Relokasi Pemukiman sebagai Upaya penanggulangan Bencana Gunung Meletus

Penerapan penanggulangan bencana dilakukan secara ilmiah dan memanfaatkan ilmu pengetahuan. Bencana sangat erat kaitannya dengan berbagai displin ilmu pengetahuan seperti geolagi, geografi, lingkungan, ekonomi, budaya, teknologi dan lainnya. Harus dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan sehingga diperoleh hasil yang lebih baik.

2.6 Relokasi Pemukiman sebagai Upaya penanggulangan Bencana Gunung Meletus

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan Bencana pasal 47 mendefinisikan 1. Mitigasi adalah serangakaian upaya untuk mengurangi resiko bencana baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatkan kemampuan menghadapi ancana bencana pada kawasan rawan bencana. 2. Kegiatan mitigasi bencana sebagimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan melalui: a Pelaksanaan penataan ruang. b Pengaturan pembangunan, pembangunan insfrastruktur, tata bangunan. c Penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan dan pelatihan baik secara konvensional maupun modern. Relokasi pemukiman merupakan salah satu bentuk penanggulangan bencana yang sesuai dengan UU No.24 tahun 2007. Dimana, menurut Usamah dan Haynes dalam Harliani, 2014 relokasi pemukiman diartikan sebagai upaya Universitas Sumatera Utara penanggulangan bencana dengan membuat pemukiman kembali pascabencana, dimana pemukiman yang mengalami kerusakan akibat bencana dibangun kembali di tempat yang sama atau di tempat lain agar terhindar dari resiko bencana. Relokasi yang terjadi karena lokasi yang lama merupakan daerah bencana alam disebut relokasi penyintas bencana dan relokasi tersebut dapat dilakukan secara temporer maupun permanen. Relokasi penduduk juga merupakan salah satu kebijakan yang biasa dilakukan oleh pemerintah untuk melindungi masyarakat dari ancaman bencana alam, bahkan menjadi solusi yang populer dalam penanggulangan bencana. Relokasi penyintas gunung meletus juga harus dipindahkan ke daerah lain yang jauh dari kaki gunung. Relokasi sering dilakukan sebagai tindakan untuk menghadapi fase recovery atau rekontruksi. Akan tetapi relokasi pemukiman sementara dalam fase recovery hanya akan menunda dan memperpanjang fase pemulihan. Untuk itu, relokasi pemukiman permanen lebih baik dibandingkan sementara, jika bencana gunung meletus terjadi terus menerus. Menurut Usamah dan Haynes dalam Harliani, 2014 beberapa faktor yang mempengaruhi proses relokasi akibat bencana adalah berikut: 1. Aspek sosial dan budaya, yang meliputi hubungan sosial dengan tetangga, kerbat, ketersedian tempat berkumpul dan fasilitas lain yang mendukung seperti di lingkungan tempat tinggal yang lama, serta jaminan terhadap status kepemilikan lahan dan bangunan Universitas Sumatera Utara 2. Aspek ekonomi, meliputi jarak antara lokasi lingkungan yang baru dengan tempat bekerja, jaminan terhadap mata pencaharian, serta penggantian asset dan bangunan 3. Aspek fisik dan lingkungan, yang mempengaruhi diantaranya ketersediaan sarana dan prasaran lingkungan maupun kondisi geografis di lingkungan baru. 4. Aspek kualitas dan konstruksi bangunan, seperti bahan bangunan yang digunakan untuk membangun tempat tinggal yang baru, sistem instalansi di dalam bangunan rumah, pemilihan lokasi tempat tinggal yang baru, pemilihan tapak dan perencanaan desain pemukiman baru 5. Aspek proses pengambilan keputusan, yang melibatkan pastisipasi masyarakat serta stakeholder lain yang berkepentingan serta proses komunikasi antara pemerintah dan masyarakat yang baik. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Masalah

Kepulauan Indonesia terbentuk oleh rangkaian gunung api yang berjumlah lebih 500 buah. Dari jumlah ini, sekitar 129 diantaranya adalah gunung api yang aktif atau 13 dari jumlah gunung api yang aktif tersebut tersebar mulai dari kawasan Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, perairan Maluku sampai kawasan Sulawesi Utara. Hadirnya gunung api dengan beragam pesonanya seperti tanah yang subur, alam yang indah, telah mendatangkan manfaat bagi masyarakat sekitar. Penduduk yang tinggal sekitar gunung api senantiasa memanfaatkan lahan sekitarnya untuk menunjung kehidupan sehari-hari dan berupaya meningkatkan taraf kehidupannya dengan bertani, bercocok tanam, berternak dan lain sebagainya. dalam Tjetjep, 2002. Selain memiliki mendatangkan manfaat seperti tanah yang subur, keberadaan gunung api yang masih aktif, juga dapat menimbukan bencana di kemudian harinya, dalam hal ini gunung meletus. Gunung Sinabung yang terletak di Kabupaten Karo merupakan salah satu gunung yang masih aktif di Indonesia. Nama lain dari gunung Sinabung adalah Sinaboeng, yang memiliki 4 buah kawah utama, terletak dibagian puncak yakni kawah 1, sepanjang kawah tua, terdiri dari leleran lava, terletak pada arah selatan timur, sepanjang 150 m, Kawah II dan III, merupakan kawah kembar yang terletak disebelah selatan atau ditengah selatan, dan kawan IV terletak dibagian utara barat atau bagian tengah barat. Gunung Sinabung ini termasuk ke dalam gunung api Universitas Sumatera Utara