Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
3
Salah satu kemampuan sebagai bagian dari hasil belajar adalah pemahaman. Yang menurut taksonomi bloom terdapat tiga domain hasil
belajar : kognitif, afektif dan psikomotorik. Pemahaman masuk dalam domain kognitif
yang dapat
diartikan sebagai
“kemampuan kemampuan mendemonstrasikan
fakta dan
gagasan mengelompokkan
dengan mengorganisir, membandingkan, menerjemahkan, memaknai, memberi
deskripsi, dan menyatakan gagasan utama ”.
2
Upaya peningkatan pemahaman anak, sebagai hasil belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Sri Anitah
, “guru merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap proses maupun hasil belajar, sebab guru merupakan
manajer atau sutradara dalam kelas”
3
. Oleh karena itu, guru perlu melakukan inovasi dalam pembelajaran agar hasil belajar siswa menjadi lebih baik.
Inovasi yang dapat dilakukan oleh guru salah satu diantaranya adalah dengan menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa
maupun materi yang akan disampaikan. Guru harus cermat dalam memilih metode pembelajaran, sehingga pembelajaran yang dilakukannya menjadi
pembelajaran yang menarik, aktual, dan fungsional bagi siswa. Pemilihan metode pembelajaran oleh guru mempunyai dampak yang sangat esensial bagi
perolehan belajar siswa yaitu dapat memberikan nilai tambah bagi siswa yaitu mencapai hasil belajar yang optimal atau maksimal.
Pada kenyataanya yang terjadi sekarang masih terdapat banyak guru yang menganut paradigma lama yaitu menggunakan metode pembelajaran
konvensional sebagai satu-satunya alternatif dalam mengajar beberapa mata pelajaran termasuk pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.
Pembelajaran IPS pada umumnya diwarnai oleh model pembelajaran konvensional yang lebih banyak menekankan pada metode ceramah, sehingga
kurang mampu merangsang siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Menurut Djamarah yang dikutip dari Isjoni dan Mohd.Arif
Ismail , “model pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran
2
Wikipedia, http:id.wikipedia.orgwikiTaksonomi_Bloom
diakses 20 April 2014 21.08 WIB
3
Sri Anitah W, Strategi Pembelajaran di SD, Jakarta: Universitas Terbuka, 2009, h. 2.7
4
tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru
dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran”.
4
Dalam kegiatan pembelajaran peran guru adalah memberikan pengetahuan atau informasi kepada siswa, sedangkan siswa adalah penerima
pengetahuan yang pasif dengan harapan siswa dapat menghafal dan mengingat pengetahuan yang diterimanya. Kondisi pembelajaran tersebut jelas tidak
mendorong pengembangan potensi diri siswa dalam pembelajaran, sehingga hasil belajar yang dicapai oleh siswa juga tidak optimal.
Hal ini terjadi juga pada saat peneliti melakukan observasi di kelas III Madrasah Ibtidaiyah Muawanatul Ikhwan Jatinegara Jakarta Timur, pada
tanggal 27 Januari 2014. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan guru menyampaikan materi pelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
konvensional atau sering disebut juga dengan metode ceramah. Guru menyajikan bahan pelajaran berupa penjelasan penjelasan secara lisan kepada
siswa, sedangkan siswa hanya mendengarkan dan mencatat apa yang disampaikan oleh guru.
Dalam proses tersebut siswa bersifat pasif, berbeda dengan guru yang aktif dalam proses pembelajaran sehingga disebut juga teacher center yaitu
pembelajaran yang berpusat pada guru. Siswa kurang berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pembelajaran, karena peran guru lebih banyak sebagai
sumber belajar. Pembelajaran yang berlangsung hanya diselingi dengan beberapa pertanyaan yang diajukan oleh guru. Namun, dalam hal ini siswa
kurang berantusias dalam menjawab dan menanggapi pertanyaan pertanyaan dari guru. Selain itu, guru juga kurang memperhatikan penguasaan materi
siswanya tetapi lebih menekankan pada ketuntasan materi tanpa mengetahui tingkat kepemahaman siswa.
