Persepsi Masyarakat mengenai Relokasi Pemukiman di Desa Siosar

kita erkai pe bagenda ndadap dahin rumah, lang bagi simarenda. Kebutuhan batin suami istri pe mesera kel jenda dilakuken perban melala tading jelma bagenda tading i sada ruangaen.” “iah, apapun dibilang orang lebih enaknya tinggal dirumah kita sendiri, dan lebih leluasa melakukan kegiatan rumah. Ia kalau tinggal dipengungsian seperti ini banyak orang tinggal dalam satu ruangan, ia tentu tidak leluasa melakukan kegiatan rumah seperti dulu. Kebutuhan batin suami istri pun sangat sulit dilakukan disini banyak orang seperti ini banyak orang tinggal dalam satu ruangan.” Pernyataan yang disampaikan oleh Yakin Sitepu 55 tahun: “adi soal kenyamanan nindu e jelas kel labo nyaman tading i jenda, tapi uga ban nari git ras lang ma harus ngengken tading i pengungsian enda.” “kalau soal kenyaman itu jelas sekali tidak nyaman tinggal disini, tapi bagaiman lagi diperbuat mau tidak mau harus tinggal disini karena kondisi memaksa tinggal dipengungsian ini.”

4.6 Persepsi Masyarakat mengenai Relokasi Pemukiman di Desa Siosar

Relokasi sering dilakukan sebagai tindakan untuk menghadapi fase recovery atau rekontruksi. Akan tetapi relokasi pemukiman sementara dalam fase recovery hanya akan menunda dan memperpanjang fase pemulihan. Untuk itu, relokasi pemukiman permanen lebih baik dibandingkan sementara, jika bencana gunung meletus terjadi terus menerus. Menurut Usamah dan Haynes dalam Harliani, 2014 beberapa faktor yang mempengaruhi proses relokasi akibat bencana adalah berikut: 1. Aspek sosial dan budaya, yang meliputi hubungan sosial dengan tetangga, kerabat, ketersedian tempat berkumpul dan fasilitas lain yang mendukung seperti di lingkungan tempat tinggal yang lama, serta jaminan terhadap status kepemilikan lahan dan bangunan. Dalam pengungsian para penyintas sangat berbaur satu sama lain, sesama pengungsi mereka lebih saling membantu satu dengan yang lain. Ketika ada yang mengetahui dimana ada tempat perkerjaan keladang atau gemo Universitas Sumatera Utara maka mereka para penyintas Sinabung satu dengan lainnya member informasi tentang ada perkerjaan keladang atau gemo itu kepada penyintas lainnya. Kadang- kadang tidak semua penyintas ada di tempat pengungsian, ketika ada datang bantuan dari dermawan maka yang ada di tempat pengunsian itu memberi tahu kepada penyintas lainnya bahwa dia menerima bantuaan dari dermawan, sehingga mereka tahu tentang bantuan itu dan langsung membagikannya dengan rata data 2015. Di lihat dari pernyataan yang disampaikan oleh Ulia Bagemin Ginting 41 tahun: “Adi pengungsi enda tading akarab nge permen, mon-mon lit nge masalah- masalah kitik tapi ngo kari cakapken ras-ras je dungna tawa-tawa ka ras je. Adi lit ingan gemo bage sikata-kataken nge permen, lit pe bantuan reh bagi labo ise si rumah ia ngaloken sa kari ngo ngolih juma nari kerina erbagi bage bantuan sireh dai.” “Kalau di pengungsian ini tinggal akrabnya, kadang-kadang ada masalah sikit tapi diselesaikan bareng-bareng kumpul setelah itu ketawa-ketawa sama-sama. Kalau ada tempat berkerja di ladang orang saling memberi informasi satu dengan lainnya. Kalau ada datang bantuan siapa yang ada di rumah dia yang menerima setelah semua pulang dari ladang dibagi bantuan yang datang itu.” Para penyintas sangat nyaman tinggal di tempat baru yaitu di Siosar. Hubungan antara tetangga sangat akrab, ketika ada waktu kosong maka para masyarakat berkumpul dan bercerita-cerita dan saling menghargai satu dengan lainya. Selama tinggal di Siosar masyarakat Desa Sukameriah