Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Inklusi

116

BAB IV MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DI SEKOLAH INKLUSI Model pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah inklusi adalah bentuk pembelajaran pendidikan agama Islam yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru dengan dukungan strategi pembelajaran, suasana lingkungan sekolah dan sistem evaluasi. Model pembelajaran secara khusus itu dibutuhkan karena tingkat kemampuan siswa berkebutuhan khusus memiliki daya serap yang berbeda dengan siswa lainnya. Perbedaan ini bukan berarti diskriminasi terhadap mereka akan tetapi selain merupakan upaya memberikan haknya dalam pendidikan agama, juga merupakan bagian dari upaya efektifitas pembelajaran agar tercapai tujuan pendidikannya. Bab ini akan menunjukkan beberapa elemen penting dari model pembelajaran pendidikan agama Islam di lingkungan sekolah yang menerapkan pendidikan inklusi. Elemen-elemen tersebut meliputi: strategi pembelajaran pendidikan agama bagi siswa berkebutuhan khusus, nilai-nilai agama yang harus jadi budaya sekolah, penciptaan lingkungan religius sebagai core pendidikan, pemenuhan fasilitas ibadah dan sarana pembelajaran, serta evaluasi dan penilaian pendidikan agama.

A. Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Inklusi

Strategi pembelajaran merupakan salah satu bagian penting yang harus diperhatikan sebagai bagian dari model pembelajaran pendidikan agama bagi siswa berkebutuhan khusus. Sebelum dijelaskan lebih detil tentang strategi pembelajaran sebagai bagian dari model, maka perlu dijelaskan terlebih dahulu tentang pengertian dan maksud model dalam penelitian ini. Model pembelajaran 1 pendidikan agama Islam untuk siswa berkebutuhan khusus 1 Bruce Joyce dan Marsha Well mengetengahkan empat kelompok model pembelajaran, yaitu: model interaksi sosial, model pengolahan informasi, model personal humanistik, dan model modifikasi tingkah laku. Lihat Bruce R. Joyce, Marsha Weil, Emily Calhoun, Models of Teaching University of California: Allyn and Bacon, 2004, 136. Sedangkan menurut Arends, 117 maksudnya adalah sebuah model pembelajaran berbasis kompetensi 2 anak dengan mengembangkan lingkungan belajar terpadu dari peserta didik bersangkutan dengan memperhatikan prinsip-prinsip umum dan khusus . Dengan kata lain dalam proses pembelajaran, teknik, metode, dan strategi guru mengajar disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki oleh siswa berkebutuhan khusus. Dengan memperhatikan kemampuan dan potensinya tersebut diharapkan siswa berkebutuhan khusus memiliki pemahaman yang baik terhadap materi yang diajarkan guru di dalam kelas. Model pembelajaran ini dapat diterapkan dengan efektif melalui perubahan atau penyesuaian antara kemampuan belajar siswa dengan harapantarget, alokasi waktu, penghargaanhadiah, tugas-tugaspekerjaan, dan bantuan yang diberikan pada anak-anak dari masing-masing kelompok yang beragam, meskipun mereka belajar dalam satu kelas, dengan tema dan mata pelajaran yang sama. Misalnya, harapan atau target belajar shalat fardu untuk anak kelas 7 adalah mampu memahami syarat dan rukun shalat serta mempraktekkan shalat dengan baik dan benar. Untuk siswa yang membutuhkan tingkat layanan sedang, target belajar shalat fardhu hanya sampai mampu mempraktekkan saja. Sedangkan untuk siswa yang membutuhkan tingkat layanan berat, lebih banyak memfokuskan pada keunggulan visual thinkingnya pemahaman konsep melalui pengamatan dengan bantuan gambar, kode, label, simbol atau film dan sebagainya. Jadi proses layanan pembelajaran untuk siswa berkebutuhan khusus bukan didasarkan pada bentuk layanan sama rata, sama rasa dan disampaikan model pembelajaran dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu model tradisional yang berpusat pada guru dan model konstruktivis yang berpusat pada peserta didik. Lihat Richard Arends, Learning to Teach New York: McGraw-Hill, 2001, 76. 2 Kompetensi adalah kemampuan bersikap, berpikir, dan bertindak secara konsisten sebagai perwujudan dari pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dimiliki peserta didik. Lihat Permen 23 tahun 2005 tentang Standar Kompetensi Lulusan. Senada dengan definisi tersebut adalah definisi yang diungkapkan dalam Standar Nasional Kurikulum Pendidikan Keagamaan yang mendefinisikan kompetensi dengan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Kebiasaan-kebiasaan itu harus mampu dilaksanakan secara konsisten dan terus menerus, serta mampu untuk melakukan penyesuaian dengan berbagai perubahan yang terjadi dalam kehidupan, baik profesi, keahlian, maupun lainnya.. Lihat Mapenda, Standar Nasional Kurikulum Pendidikan Keagamaan Jakarta: Departemen Agama RI, 2003, 7. 118 secara klasikal, tetapi diarahkan pada pembelajaran yang lebih demokratis dan proporsional sesuai dengan harapan dan target belajar dari masing-masing kelompok siswa tersebut, dan proses belajar siswa tersebut tidak dipisahkan berdasarkan kelompok atau dipisahkan dari komunitasnya, melainkan mereka belajar bersama-sama dengan teman sebayanya di dalam kelas reguler . Apabila program dan proses belajar siswa disesuaikan dengan keberagaman dari setiap kelompok tersebut, maka semua siswa dalam kelas yang sama itu dapat mengikuti proses belajar sesuai dengan porsinya masing-masing. Pemahaman siswa berkebutuhan khusus juga sangat ditentukan oleh kondisi lingkungan belajarnya. Lingkungan belajar yang inklusif sebagai ciri dari sekolah inklusi akan lebih memudahkan mereka untuk bersosialisasi dan dapat mengembangkan harga dirinya yang membuat mereka bisa lebih terbuka menerima masukan dari orang lain termasuk pelajaran yang diberikan oleh guru. Kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan di sekolah tentunya dimaksudkan untuk mencapai tujuan pembelajaran. 