Perubahan Masyarakat sebelum dan sesudah Gunung Meletus

Tabel 8. Identitas Responden Berdasarkan Kepemilikan Lahan Pertanian No Luas Kepemilikan Lahan Pertanian Frekuesni Presentase 1 1 hektar 26 orang 73 2 1-2 hektar 10 orang 23 3 2 hektar 2 0rang 4 Jumlah 38 orang 100 Sumber, Kuesioner Agustus 2015 Berdasakan tabel 8, dapat dijelaskan bahwa dari 38 orang responden yang tingga di pengungsian, seluruh responden seluruhnya memiliki kebun. Luas kepemilikan kebun paling besar yaitu 1 hektar berjumlah 26 orang atau 73 dan kepemilikan lahan antara 1-2 hektar berjumlah 10 orang atau 23. Dan kepemilikan lahan 2 hektar berjumlah 2 orang atau 4. Hal ini juga yang mempengaruhi tingkat pekerjaan masyarakat Desa Suka Meriah sebagai petani.

4.5 Perubahan Masyarakat sebelum dan sesudah Gunung Meletus

Gunung Sinabung merupakan salah satu bencana alam yang mengakibatkan kerusakan pada bidang ekonomi, sosial dan lingkungan. 1. Dari Segi Ekonomi Dari segi Ekonomi bencana alam sering menimbulkan kerugian secara financial, bahkan aktivitas ekonomi dapat terhambat akibat adanya bencana alam. Universitas Sumatera Utara Erupsi Gunung Sinabung telah membuat sistem ekonomi di daerah Kabanjahe dan sekitarnya menjadi terhambat. Laha-lahan pertanian yang rusak akibat terkena dampak erupsi Gunung Sinabung tidak bisa dipanen. Dan hal ini menimbulkan kerugian financial bagi para petani di daerah tersebut. Hal ini didukung oleh pernyataan Nova Ginting 30 tahun yang menyatakan bahwa: “em perban reh bencana erupsi Gunung Sinabung e da, juma kami si rani tena marenda . Mania dorek i perani. Kerina si kusuan sayur ras sinuan- nuan ku i juma ceda kerina perban abu vulkani Sinabung dai nak.” “gara-gara erupsi Gunung Sinabung, ladang kami yang akan panen dulu. Tidak bisa dipetik hasilnya. Semua sayuran sayuran rusak akibat terkena debu Sinabung.” Pernyataan yang disampaikan oleh Dame Br. Gurusinga 64 tahun yang menyatakan bahwa: “mulai reh bencana enda da kami manai bo keri kami ukur kami nak ku. Sinuan-nuan kami jadi abu kerina perban erupsi Gunung Sinabung enda dai”. “mulai datangnya bencana ini tadi capek rasa kami berpikir anakku. Tanaman-tanaman kami semua jadi debu karena erupsi Gunung Sinabung ini tadi”. Pernyataan yang disampaikan oleh Hobbi Sitepu 30 tahun yang menyatakan bahwa: “meletus gunung Sinabung e dai, kami kerina sada kuta Sukameriah harus mengungsi kerina dek. Sedih nge akap tadingken kuta kelahiren ta megogo nge siakap tapi dari pada ngengken pe je mate enca kari meletus gunung ah. Juma ras rumah kami gundari i kuta gom tamburi abu vulkanik ah dek. Adi gundari enda bagenda kehidupen kami i pengungsian enda dek susah kel, manai lit juma kami si man dahin kami dek. Adi marenda sanga kami kuta denga kujuma enca teh kami dahin kami, kujuma kami ernin sinuan ras ngerawat sa gelah melala dat hasilna bage dek.” “ meletus gunung Sinabung ini tadi, kami pun semua anak Desa Sukameriah harus mengungsi dek. Sedih rasa kami meninggalkan tempat lahir kami tapi kemana lagi dibuat di tahankan pun tinggal disitu yang ada nanti kami bisa mati karena meletus gunung Sinabung. Ladang dan rumah kami sudah tertanam abu vulkanik itu dek. Kalau sekarang beginilah kehidupan kami di pengungsian ini menderita, gak ada lagi ladang kami yang bisa kami Universitas Sumatera Utara kerjakan dek. Kalau dulu waktu kami tinggal di Desa kami keladang cuman kami tahu kerja kami, kujuma kami melihat tanaman kami dan merawatnya agar bisa mendapatkan hasil yang memuaskan.” Selain itu, Erupsi Gunung Sinabung juga telah merusak rumah di pemukiman tersebut. Sehingga ini juga telah menimbulkan kerugian yang lebih besar. Dinding luar dan juga atap rumah dipenuhi dengan debu. Tidak jarang, debu juga membuat atap rumah menjadi hancur. 