melindungi tubuh dari serangan mikroba lain yang berbahaya, seperti halnya racun Headon, 1994.
Pencegahan penyakit mastitis dengan menggunkan vaksin di Indonesia belum banyak digunakan, karena kurangnya informasi dan harga yang masih
relatif mahal. Salah satu produk vaksin yang beredar di pasaran adalah Somato staph dan Lysigen untuk mastitis yang disebabkan oleh bakteri
Sthaphylococus aureus, J5 Bacterin dan Mastiguard untuk bakteri koliform, dan Endovac bovi untuk bakteri Gram negatif Sugoro, 2004.
Vaksin-vaksin tersebut ini telah banyak digunakan oleh para peternak di Amerika Serikat, Selandia Baru dan Australia serta dapat menurunkan
kejadian mastitis sampai dengan 60 Sugoro, 2007. Vaksin bekerja melawan bakteri penyebab mastitis, melalui mekanisme antigen-antibodi.
Semua formula vaksin mastitis koliform menggunakan antigen dari bakteri Gram negatif untuk menghasilkan imunitas dalam melawan endotoksin
Ruegg, 2001.
2.4.1 Vaksin Iradiasi
Organisme dapat dimatikan atau diinaktivasi dengan berbagai macam bahan kimia atau dengan perlakuan fisik. Atenuasi secara normal dicapai
dengan membiakkan organisme pada inang yang tidak biasa. Sediaan vaksin yang aman untuk melawan bermacam toksin bakteri dibuat dengan
menginaktivasi toksin tersebut sehingga sifat racun dapat hilang, sementara
imunogenitasnya masih ada Headon, 1994.
Vaksin iradiasi adalah agen penyakit antigen yang telah dilemahkan dengan sinar radiasi dalam hal ini sinar
dari sumber
60
Co, sehingga
menurunkan infektivitas, virulensi atau patogenitasnya tetapi masih mampu merangsang tanggap kebal protektif pada hospes induk semang yang
mengalami infeksi kemudian oleh agen penyakit tersebut. Hal yang penting selain
mendapatkan dosis
optimum iradiasi
selama melakukan
pengembangan vaksin adalah optimasi laju dosis. Laju dosis akan mempengaruhi proses kualitas vaksin yang diinaktivasi atau dilemahkan
Tetriana, 2007. Pemanfaatan teknik nuklir radiasi yang dilakukan di bidang
peternakan terutama di subbidang kesehatan ternak, yaitu untuk melemahkan patogenisitas penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus dan cacing.
Pemanfaatan radiasi telah menghasilkan radiovaksin, reagen diagnostik, dan pengawetan Sanakkayala, 2005. Radiovaksin adalah teknik pembuatan
vaksin dengan cara iradiasi. Sumber radiasi yang digunakan untuk pembuatan radiovaksin adalah sinar gamma yang digunakan untuk menurunkan
infektivitas, virulensi, dan patogenitas agen penyakit, tetapi diharapkan mampu merangsang timbulnya kekebalan pada tubuh terhadap infeksi
penyakit Sugoro, 2004.
2.4.2 Vaksin Pemanasan
Prinsip yang penting dalam pembuatan vaksin adalah metode inaktivasi harus memusnahkan inefektivitas organisme, tetapi sifat
antigeniknya harus tidak berubah. Untuk inaktivasi, organisme memerlukan perlakuan khusus supaya inaktivasi dapat sempurna, kondisi tersebut akan
dapat merusak antigen. Vaksin dapat diperoleh dengan cara konvensional, baik secara kimia maupun pemanasan. Vaksin konvensional yang umum
digunakan adalah dengan menginaktivasi sel bakteri melalui pemanasan Suwandi, 1990.
Inaktivasi tersebut juga melibatkan perubahan konformasi protein. Protein merupakan suatu enzim yang berfungsi sebagai katalisator. Beberapa
jenis protein sangat peka terhadap perubahan lingkungannya. Aktivitas protein ini banyak tergantung pada struktur dan konformasi molekul protein
yang tepat. Apabila konformasi molekul protein berubah, misalnya oleh perubahan suhu, maka aktivitas biokimiawinya akan berkurang Suwandi,
1990. Heat Shock Protein HSP merupakan suatu tekanan pada protein di
semua sel. Protein ini dibentuk ketika sel mengalami berbagai tekanan dari lingkungannya seperti panas, dingin dan kehilangan oksigen.
HSP berperan dalam fungsi seluler dasar seperti pelipatan protein, lalu lintas protein, dan
translokasi protein pada membran. Peran HSP secara umum adalah sebagi molekul chaperone protein pengarah protein Goldman, 2005.
Perubahan konformasi alamiah menjadi suatu konformasi yang tidak menentu merupakan suatu proses yang disebut denaturasi. Proses denaturasi
ini biasanya dapat berlangsung secara reversibel atau tidak reversibel. Penggumpalan protein biasnya didahului oleh proses denaturasi yang
berlangsung dengan baik pada titik isoelektrik protein tersebut. Protein akan mengalami koagulasi apabila dipanaskan pada suhu 50
C atau lebih. Selain oleh pH, suhu tinggi dan ion logam berat, denaturasi juga dapat pula terjadi
oleh adanya gerakan mekanik, alkohol, aseton, eter dan deterjen Poedjiadi, 1994.
2.5 SISTEM IMUN 2.5.1 Mekanisme Sistem Imun