- Åğثáح
ĝع عيكĤ Åğث ĨàĤْا َ áÉع ĝÈ Ĥåěع Åğث ĨåÏسÏĖا åيĢæ ĝÈ áěحأ È áيعس
åيïÈ ĝ ÊàÅÏق ĝع
Ëğس ĜÅÏßĖا : ĔÅق : èÅÉع ĝÈا ĝع áيæ ĝÈ åÈÅج ĝع ءÅسğėĖ ËĚåēĚ ĔÅجåėĖ
يĞاåÉø ĠاĤر
8
c Al-Hajjȃj –dari- Madkhul –dari- Abȋ Ayyub –dari- Rasulallah Saw.
diriwayatkan oleh Ahmad seperti yang diisyaratkan oleh Ibn Hajar dalam Talkhis al-habir
dan Ibn Abȋ Hatim.
84
:ĔÅق ęėس Ĥ ġيėع َ ىėص َ Ĕĥسر ĝع Æĥيا يÈا ĝع ĕخáĚ ĝع ÔÅجح ĝع Ëğس ĜÅÏßĖا
ĔÅجåėĖ ءÅسğėĖ ËĚåēĚ
áěحا ĠاĤر Al-H
ajjȃj sendiri dinilai sebagai perawi yang suka mentadlis menyembunyikan sesuatu dan riwayatnya sering bertentangan, karena itu
beliau disifatkan sebagai perawi yang lemah bahkan Ibn Abd al-Barr menyatakan bahwa riwayatnya tidak bisa dijadikan hujjah.
Kedua, Riwayat Ibn Abbas yang diriwayatkan oleh al-T abaranȋ dalam
al- Mu‟jam al-kabir dan al-Baihaqȋ dalam al-Sunan al-kubra dan Ma‟rifat al-
Sunan wa al-Atsar. Namun riwayat ini di da‟ifkan sendiri oleh al-Baihaqȋ dan
beliau menafikan hadis ini sebagai sabda Rasulallah Saw, akan tetapi hanya perkataan Ibn Abbas. Dengan demikian maka hadis ini bukan sabda Rasulallah
Saw, akan tetapi hanya perkataan seorang sahabat, atau yang dikenal dengan istilah mauquf.
85
83
Al-T abaranȋ, Mu‟jam al-Kabir, Jilid 12, hadis no. 12828.
84
Ibn H ajȃr al-Asqalȃnȋ, Talkhis al-Habȋr fi Takhrȋj Ahadists al-Raȋi‟i al-Kabȋr, jilid 4, hadis
no. 1806, Maktabah Kulliyah Al-Azhariyyah, 1987 h.1407.
85
Lihat al-Hafiz al- Jalȋl ibn Bakr Ahmad ibn al-Husain ibn Ali al-Baihaqȋ, al-Sunan al-Kubra,
h. 325; al-T abrȃnȋ, al-Mu‟jam al-Kabir, jilid 7, h. 273-274.
Åğثáح ĝع ĕي÷ف ĝÈ áěحĚ Åğث ىėعْا áÉع ĝÈ ĕصاĤ Åğث ĨåÏسÏĖا ČÅحسِ ĝÈ ĝيسحĖا
جÅجح حيėĚ يÈأ ĝع
ËĚåēĚ Ĥ ĔÅجåėĖ Ëğس ĜÅÏßĖا : ęėس Ĥ ġيėع َ ىėص َ Ĕĥسر ĔÅق : ĔÅق èĤأ ĝÈ àاáش ĝع ġيÈأ ĝع ءÅسğėĖ
يĞåÉطĖا ĠاĤر
86
Hadist ini dihukumkan hasan oleh al-Suyut ȋ dalam al-Jami‟ al-saghir
namun dkritisi oleh al-Munawi dalam fayd al-Qadir bahwa hadis ini da‟if
dengan menukil pendapat al-Iraqi dan Ibn Hajar.
87
Kesimpulannya, hadis pertama diriwayatkan secara marfu ‟ sebagai
perkataan Nabi Saw. namun sanadanya da‟if. Sedangkan riwayat kedua
mauquf, hanya perkataan sahabat, bukan sebagai perkataan Nabi Saw, kekuatannya juga
da‟if. Dengan segala catatan yang terdapat pada hukum hadis ini, yaitu
ke da‟ifannya, maka secara tekstual hukum taklifi yang dapat disimpulkan
adalah hukum khitan buat laki-laki sunnah, hukum khitan buat perempuan makrumah.
Yang menjadi perhatian bahwasanya dalam hukum taklifi yang populer, dikenal lima istilah yang urutan hirarkinya sebagai berikut:
a Wajib
b Sunnah
c Mubah
86
al-T abrȃnȋ, al-Mu‟jam al-Kabir, jilid 7, h. 273-274.
