142
Untuk siswa berkebutuhan khusus kelompok individual, strategi ini diterapkan juga dengan mengenalkan nilai positif yang dibantu dengan cara
mengulang-ulang kalimat “ini perbuatan baik” atau” ini perbuatan buruk” sambil menatap matanya saat melakukan satu perbuatan.
Strategi ini dilakukan untuk memperkuat ingatan tentang perbuatan yang bersangkutan itu baik atau buruk.
Demikian juga pengenalan tentang etika bergaul baik dengan sesama teman, orang tua, guru dan orang lain. Secara sederhana siswa berkebutuhan khusus
diajak berkenalan langsung dengan etika bergaul dalam berbagai moment.
62
Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai positif yang berasal dari nilai agama mutlak harus dibangun untuk mendukung tercapainya pendidikan agama bagi
siswa berkebutuhan khusus. Nilai-nilai keagamaan menjadi ruh semua aktifitas proses pendidikan mulai dari urusan administrasi, proses belajar mengajar
sampai pada interaksi antar siswa dan pengelola. Dengan demikian, nilai agama telah tumbuh menjadi budaya di sekolah. Tanpa disadari, internalisasi nilai
seperti ini sangat efektif untuk diperkenalkan kepada siswa khususnya bagi siswa berkebutuhan khusus.
C. Penciptaan Lingkungan Religius Sebagai Core Pendidikan di Sekolah
Inklusi
Menciptakan suasana religius
63
di lingkungan sekolah yang menerapkan pendidikan inklusi menjadi penting untuk mendukung tercapainya tujuan
pendidikan agama bagi siswa berkebutuhan khusus. Seorang siswa mendapat pendidikan agama tidak hanya di dalam kelas akan tetapi juga mendapat
pembelajaran agama di luar kelas. Di kelas dia mendapat pendidikan agama dari sisi kognitifnya sementara di lingkungan luar kelas dia memperoleh pendidikan
agama melalui implementasi langsung dan sekaligus turut membentuk sisi afektif dan psikomotoriknya. Perubahan watak dan pribadi seseorang lebih
62
Di Madania terdapat beberapa kegiatan khusus untuk siswa berkebutuhan khusus. Sebagai contoh
siswa dibawa ke luar lingkungan sekolah untuk berkunjung ke rumah teman guna mengenal etika bertamu, selain itu siswa diajak mengunjungi Bank, kantor POS, dan
restauran untuk mengenal etika di kantor dan di tempat umum lainnya. Berdasarkan wawancara
dengan dengan Bapak Mardaih, S.Pd., guru SEN Unit di Madania, 22-7-2010.
63
Religius berarti bersifat religi atau keagamaan, atau yang bersangkut paut dengan religi keagamaan. Penciptaan suasana religius berarti menciptakan suasana atau iklim
kehidupan keagamaan.
143
banyak dipengaruhi oleh lingkungan pergaulannya. Untuk itu, dalam upaya membentuk watak religius seseorang harus diciptakan lingkungan religius yang
bisa mempengaruhinya. Dalam konteks pendidikan di sekolah, penciptaan iklim religius berarti
penciptaan suasana atau iklim kehidupan keagamaan yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup yang bernafaskan atau dijiwai oleh
ajaran dan nilai-nilai agama yang diwujudkan dalam sikap hidup serta keterampilan hidup oleh para warga sekolah dalam kehidupan mereka sehari-
hari.
64
Penciptaan suasana religius ada yang bersifat vertikal dan ada juga yang bersifat horizontal. Yang bersifat vertikal yaitu hubungan manusia atau warga
sekolah dengan Allah h}abl min Allah dapat diwujudkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan ritual, seperti shalat berjamaah, puasa senin dan kamis, do’a
bersama, dan menegakkan komitmen dan loyalitas terhadap moral force di sekolah. Sedangkan yang bersifat horizontal yaitu hubungan antar warga sekolah
h}abl min an-nas, dan hubungan mereka dengan lingkungan alam sekitarnya. Kegiatan ritual yang merupakan manifestasi dari h}abl min Allah akan selalu
memiliki konsekwensi horizontal dan sosial h}abl min an-nas. Contohnya ibadah haji yang dimulai dengan kesediaan meninggalkan tanah air untuk
menuju Baitullah, selanjutnya pulang ke kampung halaman untuk memelihara kemabruran haji dengan cara mewujudkan makna-makna di balik hukum-hukum
dan simbol-simbol haji. Seseorang yang hanya mementingkan hubungan vertikal dengan Tuhannya tapi mengabaikan hubungan horizontal atau sosial, menurut
Ibnu Qoyyim termasuk ahli ibadah yang hanya memberikan manpaat kepada dirinya sendiri dan bukan termasuk ahli manpaat yang memberikan manpaat
kepada orang lain.