tidak pernah berkelahi atau tidak ada konflik. Penyintas Sinabung sudah direlokasi, tanggal efektif penyintas Sinabung direlokasi pada tanggal 24-25 Desember 2015. Para penyintas Sinabung mendapatkan rumah yang sudah bersertifikat menjadi hak milik tetapi rumah tersebut tidak boleh dijual hanya bisa diwariskan kepada keturunannya. Penyintas Sinabung juga mendapatkan lahan pertanian dari pemerintah satu KK setengah hektar lahan pertanian, lahan pertanian tersebut hanya hak pakai oleh masyarakat Universitas Sumatera Utara Desa Sukameriah selama 20 tahun. Yang mendapatkan rumah dan lahan pertanian dari pemerintah tersebut hanya yang memiliki rumah dan lahan pertanian di Desa sebelumnya data 2016. Pernyataan yang disampaikan oleh Pengidahen Br. Sitepu 46 tahun: “Nyaman kel tading i Siosar enda dai anakku, udarana pe bergeh kel janah segar. Jenda labo pernah lit perubaten, ndahi dahinna kerina kujuma. adi lang kujuma bage lit wari si lalit dahin cerita-cerita kami je kerina taren man belo tah erban cimpa bage anakku tah rumah ise kari kumpul bage anakku. Jenda kami tading ngo entabeh I sediaken pemerintah kerina anakku, emaka bujur kang bapak Jokowi Presiden ta nda. Bere pemerintah kami rumah ngo i sertifikat tapi lang banci i dayaken anakku tapi adi bere man anakku banci, sen nukur prabot rumah lau ras listrik ngo lit i sediakenna, juma kami pe lit berena tapi hak pakai 20tahun nina pemerintah.” “Sangat nyaman tinggal di Siosar ini, udaranya sangat dingin dan sejuk. Kalau disini tidak ada pernah ada konflik, mengerjain perkerjaannya masing-masing keladang. Kalau ada waktu kosong kami ngumpul tah dirumah siapa nanti ditunjuk disitu kami makan sirih sambil mengobrol- ngobrol dan membuat kue. Disini tinggal sudah enak di sediakan semua oleh pemerintah, baik juga bapak Jokowi Presiden. Diberi pemerintah rumah yang sudah disertifikat tapi tidak boleh dijual kecuali diberi kepada anak kita atau keturunan, uang prabot rumah, listrik, air bersih, lahan pertanian kami pun diberi tetapi hak pakai selama 20 tahun.” 2. Aspek ekonomi, meliputi jarak antara lokasi lingkungan yang baru dengan tempat bekerja, jaminan terhadap mata pencaharian, serta penggantian asset dan bangunan. Pemerintah menyediakan lahan pertanian ditempat baru untuk penyintas Sinabung, jarak lahan pertanian dari pemukiman penyintas Sinabung kurang lebih 2Km, masyarakat mendapatkan setengah hektar per KK. Tetapi lahan pertanian masyarakat masih dipenuhi sisa-sisa potongan kayu tusam dan tunas-tunas kayu tersebut. Pemerintah menyuruh para penyintas Sinabung membersihkan lahan mereka sendiri dan mendapatkan upah dari pemerintah perharinya 200ribu rupiahKK, menunggu lahan pertanian masyarakat dibersihkan oleh masyarakat itu sendiri, pemerintah juga menyediakan lahan siap pakai dan pemerintah Universitas Sumatera Utara menyediakan bibit kentang untuk ditanami dilahan tersebut. Perkerjaan masyarakat di tempat tinggal yang baru pada saat ini adalah membersihkan lahan pertanian mereka sendiri yang disediakan oleh pemerintah dan bertani kentang di lahan siap pakai yang disediakan oleh pemerintah. Pernyataan yang disampaikan oleh Celinggem Br. Surbakti 49 tahun: “Juma kami diher nge rumah nari, adi aq kudalani nge tiap wari adi kujuma aku. Bere pemerintah juma kami, setengah hektar KK na, suruh pemerintah kami bersihken juma kami e i gajina kami 200ribu KK. Nimai lenga mesai juma kami e lit kang ngo i sediaken pemerintah lahan siap pakai sinuanna kentang, gundari dahin kami i ingan baru enda kuta Siosar enda bersihken juma kami