87
Al-Suyuti, al- Jȃmi‟ al-Saghȋr, jilid 1, hadis no. 4129, h. 558; Syamsuddin Abdurrauf Al-
Manawi, Fayd al- Qȃdir Syarh al-Jȃmi‟ Al-Saghȋr, jilid 3 Saudi: Maktabah Nazȃr Al-Mustȃfa Al-Bȃz,
1998, h. 616.
d Makruh dan
e Haram
Istilah makrumah sangat jarang digunakan. Sehingga posisi makrumah pada hirarki hukum taklifi menjadi sebuah pertanyaan karena dalam urutan tersebut tidak
ada hukum yang disebut dengan istilah makrumah seperti disebutkan pada hadis- hadis tentang khitan.
Seandainya makrumah diletakkan pada posisi sunnah, mengapa Rasulallah saw tidak menggabungkannya langsung dengan mengatakan sunnah li al-rijal wa al-
nisa. Atau jika mubah, maka digunakan kata yang biasa digunakan seperti ja‟iz.
Namun dengan pemisahan yang jelas pada teks hadis menunjukan bahwa ada perbedaan hukum antara laki-laki dan perempuan. Karena itu, memasukkannya pada
posisi mubah adalah lebih tepat, meski harus dijelaskan juga bahwa ada nilai plusnya karena ada makna implisit dalam kata makrumah, bukan mubah.
88
Melihat pemaparan di atas, bisa dilihat bahwa tidak ditemukan dalil yang qath‟i dilalah menunjukan adanya kepastian hukum, tentang hukum khitan, wajib,
sunnah, atau mustahabbah. Terlepas dari semua itu, khitan bagi kaum perempuan telah digariskan oleh agama, sebagaimana telah disebutkan oleh Ibnu Taimiyah.
D. Hikmah dan Faedah Khitan Perempuan
89
1. Khitan Memiliki Nilai Ibadah
88
Ahmad Lutfi Fathullah, Fiqh Khitan Perempuan, h. 45-46.
89
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Tuhfatul Wadud bi Ahkamil Maulud, Kairo:Dar al-Rayyan lit Turats,t.th h. 172.
Khitan merupakan pangkal fitrah, syi‟ar, dan syari‟ah. Khitan merupakan
salah satu masalah yang membawa kesempurnaan al-Din yang disyari‟atkan Allah
Swt. lewat lisan Nabi Ibrahim As. Sebagaimana terdapat dalam al-Q ur‟an surat
An-Nahl ayat 123. Khitan juga merupakan pernyataan „Ubudiyyah terhadap Allah
Swt. ketaatan melaksanakan perintah, hukum dan kekuasaannya.
90
Al-Adawi dalam Hasyiyah al-Kharsyi berkata, “Khitan perempuan adalah
amalan yang bersifat ibadah. Maka, ia harus dikerjakan dan sudah sah dengan kadar seminimal apapun.
”
91
Khitan ialah mengikuti jejak nabi Ibrahim As. karena manusia pertama yang melaksanakan khitan ialah nabi Ibrahim As. dan kita umat nabi Muhammad
Saw. diperintahkan untuk mengikuti ajaran nabi Ibrahim As. Dengan berkhitan berarti melaksanakan perintah Rasulallah Saw. orang yang melaksanakan perintah
agama berarti dia orang yang taqwa kalau dia sudah menjadi orang bertaqwa maka dia menjadi kekasih Allah Saw. dengan anak mulai dikhitan diharapkan sejak itu
pula tertanam jiwa taqwa kepada Allah Swt.
92
2. Khitan dapat Menyeimbangkan Libido Seksual Perempuan dan dapat
Mencerahkan Wajah Tujuan khitan perempuan adalah untuk mengendalikan syahwatnya.
Apabila perempuan dibiarkan tidak berkhitan maka ia akan memiliki syahwat yang
90
M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah Al-Haditsah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996 cet. ke-1, h. 181-182.
91
Syaikh Ali bin Ahmad Al-Adawi, Hasyiyatul Adawi „alal Kharsyi,Jilid 3, Beirut:Darul
Kutub Al-Ilmiyyah,1997 h. 412.
92
Wagino Ali Mashuri, Kebersihan dan Kesehatan dalam Ajaran Islam, Pasuruan: PT. GBI Pasuruan, 1995 cet. ke-4, h. 55.
sangat besar. Namun apabila khitan dilakukan secara berlebihan maka syahwatnya akan melemah, sehingga keinginan suami dalam berhubungan intim tidak bisa
sempurna. Namun apabila dipotong dengan tidak berlebihan, maka keinginan suami pun akan tercapai dengan penuh keseimbangan.
