial merupakan gejala sosial yang normal. Menurut More (dalam J. Dwi Narwoko, 2004) mengartikan perubahan sosial sebagai sesuatu perubahan penting dalam struktur sosial, pola-pola prilaku dan sistem interaksi sosial, termasuk di dalamnya perubahan norma, nilai, dan fenomena sosial. Dalam hal ini, masyarakat yang dahulunya tinggal di kaki Gunung Sinabung memiliki kehidupan yang nyaman, memiliki tempat tinggal, ada kebun yang diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang mana masyarakat itu juga memiliki struktur sosial dan nilai yang sudah lama dijalankan. Namun dengan adanya bencana Gunung meletus, masyarakat yang tinggal di kaki gunung harus meninggalkan rumah mereka, dan mereka berpencar untuk mencari tempat perlindungan, ada yang tinggal di pengungsian, ada yang tinggal bersama saudara dan ada juga yang membangun rumah di daerah yang lain. Hal ini kemudian yang mendorong terjadinya perubahan. Secara garis besarnya, menurut Setiadi (2011) penyebab perubahan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan juga faktor eksternal.

Adapun faktor internal yang menyebabkan terjadinya perubahan yaitu:

1. Bertambah dan berkurangnya penduduk. Bertambahnya atau berkurangnya penduduk dapat dilatarbelakangi dalam beberapa hal seperti kelahiran, kematian dan migrasi. Dalam hal ini, akibat adanya gunung meletus


(58)

menyebabkan tidak sedikit penduduk yang tinggal di kaki Gunung Sinabung meninggal dan ancaman gunung meletus yang tidak henti-hentinya membuat masyarakat banyak yang meninggalkan desa tersebut. Hal ini kemudian akan menyebabkan kekosongan penduduk yang berakibat pada perubahan pembagian kerja dan stratifikasi sosial dimasyarakat.

2. Penemuan-penemuan baru. Kesadaran akan kekurangan kebudayaan yang ada pada kelompok masyarakat ditandai dengan adanya sikap yang memandang kebudayaan kelompok lain lebih baik dari kebudayaan yang ada pada kelompoknya.

3. Pertentangan atau konflik dalam masyarakat. Konflik sosial diawali oleh perbedaan-perbedaan kepentingan. Dalam hal ini dengan adanya bencana gunung meletus munculkan konflik baru dalam masyarakat, mereka merasa tidak nyaman tinggal dipungsian dengan kondisi yang serba kekurangan, sehingga ada menimbulkan konflik antara sesame pengungsi, pengungsi dengan masyarakat sekitar dan juga pengungsi dengan pemerintah. Sehingga muncul ide pemerintah untuk merelokasi pengungsi ke tempat pemukiman baru di hutan siosar.

Kemudian faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya perubahan yaitu:

1. Sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada disekitar manusia, dalam hal ini dikaitkan dengan bencana Gunung Sinabung. Bencana Gunung Sinabung yang terjadi di Kabupaten Karo telah menyebabkan perubahan yang besar bagi masyarakat disana, diantaranya kehilangan tempat tinggal, mata pencaharian dan kehilangan orang yang mereka yang sayangi akibat menjadi penyintas Gunung Sinabung


(59)

2. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain. Dalam hal ini, masuknya nilai dan unsur budaya asing dapat mempengaruhi kebudayaan suatu bangsa.

Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti ingin menggambarkan lebih jelas persepsi pengungsi Gunung Sinabung kaitannya dengan perubahan kondisi yang telah mereka alami selama tinggal dipengungsian dengan adanya rencana pemerintah untuk merelokasi pemukiman mereka di daerah siosar.

2.1.1 Faktor-faktor Yang Memengaruhi Jalannya Proses Perubahan Setiadi (2011) mengemukakan beberapa faktor pendorong terjadinya perubahan yaitu:

1. Kontak dengan kebudayaan lain

Maksudnya disini adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari orang perorangan kepada orang perorangan lain dan dari masyarakat satu ke masyarakat lainya. Proses yang demikian ini disebut difusi. Difusi akan terjadi jika penemuan baru yang telah diterima oleh masyarakat dapat diteruskan dan disebarkan pada masyarakat luas sampai umat manusia di dunia dapat menikmati kegunaan bagi kemajuan peradaban, antara lain proses-proses ini merupakan pendorong bagi pertumbuhan kebudayaan masyarakat manusia.

2. Sistem pendidikan formal yang baru

Sistem pendidikan merupakan proses mencerdaskan kehidupan bangsa yang keberadaannya yaitu disengaja. Melalui sistem ini, generasi akan dididik untuk menjadi manusia-manusia yang memiliki keahlian dan wawasan dalam berbagai


(60)

bidang keilmuan, yang memanfaatkan ilmunya untuk perubahan suatu bangsa menjadi lebih baik.

3. Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan untuk maju

Sikap tidak menghargai hasil karya orang lain merupakan ciri masyarakat tertentu yang berdampak pada sulit bangsa ini penemu untuk berubah. Terlebih apabila yang tidak dihargai ini adalah penemu metode yang dapat membawa kehidupan suatu bangsa kearah yang lebih baik. Walaupun demikian, merupakan hal yang tidak dapat dipungkiri akan adanya sekelompok manusia atau individu yang cenderung menolak perubahan. Kenderungan ini yang kemudian diwujudkan dalam sikap menolak perubahan.

4. Toleransi terhadap penyimpangan, yang bukan merupakan delinkuenasi

Tidak semua perilaku menyimpang tergolong sebagai bentuk perubahan yang negatif, suatu perilaku yang dianggap menyimpang dari kehidupan sosial yang wajar indikasinya ialah perilaku ini bertentangan dengan kebiasaan-kebiasaan umum di masyarakat. Misalnya dokter yang didatangkan oleh pemerintah kesuatu daerah atau ditempatkan dipedesaan yang tidak memiliki fasilitas kesehatan, namun masyarakat desa memiliki kebiasaan mengobati sakit secara tradisional. Keinginan masyarakat tersebut untuk terbebas dari pengobatan secara tradisional membuat mereka menerima kehadiran para dokter dan ahli kesehatan tersebut. Penerimaan ini pada giliranya memungkinkan para dokter memberikan pengertian dan arahan akan berbagai kebiasaan hidup sehat yang lambat laun menggeser keyakinan masyarakat ini bahwa setiap penyakit tidak diobati secara tradisional.


(61)

Biasa model sistem stratifikasi sosial yang terbuka terdapat dalam struktur masyarakat yang modern, dalam arti kehidupan masyarakat telah mengalami pola pikir yang maju. Ukuran maju dan tradisionalnya peradaban suatu masyarakat terletak pada kemampuan dan daya nalarnya yang biasanya lebih mengedepankan akal sehat ketimbang pertimbangan yang bersifat mitologis. Sementara kemajuan pola pikir masyarakat akan selalu bersandar pada tingkat manfaat dari perubahan sehingga pertimbangan atas manfaat inilah yang biasanya mendorong untuk melakukan perubahan jika perubahan ini membawa manfaat bagi kehidupannya. Pola pikir demikian biasanya lebih berorientasi pada akal sehat.

6. Penduduk yang heterogen

Penduduk yang heterogen biasanya terdapat di daerah perkotaan sebab kota merupakan pusat industri dan perdagangan yang lebih banyak menyerap tenaga kerja, sehingga banyak orang dari berbagai daerah, suku, dan ras yang berbeda berdatangan ketempat ini. Dengan datangnya orang-orang dari berbagai daerah ini, maka kemungkin besar akan terjadi saling tukar-menukar latar belakang sejarah pengalaman hidup dan kebudayaan, bahkan hingga terjadi perkawinan antar daerah yang diawali dari penemuan di tempat perkerjaannya di kota. Keadaan ini yang mendorong timbulnya perubahan sebagai akibat dari interaksi antarmanusia dari berbagai daerah dan proses tukar-menukar pengalaman dan kebiasaan dari daerahnya masing-masing ini.

7. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu

Ketidakpuasan manusian terhadap apa yang ada pada saat ini menimbulkan keinginan manusia untuk mencari jalan keluar dalam mencapai titik kepuasan.


(1)

2. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M. Si selaku ketua Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik rasa hormat dan terimakasih yang tidak akan dapat penulis ucapkan dengan kata-kata dan memberikan kelapangan ataupun kemudahan berupa moril materi selama mengikuti pendidikan dan selaku dosen pembimbing saya yang selalu mau meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan dukungan kepada saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Paling teristimewa penulis ucapkan salam sayang terhangat dan terimakasih bahkan tak terucap rasa bangga penulis kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda dan Ibuandaku yang tercinta yang telah membesarkan saya dengan mencurahkan kasih sayangnya tiada terhingga dan tiada batasnya kepada saya, selalu memberikan doa dan nasehat, dan mendidik saya serta dukungan moril materil kepada saya.

4. Seluruh Dosen dan pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara untuk segala ilmu pengetahuan yang telah diberikan. Abang Abel dan Ernita yang telah membantu banyak penulis selama masa perkuliahan dalam hal administrasi.