65
Terciptanya suasana religius di Madania tidak terlepas dari peran seluruh warga sekolah baik pimpinan, pendidik dan tenaga kependidikan, serta
khususnya guru agama yang senantiasa mengajarkan nilai-nilai agama pada anak
64
Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam, 106-107.
65
Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam. 107-108.
144
didiknya. Bentuk pengajaran yang disampaikan guru agama tidak terbatas hanya pada pengetahuan agama saja, melainkan mempraktekkan langsung pengetahuan
tersebut hingga membentuk sikap dan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari di sekolah.
Untuk meningkatkan komitmen siswa sebagai bagian dari umat Islam yang harus taat beribadah kepada Allah, jumlah jam pelajaran agama di Madania
diperbanyak dengan menambah dua jam pelajaran menjadi empat jam untuk pelajaran agama Islam. Di tingkat SD dua jam dialokasikan untuk materi
pelajaran agama dan dua jam pelajaran khusus untuk membaca al-Qur’an. Sementara di tingkat SMP dan SMA dua jam pelajaran unruk pemenuhan
pengajaran materi dan dua jam lainnya untuk tambahan akidah dan akhlak. Di Madania, selain diberikan pelajaran agama melalui kurikuler,
diberikan juga pelajaran agama melalui ekstra kurikuler, misalnya pembelajaran intensif metode Iqra bagi siswa yang belum lancar membaca al-Qur’an. Untuk
memperdalam pemahaman materi pelajaran agama yang memerlukan praktek seperti ibadah haji dan penangan urusan mayat, siswa langsung diajak untuk
mempraktekkannya di luar kelas yang sudah dipersiapkan sarana dan prasarananya. Demikian juga tentang praktek ibadah lainnya dengan
memanfaatkan moment puasa bulan ramadan. Di bulan ramadan, sekolah Madania memanfaatkan bulan ini untuk lebih intens mengenalkan pendidikan
agama Islam melalui kegiatan sanlat pesantren kilat. Moment iedul adha pun digunakan untuk mengenalkan ibadah qurban kepada para siswanya.
66
Selain pembelajaran agama di dalam kelas, seluruh siswa mulai dari SD, SMP dan SMA diwajibkan berjamaah salat dzuhur tepat waktu. Sebelum iqamat
salat dikumandangkan, siswa disuruh untuk berdzikir sambil menunggu imam salat. Demikian juga saat salat jum’at, semua siswa muslim diharuskan
mengikuti salat jum’at berjamaah. Penciptaan suasana religius di Madania memang tidak banyak menggunakan simbol-simbol lahiriyah akan tetapi lebih
banyak menggunakan pendekatan muatan Islam subtantif yang masuk dalam
66
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Abdullah, S.Ag. kordinator mata pelajaran pendidikan agama Islam di Madania, 26-7- 2010.
145
ranah nilai dan tata pergaulan. Pemakaian jilbab sebagai penutup aurat bagi siswi muslim misalnya, tidak diwajibkan melalui peraturan sekolah akan tetapi
pemakaian jilbab lebih banyak ditanamkan melalui peningkatan kesadaran penggunaannya.
67
Lingkungan religius yang diciptakan dalam lingkungan sekolah yang menerapkan pendidikan inklusi sangat efektif untuk siswa berkebutuhan khusus.
Secara tidak sadar mereka digiring untuk mengenal kebiasan keberagamaan mereka. Menumbuhkan rasa keberagamaan bagi mereka lebih sederhana,
mereka diminta untuk ikut kumpul melaksanakan praktek-praktek ibadah seperti shalat fardu,shalat jum’at dan sebagainya.