93
Al-Ghazali sebagaimana dikatakan oleh Maryam Ibrahim Hindi berkata setelah menyebutkan hadis,
“Khitanilah dan jangan berlebihan, sesungguhnya itu lebih mencerahkan wajah dan lebih nikmat bagi suami.” Maksudnya air dan darah
yang mengalir ke wajah lebih banyak dan jimak menjadi lebih berkualitas.
94
Dalam penjelasan sabda Nabi Saw. “Sebab, itu lebih bisa mencerahkan
wajah,” Al-Munawi berkata, “Maksudnya air dan darah yang mengalir ke wajah jadi lebih banyak dan pesona serta cahaya wajah semakin elok.”
95
Kalau kulit ujung kemaluan tidak dipotong kulit bagian dalam yang halus itu banyak ujung-ujung syaraf peka mudah terangsang, sehingga kalau kulit ini
tidak dipotong tidak dapat dipakai lebih lama tidak bisa mengimbangi pihak perempuan, akhirnya hubungan kedua belah pihak kurang memuaskan, kalau tidak
mampu manahan diri pihak perempuan banyak yang menyalurkan syahwatnya bukan pada tempat yang semestinya. Ternyata hal ini sudah disebutkan dalam
ajaran Islam lewat hadis Nabi Saw. berbunyi:
93
Ibnu Taimiyah, Al-Fatwa al-Kubra I Beirȗt: Dȃr al-Kutub Al-I‟lmiyyah,1987 cet ke-1 h.
273-274.; Lihat ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Tuhfatal- Wadȗd Kairo: Dȃr al-Rayyan li al-Turats,t.th h.
165.
94
Maryam Ibrahim Hindi, Misteri Di Balik Khitan Wanita, h. 141.
95
Syamsuddin Abd al-rauf al-Manawi, Faid al- Qȃdir Syarh al-Jȃmi‟ Al-Saghȋr Saudi:
Maktabah Nazȃr Al-Mustȃfa Al-Bȃz, 1998, h. 271; Najasyi Ali Ibrahim, Al-Khitȃn fȋ Syarȋ‟ahal- Islȃmiyyah, cet ke-1 Kairo: Maktabah al-Taufȋqiyyah, 1997 h.35.
ÅيحْĖا ĝĚ ĝģْيėع ىقÎا ْĝēĖ Ĥ ÌاãėĖا ĝĚ اًءْçج ĜْĥعْسÎ Ĥ ËعْسÎ ĕجåĖا ىėع ÊاْåěْĖا Ëėْي÷ف ء
“seorang perempuan itu mempunyai kelebihan atas seorang laki-laki dengan 99 bagian dari kelezatan bersetubuh, tetapi rasa malu membuat mereka lebih
banyak takut.”
96
3. Khitan Bagi Perempuan Merupakan Kehormatan Diri
Khitan dalam tradisi diyakini dapat mengurangi agresifitas seksual perempuan. Karena itu khitan agaknya lebih tepat, perempuan dipandang
terhormat oleh budaya saat itu.
97
Syaikh Jad al-Haq berkata sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Muhammad As-Sayyid Asy-Syinnawi,
“Sebagian para medis berpendapat bahwa khitan perlu untuk d
ilakukan bagi perempuan.” Karena, khitan dapat mengendalikan gejolak nafsu seksual, terutama ketika mereka menginjak masa pubertas
98
yang merupakan fase usia paling berbahaya dalam kehidupan anak gadis. Kiranya ungkapan
sebagian riwayat hadis tentang khitan perempuan sebagai perbuatan mulia, hal ini menunjukan kepada kita bahwa khitan mengandung penjagaan dan sebagai jalan
menuju kesucian diri. Di samping juga efektif menghentikan cairan berlendir yang dapat memicu peradangan uretra dan alat reproduksi, sehingga lebih rentan
terhadap berbagai penyakit berbahaya.
99
Mereka juga mengatakan anak gadis yang tidak dikhitan maka mereka akan tumbuh dengan gejolak birahi yang sangat tinggi
96
Wagino Ali Mashuri, Kebersihan dan Kesehatan dalam Ajaran Islam, h. 57.
97
Abuddin Nata, ed, Kajian Tematik Al- Qur‟an Tentang Fiqih dan Ibadah Bandung: Penerbit
Angkasa, 2008 cet ke-1, h. 309
98
Syaikh Muhammad As-Sayyid Asy-Syinnawi, Bahaya Tidak Mengkhitankan Wanita, h. 93.
99
Syaikh Muhammad As-Sayyid Asy-Syinnawi, Bahaya Tidak Mengkhitankan Wanita, h.142.