3 Dan tujuan pembelajaran akan dapat tercapai apabila guru memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran. Prinsip-prinsip pembelajaran di kelas inklusi pada umumnya sama dengan prinsip-prinsip pembelajaran di kelas reguler lainnya. Perbedaan hanyalah pada prinsip-prinsip khusus yang berlaku di sekolah inklusi dikarenakan adanya siswa berkebutuhan khusus yang memerlukan layanan khusus berdasarkan kelainannya. Menurut Bandi Delfi, inti model pembelajaran untuk siswa berkebutuhan khusus berdasarkan pada kurikulum berbasis kompetensi atau KBK adalah pengembangan lingkungan belajar secara terpadu. Maksudnya adalah lingkungan belajar yang mempunyai prinsip-prinsip umum dan prinsip-prinsip khusus. Prinsip-prinsip umum pembelajaran meliputi motivasi, konteks, 3 Pembelajaran merupakan kegiatan yang menggunakan teknik, metode, dan strategi yang sistematik untuk mengkreasi perpaduan yang ideal antara kurikulum dan peserta didik secara sistematik. Lihat Depdiknas, Model Penyelenggaraan Sekolah Kategori Mandiri Sekolah Standar Nasional Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, 2008. 6. 119 keterarahan, hubungan sosial, belajar sambil bekerja, individualisasi, menemukan, dan prinsip pemecahan masalah. Sedangkan prinsip-prinsip khusus disesuaikan dengan karakteristik khusus dari setiap penyandang kelainan. 4 Prinsip motivasi maksudnya guru harus senantiasa memberikan motivasi kepada siswa agar tetap memiliki gairah dan semangat yang tinggi dalam mengikuti kegiatan belajar-mengajar. Prinsip konteks maksudnya g uru perlu mengenal siswa secara mendalam, menggunakan contoh, memanfaatkan sumber belajar yang ada di lingkungan sekitar, dan semaksimal mungkin menghindari pengulangan-pengulangan materi pengajaran yang sebenarnya tidak terlalu penting bagi anak. Prinsip keterarahan maksudnya s etiap akan melakukan kegiatan pembelajaran, guru harus merumuskan tujuan secara jelas, menyiapkan bahan dan alat yang sesuai serta mengembangkan strategi pembelajaran yang tepat. 5 Prinsip hubungan sosial maksudnya bahwa d alam kegiatan belajar- mengajar, guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang mampu mengoptimalkan interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, guru dengan siswa dan lingkungan, serta interaksi banyak arah. Prinsip belajar sambil bekerja maksudnya bahwa d alam kegiatan pembelajaran, guru harus banyak memberi kesempatan kepada anak untuk melakukan praktek atau percobaan atau menemukan sesuatu melalui pengamatan, penelitian, dan sebagainya. 6 Prinsip individualisasi maksudnya bahwa guru perlu mengenal kemampuan awal dan karakteristik setiap anak secara mendalam baik dari segi kemampuan maupun ketidakmampuannya dalam menyerap materi pelajaran, kecepatan maupun kelambatannya dalam belajar, dan perilakunya, sehingga 4 Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam Setting Pendidikan Inklusi Bandung : Refika Aditama, 2006,154. Lihat juga Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, Ilmu Aplikasi Pendidikan Bagian 2 Ilmu Pendidikan Praktis Bandung: Imperial Bhakti Utama, 2007, 66. Dan lihat juga Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, Kegiatan Belajar Mengajar di Sekolah Inklusif Jakarta: Ditpslb, 2006, 3-9. 5 Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, Kegiatan Belajar Mengajar di Sekolah Inklusif, 3. 6 Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, Kegiatan Belajar Mengajar di Sekolah Inklusif, 3. 120 setiap kegiatan pembelajaran masing-masing anak mendapat perhatian dan perlakuan yang sesuai. Prinsip menemukan maksudnya g uru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang mampu memancing anak untuk terlihat secara aktif baik fisik, mental, sosial, danatau emosional. Sedangkan prinsip pemecahan masalah maksudnya adalah g uru hendaknya sering mengajukan berbagai persoalanproblem yang ada di lingkungan sekitar, dan anak dilatih untuk merumuskan, mencari data, menganalisis, dan memecahkannya sesuai dengan kemampuan . 7 Adapun yang dimaksud dengan prinsip khusus adalah prinsip pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik khusus dari setiap penyandang kelainan. Contohnya untuk anak tunanetra diperlukan prinsip kekongkritan, prinsip pengalaman yang menyatu, dan prinsip belajar sambil melakukan. Untuk peserta didik tunarungu diperlukan prinsip keterarahan wajah. Peserta didik yang tunalaras diperlukan prinsip-prinsip kebutuhan dan keaktifan, kebebasan yang mengarah, pemanpaatan waktu luang dan kompensasi, kekeluargaan dan kepatuhan kepada orang tua, setia kawan dan idola serta perlindungan, minat dan kemampuan, disiplin, serta kasih sayang. 8 Tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam proses belajar mengajar adalah tujuan pembelajaran berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi yaitu: Pertama, agar dapat menghasilkan individu yang mampu melakukan kegiatan sehari-hari tanpa bantuan orang lain melalui kemampuan dirinya dalam menggunakan persepsi, pendengaran, penglihatan, taktil, kinestetik, fine motor dan gross motor. Kedua, agar dapat menghasilkan individu yang mempunyai kematangan sosial. Ketiga, menghasilkan individu yang mampu bertanggungjawab secara pribadi dan sosial. Keempat, agar dapat menghasilkan individu yang mempunyai kematangan untuk melakukan penyesuaian diri dan penyesuaian terhadap lingkungan sosial. 