ras ngerawat kentang si suan kami ah.” “Ladang kami dekat dengan rumah kami, kalau aku jalan kakinya selalu keladang. Pemerintah menyediakan lahan pertanian kami, setengah hektar perKK. Pemerintah menyuruh membersihkan ladang kami di gaji 200ribu perKK. Menunggu lahan kami bersih, pemerintah menyediakan juga lahan siap pakai dan diberi bibit kentang. Pada saat ini perkerjaan kami di tempat baru Desa Siosar ini membersihkan lahan pertanian dan ngerawat tanaman kentang kami.” 3. Aspek fisik dan lingkungan, yang mempengaruhi diantaranya ketersediaan sarana dan prasaran lingkungan maupun kondisi geografis di lingkungan baru. Pemerintah menyediakan mesjid dalam proses pembangunan, gereja sudah siap digunakan oleh masyarakat, jambur dalam proses pembangunan, sekolah dasar dalam proses pembangunan, air bersih sudah siap dipakai, listrik sudah digunakan oleh masyarakat untuk penerangan di malam hari dan untuk kebutuhan sehari-hari, lapangan main bola, transportasi ada dua yang disediakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Kondisi tanah untuk lahan pertaniaanya kurang subur karena sebelumnya di Siosar dipenuhi pohon tusam sehingga tanahnya kurang subur kalau ditanami sayur mayur, udara di Siosar sangat segar karena masih dipenuhi pepohonan di sekitarnya. Pernyataan yang disampaikan oleh Nari Meliala 60 tahun: Universitas Sumatera Utara “Sarana ras prasarana si lit jenda sangana kap dalam pembangunan deba ngo dung banci I pake, si dalam pembangunen sangana masjid, jambur, sekolah dasar, sin go banci i pake listrik, lau bersih, gereja, lapangan bola poli, motor i sediaken BNPB. Adi taneh na jenda kurang subur perban bekas batang tusam e, tapi banci nge atasi tamai lalap kompos.” “Sarana dan prasarana yang tersedia disini lagi dalam pembangunan, yang lagi pembangunan masjid, balai desa jambur, sekolah dasar, yang sudah bisa digunakan listrik, air bersih, gereja, lapangan bola poli, transportasi disediakan oleh Badan Nasional Penangulangan Bencana. Tanah nya dsini kurang subur untuk karena bekas hutan tusam tetapi bisanya diatasi dengan menambah kompos.” 4. Aspek kualitas dan konstruksi bangunan, seperti bahan bangunan yang digunakan untuk membangun tempat tinggal yang baru, sistem instalansi di dalam bangunan rumah, pemilihan lokasi tempat tinggal yang baru, pemilihan tapak dan perencanaan desain pemukiman baru. Tipe rumah yang permanen diberi pemerintah kepada penyintas Sinabung, ukuran rumah penyintas tersebut 6kali6, memiliki kamar tidur satu dan kamar mandi satu. Pernyataan yang disampaikan oleh Namburi Kaban 35 tahun: “Pemerintah menyediakan rumah kami ukurannya 6X6, sederhana nge bentuk rumahna. Sederhana tetapi kami keluarga nyaman tading i rumah enda dai sibere pemerinta enda dai. Lit kamar na sada ras kamar mandina sada, ruang tamuna lit ruang TV na pe lit.” “Pemerintah menyediakan rumah untuk kami ukurannya 6X6, sederhana bentuk rumahnya. Walaupun sederhana kami keluarga nyaman tinggal dirumah ini yang diberi pemerintah ini. Ada kamarnya tidurnya satu, ada kamar mandinya satu ruang tamu dan ruang TV-nya.” 5. Aspek proses pengambilan keputusan, yang melibatkan partisipasi masyarakat serta stakeholder lain yang berkepentingan serta proses komunikasi antara pemerintah dan masyarakat yang baik. Komunikasi masyarakat penyintas dengan pemerintah sangat lah baik. Universitas Sumatera Utara Relokasi pemukiman merupakan salah satu bentuk penanggulangan bencana yang sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan Bencana pasal 47 mendefinisikan 1. Mitigasi adalah serangakaian upaya untuk mengurangi resiko bencana baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatkan kemampuan menghadapi ancana bencana pada kawasan rawan bencana. 