Proses Pemberdayaan Masyarakat Tahapan Intervensi Dalam Proses Pemberdayaan

3. Proses Pemberdayaan Masyarakat

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa pemberdayaan masyarakat sebagai suatu pendekatan kesejahteraan sosial yakni meningkatkan tarap hidup yang lebih baik sangatlah sulit dalam mewujudkannya, proses yang panjang harus dilewati setahap demi setahap. Hogan 2000:20 menggambarkan proses pemberdayaan yang berkesinambungan sebagai suatu siklus yang terdiri dari lima tahapan utama yaitu: 27 a. Menghadirkan kembali pengalaman yang memperdayakan dan tidak memperdayakan Recall DepoweringEmpowering Experices; b. Mendiskusikan alasan mengapa terjadi pemberdayaan dan pentidakberdayaan discuss reason for depowermentempowerment; c. Pengindentifikasian suatu masalah atau proyek Identify One Problem Or Project; d. Mengidentifikasikan basis daya yang bermakna Identify Useful Power Bases; e. Mengembangkan rencana-rencana aksi dan mengimplementasikannya Develop And Implemend Action Plans.

4. Tahapan Intervensi Dalam Proses Pemberdayaan

Dalam ilmu kesejahtraan sosial yang dilakukan dalam pemberdayaan masyarakat. Menurut Rothman, Tropman dan Elinch interpensi yaitu. 28 a. Intervensi mikro merupakan intervensi yang digunkan dalam lingkup kecil dan memusatkan pada dua metode yaitu bimbingan sosial perorang Social Casework dan bimbingan sosial kelompok Social Groupworking. 27 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memperdayakan Rakyat, h.73. 28 Isbandi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat Intervensi Komunitas, h. 57-58. 22 b. Intervensi makro mencakup berbagai metode profesional yang digunakan untuk mengubah system sasaran yang lebih besar dari individu, kelompok dan keluarga, yaitu organisasi, komunitas baik ditingkat lokal regional maupun nasional secara utuh. Praktek makro berhubangan dengan aspek pelayanan masyarakat yang pada dasarnya bukan hal yang bersifat klinis, tetapi lebih memfokuskan pada pendekatan sosial yang lebih luas dalam rangka meningkatkan kehidupan yang lebih baik di masyarakat. Intervensi makro mencakup pengembangan masyarkat local Locality Development perencanaan sosial Social Planning kebijakan Social Policy, dan administrasi dan manajemen Administrations and Management. Menurut the Gulbenkian Foundation 1970:3-34, intervensi makro dapat diidentifikasikan pada tingkatan yang menggambarkan cakupan komunitas, yang berbeda dimana intervensi makro dapat di terapkan melalui: 29 1. Grass Root ataupun Neightbourhood work agen perubahan melakukan intervensi terhadap individu, keluarga, dan kelompok masyarakat yang berada di daerah tersebut misalnya saja dalam satu kelurahan ataupun rukun tetangga; 2. Lokal Agency dan Inter-lokal Agency Work agen perubahan melakukan intervensi terhadap organisasi „payung‟ ditingkat local, provinsi ataupun ditingkat yang lebih luas, bersama jajaran pemerintahan yang berminat terhadap hal tersebut; 3. Regional dan national community planning work misalnya saja, agen perubahan melakukan intervensi pada isu yang terkait dengan pembangunan ekonomi, ataupun isu mengenai perencanaan lingkungan yang mempuyai cakupan lebih luas dari bahasan ditingkat lokal. Tahapan-tahapan yang harus dilewati sebagai proses yang panjang dari sebuah pemberdayaan mempunyai dua model, dan keduanya bersifat Cyclical yaitu siklus yang tidak terputus. Salah satu dari model tersebut akan disajikan dalam bagan berikut ini. 30 29 Ibid.,h.60-61. 30 Isbandi, Pemikiran Dalam Pembangunan Kesejahtraan, h. 181. 