9 7 Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, Kegiatan Belajar Mengajar di Sekolah Inklusif, 3-4. 8 Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, Ilmu Aplikasi Pendidikan, 66. 9 Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus, 156. 121 Berdasarkan tujuan pembelajaran tersebut, sekalipun siswa berkebutuhan khusus kondisinya berbeda dengan siswa lain pada umumnya, ternyata kurikulum berbasis kompetensi mengakomodasi segala potensi positif yang dimiliki mereka untuk kemudian diarahkan ke arah pencapaian kompetensi tertentu. Oleh karena itu menjadi tugas pendidiklah di sekolah untuk bisa membimbingnya menuju penguasaan kompetensi sesuai potensi yang dimilikinya. Pendidik yang dalam hal ini adalah guru harus mampu menentukan materi, metode, alat, evaluasi serta strategi pengajaran yang sesuai dengan kondisi mereka. Strategi pengajaran yang dimaksud adalah kegiatan yang dipilih oleh guru dalam proses belajar mengajar, yang dapat memberikan kemudahan atau fasilitas kepada siswa menuju kepada tercapainya tujuan pembelajaran tertentu yang telah ditetapkan. 10 Menurut Dick dan Corey, strategi pembelajaran terdiri atas semua komponen materi pengajaran dan prosedur yang akan digunakan untuk membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Sedangkan menurut Ormrod, strategi pembelajaran meliputi semua aktifitas yang merupakan aspek-aspek penting dalam pengajaran yang efektif dan berdampak pada pembelajaran dan prestasi optimal siswa di kelas. 11 Penentuan strategi pembelajaran setidaknya harus memperhatikan tiga hal, yaitu: tujuan pembelajaran dari pelajaran, bentuk dan isi dari materi pelajaran dan karakteristik, serta kemampuan dari para siswanya. 12 Cartwright- Cartwright mengemukakan langkah-langkah dalam pemilihan strategi pengajaran yaitu: Identifikasi atribut-atribut identify attributes, menentukan tujuan-tujuan pengajaran specify objectives, pemilihan strategi select strategy, pemilihan materibahan select materials, uji strategi dan materi tes strategy and materials, dan evaluasi performansi performance evaluation. 13 10 Depdikbud , Materi Dasar Pendidikan Program Akta Mengajar B, buku III C, Teknologi Intruksional Jakarta: Dirjen Dikti, 1983, 7. 11 J.E. Ormrod, Educational Psychology: Developing Learners. Sixth Edition New Jersey: Pearson Education, Inc, 2008, 487. 12 J.E. Ormrod, Educational Psychology, 493. 13 G.P. Cartwright-Cartwright, C.A. Cartwright M.E.Ward. Educating Special Learners California: Wads Worth Publishing Company, 1984, 123. 122 Sedangkan prinsip-prinsip dalam pemilihan strategi pengajaran siswa berkebutuhan khusus harus memperhatikan tipe kecacatan dan tingkat keparahan anak. Pada umumnya keadaan kecacatan antara anak yang satu dengan anak yang lain tidak sama. Maka strategi pembelajaran untuk mengajar siswa berkebutuhan yang satu berbeda dengan yang digunakan untuk mengajar siswa berkebutuhan khusus yang lain. Contohnya, untuk anak yang cacat fisik, kita tidak bisa mengharapkan anak tersebut berpartisipasi secara rutin dalam semua aspek dari program pendidikan olah raga standar. 14 Prinsip-prinsip dalam pemilihan strategi pengajaran siswa berkebutuhan khusus lainnya yaitu harus memperhatikan juga tingkatan usia anak agar strategi pengajaran benar-benar sesuai dengan kondisi anak. Contohnya, bagi anak-anak yang tingkatan usianya muda dengan kecacatan yang berbeda-beda, maka metode ceramah tidaklah tepat, tetapi akan lebih tepat jika digunakan metode demonstrasi dan pendekatan individual. 15 Disamping itu, prinsip penting dalam penanganan anak berkelainan adalah bantuan atau intervensi dini. Penanganan bersama dari berbagai ahli sejak dini akan sangat efektif, dapat memperkaya perkembangan dan kemampuan belajar anak. Seharusnya keluarga lah yang memutuskan tujuan-tujuan dan prioritas yang akan dicapai dengan bantuan staf program intervensi dini. Seharusnya dengan adanya program intervensi dini, siswa berkebutuhan khusus secara umum akan berkurang. Tetapi pada kenyataannya, di negara maju sendiri, jumlahnya semakin meningkat. 16 Di lingkungan Madania yang kondisinya sangat heterogen, guru pendidikan agama Islam dituntut untuk mampu memilih strategi yang baik untuk 14 Frieda Mangunsong, Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, 31-32. 15 Frieda Mangunsong, Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, 32. 16 Penyebab semakin meningkatnya jumlah anak berkebutuhan khusus di negara maju cukup rumit dan berkaitan dengan perubahan-perubahan di bidang ekonomi dan sosial, antara lain: banyaknya anak dan ibu yang hidup dalam kemiskinan, kekurangan gizi, berada dalam kondisi lingkungan yang menjurus terjangkit penyakit dan kelainan lain; banyaknya bayi yang lahir dari ibu yang berusia muda remaja; yang masa pra natalnya kurang perawatan; kelahiran bayi prematur dengan berat yang kurang; disamping pencemaran lingkungan yang secara sosial maupun kimiawi semakin meningkat dan anak-anak yang terlantar serta diperlakukan kasar oleh lingkungan. Lihat Frieda Mangunsong, Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, 33. 