2. Kegiatan mitigasi bencana sebagimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan melalui: a. Pelaksanaan penataan ruang b. Pengaturan pembangunan, pembangunan insfrastruktur, tata bangunan c. Penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan dan pelatihan baik secara konvensional maupun modern. Menurut Usamah dan Haynes dalam Harliani, 2014 relokasi pemukiman diartikan sebagai upaya penanggulangan bencana dengan membuat pemukiman kembali pascabencana, dimana pemukiman yang mengalami kerusakan akibat bencana dibangun kembali di tempat yang sama atau di tempat lain agar terhindar dari resiko bencana. Relokasi yang terjadi karena lokasi yang lama merupakan daerah bencana alam disebut relokasi korban bencana dan relokasi tersebut dapat dilakukan secara temporer maupun permanen. Relokasi pemukiman bagi para korban Gunung Sinabung merupakan rencana penanggulangan bencana jangka panjang yang ditawarkan oleh pemerintah, sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal yang Universitas Sumatera Utara nyaman. Dalam hal ini kebutuhan akan adanya rumah. Rumah adalah salah satu kebutuhan dasar manusia setelah pangan dan sandang.Rumah berfungsi sebagai pelindung terhadap gangsuan alam dan mahkluk lainnya. Rumah juga memiliki peran sebagai pusat pendidikan keluarga. Namun seiring dengan erupsi Gunung Sinabung yang tidak kunjung berhenti, masyarakat harus tinggal dipungsian, dan harus berbagi tempat tidur dengan pengungsian yang lain. Selain itu, para orangtua tidak memiliki kepastian akan kelangsuan hidup mereka, karena hidup dipungsian, mereka hanya bisa mengandalkan bantuan dari Pemerintah dan dermawan. Hal ini sesuai dengan Pernyataan Utta Sembiring 46 tahun yang menyatakan bahwa: “aku lang betah tading I pengungsian enda. Jenda ma entabeh. Lang bagi i rumah sendiri. Jenda kerina serba erbagi. Adi marenda malit bage, marenda paksa kujuma. Lit lah dahin, adi gundari malit pe kegiaten bagi simarenda.” “saya tidak merasa betah di pengungsian, disini tidak enak. Tidak seperti di rumah sendiri. Disini semuanya serba berbagi. Kalau dulu, waktu masih ke ladang. Ada kegiatan sehari-hari namun sekarang sudah tidak lagi.” Pernyataan yang juga disampaikan oleh Ari Zona Sitepu 23 tahun: “bosan jenuh stress tading i pengungsian enda dek. Susah ras senang kita dalani geluh ta enda ia tading i rumah ta sendiri. Lit lah rasa aman man anak ta istri ta adi tading i rumah ta sendiri dek.” “tidak enaknya tinggal di pengungsian. Susah senang kita menjalani hidup ini ya tinggal di rumah sendiri. Ada rasa aman buat anak istri kita kalau tinggal dirumah kita sendiri.” Meletusnya Gunung Sinabung telah menimbukan masalah baru seperti tidak ada mata pencaharian dan rumah sebagai tempat tinggal. Mereka yang tinggal dipengungsian tidak memiliki kepastian tentang masa depannya, karena mereka hanya menggantungkan hidupnya dari bantuan dermawan.Struktur dan sistem sosial yang telah terbangun sejak lama, mulai mengalami perubahan seiring Universitas Sumatera Utara masyarakat tinggal dipungsian.Dalam hal ini menurut teori perspektif struktural menyatakan bahwa masyarakat adalah suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian dan elemen yang saling berkaitan. Perubahan yang terjadi pada suatu bagian akan menimbulkan perubahan terhadapa yang lain dalam Ritzer,1992. Permasalah yang timbul akibat adanya bencana gunung