23 Bagan 4.1 Tahapan Model dalam Pemberdayaan Masyarakat Model 1 Persiapan Engagement Pengkajian assessment Perencanaan alternatif program atau kegiatan Performulasian rencana aksi Implementasi Evaluasi Terminasi Untuk memperjelas bagan di atas maka dibawah ini akan diuraikan penjelasannya. 1. Tahap Persiapan Engagement Pada tahap persiapan ini ada 2 tahapan yang harus dikerjakan, yaitu pertama. Penyiapan petugas yaitu tenaga pemberdayaan masyarakat yang bisa juga dilakukan oleh community worker, dan penyiapkan lapangan kerja merupakan masyarakat yang pada dasarnya diusahakan dilakukan secara non-direktif. 24 2. Tahapan Pengkajian Assessment Proses assessment dapat dilakukan secara individual melalui tokoh-tokoh masyarakat key-personal, tetapi dapat juga melalui kelompok-kelompok dalam masyarakat. Dalam hal ini petugas harus berusaha mengidentifikasikan masalah kebutuhan yang dirasakan felt Needs dan juga sumber daya yang dimiliki klien. 3. Tahapan Perencanaan Alternative Program Atau Kegiatan Designing Pada tahap ini petugas sebagai agen perubahan change Agent secara partisipatif mencoba melibatkan warga untuk berpikir tentang masalah yang mereka hadapi dan bagaimana cara penyelesaiannya. Dalam konteks ini masyarakat diharapkan dapat memikirkan beberapa alternative dan kegiatan yang dapat dilakukan. 4. Tahap Pemformulasian Rencana Designing Pada tahap ini petugas membantu masing-masing kelompok untuk memformulasikan gagasan mereka kedalam bentuk tertulis, terutama bila ada kaitannya dengan pembuatan proposal, kepada pihak penyandang dana. 5. Tahap Pelaksanaan Program Atau Kegiatan Implementasi Dalam upaya melaksanakan program pemberdayaan masyarakat, peran masyarakat sebagai kader diharapkan dapat menjaga keberlangsungan program yang telah dikembangkan kerjasama antara petugas dan masyarakat merupakan hal penting dalam tahap ini karena terkadang sesuatu yang sudah direncanakan dengan baik melenceng saat di lapangan. 25 6. Tahapan Evaluasi Evaluasi sebagai proses pengawasan dari instruktur kepada siswa terhadap program pemberdayaan masyarakat yang sedang berjalan. Dengan keterlibatan instruktur tersebut diharapakan para siswa didik dalam jangka pendek dapat bisa terbentuk suatu system komunitas untuk pengawasan secara internal dan untuk jangka panjang dapat membangun komunitas masyarakat yang lebih mandiri dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. 7. Tahap Terminasi Tahap terminasi merupakan tahapan pemutusan hubungan secara formal dengan komunitas sasaran. Dalam tahap ini diharapkan petugas tidak meninggalkan komunitas dengan tiba-tiba walaupun proyek harus segera berhenti. Petugas harus tetap melakukan kontak meskipun tidak secara rutin, kemudian secara perlahan-lahan mengurangi kontak dengan komunitas sasaran. C. Pengertian Training Pelatihan Istilah Training berasal dari bahasa Inggris yang berarti pusat pelatihan. Pelatihan merupakan bagian dari suatu proses yang tujuannya untuk meningkatkan kemampuan psikomotorik meskipun didasari pengetahuan dan sikap. 31 Ife, di dalam Isbandi Rukminto Adi menyatakan bahwa pelatihan merupakan peran edukasional yang paling spesifik, karena secara mendasar 31 Soekidjo Notoadmojo, Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT Rineka Cipta. 2003, h. 28. 26 memfokuskan pada upaya mengajarkan pada komunitas sasaran bagaimana untuk melakukan sesuatu. 32 Dari pengertian di atas dapat di tarik kesimpul bahwa Training Center merupakan sebuah sarana untuk memperbaiki atau meningkatakan performa atau kualitas seseorang dalam hal tertentu dalam hal ini penulis mengartikan Training Center sebagai usaha dalam meningkatakan kualitas sumber daya manusia. Sebagaimana yang dilakukan dalam program Empowerment dan Training Center di Rumah Gemilang Indonesia RGI disiapkan sebagai pusat pemberdayaaan dan pelatihan sehingga menjadi manusia yang mempunyai sumber daya manusia yang baik sehingga dapat menuju kehidupan yang mapaan dan sejahtera. Dalam melakukan pelatihan terdapat beberapa unsur yang diperlukan, antara lain sebagai berikut. 