2. Dari Segi Sosial Dilihat dari aspek sosial, erupsi Gunung Sinabung telah menimbulkan masalah baru yaitu kemiskinan. Dimana, para petani yang berada di kaki gunung Sinabung tidak bisa lagi pergi ke ladang. Hal ini disebabkan karena rasa tidak aman para petani apabila pergi ke ladang, karena erupsi gunung sinabung yang bisa terjadi kapan saja. Ladang yang tidak digarap, tentunya tidak menghasilkan keuntungan bagi para petani, sehingga pendapatan utama petani yang berasal dari pertanian sudah tidak bisa diharapkan, sehingga para petani tidak bisa memenuhi kebutuhan sandang dan pangan keluarga mereka. Meraka hanya bisa mengandalkan bantuan dari para dermawan dan juga pemerintah. Hal ini juga dapat menimbulkan masalah baru, yaitu masyarakat menjadi malas dan tidak mandiri. Selain itu, warga yang harus direlokasi ke pemukiman yang aman, harus meninggalkan tempat tinggal mereka. Mereka harus tinggal di pemukiman yang padat dan harus berbagi dengan para pengungsi yang lain. Sehari-hari para pengungsi tidak melakukan aktivitas berarti. Aktivitas sehari-hari mereka yang di Universitas Sumatera Utara lihat di Lapangan yaitu memasak, membuat group untuk bercerita dan tidur. Hanya sesekali para relawan akan sibuk untuk melakukan aktivitas, seperti membuat kerajinan tangan dan juga ke ladang, apabila ada warga di sekitar daerah pengungsian, membutuhkan tenaga mereka untuk bekerja di ladang. Pada saat itulah, para pengungsi memperolah pendapatan. 3. Dari Segi Lingkungan Dampak bencana alam tidak dapat dipisahkan dengan kerusakan lingkungan. Erupsi Gunung Sinabung telah merusak lingkungan di sekitar kaki Gunung, khususnya di daerah yang merupakan jalur erupsi. Larva panas yang keluar dari Gunung Sinabung, akan merusak daerah yang dilewatinya. Dari hasil data Lapangan, dilihat bahwa ekosistem hutan yang berada di kaki Gunung Sinabung, telah hangus terbakar. Selain itu, tanaman para petani di sekitar kaki gunung telah rusak. Beberapa tanaman bahkan tidak bisa dipanen karena rusak akibat tertimbun debu. Selain itu, udara di daerah Gunung Sinabung menjadi tidak aman. Masyarakat harus menggunakan masker pelindung, apabila sudah ada debu yang keluar dari Gunung Sinabung. Selain itu, secara Sosiologi, adanya bencana menyebabkan perubahan sosial dalam masyarakat. Bencana alam yang terjadinya umumnya akan memakan korban jiwa, dalam hal ini banyak orang yang meninggal akibat bencana alam. Hal ini kemudian mengakibatkan berkurangnya jumlah penduduk di suatu wilayah. Bahkan penduduk yang lain yang tidak menjadi korban bencana, juga merasa takut dan akan meninggalkan wilayah bencana tersebut. Berkurangnya penduduk Universitas Sumatera Utara dan perpindahan penduduk tersebut akan memunculkan sistem sosial yang baru dimasyarakat, yang bertujuan memperbaiki keadaan pasca bencana. Bahkan stratifikasi sosial yang dahulunya dipertahankan dalam suatu masyarakat sebelum bencana, dapat berubah perlahan setelah bencana terjadi. Hal ini yang menarik bagi sosiologi untuk diteliti, bagaiman sistem sosial yang bar terbentuk di masyarakat akibat adanya bencana alam, dalam hal ini meletusnya Gunung Sinabung. Tidak bisa dipungkiri bahwa bencana Gunung Meletus menyebabkan terjadinya perubahan sosial dalam masyarakat. dimana akibat adanya bencana Gunung meletus menyebabkan