meletus mencetuskan ide Pemerintah untuk merelokasi pengungsi ke tempat yang jauh dari Gunung Sinabung, oleh sebab itu Pemerintah dibantu oleh BNPB membuat rencana untuk merelokasi pengungsi ke hutan siosar. Adapun anggaran yang diperuntukkan untuk pembangunan pemukiman di hutan siosar yaitu RP 133.948.200. Dana tersebut diperuntukkan untuk perbaikan dan pembuatan jalan dan juga pembangunan rumah yang diperuntukkan sebagai tempat tinggal data 2015. Selain itu rencana relokasi ini juga sudah diketahui oleh para pengungsi yang dapat dilihat pada tabel di bawah: Universitas Sumatera Utara Tabel 13. Tanggapan Responden rencana relokasi ke pemukiman baru sudah diketahui oleh penyintas Sinabung yang terletak di Siosar No Pengetahuan mengenai rencana relokasi Frekuensi Presentase 1 Tahu 38 orang 100 2 Tidak Tahu 0 orang Jumlah 38 orang 100 Sumber: Kuesioner Responden Agustus 2015 Berdasarkan tabel 13, dapat dijelaskan bahwa 38 orang responden dikategorikan 100 tahu mengenai relokasi pemukiman ke hutan Siosar. Universitas Sumatera Utara Table 14. Luas Tanah Rumah, Perkarangan dan Tanah untuk Pertanian No Luas tanah rumah, perkarangan dan pertanian Jumlah 1 Luas tanah rumah Panjang 6 meter, lebar 6 meter 2 Luas perkarangan rumah depan dan belakang Depan: panjang 6 meter, lebar 10 meter Belakang: panjang 5 meter, lebar 10 meter 3 Luas tanah pertanian Setengah hektar KK Sumber Data Februari 2016 Berdasarkan table 14. Dapat dijelaskan luas tanah rumah penyintas Sinabung 6X6 meter, luas perkarangan rumah depan 6 kali 10 meter dan luas perkarangan belakang rumah 5 kali 10 meter. Untuk lahan pertanian penyintas Sinabung setengah hektar KK, semua sama tipe rumahnya dan lahan pertanian. Namun pemerintah hanya menyediakan rumah dan lahan pertanian bagi para penyintas gunung Sinabung yang memiliki rumah dan lahan pertanian di Desa sebelumnya. Bagi para penyintas gunung Sinabung yang tidak memiliki rumah dan Universitas Sumatera Utara lahan pertanian didesa sebelumnya maka para penyintas tidak mendapatkan rumah dan lahan pertanian di pemukiman baru yaitu Desa Siosar. Pemerintah hanya fokus pada yang memiliki rumah dan lahan pertanian didesa sebelumnya. Yang tidak memiliki belum tahu bagaimana kepastiannya. Sementara dikalangan penyintas gunung Sinabung beredar isu bagi mereka yang memiliki dua rumah di desa sebelumnya maka dia akan mendapatkan rumah dua juga dipemukiman baru Desa Siosar. Universitas Sumatera Utara Table 15. Fasilitas di Daerah Relokasi No Fasilitas Keterangan 1 Kenyamanan tinggal dirumah relokasi Nyaman 2 Kondisi air Bersih 3 Transportasi Dua unit yang disediakan oleh BNPB 4 Sekolah Sekolah dasar dalam proses pembangunan 5 Tempat ibadah Gereja dan mesjid 6 Pajak Belum ada 7 Listrik Pulsa 8 Prabot rumah 3juta 9 Kedai 13 kedai Sumber Data Februari 2016 Berdasarkan table 15, dapat dijelaskan masyarakat penyintas Sinabung merasa lebih nyaman tinggal ditempat relokasi, kondisi air bersih, Badan Nasional Universitas Sumatera Utara Penanggulangan Bencana menyediakan dua unit transportasi untuk para penyintas Sinabung menuju tempat relokasi Siosar. Sekolah dasar dalam proses pembangunan, tempat ibadah terdiri dari mesjid dalam proses pembangunan dan gereja, pusat perbelanjaan atau pajak belum ada untuk sementara masyarakat berbelanja kepajak pusat kota, jarak Siosar kepajak pusat kota lebih kurang 20Km. Listrik yang disediakan pemerintah adalah listrik pulsa. Ketika masyarakat penyintas Sinabung direlokasi pemerintah member bantuan untuk memenuhi barang prabot rumah sebanyak 3juta. Ditempat