2. Hasil Pengujian Hipotesis
a. Uji Individu t – Statistik
Adapun uji yang dilakukan sebelum membuat suatu hipotesis adalah uji korelasi dan regresi berganda. Dalam pengolahan data
dengan menggunakan regresi linear berganda, dilakukan beberapa tahapan untuk mencari hubungan antara variabel independen dan
variabel dependen. Data yang telah memenuhi keempat uji asumsi klasik, maka dapat dilakukan pengujian lanjut dengan regresi berganda.
Tabel 4.10 Hasil Uji Parameter Individual Uji Statistik t
Sumber : Data Sekunder yang diolah Model
Unstandardiz ed
Coefficients Standardized
Coefficients t
Sig. Correlations
Collinearity Statistics
B Std.
Error Beta
Zero- order
Partial Part
Tolera nce
VIF 1
Constant .276
.089 3.083
.003 KEPEMILIKAN
INSTITUSION AL
.220 .099
.238 2.226
.029 .244
.237 .231
.938 1.066
KEPEMILIKAN MANAJERIAL
.060 .189
.033 .317
.752 .028
.035 .033
.994 1.006
PROPORSI DEWAN
KOMISARIS INDEPENDEN
.030 .019
.179 1.545
.126 .194
.167 .160
.797 1.254
KOMITE AUDIT
.009 .015
.071 .601
.550 .193
.066 .062
.772 1.295
Tabel 4.8 merupakan hasil pengujian antara variabel dependen manajemen laba dengan variabel independen secara individuparsial
yang dilakukan uji t. Hasil dari pengujian tersebut adalah:
81
1 Hasil Pengujian Variabel Kepemilikan Institusional Terhadap
Manajemen Laba
Hasil pengujian variabel kepemilikan institusional mempunyai angka signifikasi 0,029 lebih kecil dari 0,05. Hal ini
berarti bahwa kepemilikan institusional berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini konsisten
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Boediono 2005 dan penelitian Cornett et al. 2006. Temuan ini menunjukkan bahwa
kepemilikan institusional merupakan salah satu mekanisme corporate governance yang dapat menekan praktik manajemen
laba. Emiten yang dianalisis dalam penelitian ini termasuk
memiliki struktur kepemilikan yang terkonsentrasi pada suatu institusi yang memiliki porsi saham cukup besar yang
mencerminkan kekuasaan. Menurut Boediono 2005 dengan kepemilikan saham yang tinggi, institusi mempunyai kemampuan
untuk melakukan intervensi terhadap jalannya perusahaan dan mengatur proses penyusunan laporan keuangan.
Investor institusional memiliki sumber daya yang lebih daripada investor individual untuk mendapatkan informasi. Selain
itu, investor institusional memiliki motivasi yang kuat untuk melakukan pengawasan lebih ketat atas aktivitas yang terjadi di
dalam perusahaan Zarkasyi, 2008. 82
Adanya kepemilikan oleh institusional seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan-perusahaan investasi dan kepemilikan
oleh institusi-institusi lain akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal serta dapat meningkatkan
akuntabilitas manajerial sehingga manajer akan bertindak lebih
hati-hati dalam pengambilan keputusan 2
Hasil Pengujian Variabel Kepemilikan Manajerial Terhadap Manajemen Laba
Hasil pengujian variabel kepemilikan manajerial mempunyai angka signifikasi 0,752 lebih besar dari 0,05. Hal ini
berarti bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini konsisten terhadap penelitian
Boediono 2005 dan penelitian Isnanta 2008. Namun, hasil penelitian ini kontradiktif dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Ujiyantho dan Pramuka 2007. Jika dilihat dari pola hubungan kepemilikan manajerial terhadap manajemen laba yang
positif. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi tingkat kepemilikan saham oleh pihak manajemen, semakin tinggi besaran
manajemen laba pada laporan Boediono, 2005. Tingkat kepemilikan manajerial yang terlalu tinggi juga
dapat berdampak buruk terhadap perusahaan. Dengan kepemilikan manajerial yang tinggi, manajer mempunyai hak voting yang tinggi
sehingga manajer mempunyai posisi yang kuat untuk 83
mengendalikan perusahaan, hal ini dapat menimbulkan masalah pertahanan, dalam artian, adanya kesulitan bagi para pemegang
saham eksternal untuk mengendalikan tindakan manajer Isnanta, 2008.