terjadinya perubahan dalam segi struktur sosial, pola-pola perilaku dan juga sistem interaksi sosial termasuk didalamnya perubahan norma, nilai dan fenomena sosial. Dalam hal ini masyarakat yang dahulunya tinggal di kaki Gunung Sinabung memiliki kehidupan yang nyaman, memiliki kebun yang diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun seiring terjadinya erupsi yang berulang kali yang terjadi pada Gunung Sinabung membuat ketidak nyamanan hidup masyarakat yang tinggal di Desa Suka Meriah, yang memaksa mereka untuk mengungsi ke tempat lain yang lebih aman. Hal ini didukung oleh pernyataan informan Jani Ginting 47 tahun: “Kai pe ningen rumah tam aka malem na dek si ingani, i kuta Sukameriah.tabahen geluh i rumah ta dek. Ngo kenca wari terang ngo banci berkat kujuma ta, erdahin i jumata. Enca reh bencana enda dai terpak kami pindah sada kuta enda kerina. Juma pe manai dorek i suan, perban tamburi abu vulkanik dai. Ceda kerina sinuan ku dai. Udara jah pe manai bersih. Git ras lang harus kami i pindahken kujenda.” “sangat nyaman tinggal di rumah saya sendiri, di desa Sukameriah. Saya bisa hidup nyaman di rumah sendiri. Setiap pagi saya bisa ke ladang sendiri, mengurus kebun. Namun sejak Gunung Sinabung kembali erupsi, terpaksa kami pindah satu Desa ini. Ladang pun tidak bisa lagi ditanami, karena Universitas Sumatera Utara tertimbun debu gunung. Rusak lahan pertanian saya. Udaranya jadi tidak bersih. Mau tidak mau lah kami pindah kesini.” Pernyataan yang sama disampaikan oleh Asalta Sitepu 33 tahun: “ kenca reh bencana erupsi Gunung Sinabung enda dai, melala kel perubahen ibas masyarakat kami enda. Aku pe ngo susah kuakap gundari erdahin kujuma. Juma si man suanen pe manai lit, perban ngo tamburi abu da kerina. Gom cedan kerina sinuan ku da i juma. Rumah kami pe gom tamburi abu vulkanik da kerina. Mbiar kami kumat belin gunung dai, emaka kami pindah ku pengungsian enda. “sejak terjadinya erupsi Gunung Sinabung, banyak kali terjadi perubahan dalam masyarakat kami ini. Saya sendiri sudah susah berladang sekarang. Lahan perkebunan sudah tidak bisa tanami sayuran, karena sekarang ladang sudah dipenuhi debu gunung, tamanannya pun pada rusak. Rumah kami juga atapnya sudah dipenuhi tumpukan debu, kerena takut gunung nanti erupsi besar, maka nya kami memutuskan untuk mengungsi”. Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh Bungati Br. Sitepu 49 tahun “ reh na bencana enda dai, lanai bo lit tading harta kami sitik pe. Perban ngom tamburi abu da kerina. Geluh ibas pengungsi enda labo metabeh lang bagi rumah ta sisada banci kai pe sidahi ibas rumah ta ma gom bebas siakap adi rumah ta, adi jenda sitik pe labo bebas meterem jelma.” “dengan datangnya bencana erupsi Gunung Sinabung ini, gak ada lagi sedikit pun tertinggal harta kami. Karena sudah tertimbun oleh abu vulkanik semua. Hidupn di pengungsi ini sangat tidak nyaman tidak seperti rumah sendiri segala hal yang kita kerjakan di rumah kita sendiri bebas tetapi disini sangat tidak bebas.” Dari penyataan diatas, bahwa gunung meletus telah menyebabkan terjadinya perubahan sosial. Dimana gunung meletus sebagai suatu objek diluar pemikiran individu, yang memaksa masyarakat untuk melakukan suatu tindakan. Hal ini sesuai dengan teori fakta sosial yang disampaikan Emile Durkheim. Adapun faktor yang menyebabkan terjadinya peruabahan sosial pada masyarakat di Desa Sukameriah, dibedakan ada dua faktor, faktor eksternal dan juga internal. Adapun faktor internal yang menyebabkan terjadinya perubahan yaitu: Universitas