123 mencapai tujuan pembelajaran. Tidak ada satu strategi pembelajaran umum yang paling baik untuk mencapai semua kegiatan pembelajaran, karena strategi pembelajaran yang paling baik dan berhasil digunakan untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran tertentu bagi seseorang atau sekelompok siswa, belum tentu tepat atau baik digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran pada seseorang atau sekelompok siswa dalam situasi dan kondisi yang berbeda. Begitu juga pada siswa berkebutuhan khusus yang berbeda tingkat dan tipe kecacatannya. Siswa berkebutuhan khusus biasanya memperoleh pendidikan di berbagai setting, karena lingkungan pendidikan bagi semua siswa berkebutuhan khusus lebih bervariasi jika dibandingkan dengan pendidikan pada siswa normal. Tidak ada satupun setting tunggal yang dapat digunakan untuk semua siswa berkebutuhan khusus yang sama. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pemilihan strategi dalam pengajaran harus mempertimbangkan kondisi anak didik. 17 Berdasarkan hasil tes kematangan sekolah, siswa berkebutuhan khusus di Madania dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: reguler, reguler modifikasi dan individual. Siswa berkebutuhan khusus yang termasuk dalam kelompok reguler adalah siswa yang tidak mempunyai hambatan secara akademik 0-50 mata pelajaran. Siswa kelompok reguler ini dapat mengikuti semua kurikulum reguler kelas tanpa modifikasi tapi diperkenankan untuk diterjemahkan. Mereka mampu menerima pelajaran secara klasikal. Tingkat kebutuhan pelayanan kelompok ini termasuk ringan. Akan tetapi apabila pihak Madania dan atau orang tua melihat adanya kebutuhan pendampingan, maka siswa dapat didampingi oleh guru pendamping aide teacher pada saat proses belajar mengajar di dalam kelas. Ketentuan belajar untuk kelompok ini adalah siswa belajar 90-100 di kelas dan belajar individual 0-10 dengan guru SEN Unit. 18 Siswa berkebutuhan khusus yang termasuk dalam kelompok reguler modifikasi adalah siswa yang mempunyai hambatan secara akademik 50-70 17 Frieda Mangunsong, Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, 31. 18 Educational Support Department, Handbook 2009-2011 Bogor: Madania, 2009, 16-17. 124 mata pelajaran. Siswa kelompok reguler modifikasi ini dapat mengikuti semua kurikulum reguler kelas dan modifikasi kurikulum. Dengan demikian, ada mata pelajaran tertentu yang dapat diikuti dengan penuh tanpa modifikasi, dan ada pula mata pelajaran yang dimodifikasi. Mereka mampu menerima 50-70 pelajaran secara klasikal. Tingkat kebutuhan pelayanan kelompok ini termasuk sedang. Akan tetapi apabila pihak Madania dan atau orang tua melihat adanya kebutuhan pendampingan, maka siswa dapat didampingi oleh guru pendamping aide teacher pada saat proses belajar mengajar di dalam kelas. Ketentuan belajar untuk kelompok ini adalah siswa belajar 80-90 di kelas dan belajar individual 10-20 dengan guru SEN Unit atau guru remedial. 19 Siswa berkebutuhan khusus yang termasuk dalam kelompok individual adalah siswa yang mempunyai hambatan secara akademik 70-90 mata pelajaran. Siswa kelompok individual ini tidak menggunakan kurikulum reguler maupun reguler modifikasi, tetapi menggunakan kurikulum yang disesuaikan dengan kemampuannya. Dengan demikian, mereka mengikuti pelajaran dengan program individual. Tingkat kebutuhan pelayanan kelompok ini termasuk berat, oleh karenanya mereka memerlukan pendampingan dari guru pendamping aide teacher pada saat proses belajar mengajar di dalam kelas. Ketentuan belajar untuk kelompok ini adalah siswa belajar 70-80 di kelas dan belajar individual 20-30 dengan guru SEN Unit atau guru remedial. 20 Kegiatan belajar mengajar pendidikan agama Islam untuk siswa berkebutuhan khusus di Madani dilakukan dengan beberapa cara yaitu: integrated in the regular classroom, one to one teaching, small group, program khusus, dan therapy. 21 Kegiatan belajar mengajar yang integrated in the regular classroom adalah kegiatan belajar mengajar dimana siswa berkebutuhan khusus belajar bersama siswa-siswa lainnya yang normal dalam satu kelas. Pada saat belajar, siswa berkebutuhan khusus bisa melakukannya dengan mandiri ataupun 19 Educational Support Department, Handbook 2009-2011, 16-17. 20 Educational Support Department, Handbook 2009-2011, 16-17. 21 Educational Support Department, Handbook 2009-2011, 22-23. 125 dengan pendampingan didampingi aide teacher tergantung tingkat keparahannya. Metode pembelajaran yang dipakai oleh guru di kelas inklusi sangat bervariasi supaya materi pelajaran lebih mudah diterima oleh siswa yang heterogen. Misalnya untuk materi sejarah, guru memberikan tugas kelompok untuk mencari materi sejarah Bani Umayah dan Bani Abbasiyah melalui internet, maka siswa berkebutuhan khusus dilibatkan secara aktif untuk ikut mencari materi tersebut dengan memanfaatkan media komputer. Sekalipun mereka punya keterbatasan, ternyata di bawah bimbingan guru mereka mampu menemukan materi sejarah tersebut. Walaupun untuk menyusun materi tersebut dalam bentuk makalah mereka kurang mampu melakukannya, tapi ketika presentasi di depan kelas, siswa berkebutuhan khusus dilibatkan kembali untuk tampil walaupun hanya sekedar untuk membaca saja. 22 Mengenai penilaian untuk tugas kelompok tersebut, menurut Ibu Sabit, penilaian terhadap kemajuan hasil belajar siswa merupakan penilaian kemampuan individu setiap peserta didik meskipun kegiatan belajar-mengajar dilakukan secara kelompok. Sedangkan penilaian kelompok dilakukan apabila penilaian tersebut dirancang untuk mengetahui kemampuan dan kemajuan belajar hasil kerja kelompok. 