5. Secara khusus dan istimewa buat saudara kakak-abang tersayang saya Alm. Alfahry Sembiring Meliala, Alm. Enni Br. Sembiring Meliala, Doman Sembiring Meliala dan kakak ipar Lagu Matondang, Fery Sembiring Meliala, Meilita Br. Sembiring Meliala dan abang ipar Mira Ginting, Dodi Putra Syahbanta Sembiring Meliala dan keponakan-keponakan saya Alwi Sembiring Meliala, Fahzri Sembiring Meliala, Fahlan Sembiring Meliala,


(2)

Salsa Bila Br. Sembiring Meliala, Eliaya Br. Ginting, Monika Br. Ginting, Helen Br. Ginting, Esi Sihaloho, Yosi Sihaloho yang selalu memberikan doa semangat, nasehat kepada saya dan masukan yang tidak ternilai harganya dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Sahabat-sahabat baik penulis yang sangat penulis sayangi dan cintai, terkhusus buat Defi Ayuni S.Sos, Nobina Br. Ginting S.Sos, Rida Helfrida Pasaribu S.Sos, Fitri Yati S.Sos, Desmira Khairat Guci S.Sos dan teman PKL Sei Rotan yang selalu bersama disaat senang maupun sedih selama penulisan skripsi ini dan teman-teman Sosiologi Stambuk 2010. Sahabat penulis dari sekolah serta tempat curhatan hati senang maupun sedih, terkhusus buat Lia, Beben, Salmen, Indah, Icagalang, Icakitik, Thami, Ida, dan teman-teman Ikatan Mahasiswa Karo, Meilatip kade-kade meitilap, Misaombar, Susipret, Ririnprinces, dan teman-teman pamah sigedang, rasa hormat dan terimakasih penulis kepada Rokinda Purba yang telah banyak mencurahkan waktu, tenaga, ide-ide, moril maupun materi pada saat pelaksanaan penelitian skripsi ini, dan terimakasih penulis kepada Medis Ginting yang telah meluangkan waktu dan tenaga sudah bersedia mengantar penulis ke Siosar. Penulis sangat bangga mempunyai sahabat seperti kalian. Dan teman-teman lain yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu yang sudah memberikan semangat, doa dan motivasi kepada penulis.

7. Para Informan yang telah banyak membantu memberikan informasi yang sangat dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini. Terimakasih banyak atas


(3)

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi terdapat berbagai kekurangan dan keterbatasan, untuk itu penulis mengharapkan masukan dan saran-saran yang sifatnya membangun demi kebaikan tulisan ini. Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, semoga tulisan ini bisa bermamfaat bagi para pembaca, dan akhir kata dengan kerendahan hati, penulisan mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini.

Medan, Maret 2016 ( Penulis)

NIM : 100901018 Destrianna Sembiring


(4)

DAFTAR ISI

ABSTRAK………..….. i

KATA PENGANTAR………...……….. ii

DAFTAR ISI………...……… vi

DAFTAR TABEL………...……… xi

BAB 1 PENDAHULUAN………...………. 1

1.1 Latar Belakang………..………... 1

1.2 Perumusan Masalah………...……….. 8

1.3 Tujuan Penelitian………..………... 8

1.4 Manfaat Penelitian………..………... 9

1.5 Defenisi Konsep………..……….. 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA………..……….. 12

2.1 Perubahan Sosial………..……….. 12

2.1.1 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Jalannya Proses Perubahan……….……..14

2.2 Mobilitas Sosial………...………...…………. 18

2.2.1 Tipe-tipe Mobilitas Sosial……..……….. 18

2.3 Bencana Alam Dalam Perspektif Sosiologi……..………..…...…. … 23

2.4 Persepsi Sosial………...……….. … 25

2.5 Penanggulangan Bencana……….………….. 29

2.6 Relokasi Pemukiman Sebagai Upaya penanggulangan Bencana Gunung Meletus... 32


(5)

3.2 Lokasi Penelitian... 36

3.3 Unit Analisis Dan Informan... 36

3.3.1 Unit Analisis... 36

3.3.2 Informan... 37

3.4 Populasi Dan Sampel... 37

3.4.1 Populasi... 37

3.4.2 Sampel... 37

3.5 Teknik Pengumpulan Data... 38

3.6 Interpretasi Data... 40

3.7 Jadwal Kegiatan... 41

BAB IV DESKRIPSI DAN INTERPRESTASI DATA PENELITIAN... 42

4.1 Deskripsi Lokasi Pengungsi Asal Desa Sukameria... 42

4.1.1 Kondisi Dan Letak Geografi Desa Suka Meriah... 42

4.2 Deskripsi Lokasi Desa Siosar... 43

4.3 Identitas Responden... 47


(6)

4.5 Perubahan Masyarakat Sebelum Dan Sesudah Gunung

Meletus... 56

4.6 Persepsi Masyarakat Mengenai Relokasi Pemukiman di Desa Siosar... ………...71

BAB V PENUTUP... 85

5.1 Kesimpulan... 85

5.2 Saran... 86

DAFTAR PUSTAKA