Sumatera Utara 1. Bertambah dan berkurangnya penduduk. Meletuskan Gunung Sinabung telah menyebabkan berkurang jumlah penduduk, khususnya di Desa Suka Meriah. Untuk menghindari bertambahnya jumlah korban yang disebabkan oleh meletusnya Gunung Sinabung memaksa masyarakat untuk pindah ke tempat yang nyaman. Sebagian besar masyarakat di Desa Suka meriah mengungsi kebeberapa titik pengungsian yaitu Simpang empat Kabanjahe, Klasis GBKP Kota Kabanje, Jentrum Kabanje, GBKP ASR Kodim Kabanje, Kantor Asap Kabanjahe, Gereja Katolik Kabanjahe dan juga Universitas Karo. 2. Konflik sosial diawali oleh perbedaan-perbedaan kepentingan. Dalam hal ini dengan adanya bencana gunung meletus munculkan konflik baru dalam masyarakat, mereka merasa tidak nyaman tinggal dipungsian dengan kondisi yang serba kekurangan, sehingga ada menimbulkan konflik antara sesame pengungsi, pengungsi dengan masyarakat sekitar dan juga pengungsi dengan pemerintah. Sehingga muncul ide pemerintah untuk merelokasi pengungsi ke tempat pemukiman baru di hutan siosar. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan Arihta Br. Tarigan 54 tahun: “iah gom lit je rubati kitik-kitik i pengunsian enda, gelarna pe tading ras kalak. Buk e banci seri tapi perukuren e lain- lain nge. Lang seri sura-sura rusur nge. Kurang lau jenda rusur lit kalak rubat. Jelma e deba je rubat gara- gara lau langna pe jenda lau na lang mbue. Adi surung kari i pindahken ma gom metabeh. Lit rumah ta sisada lah, lit sumur ta sisada ma manai je rubat pegara lau.” “ kalau konflik kecil di tempat pengungsian pasti ada, namanya kita tinggal sama orang lain. Rambut boleh sama, tapi kan pemikiran beda-beda. Beda pendapat sering juga disini. Kurangnya air disini juga sering menyebabkan konflik. Orang-orang kadang berebut mau mandi karena airnya kan dikit. Itu juga yang sering menyebabkan konflik. Kalau nanti jadi dipindahkan kan enak, ada rumah sendiri, punya sumur sendiri, jadi gak berebut.” Pernyataan yang disampaikan oleh Tukang Surbakti 65 tahun Universitas Sumatera Utara “aja pe kita tading lit nge rusur perubaten, apa lagi kap ndu tading i pengungsian enda. Melala jelma e lain-lain kerina isi otakna. Lit deba gara- gara lingiren ridi rubat, lit lah gara-gara lau bersih rubat, lit ka lah gara-gara pembagin barang bantuan sireh rubat. Melala nge berbagena jenda, si uga pe lit gelarna pe meterem jelma jenda.” “dimana pun kita tinggal pasti ada konflik. Apalagi tinggal di pengungsian ini. Banyak orang yang berbagai macam isi otaknya. Ada yang gara-gara gantry mandi ribut, ada gara-gara air bersih ribut, ada gara-gara pembagian barang dari dermawan ribut. Macam-macam lah kalau disini, namanya banyak orang disini.” Kemudian faktor eksternal dari perubahan yang terjadi pada masyarakat Desa Suka Meriah yaitu Erupsi Gunung Sinabung itu sendiri. Dalam hal ini peruabahan sosial disebabkan oleh adanya bencana alam. Akibat adanya erupsi Gunung Sinabung, telah merusak pemukiman warga khususnya yang berada di Desa Suka Meriah karena jarak pemukiman yang sangat dekat yaitu 2,5 Km. rumah-rumah miliki warga di desa tersebut dipenuhi oleh abu Gunung Sinabung. Tidak jarang debu yang berada di atap rumah warga menghancurkan atap rumah warga. Selain itu, tanaman pertanian milik warga juga dipenuhi dengan debu. Secara financial hal ini juga mengakibatkan berkurangnya pendapatan warga Desa Suka Meriah yang menggantungkan hidupnya di lahan pertanian Akibat tidak berfungsinya lahan pertanian yang berada Di Desa Suka meriah, menyebabkan berkurangnya