23 Kegiatan belajar mengajar yang one to one teaching adalah kegiatan belajar mengajar dimana siswa berkebutuhan khusus belajar secara individual di ruang SEN Unit atau ruangan lain. Materi yang diajarkan adalah materi akademik, materi non akademik ataupun pendalaman materi yang biasanya disampaikan oleh guru SEN, guru kelas, guru mata pelajaran, ataupun guru pendamping. Kegiatan belajar secara individual dilakukan sebanyak 10 dari keseluruhan jumlah pertemuan untuk kelompok reguler, 20 dari keseluruhan jumlah pertemuan untuk kelompok reguler modifikasi, dan 30 dari 22 Pembelajaran PAI di kelas 8 di bawah bimbingan Ibu Sabit Qolbi Khoiriyah, S.Ag, guru PAI di Madania pada 26-5-2010. 23 Berdasarkan wawancara dengan Ibu Sabit Qolbi Khoiriyah, S.Ag, guru PAI di Madania pada 26-5-2010. 126 keseluruhan jumlah pertemuan untuk kelompok individual. Sebagaimana dicontohkan oleh Bapak Hakim bahwa apabila jumlah jam pelajaran dalam satu minggu ada 40 jam, maka siswa berkebutuhan khusus kelompok reguler akan belajar 4 jam dalam seminggu di ruang SEN Unit. 24 Kegiatan one to one teaching pada materi akademik biasanya dilakukan dalam rangka menyederhanakan dan memperkuat pemahaman siswa berkebutuhan khusus terhadap materi pelajaran yang sudah didapat di dalam kelas. Misalnya untuk siswa kelas 8 yang masuk kelompok individual, mengingat kemampuannya yang terbatas maka materi tentang shalat disederhanakan dalam bentuk gambar. Siswa diberi tugas untuk menuliskan tentang gerakan apa yang ada di dalam gambar tanpa harus menuliskan bacaan yang dibaca ketika gerakan tersebut dilakukan. Kegiatan ini harus dilakukan secara berulang sampai siswa betul-betul menguasai materi tersebut. 25 Sedangkan untuk materi yang non akademik, dicontohkan oleh Bapak Mardaih salah seorang guru SEN Unit, misalnya siswa diberi pelajaran bagaimana menghadapi perubahan hormonal yang terjadi pada dirinya ketika pubertas. Pengetahuan ini perlu disampaikan dengan alasan sekalipun secara fisik dan mental mereka mengalami kelainan, tetapi perkembangan psikologisnya berjalan normal. 26 Kegiatan belajar mengajar small group adalah kegiatan belajar mengajar dimana siswa berkebutuhan khusus belajar dalam kelompok kecil pada saat pendalaman materi oleh guru kelas atau guru mata pelajaran. Pendalaman materi dilakukan untuk memperkuat pemahaman mereka tentang materi yang sudah diajarkan guru di kelas. Adapun kegiatan belajar mengajar program khusus adalah kegiatan belajar mengajar dimana siswa berkebutuhan khusus belajar dalam kelompok 24 Berdasarkan wawancara dengan Bapak Abdul Hakim Anshory, S.P., koordinator SEN Unit di Madania, 30-4-2010. 25 Pengajaran dilakukan oleh Ibu Ninik NR, S.Ag., salah seorang guru PAI di Madania terhadap siswa yang autis yaitu Ilen pada 5-5-2010. 26 Berdasarkan wawancara dengan Bapak Mardaih, S.Pd., guru SEN Unit di Madania, 5-5-2010. 127 kecil dengan satu guru SEN Unit yang bertanggungjawab. Program khusus ini meliputi: computer skill, cookery, fine gross motor, bertamu, Bank saving, shopping, playing,dan brain gym. 27 Misalnya untuk kegiatan bertamu, menurut Bapak Mardaih, materi tentang adab bertamu diberikan pada siswa sambil dipraktekkan. Kelompok kecil siswa berkebutuhan khusus diajak untuk mengunjungi salah satu rumah guru di Madania untuk bersilaturahmi sambil diperkenalkan etika dan sopan santun ketika berkunjung ke rumah orang lain. Demikian juga dengan kegiatan Bank saving, beberapa siswa diajak untuk melakukan kegiatan menabung di Bank sambil diberikan penjelasan tentang tata tertib ketika memasuki Bank dan cara-cara menabung di Bank. 28 Sedangkan untuk kegiatan terapi, siswa diperbolehkan untuk melakukan terapi pada jam sekolah dengan ijin khusus. Pembagian waktu antara sekolah dengan waktu terapi disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Penanganan perilaku siswa berkebutuhan khusus di Madania dibagi dua yaitu penanganan prilaku pada kondisi biasa dan penanganan perilaku pada kondisi khusus. Penanganan perilaku siswa berkebutuhan khusus pada kondisi biasa merupakan tindakan preventif yang harus dipersiapkan oleh guru kelas, guru mata pelajaran, guru SEN Unit, dan atau guru pendamping aide teacher guna mencegah terjadinya perilaku khusus. Sedangkan penanganan perilaku siswa berkebutuhan khusus pada kondisi khusus, merupakan tindakan yang dapat dilakukan pada saat ada kejadian khusus yang tidak terduga. 29 Tindakan preventif yang harus dipersiapkan oleh guru adalah dengan memberikan informasi yang jelas kepada siswa berkebutuhan khusus tentang aturan belajar dan kegiatan belajar yang akan dilakukannya secara visual. Sebagai contoh adalah ketika akan memulai pelajaran pendidikan agama Islam untuk siswa kelompok individual, guru memberikan catatan di kertas mengenai 27 Educational Support Department, Handbook 2009-2011, 30. 28 Berdasarkan wawancara dengan Bapak Mardaih, S.Pd., guru SEN Unit di Madania, 5-5-2010. 29 Educational Support Department, Handbook 2009-2011 , 24-29. 128 langkah-langkah belajar yang akan dilakukan siswa selama proses belajar mengajar berlangsung. Urutan kegiatan belajar adalah pembukaando’a, belajar, break, belajar, dan do’apenutup. Sekalipun mereka punya keterbatasan kemampuan, keterbatasan tingkat konsentrasi, sering minta istirahat keluar dari kelas ketika belajar, ternyata mereka mampu mengikuti pelajaran seperti siswa- siswa normal lainnya di dalam kelas. 