33 a. Peserta Pelatihan Penetapan calon peserta pelatihan erat kaitannya dengan keberhasilan pelatihan yang pada gilirannya menentukan efektivitas pelatihan. Karena itu perlu dilakukan seleksi yang teliti untuk memperoleh peserta yang baik berdasarkan kriteria antara lain : 1. Akademik, yaitu jenjang dan keahlian. 2. Jabatan, yang bersangkutan telah menempati pekerjaan tertentu atau akan ditempatkan pada pekerjaan tertentu. 32 Isbandi Rukminto Adi, Pemikiran Pemikiran Dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI, 2002, h. 213. 33 Oemar Hamalik, Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan, Pendekatan Terpadu: Pengembangan SDM Jakarta: Bumi Aksara, 2005, h. 35. 27 3. Pengalaman kerja, pengalaman yang diperoleh dalam pekerjaan. 4. Motivasi dan minat yang bersangkutan terhadap pekerjaannya. 5. Pribadi yaitu aspek moral, moril dan sifat-sifat untuk pekerjaan tertentu. 6. Intelektual, tingkat berpikir dan pengetahuan yang dapat diketahui melalui tes seleksi. b. Pelatih atau Instruktur Pelatih memegang peranan penting dalam setiap pelatihan keterampilan. Karena itu ada beberapa persyaratan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan pelatih atau instruktur, yaitu : 1. Telah disiapkan secara khusus sebagai pelatih yang ahli dalam bidang spesialisasi tertentu. 2. Memiliki kepribadian yang baik yang menunjang pekerjaannya sebagai pelatih. 3. Pelatih berasal dalam organisasi atau lembaga sendiri lebih baik dibandingkan dengan yang dari luar. c. Lamanya Pelatihan Lama tidaknya pelatihan harus didasari pada: 1. Jumlah banyaknya suatu kemampuan yang hendak dipelajari dalam pelatihan tersebut lebih baik dan bermutu, kemampuan yang ingin diperoleh mengakibatkan lebih lama waktu yang diperlukan. 2. Kemampuan belajar peserta dalam mengikuti kegiatan pelatihan. Kelompok peserta yang ternyata kurang mampu belajar memerlukan waktu lebih lama. 28 3. Media pengajaran yang menjadi alat bantu bagi peserta dan pelatih. Media pengajaran yang serasi dan canggih akan membantu kegiatan pelatihan dan ikut mengurangi lamanya pelatihan tersebut. Dalam strategi pemberian pelatihan, dikenal adanya trilogi latihan kerja, yaitu sebagai berikut 34 : a. Latihan kerja harus sesuai dengan kebutuhan pasar kerja dan kesempatan kerja. b. Latihan kerja harus senantiasa mutakhir sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. c. Latihan kerja merupakan kegiatan yang bersifat terpadu dalam arti proses, kaitan dengan pendidikan, latihan dan pengembangan satu dengan yang lain. Terdapat beberapa metode yang dapat dilakukan pada saat melakukan pelatihan. Metode tersebut adalah sebagai berikut: a. Metode ceramah, adalah penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap kelas. Dalam pelaksanaan ceramah untuk menjelaskan uraiannya, guru dapat menggunakan alat-alat bantu seperti gambar-gambar. Metode ini pada dasarnya berhubungan dengan interaksi berbicara antara narasumber dan peserta. b. Metode tanya jawab, dalam metode ini narasumber umumnya berusaha menanyakan apakah peserta mengetahui fakta tertentu yang sudah 34 Basir Barthos, Manajemen Sumber Daya Manusia Suatu Pendekatan Makro Jakarta: Bumi Aksara, 2004, Cet. Ke 7, h. 98-99. 