relokasi ada 13 yang tersedia kedai dalam 13 kedai ini terdiri dari kedai kelontong, kedai kopi, kedai jajanan anak- anak, kedai nasi dan ikan yang sudah masak. Tabel 16. Tanggapan Responden setuju direlokasi kepemukiman baru No Kesetujuan Pengungsi Mengenai Relokasi Jumlah Frekuensi 1 Setuju 38 orang 100 2 Tidak Setuju 0 orang Jumlah 38 orang 100 Sumber: Kusioner Responden Agustus 2015 Berdasarkan tabel 16, dapat dijelaskan bahwa dari 38 orang responden dikategorikan setuju untuk direlokasi ke pemukiman yang baru. Hal ini didukung oleh pernyataan responden Herlina Br. Ginting 48 tahun: Universitas Sumatera Utara “setuju, adi aku i relokasi ke pemukiman si mbaru, apaika kami jah dat juma ka, untuk erjuma. Aku berharap adi ngo i relokasi banci memulai buka geluh baru ka ras memulai hidup sibaik daripada tading i pengungsian enda ma jelas masa depan ku.” “setuju, kalau saya direlokasi ke pemukiman yang baru, apalagi kalau disana kami dikasih ladang lagi, untuk bertani. Saya berharap bisa memulai hidup yang baru di pemukiman yang baru. Hidup yang lebih baik ketimbang saya tinggal di pengungsian tidak jelas masa depan saya.” Pernyataan yang disampaikan oleh Maladin Tarigan 66 tahun: “ setuju kel anakku, adi banci secepatna kami i relokasiken. Bosan jenuh kami bagenda-bagenda enca geluh i pengungsian enda. Lalit perubahen muat sera na enca lit. Adi ngo pagi kami i relokasiken, terutama aku sendiri harus merubah kehidupen keluargaku menjadi lebih baik dari pada kehidupen sigundari.” “setuju sekali, kalau bisa secepatnya kami direlokasikan ke pemukiman yang baru. Bosan jenuh kami begini saja hidup di pengungsian ini gak ada perubahan, yang ada disini tambah hari tambah susah. Kalau sudah nanti”. direlokasi terutama saya sendiri harus mengubah kehidupan keluarga ku menjadi lebih baik dari pada kehidupan sekarang.” Relokasi pemukiman ke hutan Siosar merupakan upaya jangan panjang penanggulangan bencana yang dilakukan oleh Pemerinah, yang memberikan dampat positif bagi para pengungsi. Dimana para pengungsi berharap dapat memperolah kehidupan yang lebih baik di tempat pemukiman yang baru, ketimbang mereka harus tinggal di pengungsian untuk selamanya. Universitas Sumatera Utara

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan keseluruhan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan : 1. Pengungsi yang berasal dari Desa Sukameriah merespon positif direlokasi ke Desa Siosar, presepsi penyintas positif terhadap pemukiman baru. Karena tinggal dipemukiman baru dan memiliki pemukiman yang pasti dan tetap, sehingga para penyintas gunung Sinabung merasa nyaman dan suka tinggal pemukiman baru mereka. 2. Hubungan sosial para penyintas gunung Sinabung sangat baik, karena masyarakat didesa sebelumnya juga sebagai tetangga dipermukiman baru mereka, sehingga keakraban masih tetap terjalin dengan baik, saling menghargai satu dengan lainnya. Selama tinggal di tempat baru tidak ada pernah muncul konflik, dan udara di Desa Siosar sangat dingin dan segar jauh dari volusi, karena masih dipenuhi pepohonan di sekitarnya. Sehingga penyintas gunung Sinabung merasa nyaman tinggal ditempat baru mereka. 3. Matapencarian Penyintas di desa sebelumnya adalah pertanian sayur-mayur dan kopi, setelah direlokasi ke desa Siosar matapencarian penyintas gunung Sinabung sama dengan didesa sebelumnya pertanian. Untuk sementara pemerintah menyediakan lahan pertanian kentang, setelah penyintas membersihkan lahan pertanian mereka pemerintah menyerahkan hak kepada penyintas apa pun bisa Universitas Sumatera Utara