3 Hasil Pengujian Variabel Proporsi Dewan Komisaris
Terhadap Manajemen Laba
Hasil pengujian variabel proporsi dewan komisaris indepeden mempunyai angka signifikansi 0,126 lebih besar dari
0,05. Hal ini berarti bahwa proporsi dewan komisaris independen tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba.
Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti 2009, penelitian Veronica dan Utama
2005, dan juga penelitian yang dilakukan oleh Isnanta 2008. Beberapa alasan proporsi dewan komisaris independen
tidak memberikan pengaruh terhadap manajemen laba adalah terdapat bukti empirik yang menunjukkan rata-rata proporsi dewan
komisaris independen pada periode penelitian relatif rendah, yaitu sebesar 27 di tahun 2005, 28 di tahun 2006, 36 di tahun
2007, dan terakhir sebesar 37 di tahun 2008. Sehingga, secara kolektif komisaris independen tidak memiliki kekuatan untuk
mempengaruhi keputusan dewan komisaris. Proporsi dewan komisaris independen tersebut juga belum memenuhi syarat
Peraturan Bank Indonesia No 84PBI2006 tentang Good 84
Corporate Governance yang mengharuskan minimum proporsi dewan komisaris independen sebesar 50.
Alasan kedua, menurut Effendi 2008 dalam Wijayanti 2009 terdapat kendala yang cukup menghambat kinerja
komisaris independen karena sebagian komisaris independen masih lemah kompetensi dan integritasnya. Hal ini menurut Wijayanti
2009 dapat terjadi karena pengangkatan komisaris independen sebagian hanya didasarkan atas penghargaan semata, adanya
hubungan keluarga, atau kenalan dekat nepotisme. Alasan
ketiga, menurut Boediono 2005, ada
kemungkinan penempatan atau penambahan anggota dewan dari luar perusahaan hanya sekedar memenuhi ketentuan regulasi saja
dan tidak dimaksudkan untuk menegakkan Good Corporate
Governance dalam perusahaan, sementara pemegang saham
mayoritas pengendalifounders masih memegang peranan penting sehingga kinerja dewan tidak meningkat bahkan bisa menurun.
4 Hasil Pengujian Variabel Komite Audit Terhadap Manajemen
Laba
Hasil pengujian variabel komite audit mempunyai angka signifikansi 0,550 lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti komite audit
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini konsisten terhadap hasil penelitian Veronica
dan Utama 2005 dan hasil penelitian Fitriasari 2007, namun 85
kontradiktif dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Nasution dan Setiawan 2007.
Beberapa alasan mengapa komite audit terbukti belum dapat menekan praktek manajemen laba adalah dikarenakan
pengangkatan komite audit masih sebatas pemenuhan regulasi saja, belum benar-benar dimaksudkan untuk menegakkan praktek good
corporate governance. Berdasarkan Surat Edaran BEJ, SE- 008BEJ12-2001 dalam Nasution dan Setiawan 2007,
keanggotaan komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang termasuk ketua komite audit.
Berdasarkan analisis deskriptif penelitian, rata-rata jumlah anggota komite audit di perusahaan perbankan yang sudah go
public pada tahun 2005 dan 2006 sebanyak dua orang, jumlah tersebut belum memenuhi ketentuan dari regulasi yang ditetapkan,
yakni sebanyak minimal tiga orang. Jumlah anggota komite audit yang telah memenuhi ketentuan terlihat pada periode penelitian
tahun 2007 dan 2008, dimana perusahaan perbankan yang sudah go public rata-rata telah memiliki jumlah anggota komite audit
sebanyak tiga orang. Hal ini menunjukkan perusahaan perbankan yang sudah go public baru memenuhi ketentuan berkaitan dengan
jumlah anggota komite audit yang semestinya di dua tahun terakhir saja. Periode kerja dirasa masih terlalu singkat sehingga belum
efektif dalam melakukan tindakan monitoring di perusahaan. 86
b. Uji Regresi Simultan Uji Statistik F