Berdasarkan sumber dokumentasi guru tahun ajaran 20122013 menunjukkan bahwa untuk nilai rata-rata ujian akhir semester pada mata
pelajaran IPS mendapatkan nilai rata-rata terendah 6,43 jika dibandingkan
4
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, Jakarta: Rineka Cipta, 2008, h. 158-159
5
dengan nilai rata-rata pada mata pelajaran lain seperti PKn 7,52; Bahasa Indonesia 8,02; Matematika 6,78, dan IPA 6,80.
Dari data di atas nilai rata-rata tertinggi yaitu pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan nilai rata-rata 8,02, sedangkan nilai rata-rata
terendah yaitu pada mata pelajaran IPS dengan nilai rata-rata 6,43.
5
Menyikapi berbagai kenyataan yang terjadi tentang metode dan strategi pembelajaran yang digunakan guru selama ini lebih bersifat teacher center,
maka dalam hal ini perlu diadakan pemilihan terhadap strategi pembelajaran yang tepat. Guru perlu menentukan bagaimana cara untuk mengatur
lingkungan belajar siswa agar mereka memiliki pengalaman belajar yang dapat mengarahkan mereka untuk mencapai hasil belajar yang diinginkan.
Salah satu cara yang dapat dilakukan guru adalah dengan menerapkan metode pembelajaran baru inovatif yang diyakini dapat memecahakan masalah
belajar siswa-siswanya. Dalam hal ini, guru diharapkan memiliki kemampuan memilih dan menyesuaikan metode pembelajaran yang tepat sesuai dengan
karakteristik siswa dan materi yang akan disampaikan. Metode pembelajaran yang diperlukan dalam pembelajaran IPS adalah model pembelajaran yang
mampu mengaktifkan siswa-siswanya dalam kegiatan pembelajaran, salah satunya adalah metode fieldtrip atau kunjungan ke lapangan sebagai metode
pembelajaran yang memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar. Fieltrip merupakan metode berkunjung ke lingkungan sekitar atau
berwisata. Maksud dari berwisata itu sendiri adalah cara mengajar yang dilakukan dengan mengajak siswa ke suatu tempat atau obyek tertentu di luar
sekolah untuk mengetahui atau menyelidiki sesuatu. Dengan menggunakan metode fieldtrip pembelajaran akan menjadi lebih menarik dan tidak
membosankan sehingga
menimbulkan kegairahan
dalam belajar,
menimbulkan persepsi yang sama dan mempersamakan pengalaman. Selain itu juga siswa menjadi terpancing untuk mengemukakan ide-ide tentang suatu
tempat untuk dituangkan. Hal tersebut akan membantu siswa dalam
5
Madrasah Ibtidaiyah Muawanatul Ikhwan, Buku Leger: Kumpulan Nilai Ujian Semester, Tahun 2012-2013
6
menemukan konstruksi pengetahuan dan pemahaman terhadap materi dengan melihat langsung fenomena yang ada disekitarnya.
Dengan menerapkan metode fieldtrip, proses pembelajaran diharapkan akan lebih efektif dan efisien. Proses pembelajaran tidak lagi semata-mata
berpusat pada guru, akan tetapi menciptakan pembelajaran yang interaktif antara siswa dengan guru, dan antara siswa dengan siswa.
Dalam pembelajaran IPS, metode fieldtrip dapat memberikan implikasi yang positif bagi siswa yaitu siswa akan mendapat pengetahuan melalui
pengalaman-pengalaman belajarnya saat mengunjungi suatu obyek. Selain itu, metode ini juga dapat melatih siswa menjadi pembelajar yang mandiri dimana
siswa memperoleh dan membangun pengetahuannya sendiri melalui proses langsung melihat lingkungan sekitar tempatnya berada secara lebih kongkrit
sehingga menjadikan proses pembelajaran lebih bermakna bagi siswa. Berdasarkan masalah yang telah diuraikan di atas serta menyadari akan
manfaat metode fieldtrip dalam pembelajaran IPS, maka peneliti akan melakukan penelitian dengan mengam
bil judul “Peningkatan Hasil Belajar Tentang Perilaku Ekonomi Dengan Fieldtrip Pada Siswa Kelas III Madrasah
Ibtidaiyah Muawanatul Ikhwan Jatinegara Jakarta Timur”,