29 diajarkan, dapat juga dilakukan dengan cara apresepsi, tanya jawab selingan dan tanya jawab di akhir sesi. Hal ini diharapkan terjadi interaksi di dalam kelas yang aktif sehingga peserta mempunyai peran di dalam kelas. c. Metode demonstrasi, adalah mempraktekkan hal-hal yang terkait dengan materi. Tujuan dari metode ini adalah membuat suasana kelas aktif dan dinamis karena proses pelatihan akan menjemukan apabila hanya dilakukan dengan cara ceramah. Demonstrasi merupakan kegiatan yang melibatkan peserta aktif sehingga partisipasi peserta akan berjalan secara maksimal. d. Metode sosiodrama, adalah bermain peran. Dalam hal ini peserta memainkan sebuah kasus bersama, kemudian peserta diharapkan dapat mendiskusikan apa saja yang harus dimunculkan, setelah selesai peserta diharapkan dapat merefleksikan permainan drama tersebut dalam materi yang akan disampaikan atau telah disampaikan. e. Metode diskusi, adalah memusyawarahkan masalah-masalah yang ada di lapangan untuk dicarikan solusinya. Format dari diskusi ini dapat dilakukan secara kelompok maupun individual. 35 Dalam melakukan pelatihan terdapat prinsip-prinsip yang harus diketahui, yaitu sebagai berikut 36 : 1. Latihan hanya dilakukan dengan maksud untuk menguasai bahan pelajaran tertentu, melatih keterampilan dan penguasaan simbol-simbol rumus. 35 Ibnu Anshori, Modul Pelatihan, h. 10-12. 36 Oemar Hamalik, Manajemen Pelatihan, h. 31. 30 Latihan tidak dilakukan terhadap pengertian atau pemahaman, sikap dan penghargaan. 2. Peserta menyadari bahwa latihan itu bermakna bagi kehidupannya. 3. Latihan harus dilakukan terhadap hal-hal yang telah diperoleh peserta, misalnya fakta-fakta hafalan dan keterampilan yang baru dipelajari. 4. Latihan berfungsi sebagai diagnosis melalui reproduksi usaha membaca berkali-kali, mengadakan koreksi atas kesalahan-kesalahan yang timbul, latihan juga merupakan self-guidance dan mengembangkan pemahaman dan kontrol. 5. Latihan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: latihan dilakukan untuk mendapatkan ketepatan, selanjutnya keduanya dicari keseimbangan antara pelatihan dan ketepatan. 6. Latihan dibagi-bagi menjadi sejumlah kurun waktu latihan yang singkat, misalnya: latihan untuk penguasaan dan latihan untuk mengulang hasil belajar. 7. Kegiatan latihan harus hidup, menarik dan menyenangkan. 8. Latihan juga dianggap sebagai upaya sambilan untuk dilakukan seenaknya secara insidental. Maksudnya latihan dapat dilakukan dengan semaunya dan kapan saja dalam kapasitas lebih kecil untuk mengulang suatu materi. 9. Latihan dapat mencapai kemajuan berkat ketekunan dan kedisiplinan yang tinggi. 10. Latihan yang dilaksanakan lebih berhasil, bila unsur emosi sedapat mungkin dikurangi. 31 Pemahaman mengenai pelatihan dan keterampilan dapat disimak dari penjelasan Henry Minamora yang mengatakan bahwa program pelatihan dan pengembangan merupakan serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan, sikap dan kinerja individu dan seluruh organisasi. 37 d. Peran Pelatih atau Instruktur Dalam setiap pelatihan, unsur dari setiap pelatih sangat berperan dalam menciptakan baik buruknya hasil dari pelatihan tersebut. Pelatih bukan hanya sebagai pemberi materi bagi peserta tetapi juga harus dapat melakukan bimbingan dengan baik. Dr. Oemar Hamalik menjelaskan peran pelatih adalah sebagai berikut: 38 1. Peranan sebagai pengajar, menyampaikan pengetahuan dengan cara menyajikan berbagai informasinya. Diperlukan berupa konsep-konsep, fakta-fakta dan informasi lainnya yang memperkaya wawasan pengetahuan para peserta. 2. Peranan sebagai pemimpin kelas, maka setiap pelatih perlu menyusun perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan penilaian selama berlangsungnya proses pembelajaran. 3. Peranan sebagai pembimbing, pelatih perlu memberikan bantuan kepada peserta yang mengalami kesulitan atau masalah khususnya dalam kegiatan 37 Henry Sinamora, Manajemen Sumber Daya Manusia Jakarta: PT Bumi Aksara, 1994, h. 49. 