30 Tindakan preventif guru lainnya yaitu dengan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sehingga siswa berkebutuhan khusus merasa nyaman di dalam kelas. Motivasi untuk kemajuan belajar siswa juga penting diberikan oleh guru di setiap kesempatan mengajar, serta memberikan reward yang telah disepakati oleh tim IEP untuk setiap kemajuan belajar yang mereka capai. Pada kondisi-kondisi tertentu ketika guru mata pelajaran tertentu yang akan memberikan pelajaran pada hari tersebut tidak bisa hadir, maka guru kelas atau guru SEN Unit harus memberitahukan kepada siswa tentang ketidakhadiran guru tersebut sejak awal pelajaran dimulai pada hari tersebut. Pemberitahuan bisa dituliskan di papan tulis untuk kemudian disampaikan secara berulang supaya dapat dipahami oleh siswa. Pemberitahuan ini dilakukan untuk menghindari kondisi khusus yang tidak terduga akibat perubahan jadwal yang mendadak, karena biasanya siswa hanya mau mengikuti pelajaran sesuai dengan jadwal yang sudah terprogram sebelumnya. 31 Tindakan preventif guru lainnya adalah dengan memberikan penjelasan tentang langkah-langkah penyelesaian tugas dengan rinci dan jelas agar mudah dipahami. Misalnya siswa diminta untuk menuliskan surat al-fatihah, surat al- Asri, dan menuliskan nama gerakan shalat yang dipraktekkan dalam gambar. Maka guru meminta siswa untuk menuliskan surat al-fatihah sampai selesai, kemudian baru dilanjutkan dengan menulis surat al-asri sampai selesai. Setelah 30 Contoh metode pembelajaran untuk Ilen, siswa kelompok individual yang belajar di ruang SEN Unit di bawah bimbingan Ibu Ninik NR, S.Ag., guru PAI di Madania, 5-5-2010. 31 Berdasarkan wawancara dengan Bapak Mardaih, S.Pd., guru SEN Unit di Madania, 5-5-2010. 129 diselingi istirahat sebentar, siswa diminta melanjutkan belajarnya dengan menuliskan nama gerakan shalat yang ada pada gambar. Apabila siswa berhasil mengerjakannya, guru memberikan reward, misalnya dengan mengacungkan jempol sambil mengatakan bagus. Pemberian reward tidak boleh berlebihan karena akan menimbulkan kejadian khusus yang tidak terduga. 32 Kejadian khusus yang tidak terduga dapat terjadi sewaktu-waktu. Contoh kejadian khusus adalah perilaku tidak patuh, dimana siswa tidak mau mengikuti pengarahan atau permintaan orang tua atau guru. Kejadian khusus lainnya adalah perilaku mengganggu atau menyerang yang biasanya dalam bentuk tantrum mengamuk, berteriak, menendang, memukul, menggigit, dsb. 33 Cara menangani perilaku khusus yang dilakukan siswa adalah dengan mencari akar permasalahannya. Guru biasanya akan bertanya pada siswa lainnya tentang apa sebenarnya yang telah terjadi. Ketika akar permasalahannya sudah diketahui, selanjutnya guru menentukan tindakan yang disesuaikan dengan perilaku dan karakteristik siswa. Tindakan yang diambil dapat berupa: pemberian hukuman, pemberian konsekuensi negatif, pengabaian, differential reinforcement, time out, response cost, dan environment modification. 34 Contoh kejadian khusus yang terjadi pada siswa berkebutuhan khusus adalah tantrum yang terjadi pada siswa ketika berada di kamar mandi. Setelah mencari akar permasalahannya dengan bertanya pada siswa-siswa yang lain yang melihat langsung kejadiannya, ternyata penyebabnya adalah karena dia kaget ketika tahu bahwa temannya ada yang melihat dan mentertawakan dirinya sewaktu dia membuka bagian tubuhnya yang seharusnya tidak terlihat oleh orang lain. 35 32 Contoh langkah penyelesaian tugas untuk Ilen, siswa kelompok individual yang belajar di ruang SEN Unit di bawah bimbingan Ibu Ninik NR, S.Ag., guru PAI di Madania, 5-5- 2010. 33 Educational Support Department, Handbook 2009-2011, 24-25. 34 Educational Support Department, Handbook 2009-2011, 24-25. 35 Berdasarkan wawancara dengan Bapak Mardaih, S.Pd., guru SEN Unit di Madania, 5-5-2010. 130 Penanganan perilaku siswa berkebutuhan khusus pada kondisi biasa di Madania juga dilakukan oleh guru SEN Unit dan guru pendamping aide teacher. Guru SEN Unit dan guru pendamping aide teacher selain berusaha membuka jalur komunikasi bagi siswa berkebutuhan khusus dengan cara mensosialisasikan karakter mereka dan cara penanganannya kepada semua komunitas sekolah, juga menyiapkan keperluan belajar siswa sebelum kegiatan belajar dimulai dan membimbingnya pada saat proses belajar, sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi yang disampaikan oleh guru kelas. Sedangkan pada saat siswa mengerjakan tugas, tugas guru pendampinglah aide teacher yang membimbingnya. 36 Selain strategi pembelajaran yang diterapkan khusus di Madania, ada juga strategi-strategi pembelajaran lainnya sebagaimana diungkapkan oleh Frieda Mangunsong yaitu: pendidikan remedial dan pendidikan tambahankompensasi remedial education compensatory education, pengajaran langsung direct instruction, analisis tugas task analysis, pengajaran bertahap sequencing instruction, latihan persepsi motorik perceptual motor-training, dan strategi-strategi lainnya. 37 Pendidikan remedial dan pendidikan tambahankompensasi remedial education compensatory education secara teknik mengacu pada proses peningkatan atau perbaikan mengenai bidang tertentu. Remedial adalah perbaikan, peningkatan kecakapan-kecakapan seseorang menjadi normal atau mendekati normal. Sedangkan kompensasi berarti penyeimbangan, penggantian suatu kecakapan dengan yang lain. Pendidikan khusus dapat menggunakan baik strategi remedial maupun kompensatori untuk membantu siswa berkebutuhan khusus memenuhi kebutuhan masyarakat. Kedua tehnik ini dapat digunakan untuk satu jenis kecacatan. Sebagai contoh untuk siswa yang buta total, program membaca dengan cara konvensional ataupun remedial intensif tidak akan 36 Educational Support Department, Handbook 2009-2011, 23-25. 