Pandangan dan Dasar Pemikiran Masyarakat Terhadap Khitan Perempuan.

dikhitan 6 . Namun ada juga yang berpendapat dimubahkan pada hari ketika ia dilahirkan. Jika pelaksanaannya diundur, bisa dilakukan pada hari keempat puluh, atau pada tahun ke tujuh setelah dilahirkan. Abu Al-Faruj Al-Saraksi berkata sebagaimana diungkapakan oleh Syaikh Muhammad As-Sayyid As-Syinnawi: “Melakukan khitan pada seorang anak yang masih kecil terdapat maslahat, yaitu dilihat dari sisi kulitnya. Karena kulit seseorang setelah mencapai usia dewasa akan menguat dan mengeras, oleh karena itu banyak ulama yang membolehkan melakukan khitan sebelum usia dewasa. ” Namun Ibnu Mundzir berkata sebagaimana diaktakan oleh Syaikh Muhammad As-Sayyid As-Syinnawi: “Pada pembahasan ini tidak terdapat larangan dan waktu pelaksanaan khitan tidak terdapat khabar yang dapat dijadikan rujukan dan tidak ada sunnah yang dapat dipakai sebagai sandaran hukum. ” Oleh karena itu Jumhur Ulama berpendapat bahwa waktu pelaksanaan khitan tidaklah dikhususkan pada waktu-waktu tertentu, dan juga pelaksanaan khitan tersebut tidaklah diwajibkan pada waktu kecil. 7 Dan untuk masalah walimah khitan perempuan ini menunjukan sebanyak 40 masyarakat di Karawang tidak melakukan syukuran perayaan khitan perempuan dengan alasan karena khitan perempuan tidak umum dirayakan sebagaimana walimah pada khitan laki-laki. Dan 46.7 responden yang melakukan syukuran, tapi hanya lingkungan keluarga dekat. 6 Ibnu Hajar Al-Asqalani, Edisi Indonesia: Fath Bȃrȋ buku 28 , Peneliti Syaikh Abdul Aziz Abdullah bin Baz, penerjemah Amiruddin Jakarta:Pustaka Azzam, 2011 cet ke-2, hal.766. 7 Syaikh Muhammad As-Sayyid Asy-Syinnawi, Bahaya Tidak Mengkhitankan Wanita, penterjemah Nashirul Haq, Jakarta: Penerbit Mustaqiim, 2003 h. 55-57 Kaum muslimin pada zaman dahulu juga menyembunyikannnya, tidak melaksanakan walimah, dan tidak mengundang orang banyak. Dari Hasan, ia berkata, “Utsman bin Abu Al-Ash diundang ke tempat khitan wanita, ia lalu menolak menghadirinya. Ia berkata, “Dahulu kami tidak mengahdiri khitan perempuan, yaitu pada zaman Rasulullah, dan tidak mengundang orang untuk menghadirinya. 8 Artinya, mengadakan pertemuan walimah dalam rangka khitan perempuan dan menghidangkan makanan pada pertemuan tersebut adalah sesuatu yang para sahabat tidak mengakui keberadaannya pada zaman Rasulallah Saw. dan riwayat ini adalah riwayat shahih. 9 Hasil penelitian dari Population Council tahun 2004 menunjukkan bahwa di Indonesia dukun bayi, dukun sunat, dan bidan merupakan penyedia pelayanan khitan perempuan. Dari 2.215 kasus khitan perempuan di beberapa daerah menunjukkan bahwa 68 dilakukan oleh pengkhitan tradisional dan 32 dilakukan oleh tenaga kesehatan, terutama bidan. 10 Sedangkan di kota Karawang dari penelitian yang dilakukan oleh penulis kepada beberapa responden dengan presentase 73.3 menunjukan bahwasanya saat ini khitan perempuan dilakukan oleh bidan, dengan alasan agar lebih aman, 73.3 dikarenakan tukang khitan tradisional paraji sudah tidak ada saat ini dengan presentase 6.7, dan 0 dengan alasan adanya larangan mengkhitankan anak perempuan pada tukang khitan tradisional. Namun ada juga 20 8 Ditakhrij oleh Ahmad dalam musnadnya No. 17874. 9 Syaikh Muhammad As-Sayyid Asy-Syinnawi, Bahaya Tidak Mengkhitankan Wanita, penerjemah Nashirul Haq, Jakarta: Penerbit Mustaqiim, 2003 h. 59. 10 Www.population council.com diakses pada 26 Maret 2014. mengkhitankan pada paraji. Sebagaimana kutipan dari hasil wawancara dengan beberapa responden yang salah satunya penulis kutip yaitu: Dimana dan dengan siapa biasanya anda mengkhitankan anak perempuan? Alasannya?Jawaban responden: dengan Bidan di Klinik, karena udah ga ada dukun beranak sekarang. 11 Dan Jawaban:biasanya kalo disni mah kalau ga bidan, kan paraji dukun beranak. Kan sekarang diharuskan sama bidan bukan sama paraji agar lebih aman udah diharuskan sama bidan kayak gitu, ga boleh ada dukun beranak lagi. 12 Hal ini sesuai dengan peraturan yang dibuat oleh Menteri Kesehatan dalam Permenkes RI No. 1636MENKESPERXI2010 Tentang Sunat Perempuan yang tertuang dalam Bab II Penyelenggaraan Sunat Perempuan, Pasal 2 ayat 1 dan 2 13 : 1. Sunat perempuan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu 2. Tenaga kesehatan tertentu yang dapat memberikan pelayanan sunat perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya dokter, bidan, dan perawat yang telah memiliki izin praktik, atau surat izin kerja. Hasil penelitian menunjukkan 14 dari 15 responden menjawab khitan perempuan dilakukan dengan cara mencolek ujung klitoris dengan presentase 93.3 dan hanya seorang responden yang menjawab 6.7 khitan dilakukan dengan cara memotong sedikit dari bagian klitorisnya. Dan ini masih dalam zona aman dan sesuai syari‟at. Responden pada masyarakat kampung Pasir Buah di Karawang khitan perempuan dilakukan dengan menggores bagian yang berwarna putih seperti biji kacang pada ujung klitoris. Tanpa memotong bagian klitoris itu sendiri. Sehingga hal ini sesuai dengan ajaran Rasulallah saw, dalam hadisnya yaitu: 11 Wawancara pribadi dengan Ani, Karawang, 6 April 2014. 12 Wawancara pribadi dengan Mala, Karawang, 6 April 2014. 13 Berita Negara RI, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1636MenkesPerXI2010 Tentang Sunat Perempuan. ĝěْح€åĖا áْÉع ĝْÈ ĜÅěْيėس Åğث€áح Åğث€áح ĜاĤْåĚ Åğث€áح َÅق يعجْش ْْا ęيح€åĖا áْÉع ĝْÈ ÆÅ€ĢĥْĖا áْÉعĤ يقْï̂áĖا ْĞ ْْا ˀيطع ‚Ęأ ْĝع åْيěع ĝْÈ كėěْĖا áْÉع ْĝع يفĥēْĖا ÆÅ€ĢĥْĖا áْÉع ĔÅق Ĝŀسح ĝْÈ á€ěحĚ €Ĝأ ˀيرÅص ًÊأåْĚا ظْحأ كĖ⠀Ĝإف يēģْğÎ َ ę€ėسĤ ġْيėع €َ ى€ėص يɀğĖا ÅģĖ ĔÅقف ËğيáěْĖÅÈ ĝÏْßÎ ْÍĞÅك ĕْعÉْĖا ىĖِ ÇحأĤ ÊأْåěْėĖ ى àĤاàĥÈا ĠاĤر 14 Dari Ummi „Atiyyah diceritakan bahwa di Madinah terdapat seorang perempuan tukang sunat khitan, lalu Rasulallah saw bersabda kepada perempuan tersebut: jangan berlebihan, sesungguhnya hal itu lebih baikdisukai bagi perempuan dan lebih disenangi oleh lelaki.HR. Abu Daud. Kemudian dari hasil penelitian yang didapat oleh penulis mengenai pengetahuan masyarakat mengenai hukum khitan perempuan yaitu 40 menjawab bahwa hukum khitan perempuan wajib dan 33.3 menjawab sunnah sisanya 20 menjawab hukum khitan perempuan hanya mubah dan seorang responden tidak mengetahui hukum khitan perempuan 6.7. Serta dari jawaban yang disediakan penulis yaitu makrumah tidak ada responden yang menjawab hukum khitan itu makrumah, hal itu wajar karena dalam hirarki hukum dalam syariat Islam tidak dikenal istilah makrumah. Sehingga wajar jika bagi masyarakat, makrumah merupakan istilah yang asing. Jika dianalis dalam hukum Islam juga hukum mengkhitankan anak perempuan itu merupakan ijtihad ulama yang mana tidak ada kesepakatan oleh ulama mengenai hukum khitan untuk perempuan. Sehingga menimbulkan perbedaan pendapat pada kalangan ulama ada yang berpendapat wajib, sunnah, mubah dan makrumah sebagaimana sudah dijelaskan oleh penulis pada bab 2 dalam skrispsi ini. 14 Abû Dâwûd, Sunan Abî Dâwûd, Kitâb al-Adâb, Jilid 5, Bâb Mâ Jâa fî al-Khitân, hadis nomor: 1721, hal. 264. Alasan masyarakat kampung Pasir Buah yang mengkhitankan anak perempuannya yaitu berdasarkan pada perintah agama dan sunnah Rasul seabanyak 60 , karena alasan tradisi di kampung mereka dengan presentasi 26.7 dan sisanya karena alasan kesehatan 13.3. Manfaat khitan perempuan menurut mereka adalah untuk melaksanakan syari‟at agama Islam dan untuk menjadikan si Anak sebagai muslim. Hal ini didapat dari hasil penelitian oleh penulis bahwa responden dengan presentasi 33.3 menjawab manfaat khitan perempuan adalah untuk mengislamkan anak, 26.7 untuk menyeimbangkan syahwat perempuan, 26.7 yang menjawab bahwa manfaat khitan perempuan untuk kesehatan. Seperti jawaban salah seorang responden yaitu: “Orang islam, kalo gitu-gitu saya juga ga paham cuman taunya anak perempuan dikhitan, tradisi, cuman manfaatnya itu kalo orang islam dikhitan kalo yang lain non-Islam kan ga gitu kan. Orang Arab juga ga pengalaman waktu jadi TKW. Kencingnya lancar, anak-anak kita udah jadi Islam, umumnya kan gitu. Anak laki-laki juga kalo belum sunat belum boleh ikut ke mesjid. Belum sunat belum bersih. Untuk mengislmkan anak perempuan waktu habis lahir 40 hari. Umumnya gitu. 15 Dan dari hasil survei yang dilakukan peneliti hampir seluruh warga dari kampung Pasir Buah yang memiliki anak perempuan bahwasanya mereka telah mengkhitankan anak perempuannya. Meskipun mereka kurang mengetahui manfaat dari khitan dan bahkan ada yang mengetahui bahwa manfaat khitan bagi perempuan itu tidak ada sama sekali namun tetap mengkhitankan anak perempuan mereka karena 15 Wawancara Pribadi dengan Yayah, Karawang, 6 April 2014. alasan tradisi dan untuk meng-Islamkan anak sebanyak 13.3 Seperti kutipan wawancara dengan salah seorang responden yaitu : “Tujuannya udah tradisi orang sunda, kalo orang sunda Islam tradisinya kayak, yang kedua ga ada kalo cewek mah walaupun ga dikhitan juga ga ada bakteri ga ada ga ada masalah cewek kalo ga dikhitan cuman ngikutin tradisi aja. Manfaatnya ga ada juga sih, kita ngambilnya lebih ke tradisi suku sunda. Suku sunda Islamnya. Kalo suku sunda kalo bukan Islamnya juga ga masalahnya kalo kita kalo disunda cewek kalo ga disunat katanya kurang afdhal. Tapi itu sih orang beda-beda pendapatnya tapi kalo kerja manfaat ga ada ada kalo cowok ada karna mengandung bakteri”. 16 Sedangkan manfaat yang dikemukakan oleh bidan sebagai ahli medis yang melakukan khitan perempuan mengungkapkan bahwa: “Ada manfaat dari khitan perempuan untuk kebersihan, karena apabila tidak dikhitan di vagina akan menumpuk kotoran, yang akan mengakibatkan infeksi, karena kotoran tersebut akan mesuk kedalam vagina ”. 17 Dari penelitian yang sudah dilakukan oleh penulis yang perlu dianalisis lebih komprehensif yaitu persepsi masyarakat Kampung Pasir buah berdasarkan tujuan dari mengkhitankan anak perempuan mereka yaitu bertujuan untuk mengislamkan si anak. Mayoritas dari mereka beranggapan bahwa khitan merupakan salah satu cara untuk mengislamkan si anak. Yang menjadi pertanyaan apakah dalam Islam syarat seseorang untuk menjadi muslim adalah dengan khitan?, seperti halnya pemahaman yang selama ini menjadi sebuah keyakinan masyarakat Pasir Buah di Karawang yaitu mengislamkan anak perempuan adalah dengan mengkhitankan si anak saat baru lahir. Sehingga sebagian masyarakat kampung Pasir Buah menganggap khitan bagi perempuan hukumnya wajib seperti halnya khitan bagi laki-laki. Atas hal ini penulis 16 Wawancara Pribadi dengan Nunung. Karawang, 6 April 2014. 17 Wawancara Pribadi dengan Evi Mei, AM Keb. Karawang, 10 April 2014. mencari jawaban yang lebih kompeten kepada nara sumber yang paham akan masalah syari‟at Islam yang dikutip dari hasil wawancara mengenai pendapatnya yaitu: “Kalau orang mau masuk Islam atau orang sudah masuk Islam, misal muallaf. Itu kan dengan khitan bagi laki-laki itu harus wajib dan mungkin itu juga yang terjadi pada pemahaman masyarakat itu bahwa perempuan itu harus dikhitan baru dia jadi Islam. Tadi saya katakan bahwa ketika khitan perempuan msih khilafiyah ya masih perbedaan pendapat maka tidak terkait dnegan dosa dan pahala. Juga tidak terkait dengan agama tentunya. Kalau kita katakan untuk mengislamkan maka berarti perempuan itu tidak dikhitan maka tidak Islam dong, padahal tidak begitu kedudukannya. Nah jadi mungkin saya memahami masyarakat ini mengqiyaskan dengan laki-laki. Syarat orang Islam itu apa sih? Ya mengucap syahadat setelah itu memang harus ibadah, ketika beribadah itu dia harus thaharah, nah ketika harus thaharah itulah baru khitan itu muncul. Karena bagi orang laki-laki sangat menonjol ketika thaharah atau tidaknya ketika dikhitan itu. Jadi larinya kesitu bukan khitan menjadi syarat Islam tapi menjadi syarat kesucian ibadah itu”. 18 Hubungan Islam dengan khitan lebih kepada persoalan kebersihan Thaharah. Karena seperti yang kita ketahui tidak ada satu agama pun yang betul- betul memperhatikan thaharah seperti agama Islam. 19 Ajaran akan proses penyucian dan pembersihan dalam Islam harus dilakukan secara lahir maupun bathin. Dan persepsi masyarakat kampung Pasir Buah bahwa jika mereka melahirkan anak perempuan maka harus dikhitan sebagai wujud dari proses penyucian dan pembersihan sebagai perintah dari syariat agama Islam untuk dapat menjalankan ibadah. Cara ini mereka anggap sebagai meng-Islamkan anak perempuan yaitu dengan melakukan khitan. Untuk memperjelas identitas anak mereka sebagai seorang muslim. 18 Wawancara pribadi penulis dengan Sitti Hanah, LC, MAg di Tangerang, pada 16 April 2014. 19 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Madzab, penerjemah: Masykur A.B, dkk, Jakarta: PT Lentera Basritama, 1996 cet ke-2, h. 3. Khitan juga merupakan adab dalam menyambut kelahiran bayi. Perkara ini mereka lakukan dengan tujuan untuk menjaga kesucian lahir dan bathin manusia selain untuk mempercantik paras rupa dan wajah bagi perempuan. 20 Sejak masih dalam kandungan, orang tua biasanya mengadakan acara-acara keagamaan untuk menyambut sang bayi. Jika melihat proses tersebut, sesungguhnya kita tidak diberikan pilihan untuk berislam atau memilih yang lain. “Menu” keagamaan yang diberikan sejak sebelum lahir hingga dewasa hanya satu agama yaitu Islam. Sehingga umat Islam, mau tidak mau berislam tanpa tahu mengapa harus Islam. Sehingga kita mengenal istilah “Islam Turunan”. Dan salah satu cara orang tua di kampung Pasir Buah untuk meng-Islamkan anak perempuannya yaitu dengan khitan.Namun yang perlu kita perhatikan yaitu tidak hanya menjadikan seorang muslim sebagai “Islam Turunan ” yaitu berislam tanpa mengerti dan menjalankan agama yang dianutnya. Sahingga ber-Islam hanya menjadi identitas kultural bukan kesadaran spriritual. 21 Dan perlu kita ketahui bahwasanya khitan bukanlah syarat mutlak untuk meng-Islamkan seseorang. Karena dasar teologis perintah khitan bagi laki-laki maupun perempuan tidak ada dalam Al- Qur‟an. Walaupun ada beberapa ayat dari Al- Qur‟an yang digunakan sebagai argumen bahwa perintah khitan itu wajib oleh sebagian ulama, namun para ahli fiqih mengatakan, Al- Qur‟an memang tidak menyebutkan secara eksplisit maupun implisit, namun kitab suci ini memberi isyarat 20 “Adab Menyambut Kelahiran Bayi Menurut Islam”, Artikel diakses pada 1 April 2014 dari http:ms.m.wikipedia.orgwikiAdab-menyambut- kelahiran –bayi- menurut- islam.html 21 “Menjadi Muslim, Pilihan atau Turunan”, Kompas, tanggal 27 Maret 2013, Artikel diakses pada 1 April 2014, dari http:m.kompasiana.compostread5463103menjadi-musli-pilihan-atau- turunan.html mengenainya dalam pernyataan umum. Perintah Allah kepada Muhammad Saw. untuk mengikuti millah Nabi Ibrahim As. mengandung banyak tafsiran oleh para ulama. Yang sebagian ditafsirkan oleh ulama bahwa salah satu millah itu adalah khitan. Meskipun ada sumber dari hadis Nabi Muhammad saw. atas khitan perempuan, sebagaimana disebutkan dan dijelaskan diatas pada bab sebelumnya, tapi semuanya mengandung kontroversi dalam aspek validitasnya. Para ulama berbeda dalam mengambil kesimpulan menyangkut nilai dan kualifikasi atas hadis-hadis tersebut. Berbeda dengan khitan laki-laki yang perintahnya merupakan sunnah muakkad yaitu sunnah yang sangat dianjurkan, bahkan wajib, karena jelas manfaatnya bagi kesehatan reproduksi laki-laki, tapi khitan bagi perempuan para ulama tidak sepakat dalam satu hukum tertentu. Mayoritas ulama selain madzab Syafi‟i menyatakan itu “suatu kehormatan”. Ini mengandung makna dibolehkan, tidak diwajibkan atau disunnahkan. Bahkan dalam pendapat madzab Syafi‟i sebenarnya tidak sepakat, sebagian ulama pengikut madzab ini ada yang tidak mewajibkannya. 22 Begitu juga pendapat narasumber yang sudah penulis wawancarai mengenai pendapat dan sikap Syaikh Muhammad Syayid Tantawi yang juga mantan Ulama MUI di Mesir, yaitu pendapat beliau mengatakan: “Ini merupakan ijtihad pribadi, dia melihat bahwa tidak ada nash yang mewajibkan orang berkhitan, kecuali nash tadi yang digunakan oleh madzab imam Syafi‟i. Dan selama masih ada perebadan ulama maka itu merupakan masalah ijtihadiyah, yang mana setiap orang boleh melakukan ijtihad, dan 22 Ibnu Hajar Al-Asqalani, Edisi Indonesia: Fath Bȃrȋ buku 28 , Peneliti Syaikh Abdul Aziz Abdullah bin Baz, penerjemah Amiruddin Jakarta:Pustaka Azzam, 2011 cet ke- 2, hal.759; “Tafsir Edisi 27: Khitan Perempuan”, Rahimma, Artikeldiakses pada 1 April 2014 dari www.rahima.or.id beliau melihat bahwa lebih maslahat tidak mengkhitan perempuan, alasannya lagi-lagi itu asumsi yang dibuat oleh masyarakat internsional bahwa itu menyakiti perempuan. Ketika ada unsur menyakiti itu akhirnya ditutup jalan itu. Alasan kedua selain masalah ijtihad sepihak namun ketika itu beliau posisinya sebagai ketua MUI , maka ia juga harus selaras dengan kebijakan pemerintah dan pemerintah sudah melarang, maka perlu juga ada legalitas agama. Dan mungkin beliau “al khuruj min al-khilaf” keluar dari perselisihan karena kan rame disana Mesir dan itu merupakan masalah yang begitu prinsipil dari pada nanti mengacak-acak persatuan umat Islam maka dibuat satu pendapat saja dengan pemerintah. 23 Jadi persepsi masyarakat kampung Pasir Buah di Karawang atas praktik khitan bagi perempuan sebagai simbol meng-Islamkan anaknya adalah kurang tepat. Karena seluruh manusia hakikatnya sudah beriman muslim sejak lahir. Seperti dijelaskan dalam firman Allah swt dalam surat QS Al- A‟raf: 172:                               Artinya: dan ingatlah, ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka seraya berfirman: Bukankah aku ini Tuhanmu? mereka menjawab: Betul Engkau Tuhan kami, Kami menjadi saksi. kami lakukan yang demikian itu agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: Sesungguhnya Kami Bani Adam adalah orang-orang yang lengah terhadap ini keesaan TuhanQS. Al- A‟raf: 172. Meskipun demikian praktik khitan yang dilakukan oleh mayoritas masyarakat kampung Pasir Buah tidaklah salah, karena khitan merupakan syiar agama Islam. Dan apabila mereka menganggap hukumnya wajib itupun ada dasarnya sebagaimana pendapat yang dikeluarkan oleh madzab Syafi‟i. Dan telah kita ketahui bahwa 23 Wawancara pribadi penulis dengan Sitti Hanah, LC, MAg di Tangerang, pada 16 April 2014. mayoritas umat muslim di Indonesia bermadzab Syafi‟i. Namun yang perlu diluruskan adalah persepsi mereka bahwa khitan perempuan adalah untuk meng- Islamkan si Anak. Karena ayat di atas sudah jelas tanpa orang tua mengkhitankan anaknya, hakikatnya setiap manusia yang dilahirkan dalam keadaan fitrah, dan fitrah yang dimaksud adalah beriman Islam Muslim. Dan tidak ada satupun ulama yang berpendapat bahwa khitan bagi perempuan adalah simbol untuk meng-Islamkan si Anak. Dan apabila khitan dihubungkan dalam masalah keagamaan lebih tepatnya. Khitan itu merupakan salah satu masalah yang membawa kesempurnaan al-Din yang disyari‟atkan Allah swt. Karena khitan merupakan pangkal fitrah, syi‟ar, dan syari‟ah. Lewat lisan Nabi Ibrahim as. Sebagaimana terdapat dalam al-Qur‟an surat An-Nahl ayat 123. Khitan juga merupakan pernyataan Ubudiyyah terhadap Allah swt, ketaatan melaksanakan perintah, hukum dan kekuasaannya. 24 Jadi, bukanlah suatu bentuk pengidentitasan ke-Islaman seseorang sebagaimana persepsi masyarakat kampung Pasir Buah di Karawang. Al-Adawi dalam Hasyiyatul Kharsyi berkata: “Khitan wanita adalah amalan yang bersifat ibadah. Maka, ia harus dikerjakan dan sudah sah dengan kadar seminimal apapun.” 25 Menurut pendapat Al-Adawi di atas penulis menyimpulkan bahwa khitan hanyalah suatu pelaksanaan ibadah yang ada dalam syariat agama Islam, bukan suatu 24 M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah Al-Haditsah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996 cet. ke-1, h. 181-182. 25 Syaikh Ali bin Ahmad Al-Adawi, Hasyiyatul Adawi „alal Kharsyi, Jilid 3, Beirut:Dar al- Kutub Al-Ilmiyyah,1997 h. 412. cara meng-Islamkan seseorang. Karena khitan merupakan masalah ijtihadiyah yang mana hukumnya pun berbeda-beda dari setiap pendapat ulama berdasarkan dalil yang digunakan. Dan dalil tentang masalah khitan bukanlah merupakan qat ‟i dilȃlah yaitu dalil yang pastikuat yang bersumber dari al- Qur‟an dan hadis mutawattir. Sehingga jika anak perempuan yang baru lahir dari orang tua yang beragama Islam tidak dikhitan maka akan tetap menjadi seorang muslimah.

B. Penilaian dan Sikap Masyarakat Terhadap Adanya Kontrovesi Khitan

Perempuan. Khitan adalah tradisi masyarakat kuno sunnah qodimah. Tradisi khitan perempuan tidak mudah dihapuskan seketika, karena praktik itu telah jadi tradisi yang mengakar di masyarakat. Penghapusan seketika atas praktik budaya ini, tentu akan menimbulkan resistensi dan reaksi keras masyarakat, bahkan boleh jadi penentangan terhadap misi utamanya yaitu, Tauhid. Dari penelitian yang sudah dilakukan penulis sebanyak 80 responden ketika ditanya apakah mereka pernah mendengar isu pelarangan dan dampak negatif khitan perempuan di beberapa negara melalui media informasi, mereka menjawab bahwasanya masyarakat kampung Pasir Buah tidak pernah mendengar atau mengetahui akan kontrovesi khitan perempuan yang ramai dibicarakan oleh banyak negara termasuk Indonesia. Hal ini dilihat dari beberapa faktor, yaitu rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, kurangnya kepekaan terhadap masalah sosial yang ada di dalam negeri, serta tidak adanya sosialisasi terhadap masyarakat tentang khitan perempuan oleh pihak-pihak terkait. Menurut analisis penulis bahwasanya khitan perempuan pada masyarakat kampung Pasir Buah dan hampir seluruh mayoritas suku sunda di Karawang bukanlah suatu permasalahan yang serius seperti halnya pembicaraan pada berita- berita di media baik berita dalam negeri maupun berita dari luar negeri. Khitan perempuan di masyarakat kampung Pasir Buah sudah merupakan kebiasaan tradisi yang baik menurut mereka. Terutama masalah khitan perempuan merupakan syiar dan syariat agama Islam. Khitan itu sudah menjadi kebiasaan masyarakat kampung Pasir Buah dan sudah menjadi ciri keislaman mereka dari agama lainnya. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadis Nabi Saw. yang digunakan sebagai argumen oleh Imam Syafi‟i bahwa perintah khitan itu wajib karena mengandung hikmah sebagai pembeda kaum muslimin dengan pengikut agama lain. ĝع ġْيÈا ĝع Çْيėك ĝÈ ęيثع ĝع ÌْåÉْخا : ĔÅق جْيåج ĝÈا ĝع Ĥ ġيėع َ ىėص يÉğĖا ىĖا ءÅج ġĞا Ġáج àĤاà ĥÈا Ĥ áěحا ĠاĤر ْقėْحا Ĕْĥقي åْفēْĖا åْعش كْğع قْĖا : ĔÅق æ Íْěėْسا áق : ĔÅقف ęėس 76 Dari Ibnu Juraij, ia berkata, “Aku diberitahu oleh Utsaim bin Kulaib dari ayahnya dari kakeknya, bahwasanya ia datang kepada Nabi saw lalu berkata, „Aku telah memeluk Islam.‟ Maka Nabi Saw. bersabda “Buanglah rambut darimu rambut kekufuiran, Ia mengatakan „Cukurlah‟” HR. Ahmad dan Abȗ Daud 27 Dan dalam redaksi lain sabda Nabi saw: 26 Muhammad Syams al-Haq al- „Azîm al-Abadi, „Aun al-Ma‟bûd Syarh Sunan Abî Dâwûd, Beirȗt: Dȃr al-Kutub al-I‟lmiyah, 1998, Jilid 2, h. 325; dan Imȃm Baihaqȋ, Al-Sunan al-Baihaqȋ, Jilid 1, Makkah:Maktabah Dȃr al-Bȃz,1994 h. 172. 27 Al-Imam Al-Syaukani, Ringkasan Nail al- Autar, Jakarta: Pustaka Azzam, 2011 cet. ke-2, h. 90. Ĝا ġعĚåخا يĞåÉخا:ĔÅق Ĥ àĤاàĥÈاĤ áěحا ĠاĤرĝÏÏْخاĤåْفēĖا åْعش كْğع قْĖا :åخَ ĔÅق Ę ð يÉğĖا يقģيÉĖا 78 Juraij berkata: Dan aku diberitahu oleh orang lain yang bersama dia bahwa Nabi saw bersabda kepada orang lain:”Buanglah dari padamu rambut kekufuran dan berkhitanlah” HR.Ahmad, Abu Daud, Baihaqi 29 Menurut Imam Syafi‟i bahwasanya hadis di atas tidak dibedakan antara laki- laki dan perempuan. Artinya, khitan bagi laki-laki dan perempuan diwajibkan. 30 Begitu juga masyarakat kampung pasir Buah beranggapan bahwa perempuan harus dikhitan sebagaimana juga laki-laki hanya saja perempuan dilakukan saat masih bayi agar tidak merasa malu. Terlebih tidak ada dampak negatif pada khitan perempuan yang masyarakat temukan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukan persentasi 80 responden sepakat menjawab bahwa selama ini tidak ada dampak negatif pada khitan perempuan dan 20 responden menjawab ada dampak negatif pada khitan perempuan apabila dipotong secara berlebihan. Dan mereka yakin bahwa khitan merupakan amalan yang baik. Sehingga mereka tidak begitu merespon kontroversi tentang khitan perempuan yang terjadi selama ini. Yang sudah menimbulkan perpecahan dari beberapa pihak karena perbedaan pendapat tentang dampak buruk dari khitan. 28 al-Hafizal- Jalȋl ibn Bakr Ahmad ibn al-Husain ibn Ali al-Baihaqȋ, al-Sunan al-Kubra, jilid 8, Makkah: Dȃr al-Bȃz, 1994 h. 323. 29 Al-Imam Alsyaukani, Terjemahan Nail al-Autar, pen erjemah Mu‟ammal Hamidy,dkk Surabaya: PT.Bina Ilmu,t.th h. 99. 30 Setiawan Budi Utomo, Fikih Aktual, Jakarta: Gema Insani, 2003 cet. ke-1, h. 304. Dari hasil wawancara yang penulis lakukan ada warga yang pernah mendengar isu tentang pelarangan khitan, namun tetap tidak terpengaruh oleh pemberitaan tersebut. Kutipannya sebagai berikut: Apa pendapat anda mengenai pihak-pihak yang melakukan pelarangan khitan bagi perempuan? Dan bagaimana sikap anda? Jawaban: ga jadi masalah, ga terpengaruh sama isu itu masalahnya ke cewenya ga ada efek samping kalo kita ga dikhitan juga ga jadi masalah. Soalnya ga ada bakteri ga ada apa. Kalo emang tata caranya benar ga ada tapi pernah dulu ngedenger cuman ga tau gosip ga tau apa motongnya kepanjangan jadi hasrat si ceweknya ga ada, cuman itu doang, makanya kita masih menjalankan tradisi itu 31 Selama pelaksanaan khitan dilakukan dengan baik dan tidak berlebihan maka tidak akan timbul dampak buruk seperti yang diisukan. Dan praktik khitan yang terjadi pada masyarakat kampung Pasir Buah dilakukan dengan cara yang tepat dan tidak berlebihan oleh tenaga ahli medis bidan. Berikut kutipan wawancara penulis dengan responden yang juga seorang bidan: Dan dari bidan sendiri sebelum melakukan khitan memberikan pengertian kepada orang tua bayi bahwasanya khitan itu hanya untuk membersihkan. Dan praktikanya yaitu dengan cara membersihkan dengan kapas DTT disela-sela labia mayor, guna membersihkan kotoran yang menumpuk di bagian itu. Untuk masalah pengambilan bagian yang berwarna putih pada ujung klitoris itu tidak semua dilakukan, karna tidak semua bayi ada bagian kecil yang tumbuh di ujung klitoris yang biasa di ambil saat dikhitan. Dan dalam khitan perempuan yang kami lakukan tidak ada praktik pengguntingan klitoris, karena klitoris merupakan bagian yang lembut dan sensitif, yang akan menimbulkan bahaya apabila dipotong. 32 Dari kesimpulan kutipan wawancara diatas bahwa hukum khitan mubah kembali kepada permasalahan maslahat, boleh dilakukan jika memang membawa 31 Wawancara Pribadi dengan Nunung, Karawang, 6 April 2014 32 Wawancara pribadi dengan bidan Evy Mei. AM Keb. Karawang, 10 April 2014.