38 Oemar Hamalik, Manajemen Pelatihan, h. 145. 32 belajar, yang pada gilirannya diharapkan peserta lebih aktif membimbing dirinya sendiri. 4. Peranan sebagai fasilitator, berperan menciptakan kondisi lingkungan yang memungkinkan peserta belajar aktif. 5. Peranan sebagai peserta aktif, pelatih sering melaksanakan diskusi kelompok dan kerja kelompok dalam rangka memecahkan masalah, misalnya: merumuskan masalah, mencari data dan membuat kesimpulan. 6. Peranan sebagai ekpeditor, melakukan pencarian, penjelajahan dan penyedian mengenai sumber-sumber yang diperlukan oleh kelas atau kelompok peserta. 7. Peranan sebagai pembelajaran, berperan menyusun perencanaan pembelajaran, mulai dari rencana materi pelatihan disusun berdasarkan garis besar pedoman pendidikan pelatihan, perencanaan harian dan perencanaan satuan acara pertemuan. 8. Perananan sebagai pengawas, pelatih harus mengawasi kelas secara terus menerus supaya pembelajaran senantiasa terarah. 9. Peranan sebagai motivator, pelatih perlu terus menggerakkan motivasi belajar para peserta, baik selama berlangsungnya proses pembelajaran maupun di luar kelas pada setiap kesempatan yang ada. 10. Peranan sebagai evaluator, pelatih berkewajiban melakukan penilaian pada awal pelatihan dan selama berlangsungnya proses pelatihan. 33 11. Peranan sebagai konselor, jika diperlukan dan memungkinkan maka pelatih dapat juga memberikan penyuluhan tentang kesulitan pribadi dan sosial. 12. Peranan sebagai penyidik sikap dan nilai, sistem nilai yang dijadikan panutan hidup dan sikap para peserta pelatihan perlu diselidiki. e. Manfaat Pelatihan Banyak hal yang bisa didapat dalam melakukan pelatihan. Baik untuk peserta pelatihan maupun penyelenggara pelatihan. Ada sedikitnya tujuh manfaat yang dipetik melalui penyelenggaraan program pelatihan dan pengembangan, yaitu : 39 1. Peningkatan produktifitas kerja organisasi. 2. Terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan. 3. Terjadinya proses pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat. 4. Meningkatkan semangat kerja seluruh tenaga kerja dan organisasi. 5. Mendorong sikap keterbukaan manajemen melalui paparan gaya manajerial yang partisipatif. 6. Memperlancar jalannya komunikasi yang efektif. 7. Menyelesaikan konflik secara fungsional. Sedangkan menurut Dr. Oemar Hamalik, kegiatan pelatihan mempunyai tujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja peserta yang menimbulkan 39 Sondang P Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT Bumi Aksara, 1997, h. 183-184. 34 perubahan aspek-aspek kognitif, keterampilan-keterampilan dan sikap. 40 Contoh kemampuan tersebut antara lain: a. Kemampuan membentuk dan membina hubungan antar perorangan dan organisasi. b. Kemampuan menyesuaikan diri dengan keseluruhan lingkungan kerja. c. Pengetahuan dan kecakapan untuk melakukan suatu pekerjaan. d. Kebiasaan, pikiran, dan tindakan serta sikap dalam pekerjaan. Dalam hal ini, tujuan pelatihan secara umum adalah pengembangan kualitas sumber daya manusia yang bersumber dari kualitas manusia seperti yang diharapkan antara lain dari aspek-aspek sebagai berikut. 41 a. Meningkatan semangat kerja. b. Pembinaan budi pekerti. c. Meningkatan taraf hidup. d. Meningkatkan kecerdasan. e. Meningkatkan keterampilan. f. Meningkatkan derajat kesejahteraan. g. Meningkatkan lapangan pekerjaan. h. Meningkatkan pembangunan dan pendapatan. i. Meningkatan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 40 Oemar Hamilik, Manajemen Pelatihan, h. 12. 41 Ibid., h.14. 35

D. Pengertian Keterampilan Skill