jumlah pendapatan yang diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. hal ini dapat dilihat dengan jelas pada tabel 9. Universitas Sumatera Utara Tabel 9. Penghasilan responden sebelum dan setelah gunung Sinabung meletus No Penghasilan responden Sebelum bencana gunung Sinabung meletus Setelah bencana gunung Sinabung meletus frekuensi Presentase frekuensi Presentase 1 500ribubulan 7 orang 20 2 500 ribu – 1 jutabulan 25 orang 75 3 1,1 juta – 1,5 jutabulan 2 orang 5 4 1,6 juta – 2 jutabulan 5 2 jutabulan 38 orang 100 4 orang 5 Jumlah 38 orang 100 38 orang 100 Sumber: Kuesioner Responden Agustus 2015 Dari tabel 9, dapat dijelaskan bahwa dari 38 orang responden, menjawab bahwa pendapatan mereka sebelum Gunung Sinabung meletus di atas 2 juta\perbulan. pendapatan itu berasal dari sebagian besar usaha di bidang pertanian, mulai dari bertani sayuran, jeruk dan juga kopi. Kemudian data tersebut di bandingkan dengan pendapatan masyarakat setelah Gunung Sinabung meletus. 38 responden dari yang menjawab 25 orang responden menjawab pendapatan mereka Universitas Sumatera Utara setelah Gunung Sinabung meletus sebanyak 500 ribu-1 juta atau 75, 7 orang menjawab kurang dari 500 ribu atau 20, dan di atas 2 juta sebanyak 4 responden atau 5. Jika dibandingkan dengan penghasilan sebelum gunung Sinabung meletus, dimana seluruh responden berpendapatan seluruhnya di atas 2 juta perbulan, namun setelah gunung Sinabung meletus pendapatan responden 75 responden berpenghasilan 500 ribu-1 juta. Dapat diartikan bahwa telah terjadinya penurunan pendapatan. Dimana 4 orang responden yang bepenghasilan tetap di atas 2 juta, dikarenakan 4 responden tersebut adalah pegawai pemerintahan dan memiliki usaha diluar desa Sukameriah yang tidak terpengaruh adanya erupsi Gunung Kemudian dari segi memenuhi kebutuahan anak sekolah, juga terjadi perubahan akibat adanya erupsi Gunung Sinabung. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah: Universitas Sumatera Utara Tabel 10. Tanggapan Responden mengenai Kemampuan memenuhi Kebutuhan Sekolah anak-anak sebelum dan setelah Gunung Sinabung Meletus No Kemampuan memenuhi kebutuhan sekolah anak Sebelum bencana gunung Sinabung meletus Setelah bencana gunung Sinabung meletus Frekuensi presentase frekuensi presentase 1 Sangat memenuhi 20 orang 50 0 orang 2 Memenuhi 12 orang 32 0 orang 3 Tidak memenuhi 6 orang 18 38 orang 100 Jumlah 38 orang 100 38 orang 100 Sumber: Kuesioner Responden Agustus 2015 Pendidikan yang maju, merupakan salah satu faktor pendorong terbentukanya masyarakat yang berkualitas. Dimana pendidikan merupakan salah satu sarana dimana seseorang dapat melakukan mobilitas sosial secara vertikal. Dimana para petani berusaha mengelola lahan pertanian dengan baik untuk menyekolahkan anaknya sampai ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Derdasarkan tabel 10, dapat dijelaskan sebelum Gunung Sinabung meletus 50 responden dikategorikan sangat memenuhi kebutuhan sekolah anaknya, 32 dikategorikan memenuhi dan 18 dikategorikan tidak memenuhi. Dapat disimpulkan bahwa setengah dari responden dikategorikan sangat memenuhi Universitas Sumatera Utara kebutuhan akan anak sekolahnya. Namun setelah Gunung Sinabung meletus, terjadi perubahan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan anak sekolah, dari 38 responden yang ada 100 responden menjawab tidak dapat memenuhi kebutuhan sekolah anaknya. Hal ini dikarenakan selama masyarakat tinggal dipengungsian mereka tidak memiliki pekerjaan yang pasti. Mereka tidak dapat mengelola lahan pekerbunan dikarenakan lahan pertanian yang sudah tidak bisa tanami karena tertimbun Gunung Sinabung. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rismawati Br. Sitepu 46 tahun: “ya gundari lanai bagi simarenda. Lanai lit pendapaten si pasti dat. Lanai mungkin lit sen untuk anak sekolah. Juma kami dai gom tertutup debu vulkanik, lagian pe lanai boa man kujah, adi kujuma. Mbiar kita pe meletus kari Gunung Sinabung ah. Bahaya nge bage adi kuja ate.” “ya sekarang tidak bekerja seperti dulu lagi, tidak ada pendapatan pasti. Tidak mungkin lagi untuk memenuhi kebutuhan anak sekolah. Lahan perkebunan kami sudah tidak bisa ditanami karena tertutup debu. Lagi pula tidak ama, kalau ke ladang. Kita tidak bisa memastikan kapan gunung sinabung meletus. Tahu-tahu, kita masih berladang, Gunung Sinabung kembali erupsi. Kan bahaya kalau gitu.” Selain itu pernyataan disampaikan oleh informan Japet Surbakti 41tahun: “marenda sanga, tading i kuta, banci lah ikataken dorek memenuhi kebutuhen 4 anak yang sekolah, adi gundari nindu manai lah. Adi merenda lit juma man suanen, lit man arapken tiap bulanna. Adi gundari manai lit siman arapenken, gundari siman arapenken arah bantuan Pemerintah ras dermawan gelah banci untuk kebutuhen anak sekolah.” “ kalau dulu, ketika masih tinggal di desa, ya bisa lah untuk memenuhi kebutuhan 4 anak yang sekolah, namun sekrang mana lah bisa lagi. Kalau dulu kan ada ladang, ada penghasilan yang diharapkan tiap bulannya. Kalau sekarang mana bisa. Cuma bisa mengharapkan bantuan dari pemerintah sama dermawan untuk bisa memenuhi kebutuhan anak sekolah.” Pernyataan yang disampaikan oleh Ratnawati Br. Sitepu 48 tahun: “marenda, untuk kebutuhen anak sekolah lanai lah susah man carinken untuk keperluana, tapi gundali susah kel. Kujuma pe kami lanai banci ngo tamburi abu vulkanik dai kerina juma kami da, janah mbiar pe kami ngo Universitas Sumatera Utara kujuma. Untung lit bantuan arah Pemerintah nari ras dermawan untuk memenuhi kebutuhen anak sekolah.” “dulu, untuk kebutuhan anak sekolah tidak susah kali lah untuk memenuhi keperluaannya, tapi sekarang susah sekali. Keladang pun kami tidak bisa lagi karena sudah tertutupi abu vulkanuk semua ladang kami, dan sekarang takut kami pun sudah keladang. Beruntung ada Pemerintah dan dermawan memberi bantuan untuk kebutuhan anak sekolah.” Dari pernyataan informan Ratnawati Br. Sitepu, menyebutkan bahwa dia tidak bisa lagi ke ladang, karena tidak ada rasa aman. Sejak tahun 2010, Gunung Sinabung sudah berulang mengalami erupsi sempat terhenti di tahun 2011 sampai dipertengahan 2013, kemudian menjelang akhir 2013, Gunung Sinabung mengalami erupsi kembali, dan tidak dapat diprediksikan kapan Gunung Sinabung kembali meletus. Rasa tidak aman ini menyebabkan Desa Suka Meriah pada saat erupsi tahun 2013, terpaksa ditutup untuk menghindari timbulkan korban jiwa, karena letaknya yang sangat dekat dengan Gunung Sinabung. Akibatnya masyarakat Desa Sukameriah tidak melakukan aktivitas yang berarti di pengungsian. Mereka hanya duduk, bercerita, tidur, dan hanya sesekali mereka melakukan kegiatan ke ladang, itupun mereka bekerja sebagai buruh diladang milik masyarakat disekitar Kota Kabanjahe. Sehingga kebutuhan biaya sekolah anak mereka tidak dapat terpenuhi, sehingga anak-anak mereka yang bersekolah terancam berhenti di tengah jalan. Bantuan dari pemerintah dan dermawan merupakan salah satu alternatif cara untuk memenuhi biaya anak sekolah. Pernyataan ini juga didukung oleh tabel di bawah: Universitas Sumatera Utara Tabel 11. Data Responden Mengenai Sumber Dana untuk membiayai sekolah anak, sebelum dan setelah gunung Sinabung Meletus No Sumber dana anak sekolah Sebelum bencana gunung Sinabung meletus Setelah bencana gunung Sinabung meletus frekuensi presentase frekuensi presentase 1 Biaya sendiri 38 orang 100 0 orang 2 Beasiswa 0 orang 3 pemerintah 38 orang 100 4 Orang lain Jumlah 38 orang 100 38 orang 100 Sumber : Kuesioner Responden Agustus 2015 Dari tabel 11, dapat dijelaskan bahwa sebelum Gunung meletus, 38 responden dapat dikategorikan 100 responden dapat memenuhi kebutuhan anak sekolah dengan biaya sendiri. Namun setelah Gunung Sinabung meletus terjadi perubahan dalam memenuhi kebutuhan anak sekolah, dari 38 responden dapat dikategorikan 100 responden menjawab bahwa pemerintah yang membiayai kebutuhan sekolah anak mereka. Universitas Sumatera Utara Tabel 12. Tanggapan Responden Kenyaman tinggal di pengungsian yang terletak di Univeritas Karo No Kenyamanan Tinggal di rumah Pengungsian Jumlah Frekuensi 1 Nyaman 0 orang 2 Tidak Nyaman 38 orang 100 Jumlah 38 orang 100 Sumber: kuesioner Responden Agustus 2015 Dari tabel 12, dapat dijelaskan bahwa dari 38 responden dikategorikan 100 tidak nyaman tinggal dipengungsian. Hal ini berbanding terbalik ketika mereka tingga di rumah sendiri mereka merasa aman. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Guro Br. Surbakti 62 tahun: “tading rumah ta sendiri, kita merasa aman. Kita merasa terlindungi sanga kita ngeranai ras keluargata lebih akrab ia. Adi ibas pengungsian enda me mela kita tah segan kita begi kalak cakap ta si pribadi bage. Mesra pe ateta ras dilaki ta mela kita idah kalak the kalak bage. Adi tading pengungsian enda kita ridi i kamar mandi harus ras-ras. Adi tading i pengungsian enda harus kita erbagi. Malit tabehna tading jenda i pengungsian enda. lang nyaman.” “tigggal di rumah sendiri itu, kita merasa nyaman. Kita merasa terlindungi. ngobrol sama keluarga dengan akrab. Kalau dipengusian kan malu, kalau mau mesra sama suami. Di pengungsian kita mandi di kamar mandiri sama-sama. Kalau dipengungsian harus berbagi. Tidak ada enaknya tinggal di pengungsian. Tidak nyaman.” Pernyataan yang disampaikan oleh Nelliati Br. Sembiring 43 tahun: “iaah, kai pe kataken kalak, situhuna kel tabehen tading irumah ta. Ras lebih leluasa siakap erkai pe sidadap dahin rumahta. Ia adi tading i pengungsian bagenda melala tading jelma sada ruangen bagenda. Ia tentu lang lah leluasa Universitas Sumatera Utara kita erkai pe bagenda ndadap dahin rumah, lang bagi simarenda. Kebutuhan batin suami istri pe mesera kel jenda dilakuken perban melala tading jelma bagenda tading i sada ruangaen.” “iah, apapun dibilang orang lebih enaknya tinggal dirumah kita sendiri, dan lebih leluasa melakukan kegiatan rumah. Ia kalau tinggal dipengungsian seperti ini banyak orang tinggal dalam satu ruangan, ia tentu tidak leluasa melakukan kegiatan rumah seperti dulu. Kebutuhan batin suami istri pun sangat sulit dilakukan disini banyak orang seperti ini banyak orang tinggal dalam satu ruangan.” Pernyataan yang disampaikan oleh Yakin Sitepu 55 tahun: “adi soal kenyamanan nindu e jelas kel labo nyaman tading i jenda, tapi uga ban nari git ras lang ma harus ngengken tading i pengungsian enda.” “kalau soal kenyaman itu jelas sekali tidak nyaman tinggal disini, tapi bagaiman lagi diperbuat mau tidak mau harus tinggal disini karena kondisi memaksa tinggal dipengungsian ini.”

4.6 Persepsi Masyarakat mengenai Relokasi Pemukiman di Desa Siosar