Pertanggung jawaban kepada dewan komisaris terhadap perseroan

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009. USU Repository © 2009

C. Pertanggung jawaban kepada dewan komisaris terhadap perseroan

berdasarkan piercing the corporate veil Penjabaran kewajiban ini menuntut peran Dewan Komisaris yang lebih aktif dibandingkan sebelumnya. Dengan demikian tidak ada lagi ruang bagi anggota Dewan Komisaris yang hanya sekedar asesoris atau rubber stamp. Kewajiban ini secara otomatis juga memberikan warning kepada anggota Dewan Komisaris karena apabila kewajiban ini tidak dijalankan maka sanksi hukum akan dijatuhkan, karena UU menempati posisi kedua setelah UUD dalam sistem hukum Indonesia. Pengakuan terhadap keberadaan Komite dibawah Dewan Komisaris juga merupakan salah satu hal baru yang diatur dalam UU Perseroan Terbatas. Dalam Pasal 121 disebutkan bahwa Dewan Komisaris dapat membentuk komite, yang anggotanya seorang atau lebih adalah anggota Dewan Komisaris dan bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris. Meskipun tidak secara rinci menjelaskan komite apa saja yang dapat dibentuk serta rincian tugas dari masing-masing Komite, namun dengan adanya mengenai Komite dibawah Dewan Komisaris semakin mengukuhkan bahwa keberadaan Komite Audit telah diakui dan dipandang sebagai salah satu organ vital pendukung peran Dewan Komisaris dalam menjalankan mekanisme check and balances di perusahaan. Sebagai reaksi atas hal-hal baru yang tercantum dalam UU Perseroan Terbatas, berbagai pertanyaan dari berbagai pihak mengemuka terkait dengan dampak UU Perseroan Terbatas terhadap keberadaan dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Komite Audit. Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009. USU Repository © 2009 Satu hal baru yang diatur dalam UU Perseroan Terbatas dalam Pasal 77 ayat 1 adalah RUPS dapat juga dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat. Pertimbangan mendasar yang melatarbelakangi pencantuman teknis pelaksanaan RUPS yang terkesan terlalu teknis untuk dicantumkan dalam UU adalah agar keputusan RUPS yang diselenggarakan melalui teleconference atau video conference dapat dijadikan alat bukti. Kenyataan yang ada saat ini pengadilan dapat dengan mudah memutuskan alat bukti berupa rekaman teleconference atau video conference tidak sah karena tidak termasuk alat bukti yang diakui dalam KUHPerdata. Dengan adanya ini maka kedua media tersebut dapat dijadikan alat bukti dalam acara perdata. Kepentingan pemegang saham minoritas menjadi salah satu fokus perhatian dalam UU Perseroan Terbatas, yang tercermin dalam Pasal 62. Dalam tersebut disebutkan bahwa setiap pemegang saham berhak meminta Perseroan untuk membeli sahamnya dengan harga wajar bila tidak menyetujui tindakan Perseroan yang merugikan pemegang saham atau perseroan. Apabila tindakan tersebut dilindungi oleh pemegang saham mayoritas maka pada Pasal 97 ayat 6 mengenai derivative action disebutkan bahwa hak dari perseroan untuk menggugat anggota Direksi diturunkan kepada pemegang saham 110 satu persepuluh atau lebih dari jumlah saham dan boleh menggugat atas nama perseroan dengan biaya perseroan. Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009. USU Repository © 2009 Konsep baru yang diperkenalkan dalam UU Perseroan Terbatas adalah mengenai business judgment rule. Dalam Pasal 92 ayat 2 disebutkan bahwa Direksi mempunyai hak direksi the duty of discretion, yaitu kewenangan menjalankan pengurusan sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat. Namun Pasal 97 ayat 3 menyatakan, bahwa Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya. Dari masukan yang diperoleh, berhasil diidentifikasi beberapa usulan mengenai hal-hal yang sebaiknya diatur lebih lanjut dalam PP yang menjelaskan UU Perseroan Terbatas. Adapun hal-hal yang dapat diatur sebagai berikut : a Mekanisme hubungan kerja antara Dewan Komisaris dengan Komite- komite yang dibentuknya. b Metode pembuktian bagi Direksi dan Dewan Komisaris bahwa yang bersangkutan telah menjalankan fungsi dengan bertanggung jawab dan penuh itikad baik agar mendapat pembebasan tanggung jawab diskulpasi. Salah satu contoh best practices yang dilakukan di perusahaan terkait dengan pengawasan aktif yang diamanahkan oleh UU Perseroan Terbatas adalah penyelenggaraan rapat gabungan Direksi dan Dewan Komisaris. Fokus pembahasan dalam rapat adalah hal-hal yang bersifat prinsipil dan strategis bagi perusahaan. Salah satu contoh adalah pengangkatan pejabat strategis. Untuk PT setingkat Kepala Divisi, misalnya Kadiv Infrastruktur sedangkan untuk anak perusahaan adalah pengangkatan Direksi dan Komisaris. Perlu digarisbawahi Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009. USU Repository © 2009 bahwa Direksi tetap memegang keputusan terakhir, Dewan Komisaris hanya memberikan rekomendasi dan pertimbangan atas alternatif keputusan yang ada. Satu hal yang pasti bahwa UU Perseroan Terbatas yang baru membawa spektrum baru yaitu pertanggungjawaban yang lebih jelas dan lebih memberikan fokus terutama kepada Dewan Komisaris serta pengakuan terhadap eksistensi Komite Audit. Untuk itu dalam rangka menyikapi tuntutan UU Perseroan Terbatas yang menuntut peran dan tanggung jawab Komisaris yang lebih aktif, berikut adalah beberapa hal yang disarankan untuk dilakukan oleh Dewan Komisaris, yaitu : a. Menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi dengan itikad baik, kehati-hatian, dan bertanggung jawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. b. Memahami secara mendalam fungsi, tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris, khususnya yang diatur dalam UU Perseroan Terbatas. c. Mengadakan rapat berkala yang berbobot agar mampu memberikan nilai tambah bagi perusahaan. Rapat yang dilakukan termasuk rapat gabungan dengan Direksi dan rapat Dewan Komisaris dengan Komite Audit. d. Melengkapi organ Dewan Komisaris dengan Komite-komite yang mendukung pelaksanaan tugas pengawasan Dewan Komisaris, salah satunya adalah Komite Audit. e. Memastikan anggota Komite yang dibentuk merupakan orang yang kompeten di bidangnya, berintegritas dan memiliki waktu yang cukup untuk menjalankan tugasnya. Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009. USU Repository © 2009 f. Membekali diri dengan dokumentasi yang lengkap, termasuk notulen rapat, charter dan berbagai dokumen yang terkait dengan pengambilan keputusan. Dokumentasi ini penting sebagai alat bukti apabila ternyata di kemudian hari terdapat masalah hukum. Satu hal yang penting diingat adalah bahwa untuk menghindari ancaman tuntutan hukum di kemudian hari, baik Direksi dan Dewan Komisaris harus benar-benar dengan penuh tanggung jawab dan itikad baik menjalankan tugasnya. Tentu saja tidak ada jaminan bahwa yang bersangkutan tidak akan dimintai pertanggungjawaban, namun satu hal yang pasti bahwa tidak mungkin Direksi maupun Dewan Komisaris bertanggung jawab bila tidak terbukti bersalah, mengingat sistem hukum di Indonesia menganut praduga tak bersalah dan praduga beritikad baik. Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009. USU Repository © 2009

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN