Pandangan dan Dasar Pemikiran Masyarakat Terhadap Khitan Perempuan.
dikhitan
6
. Namun ada juga yang berpendapat dimubahkan pada hari ketika ia dilahirkan. Jika pelaksanaannya diundur, bisa dilakukan pada hari keempat puluh,
atau pada tahun ke tujuh setelah dilahirkan. Abu Al-Faruj Al-Saraksi berkata sebagaimana diungkapakan oleh Syaikh
Muhammad As-Sayyid As-Syinnawi: “Melakukan khitan pada seorang anak yang masih kecil terdapat maslahat,
yaitu dilihat dari sisi kulitnya. Karena kulit seseorang setelah mencapai usia dewasa akan menguat dan mengeras, oleh karena itu banyak ulama yang
membolehkan melakukan khitan sebelum usia dewasa.
” Namun Ibnu Mundzir berkata sebagaimana diaktakan oleh Syaikh
Muhammad As-Sayyid As-Syinnawi: “Pada pembahasan ini tidak terdapat larangan dan waktu pelaksanaan khitan
tidak terdapat khabar yang dapat dijadikan rujukan dan tidak ada sunnah yang dapat dipakai sebagai sandaran hukum.
” Oleh karena itu Jumhur Ulama berpendapat bahwa waktu pelaksanaan khitan
tidaklah dikhususkan pada waktu-waktu tertentu, dan juga pelaksanaan khitan tersebut tidaklah diwajibkan pada waktu kecil.
7
Dan untuk masalah walimah khitan perempuan ini menunjukan sebanyak 40 masyarakat di Karawang tidak melakukan syukuran perayaan khitan
perempuan dengan alasan karena khitan perempuan tidak umum dirayakan sebagaimana walimah pada khitan laki-laki. Dan 46.7 responden yang melakukan
syukuran, tapi hanya lingkungan keluarga dekat.
6
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Edisi Indonesia: Fath Bȃrȋ buku 28 , Peneliti Syaikh Abdul Aziz
Abdullah bin Baz, penerjemah Amiruddin Jakarta:Pustaka Azzam, 2011 cet ke-2, hal.766.
7
Syaikh Muhammad As-Sayyid Asy-Syinnawi, Bahaya Tidak Mengkhitankan Wanita, penterjemah Nashirul Haq, Jakarta: Penerbit Mustaqiim, 2003 h. 55-57
Kaum muslimin pada zaman dahulu juga menyembunyikannnya, tidak melaksanakan walimah, dan tidak mengundang orang banyak. Dari Hasan, ia berkata,
“Utsman bin Abu Al-Ash diundang ke tempat khitan wanita, ia lalu menolak menghadirinya. Ia berkata, “Dahulu kami tidak mengahdiri khitan perempuan, yaitu
pada zaman Rasulullah, dan tidak mengundang orang untuk menghadirinya.
8
Artinya, mengadakan pertemuan walimah dalam rangka khitan perempuan dan menghidangkan makanan pada pertemuan tersebut adalah sesuatu yang para
sahabat tidak mengakui keberadaannya pada zaman Rasulallah Saw. dan riwayat ini adalah riwayat shahih.
9
Hasil penelitian dari Population Council tahun 2004 menunjukkan bahwa di Indonesia dukun bayi, dukun sunat, dan bidan merupakan penyedia pelayanan khitan
perempuan. Dari 2.215 kasus khitan perempuan di beberapa daerah menunjukkan bahwa 68 dilakukan oleh pengkhitan tradisional dan 32 dilakukan oleh tenaga
kesehatan, terutama bidan.
10
Sedangkan di kota Karawang dari penelitian yang dilakukan oleh penulis kepada beberapa responden dengan presentase 73.3
menunjukan bahwasanya saat ini khitan perempuan dilakukan oleh bidan, dengan alasan agar lebih aman, 73.3 dikarenakan tukang khitan tradisional paraji sudah
tidak ada saat ini dengan presentase 6.7, dan 0 dengan alasan adanya larangan mengkhitankan anak perempuan pada tukang khitan tradisional. Namun ada juga 20
8
Ditakhrij oleh Ahmad dalam musnadnya No. 17874.
9
Syaikh Muhammad As-Sayyid Asy-Syinnawi, Bahaya Tidak Mengkhitankan Wanita, penerjemah Nashirul Haq, Jakarta: Penerbit Mustaqiim, 2003 h. 59.
10
Www.population council.com diakses pada 26 Maret 2014.
mengkhitankan pada paraji. Sebagaimana kutipan dari hasil wawancara dengan beberapa responden yang salah satunya penulis kutip yaitu:
Dimana dan dengan siapa biasanya anda mengkhitankan anak perempuan? Alasannya?Jawaban responden: dengan Bidan di Klinik, karena udah ga ada
dukun beranak sekarang.
11
Dan Jawaban:biasanya kalo disni mah kalau ga bidan, kan paraji dukun beranak. Kan sekarang diharuskan sama bidan
bukan sama paraji agar lebih aman udah diharuskan sama bidan kayak gitu, ga boleh ada dukun beranak lagi.
12
Hal ini sesuai dengan peraturan yang dibuat oleh Menteri Kesehatan dalam
Permenkes RI No. 1636MENKESPERXI2010 Tentang Sunat Perempuan yang tertuang dalam Bab II Penyelenggaraan Sunat Perempuan, Pasal 2 ayat 1 dan 2
13
: 1.
Sunat perempuan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu 2.
Tenaga kesehatan tertentu yang dapat memberikan pelayanan sunat perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya dokter, bidan, dan
perawat yang telah memiliki izin praktik, atau surat izin kerja.
Hasil penelitian menunjukkan 14 dari 15 responden menjawab khitan perempuan dilakukan dengan cara mencolek ujung klitoris dengan presentase 93.3
dan hanya seorang responden yang menjawab 6.7 khitan dilakukan dengan cara memotong sedikit dari bagian klitorisnya. Dan ini masih dalam zona aman dan sesuai
syari‟at. Responden pada masyarakat kampung Pasir Buah di Karawang khitan perempuan dilakukan dengan menggores bagian yang berwarna putih seperti biji
kacang pada ujung klitoris. Tanpa memotong bagian klitoris itu sendiri. Sehingga hal ini sesuai dengan ajaran Rasulallah saw, dalam hadisnya yaitu:
11
Wawancara pribadi dengan Ani, Karawang, 6 April 2014.
12
Wawancara pribadi dengan Mala, Karawang, 6 April 2014.
13
Berita Negara RI, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1636MenkesPerXI2010 Tentang Sunat Perempuan.
ĝěْحåĖا áْÉع ĝْÈ ĜÅěْيėس Åğثáح Åğثáح ĜاĤْåĚ Åğثáح َÅق يعجْش ْْا ęيحåĖا áْÉع ĝْÈ ÆÅĢĥْĖا áْÉعĤ يقْïĚáĖا
ْĞ ْْا Ëيطع Ęأ ْĝع åْيěع ĝْÈ كėěْĖا áْÉع ْĝع يفĥēْĖا ÆÅĢĥْĖا áْÉع ĔÅق ĜÅسح ĝْÈ áěحĚ Ĝأ ËيرÅص
ًÊأåْĚا ظْحأ كĖâ Ĝإف يēģْğÎ َ ęėسĤ ġْيėع َ ىėص يÉğĖا ÅģĖ ĔÅقف ËğيáěْĖÅÈ ĝÏْßÎ ْÍĞÅك
ĕْعÉْĖا ىĖِ ÇحأĤ ÊأْåěْėĖ ى àĤاàĥÈا ĠاĤر
14
Dari Ummi „Atiyyah diceritakan bahwa di Madinah terdapat seorang perempuan tukang sunat khitan, lalu Rasulallah saw bersabda kepada
perempuan tersebut: jangan berlebihan, sesungguhnya hal itu lebih baikdisukai bagi perempuan dan lebih disenangi oleh lelaki.HR. Abu Daud.
Kemudian dari hasil penelitian yang didapat oleh penulis mengenai
pengetahuan masyarakat mengenai hukum khitan perempuan yaitu 40 menjawab bahwa hukum khitan perempuan wajib dan 33.3 menjawab sunnah sisanya 20
menjawab hukum khitan perempuan hanya mubah dan seorang responden tidak mengetahui hukum khitan perempuan 6.7. Serta dari jawaban yang disediakan
penulis yaitu makrumah tidak ada responden yang menjawab hukum khitan itu makrumah, hal itu wajar karena dalam hirarki hukum dalam syariat Islam tidak
dikenal istilah makrumah. Sehingga wajar jika bagi masyarakat, makrumah merupakan istilah yang asing. Jika dianalis dalam hukum Islam juga hukum
mengkhitankan anak perempuan itu merupakan ijtihad ulama yang mana tidak ada kesepakatan oleh ulama mengenai hukum khitan untuk perempuan. Sehingga
menimbulkan perbedaan pendapat pada kalangan ulama ada yang berpendapat wajib, sunnah, mubah dan makrumah sebagaimana sudah dijelaskan oleh penulis pada bab 2
dalam skrispsi ini.
14
Abû Dâwûd, Sunan Abî Dâwûd, Kitâb al-Adâb, Jilid 5, Bâb Mâ Jâa fî al-Khitân, hadis nomor:
1721, hal. 264.
Alasan masyarakat kampung Pasir Buah yang mengkhitankan anak perempuannya yaitu berdasarkan pada perintah agama dan sunnah Rasul seabanyak
60 , karena alasan tradisi di kampung mereka dengan presentasi 26.7 dan sisanya karena alasan kesehatan 13.3.
Manfaat khitan perempuan menurut mereka adalah untuk melaksanakan syari‟at agama Islam dan untuk menjadikan si Anak sebagai muslim. Hal ini didapat
dari hasil penelitian oleh penulis bahwa responden dengan presentasi 33.3 menjawab manfaat khitan perempuan adalah untuk mengislamkan anak, 26.7 untuk
menyeimbangkan syahwat perempuan, 26.7 yang menjawab bahwa manfaat khitan perempuan untuk kesehatan. Seperti jawaban salah seorang responden yaitu:
“Orang islam, kalo gitu-gitu saya juga ga paham cuman taunya anak perempuan dikhitan, tradisi, cuman manfaatnya itu kalo orang islam dikhitan
kalo yang lain non-Islam kan ga gitu kan. Orang Arab juga ga pengalaman waktu jadi TKW. Kencingnya lancar, anak-anak kita udah jadi Islam,
umumnya kan gitu. Anak laki-laki juga kalo belum sunat belum boleh ikut ke mesjid. Belum sunat belum bersih. Untuk mengislmkan anak perempuan
waktu habis lahir 40 hari. Umumnya gitu.
15
Dan dari hasil survei yang dilakukan peneliti hampir seluruh warga dari kampung Pasir Buah yang memiliki anak perempuan bahwasanya mereka telah
mengkhitankan anak perempuannya. Meskipun mereka kurang mengetahui manfaat dari khitan dan bahkan ada yang mengetahui bahwa manfaat khitan bagi perempuan
itu tidak ada sama sekali namun tetap mengkhitankan anak perempuan mereka karena
15
Wawancara Pribadi dengan Yayah, Karawang, 6 April 2014.
alasan tradisi dan untuk meng-Islamkan anak sebanyak 13.3 Seperti kutipan wawancara dengan salah seorang responden yaitu :
“Tujuannya udah tradisi orang sunda, kalo orang sunda Islam tradisinya kayak, yang kedua ga ada kalo cewek mah walaupun ga dikhitan juga ga ada
bakteri ga ada ga ada masalah cewek kalo ga dikhitan cuman ngikutin tradisi aja. Manfaatnya ga ada juga sih, kita ngambilnya lebih ke tradisi suku sunda.
Suku sunda Islamnya. Kalo suku sunda kalo bukan Islamnya juga ga masalahnya kalo kita kalo disunda cewek kalo ga disunat katanya kurang
afdhal. Tapi itu sih orang beda-beda pendapatnya tapi kalo kerja manfaat ga
ada ada kalo cowok ada karna mengandung bakteri”.
16
Sedangkan manfaat yang dikemukakan oleh bidan sebagai ahli medis yang
melakukan khitan perempuan mengungkapkan bahwa: “Ada manfaat dari khitan perempuan untuk kebersihan, karena apabila tidak
dikhitan di vagina akan menumpuk kotoran, yang akan mengakibatkan infeksi, karena kotoran tersebut akan mesuk kedalam vagina
”.
17
Dari penelitian yang sudah dilakukan oleh penulis yang perlu dianalisis lebih komprehensif yaitu persepsi masyarakat Kampung Pasir buah berdasarkan tujuan dari
mengkhitankan anak perempuan mereka yaitu bertujuan untuk mengislamkan si anak. Mayoritas dari mereka beranggapan bahwa khitan merupakan salah satu cara untuk
mengislamkan si anak. Yang menjadi pertanyaan apakah dalam Islam syarat seseorang untuk menjadi muslim adalah dengan khitan?, seperti halnya pemahaman
yang selama ini menjadi sebuah keyakinan masyarakat Pasir Buah di Karawang yaitu mengislamkan anak perempuan adalah dengan mengkhitankan si anak saat baru lahir.
Sehingga sebagian masyarakat kampung Pasir Buah menganggap khitan bagi perempuan hukumnya wajib seperti halnya khitan bagi laki-laki. Atas hal ini penulis
16
Wawancara Pribadi dengan Nunung. Karawang, 6 April 2014.
17
Wawancara Pribadi dengan Evi Mei, AM Keb. Karawang, 10 April 2014.
mencari jawaban yang lebih kompeten kepada nara sumber yang paham akan masalah syari‟at Islam yang dikutip dari hasil wawancara mengenai pendapatnya yaitu:
“Kalau orang mau masuk Islam atau orang sudah masuk Islam, misal muallaf. Itu kan dengan khitan bagi laki-laki itu harus wajib dan mungkin itu
juga yang terjadi pada pemahaman masyarakat itu bahwa perempuan itu harus dikhitan baru dia jadi Islam. Tadi saya katakan bahwa ketika khitan
perempuan msih khilafiyah ya masih perbedaan pendapat maka tidak terkait dnegan dosa dan pahala. Juga tidak terkait dengan agama tentunya. Kalau kita
katakan untuk mengislamkan maka berarti perempuan itu tidak dikhitan maka tidak Islam dong, padahal tidak begitu kedudukannya. Nah jadi mungkin saya
memahami masyarakat ini mengqiyaskan dengan laki-laki. Syarat orang Islam itu apa sih? Ya mengucap syahadat setelah itu memang harus ibadah, ketika
beribadah itu dia harus thaharah, nah ketika harus thaharah itulah baru khitan itu muncul. Karena bagi orang laki-laki sangat menonjol ketika thaharah atau
tidaknya ketika dikhitan itu. Jadi larinya kesitu bukan khitan menjadi syarat
Islam tapi menjadi syarat kesucian ibadah itu”.
18
Hubungan Islam dengan khitan lebih kepada persoalan kebersihan Thaharah. Karena seperti yang kita ketahui tidak ada satu agama pun yang betul-
betul memperhatikan thaharah seperti agama Islam.
19
Ajaran akan proses penyucian dan pembersihan dalam Islam harus dilakukan secara lahir maupun bathin. Dan persepsi masyarakat kampung Pasir Buah bahwa
jika mereka melahirkan anak perempuan maka harus dikhitan sebagai wujud dari proses penyucian dan pembersihan sebagai perintah dari syariat agama Islam untuk
dapat menjalankan ibadah. Cara ini mereka anggap sebagai meng-Islamkan anak perempuan yaitu dengan melakukan khitan. Untuk memperjelas identitas anak
mereka sebagai seorang muslim.
18
Wawancara pribadi penulis dengan Sitti Hanah, LC, MAg di Tangerang, pada 16 April 2014.
19
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Madzab, penerjemah: Masykur A.B, dkk, Jakarta: PT Lentera Basritama, 1996 cet ke-2, h. 3.
Khitan juga merupakan adab dalam menyambut kelahiran bayi. Perkara ini mereka lakukan dengan tujuan untuk menjaga kesucian lahir dan bathin manusia
selain untuk mempercantik paras rupa dan wajah bagi perempuan.
20
Sejak masih dalam kandungan, orang tua biasanya mengadakan acara-acara keagamaan untuk
menyambut sang bayi. Jika melihat proses tersebut, sesungguhnya kita tidak diberikan pilihan untuk berislam atau memilih yang lain. “Menu” keagamaan yang
diberikan sejak sebelum lahir hingga dewasa hanya satu agama yaitu Islam. Sehingga umat Islam, mau tidak mau berislam tanpa tahu mengapa harus Islam. Sehingga kita
mengenal istilah “Islam Turunan”. Dan salah satu cara orang tua di kampung Pasir
Buah untuk meng-Islamkan anak perempuannya yaitu dengan khitan.Namun yang perlu kita perhatikan yaitu tidak hanya menjadikan seorang muslim sebagai
“Islam Turunan
” yaitu berislam tanpa mengerti dan menjalankan agama yang dianutnya. Sahingga ber-Islam hanya menjadi identitas kultural bukan kesadaran spriritual.
21
Dan perlu kita ketahui bahwasanya khitan bukanlah syarat mutlak untuk meng-Islamkan seseorang. Karena dasar teologis perintah khitan bagi laki-laki
maupun perempuan tidak ada dalam Al- Qur‟an. Walaupun ada beberapa ayat dari Al-
Qur‟an yang digunakan sebagai argumen bahwa perintah khitan itu wajib oleh sebagian ulama, namun para ahli fiqih mengatakan, Al-
Qur‟an memang tidak menyebutkan secara eksplisit maupun implisit, namun kitab suci ini memberi isyarat
20
“Adab Menyambut Kelahiran Bayi Menurut Islam”, Artikel diakses pada 1 April 2014 dari http:ms.m.wikipedia.orgwikiAdab-menyambut- kelahiran
–bayi- menurut- islam.html
21
“Menjadi Muslim, Pilihan atau Turunan”, Kompas, tanggal 27 Maret 2013, Artikel diakses pada 1 April 2014, dari http:m.kompasiana.compostread5463103menjadi-musli-pilihan-atau-
turunan.html
mengenainya dalam pernyataan umum. Perintah Allah kepada Muhammad Saw. untuk mengikuti millah Nabi Ibrahim As. mengandung banyak tafsiran oleh para
ulama. Yang sebagian ditafsirkan oleh ulama bahwa salah satu millah itu adalah khitan. Meskipun ada sumber dari hadis Nabi Muhammad saw. atas khitan
perempuan, sebagaimana disebutkan dan dijelaskan diatas pada bab sebelumnya, tapi semuanya mengandung kontroversi dalam aspek validitasnya. Para ulama berbeda
dalam mengambil kesimpulan menyangkut nilai dan kualifikasi atas hadis-hadis tersebut. Berbeda dengan khitan laki-laki yang perintahnya merupakan sunnah
muakkad yaitu sunnah yang sangat dianjurkan, bahkan wajib, karena jelas manfaatnya bagi kesehatan reproduksi laki-laki, tapi khitan bagi perempuan para
ulama tidak sepakat dalam satu hukum tertentu. Mayoritas ulama selain madzab Syafi‟i menyatakan itu “suatu kehormatan”. Ini mengandung makna dibolehkan, tidak
diwajibkan atau disunnahkan. Bahkan dalam pendapat madzab Syafi‟i sebenarnya tidak sepakat, sebagian ulama pengikut madzab ini ada yang tidak mewajibkannya.
22
Begitu juga pendapat narasumber yang sudah penulis wawancarai mengenai pendapat dan sikap Syaikh Muhammad Syayid Tantawi yang juga mantan Ulama MUI di
Mesir, yaitu pendapat beliau mengatakan: “Ini merupakan ijtihad pribadi, dia melihat bahwa tidak ada nash yang
mewajibkan orang berkhitan, kecuali nash tadi yang digunakan oleh madzab imam Syafi‟i. Dan selama masih ada perebadan ulama maka itu merupakan
masalah ijtihadiyah, yang mana setiap orang boleh melakukan ijtihad, dan
22
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Edisi Indonesia: Fath Bȃrȋ buku 28 , Peneliti Syaikh Abdul Aziz
Abdullah bin Baz, penerjemah Amiruddin Jakarta:Pustaka Azzam, 2011 cet ke- 2, hal.759; “Tafsir
Edisi 27: Khitan Perempuan”, Rahimma, Artikeldiakses pada 1 April 2014 dari www.rahima.or.id
beliau melihat bahwa lebih maslahat tidak mengkhitan perempuan, alasannya lagi-lagi itu asumsi yang dibuat oleh masyarakat internsional bahwa itu
menyakiti perempuan. Ketika ada unsur menyakiti itu akhirnya ditutup jalan itu. Alasan kedua selain masalah ijtihad sepihak namun ketika itu beliau
posisinya sebagai ketua MUI , maka ia juga harus selaras dengan kebijakan pemerintah dan pemerintah sudah melarang, maka perlu juga ada legalitas
agama. Dan mungkin beliau “al khuruj min al-khilaf” keluar dari perselisihan karena kan rame disana Mesir dan itu merupakan masalah yang begitu
prinsipil dari pada nanti mengacak-acak persatuan umat Islam maka dibuat satu pendapat saja dengan pemerintah.
23
Jadi persepsi masyarakat kampung Pasir Buah di Karawang atas praktik khitan bagi perempuan sebagai simbol meng-Islamkan anaknya adalah kurang tepat.
Karena seluruh manusia hakikatnya sudah beriman muslim sejak lahir. Seperti dijelaskan dalam firman Allah swt dalam surat QS Al-
A‟raf: 172:
Artinya: dan ingatlah, ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak
Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka seraya berfirman: Bukankah aku ini Tuhanmu? mereka menjawab:
Betul Engkau Tuhan kami, Kami menjadi saksi. kami lakukan yang demikian itu agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: Sesungguhnya
Kami Bani Adam adalah orang-orang yang lengah terhadap ini keesaan TuhanQS. Al-
A‟raf: 172.
Meskipun demikian praktik khitan yang dilakukan oleh mayoritas masyarakat kampung Pasir Buah tidaklah salah, karena khitan merupakan syiar agama Islam. Dan
apabila mereka menganggap hukumnya wajib itupun ada dasarnya sebagaimana pendapat yang dikeluarkan oleh madzab Syafi‟i. Dan telah kita ketahui bahwa
23
Wawancara pribadi penulis dengan Sitti Hanah, LC, MAg di Tangerang, pada 16 April 2014.
mayoritas umat muslim di Indonesia bermadzab Syafi‟i. Namun yang perlu
diluruskan adalah persepsi mereka bahwa khitan perempuan adalah untuk meng- Islamkan si Anak. Karena ayat di atas sudah jelas tanpa orang tua mengkhitankan
anaknya, hakikatnya setiap manusia yang dilahirkan dalam keadaan fitrah, dan fitrah yang dimaksud adalah beriman Islam Muslim. Dan tidak ada satupun ulama yang
berpendapat bahwa khitan bagi perempuan adalah simbol untuk meng-Islamkan si Anak.
Dan apabila khitan dihubungkan dalam masalah keagamaan lebih tepatnya. Khitan itu merupakan salah satu masalah yang membawa kesempurnaan al-Din yang
disyari‟atkan Allah swt. Karena khitan merupakan pangkal fitrah, syi‟ar, dan syari‟ah. Lewat lisan Nabi Ibrahim as. Sebagaimana terdapat dalam al-Qur‟an surat
An-Nahl ayat 123. Khitan juga merupakan pernyataan Ubudiyyah terhadap Allah swt, ketaatan melaksanakan perintah, hukum dan kekuasaannya.
24
Jadi, bukanlah suatu bentuk pengidentitasan ke-Islaman seseorang sebagaimana persepsi masyarakat
kampung Pasir Buah di Karawang. Al-Adawi dalam Hasyiyatul Kharsyi berkata:
“Khitan wanita adalah amalan yang bersifat ibadah. Maka, ia harus dikerjakan dan sudah sah dengan kadar seminimal apapun.”
25
Menurut pendapat Al-Adawi di atas penulis menyimpulkan bahwa khitan hanyalah suatu pelaksanaan ibadah yang ada dalam syariat agama Islam, bukan suatu
24
M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah Al-Haditsah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996 cet. ke-1, h. 181-182.
25
Syaikh Ali bin Ahmad Al-Adawi, Hasyiyatul Adawi „alal Kharsyi, Jilid 3, Beirut:Dar al-
Kutub Al-Ilmiyyah,1997 h. 412.
cara meng-Islamkan seseorang. Karena khitan merupakan masalah ijtihadiyah yang mana hukumnya pun berbeda-beda dari setiap pendapat ulama berdasarkan dalil yang
digunakan. Dan dalil tentang masalah khitan bukanlah merupakan qat ‟i dilȃlah yaitu
dalil yang pastikuat yang bersumber dari al- Qur‟an dan hadis mutawattir. Sehingga
jika anak perempuan yang baru lahir dari orang tua yang beragama Islam tidak dikhitan maka akan tetap menjadi seorang muslimah.