37 Strategi lainnya adalah modelling, pengajaran terprogram, permainan edukatif, pengajaran dengan bantuan dan pengaturan komputer, program holtikultura, terapi musik, gerak tari dan seni, terapi menunggang kuda, dsb. Lihat Frieda Mangunsong, Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, 43-46. 131 berhasil, maka sebagai gantinya menggunakan huruf Braille untuk mengkompensasikan ketidakmampuannya. 38 Pengajaran langsung direct instruction adalah pengukuran langsung performansi siswa atas suatu tugas belajar dan pengetahuan program-program dan prosedur-prosedur pengajaran setiap siswa. Komponen-komponen dalam pengajaran langsung adalah asesmen, sistematik, pengajaran dan evaluasi. Langkah-langkah pengajaran langsung adalah: penilaian penampilan siswa, penentuan tujuan-tujuan, perencanaan sistematik program-program pengajaran atau pengelolaan, memilih dan menyiapkan bahan-bahan pengajaran, memerinci prosedur-prosedur pengajaran, dan evaluasi kemajuan siswa. 39 Analisis tugas meliputi memecah-mecah tugas belajar ke dalam bagian- bagian komponennya sehingga kecakapan-kecakapan yang tercakup dalam tugas bisa diidentifikasi. Pengajaran bertahap merupakan pengajaran yang diurutkan dari tingkatan yang termudah menuju ke tingkat kecakapan yang lebih tinggi. Penentuan apakah peserta sudah siap mempelajari tugas baru atau belum merupakan aspek penting bagi pengurutan pengajaran. Sedangkan latihan persepsi motorik diperuntukkan untuk mengajar siswa berkebutuhan khusus ringan yang dipusatkan pada masalah-masalah perseptual mereka yaitu: kecakapan-kecakapan motorik halus, persepsi bentuk, pengurutan ingatan, perbedaan visual dan auditif. Misalnya untuk mengajar membaca, guru mula- mula harus membetulkan dan menyembuhkan masalah-masalah perseptual yang menjadi penyebab. 40 Selain itu, terdapat strategi pengajaran lainnya untuk siswa berkebutuhan khusus yang dapat menentukan juga keberhasilan pendidikannya yaitu: strategi modelling. Strategi modelling ditandai dengan adanya peniruan seseorang terhadap model. Strategi ini sangat cocok bagi anak yang mempunyai kesulitan 38 Frieda Mangunsong, Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, 39. 39 Frieda Mangunsong, Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, 40-41. 40 Frieda Mangunsong, Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, 42- 43. 132 memahami intruksi-intruksi verbal atau sulit mengingat serangkaian instruksi- instruksi verbal. Modelling juga efektif untuk ranah afektif dan psikomotorik. Misalnya bagi anak yang sukar mengendalikan emosi kemarahannya, maka diberi model bagaimana cara mengendalikan emosi supaya tidak merugikan orang lain dan diri sendiri. 41 Dalam pendidikan agama Islam, strategi modelling yang dalam hal ini sama dengan pendidikan melalui keteladanan merupakan pendidikan yang paling efektif. Apabila para guru telah menjadi teladan yang baik bagi para siswanya dalam berpegang pada akidah yang benar, berakhlak Islam dan menghargai kewajiban menuntut ilmu, maka akan lahir generasi terpelajar yang mempelajari sekaligus mengamalkan, generasi berakhlak sekaligus berpengetahuan, serta generasi yang akidahnya berakar, akhlaknya baik, dan perbuatannya berakhlak sempurna. Akhlak yang baik dan sempurna tidak akan tumbuh tanpa diajarkan dan dibiasakan. 42 Oleh karena itu, ajaran agama, selain sebagai ilmu, secara bertahap juga harus diikuti secara terus menerus bentuk pengamalannya, baik di sekolah maupun di luar sekolah dan di lingkungan rumah. Bahan ajar pendidikan agama yang berupa dasar-dasar agama Islam seperti: wudhu, shalat, puasa, zakat, dan haji, diberikan dengan cara mengajak siswa untuk mempraktekkan atau mengamalkan ajaran agama tersebut secara benar dan dibiasakan terus menerus, bukan sekedar untuk dihapal. Sebagai contoh, wudhu dan shalat dapat dilakukan secara role playing bukan diceramahkan, tetapi dipraktekkan secara langsung. Demikian pula yang terjadi di Madania. Guru pendidikan agama Islam lebih banyak menekankan pada aspek pembentukan sikap dan kebiasaan yang 41 Frieda Mangunsong, Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus , 43. 42 Pemberian pelajaran akhlak tidak hanya sekedar menyuruh menghapal nilai-nilai normatif akhlak secara kognitif, yang diberikan dalam bentuk ceramah dan diakhiri dengan ulangan. Akhlak harus diajarkaan sebagai perangkat sistem yang satu sama lain saling berkait dan mendukung yang mencakup guru agama, guru bidang studi lain, pimpinan sekolah, kurikulum, metode, bahan dan sarana, tetapi juga mencakup orang tua, tokoh masyarakat dan pimpinan formal. Lihat Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001, 40. 133 baik dalam pembelajarannya. Sikap dan pembiasaan yang baik akan dapat menumbuhkan sikap saling menghormati, menghargai, bekerjasama, dan empati satu sama lain. Begitu pentingnya pembentukan sikap dan kebiasaan yang baik sehingga untuk aspek akhlak, Ibu Sabit salah seorang guru pendidikan agama Islam di Madania memberikan nilai 50 dari keseluruhan nilai pendidikan agama. 43 Sikap adalah seperangkat reaksi-reaksi afektif terhadap obyek tertentu berdasarkan hasil penalaran, pemahaman dan penghayatan individu. 44 Dengan demikian sikap terbentuk dari hasil belajar dan pengalaman seseorang dan bukan sebagai pengaruh bawaan faktor intern seseorang, serta tergantung pada obyek tertentu. Sedangkan sikap keagamaan merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama. Sikap keagamaan merupakan integrasi antara pengetahuan agama, perasaan agama serta tindak keagamaan pada diri seseorang. Sikap keagamaan pada manusia terbentuk oleh dua faktor, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern berupa potensi beragama yang ada pada diri manusia, sedangkan faktor ekstern berupa bimbingan dan pengembangan dari lingkungan yang mengenalkan seseorang akan nilai-nilai dan norma-norma agama yang harus dipatuhi. Agama menyangkut kehidupan bathin manusia. Oleh karena itu kesadaran agama dan pengalaman agama seseorang lebih menggambarkan sisi- sisi batin dalam kehidupan yang ada kaitannya dengan sesuatu yang sakral dan dunia gaib. Dari kesadaran agama dan pengalaman agama ini pula kemudian munculnya sikap keagamaan yang ditampilkan seseorang. 45 Sedangkan kebiasaan adalah cara bertindak atau berbuat seragam. Dan pembentukan kebiasaan ini menurut Wetherington melalui dua cara yaitu: 43 Berdasarkan wawancara dengan Ibu Sabit Qolbi Khoiriyah, S.Ag., guru PAI di Madania, 17-5-2010. 44 Mar’at, Sikap Manusia: Perubahan serta Pengukurannya Jakarta: Balai Aksara – Yudhistira dan Saadiyah, 1982, 19. 45 Jalaludin, Psikologi Agama Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997, 185. 134 Pertama, dengan cara pengulangan. Kedua, dengan disengaja dan direncanakan. Jika melalui pendidikan keluarga pembentukan jiwa keagamaan dapat dilakukan dengan cara menggunakan cara yang pertama, maka melalui sekolah cara yang kedua tampaknya akan lebih efektif. 46 Pendidikan agama di sekolah bagaimanapun akan memberi pengaruh bagi pembentukan jiwa keagamaan pada anak. Fungsi sekolah dalam kaitannya dengan pembentukan jiwa keagamaan pada anak, antara lain sebagai pelanjut pendidikan agama di lingkungan keluarga atau membentuk jiwa keagamaan pada diri anak yang tidak menerima pendidikan agama dalam keluarga. Namun demikian, besar kecilnya pengaruh dimaksud sangat tergantung berbagai faktor yang dapat memotivasi anak untuk memahami nilai-nilai agama. Sebab pendidikan agama pada hakikatnya merupakan pendidikan nilai. Oleh karena itu pendidikan agama lebih dititikberatkan pada bagaimana membentuk sikap dan kebiasaan yang selaras dengan tuntunan agama. Memang sulit untuk mengungkapkan secara tepat mengenai seberapa jauh pengaruh pendidikan agama melalui sekolah terhadap perkembangan jiwa keagamaan para anak. Berdasarkan penelitian Gillesphy dan Young, walaupun latar belakang pendidikan agama di lingkungan keluarga lebih dominan dalam pembentukan jiwa keagamaan pada anak, barangkali pendidikan agama yang diberikan di sekolah ikut berpengaruh dalam pembentukan jiwa keagamaan pada anak. 47 Menurut Mc Guire, proses perubahan sikap dari tidak menerima ke sikap menerima berlangsung melalui tiga tahap perubahan sikap. Proses pertama adalah dengan adanya perhatian. Pendidikan agama yang diberikan harus dapat menarik perhatian peserta didik. Oleh karenanya, guru agama harus mampu merencanakan materi, metode serta alat-alat bantu yang memungkinkan anak- anak memberikan perhatiannya. Kedua, adanya pemahaman. Para guru agama harus mampu memberikan pemahaman kepada siswa tentang materi pendidikan 46 Jalaludin, Psikologi Agama, 206-207. 47 Jalaludin, Psikologi Agama, 206. 135 yang diberikannya. Pemahaman ini akan mudah diserap jika pendidikan agama yang diberikan dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Dan ketiga adanya penerimaan. Penerimaan siswa terhadap materi pendidikan agama yang diberikan sangat tergantung dari hubungan antara materi dengan kebutuhan dan nilai bagi kehidupan anak didik. 48 Keberhasilan pendidikan agama Islam di sekolah tidak hanya menjadi tanggungjawab guru agama sebagai motor penggerak pendidikan agama, tetapi juga menjadi tanggungjawab semua pihak. Oleh karena itu, menjadi tugas semua pihak untuk meningkatkan pelaksanaan pendidikan agama di sekolah, agar moral dan akhlak siswa dapat terbentuk dengan baik. Peran guru bidang studi lain tidak kalah pentingnya dalam mendukung proses pendidikan agama di sekolah. Mereka juga harus menunjukkan keteladanan sebagai seorang yang beragama dengan baik, misalnya dengan rajin melaksanakan ibadah dan berakhlak mulia. Disamping itu, ia dapat juga memberikan penjelasan tentang makna dari agama dalam berbagai hal yang berkaitan dengan bidang studinya. Demikian pula dengan kepala sekolah yang memberikan peran penting keberhasilan pendidikan agama, terutama dalam hal komitmennya akan pentingnya pendidikan agama serta pemberian keteladanan sebagai pemeluk agama yang taat dan baik di hadapan anak didik nya. Keberhasilan pendidikan agama di sekolah juga akan tercapai apabila ada dukungan dari orang tua di rumah. Orang tua diharapkan menjadi teladan dalam beribadah dan berakhlak, misalnya dengan mengajak anak sholat berjamaah di rumah. Demikian juga dengan tokoh masyarakat yang punya peran dalam pendidikan agama di masyarakat. Aktifitas keagamaan yang menonjol di masyarakat akan menarik anak untuk ikut ambil bagian dalam kegiatan tersebut. Dari beberapa strategi yang telah dijelaskan, di dalam prakteknya dapat dipilih mana yang sekiranya cocok dengan situasi kelas, materi, tujuan dan guru yang akan menggunakan. Demikian juga dalam penentuan strategi pembelajaran 48 Djamaludin Ancok, Fuat Nashori, Suroso. Psikologi Islam : Solusi Islam atas problem-problem Psikologi Jakarta : Pustaka Pelajar, 1995, 52. 136 pendidikan agama Islam, guru pendidikan agama Islam bebas menentukan strategi yang paling cocok disesuaikan dengan kondisi kelas inklusi yang heterogen.

B. Nilai-nilai Agama sebagai Budaya Sekolah Inklusi