Lingkungan religius di Madania tercipta dari adanya hubungan yang baik diantara seluruh warga sekolah. Loyalitas para guru dan tenaga kependidikan
lainnya terhadap pimpinan, saling membantu antara sesama guru, rasa hormat siswa terhadap guru dan pimpinan, kepatuhan seluruh warga sekolah terhadap
setiap kebijakan-kebijakan yang telah menjadi keputusan bersama, serta menentang setiap bentuk pelanggaran terhadap kebijakan-kebijakan tersebut,
merupakan cerminan pemahamannya yang mendalam akan nilai-nilai agama yang ada pada dirinya. Pemahaman terhadap nilai-nilai agama juga tercermin
dalam komitmennya dalam menjaga dan memelihara berbagai fasilitas sekolah, serta menjaga dan memelihara kelestarian, kebersihan dan keindahan lingkungan
hidup di sekolah. Mendidik karakter dan nilai-nilai baik pada seseorang, menurut Lickona
memerlukan proses pembinaan terpadu secara terus menerus antara tiga dimensi yaitu: moral knowing, moral feeling dan moral action. Moral knowing meliputi:
pengetahuan tentang moral atau baik dan buruk, pengetahuan tentang nilai-nilai moral, menggunakan pandangan moral, pertimbangan moral, membuat
keputusan berdasarkan moral, pengetahuan atau pemahaman tentang dirinya. Moral feeling meliputi kesadaran akan moral atau baik dan buruk, rasa harga
diri, rasa empati, cinta kebaikan, kontrol atau pengendalian diri, dan rendah hati.
67
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Abdullah, S.Ag. kordinator mata pelajaran pendidikan agama Islam di Madania, 26-7- 2010.
146
Sedangkan moral action meliputi kompeten dalam menjalankan moral, kemauan berbuat baik dan menjauhi yang jahat, dan kebiasaan berbuat baik dan menjauhi
perbuatan jelek.
68
Madania sebagai miniatur masyarakat merupakan dunia sosio kultural yang di dalamnya tercipta interaksi antara satu pihak dengan pihak lainnya
dengan membawa berbagai latar belakang sosial, budaya, agama dan tradisi yang berbeda-beda. Namun demikian, mereka semua diatur dan terikat dengan
peraturan tata tertib Madania yang mereka buat bersama. Karena agama dijadikan sebagai core pengembangan pendidikan di Madania, maka peraturan
tersebut harus diwarnai oleh nilai-nilai agama. Semua warga Madania yang terikat dengan peraturan tersebut harus menyesuaikan diri dengan dunia
sosiokultural di Madania yang terwarnai oleh nilai-nilai agama. Tata nilai religius yang dilembagakan di Madania, diharapkan mampu
membentuk sikap dan perilaku warganya yang religius. Oleh karenanya, diperlukan rekayasa dan intervensi dari para pimpinan, pendidik dan tenaga
kependidikan untuk penataan situasi dan kondisi lingkungan internal dan eksternal yang mencerminkan keterpaduannya dalam belajar memiliki,
menginternalisasi, mempribadikan dan mengembangkan tata nilai religius sebagai dasar perilaku warga Madania.
Pendidikan moral religius yang diajarkan dalam pelajaran pendidikan agama Islam tidak harus terpisah dengan mata pelajaran-mata pelajaran lain
karena masing-masing mengandung nilai-nilai tertentu yang langsung atau tidak langsung terkait dengan agama.
69
Karena itu, guru harus mengembangkan nilai- nilai hidup sesuai dengan mata pelajaran yang dibinanya. Dengan demikian,
upaya pembinaan nilai-nilai religius tersebut bukan hanya menjadi tanggung jawab dari guru pendidikan agama, tetapi para guru dan tenaga kependidikan
68
Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam, 111.
69
Sebagai contoh adalah Ibnu Miskawaih yang menekankan pentingnya menuntut ilmu- ilmu matematika dengan maksud selain untuk membina kecerdasan , tetapi juga agar terbiasa
dengan kejujuran, mampu menanggung beban pikiran, menyukai kebenaran, menghindari perbuatan batil, dan membenci kebohongan. Lihat Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam,
104.
147
lainnya juga ikut bertanggungjawab melalui upaya pembinaan nilai-nilai hidup sesuai dengan bidangnya masing-masing.
70
Dengan demikian, mewujudkan suasana religius di sekolah dapat dilakukan melalui pendekatan pembiasaan, keteladanan dan pendekatan
persuasif atau mengajak kepada seluruh warganya dengan cara yang halus, dengan memberikan alasan dan prospek yang baik yang bisa meyakinkan
mereka. Apabila sikap hidup seluruh warga sekolah sudah dijiwai oleh nilai-nilai agama, maka suasana religius di sekolah akan terwujud.
D. Pemenuhan Fasilitas Ibadah dan Sarana Pembelajaran