Konvensional perlu dilakukan. Dengan begitu maka akan diketahui usahatani padi sistem mana yang lebih menguntungkan bila dilihat dari sisi pendapatannya.
1.2 Identifikasi Masalah
1. Apakah ada perbedaan penggunaan input produksi antara usahatani padi sawah sistem SRI dengan sistem Konvensional?
2. Apakah ada perbedaan tingkat produksi antara usahatani padi sawah sistem SRI dengan sistem Konvensional?
3. Input apa yang berpengaruh terhadap hasil produksi padi usahatani padi sawah sistem SRI dan sistem Konvensional?
4. Apakah ada perbedaan biaya produksi antara usahatani padi sawah sistem SRI dengan sistem Konvensional?
5. Apakah ada perbedaan pendapatan petani antara usahatani padi sawah sistem SRI dengan sistem Konvensional?
6. Input apa yang berpengaruh terhadap pendapatan petani pada usahatani padi sawah sistem SRI dan sistem Konvensional?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisis perbedaan penggunaan input produksi antara usahatani padi sawah sistem SRI dengan sistem Konvensional.
2. Untuk menganalisis perbedaan tingkat produksi antara usahatani padi sawah
sistem SRI dengan sistem Konvensional.
3. Untuk menganalisis input yang berpengaruh terhadap hasil produksi padi
sawah pada usahatani padi sawah sistem SRI dan sistem Konvensional.
4. Untuk menganalisis perbedaan biaya produksi antara usahatani padi sawah
sistem SRI dengan sistem Konvensional.
5. Untuk menganalisis perbedaan pendapatan petani antara usahatani padi sawah
sistem SRI dengan sistem Konvensional.
6. Untuk menganalisis input apa yang berpengaruh terhadap pendapatan petani
pada usahatani padi sawah sistem SRI dan sistem Konvensional. 1.4
Kegunaan penulisan
1. Sebagai bahan informasi bagi petani dalam mengambil keputusan sistem usahatani padi sawah yang akan dilakukan.
2. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah dalam pengambilan keputusan dan kebijakan berkaitan dengan upaya peningkatan produksi beras.
3. Sebagai bahan informasi bagi peneliti dalam pengembangan penelitian selanjutnya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA
PEMIKIRAN
2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Sejarah
System of Rice Intensification SRI
Metode SRI pertama kali ditemukan secara tidak disengaja di Madagaskar antara tahun 1983 - 1984 oleh Fr. Henri de Laulanie, SJ, seorang Pastor Jesuit asal
Prancis yang lebih dari 30 tahun hidup bersama petani-petani di sana. Oleh penemunya, metododologi ini selanjutnya dalam bahasa Prancis dinamakan Ie
Systme de Riziculture Intensive disingkat SRI. Dalam bahasa Inggris, populer dengan nama System of Rice Intensification disingkat SRI. SRI menjadi terkenal
di dunia melalui upaya dari Norman Uphoff Director CIIFAD. Pada tahun 1987, Uphoff mengadakan presentase SRI di Indonesia yang merupakan kesempatan
pertama SRI dilaksanakan di luar Madagaskar dan hasil metode SRI sangat memuaskan Mutakin, 2013.
Berdasarkan hasil pengembangan program SRI di beberapa negara, di peroleh hasil input produksi yang cukup signifikan, hasil produksi tanaman padi dapat
dilihat sebagai berikut Saragih, 2011 : 1. China 2004, hasil naik dari 3 tonha menjadi 7,5 tonha dengan hasil
tertinggi 20,4 tonha dan penghematan air sebesar 42 . Saat ini input produksi padi sekitar 13 tonha.
2. India 50 petani, 2003-2004, hasil meningkat dari 7,1 tonha menjadi 9,7 tonha dengan input produksi tertingginya adalah sebesar 15 tonha.
10
3. Kamboja 5 propinsi, 2004, hasil naik sebesar 41 dan pendapatan naik sebesar 74 .
4. Sri Langka, hasil naik sebesar 50 , efisiensi air 90 , pendapatan bersih 112 , dan pengurangan biaya produksi sebesar 17 – 27 .
5. Indonesia oleh Agency for Agricultural Research and Development AARD, 2004, dengan hasil rata-rata 7 sd 9 ton. Hasil uji coba petani terbaru SRI
memberikan hasil 10 sd 18 tonha.
2.1.2 Metode System of Rice Intensification SRI
System of Rice Intensification SRI merupakan suatu metode budidaya tani padi yang intensif ruang dan efisien bahan berbasis pengelolaan interaksi tanaman
dengan bioreaktornya yang mencakup mekanisme siklus ruang yang dibangun oleh bahan organik kompos dan siklus kehidupan yang dibangun oleh semaian
mikoorganisme lokal MOL Purwasasmita dan Alik, 2012. Pakar pertanian Barat menyebutkan bahwa sistem pertanian organik merupakan
”Hukum Pengembalian Law of Return” yang berarti suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan organik ke dalam tanah, baik dalam
bentuk residu dan limbah pertanaman maupun ternak yang selanjutnya bertujuan memberi makanan pada tanaman. Filosopi yang melandasi pertanian organik
adalah mengembangkan prinsip – prinsip memberi makanan pada tanah yang selanjutnya tanah menyediakan makanan untuk tanaman dan bukan memberi
makanan langsung pada tanaman Susanto, 2002.
Kegunaan budidaya organik sistem SRI pada dasarnya ialah meniadakan atau membatasi kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan oleh budidaya
kimiawi. Beberapa hal yang mencakup kegunaan budidaya organik dalam meniadakan atau membatasi keburukan budidaya kimiawi dan kemungkinan
resiko terhadap lingkungan, adalah Rachmiyanti, 2009 : a. Menghemat penggunaan hara tanah,
b. Melindungi tanah terhadap kerusakan dan mencegah degradasi tanah. c. Meningkatkan penyediaan lengas tanah sehingga menghindarkan
kemungkinan resiko kekeringan dan memperbaiki ketersediaan hara tanah dan hara yang berasal dari pupuk mineral,
d. Menghindarkan terjadinya ketimpangan unbalance hara, bahkan dapat memperbaiki neraca balance hara dalam tanah.
e. Tidak membahayakan kehidupan Flora dan Fauna tanah, bahkan dapat menyehatkan.
f. Tidak menimbulkan pencemaran lingkungan, khususnya atas sumberdaya air. g. Merupakan teknologi berkemampuan ganda yaitu sumber hara dan pembenah
tanah.
Pelaksanaan System of Rice Intensification melalui penerapan komponen teknologi secara terpadu berupa paket rekomendasi yang berlaku umum, antara
lain meliputi penanaman bibit muda umur 8 – 15 hari saat tanaman berdaun dua helai dan satu tanaman per lubang yang dilakukan segera setelah dipindah dari
persemaian, pengairan berselang intermitten, pengaturan jarak tanam, penyiangan gulma dengan landak 2 – 4 kali sebelum fase primordia, penggunaan
kompos sebanyak mungkin sebelum tanam, pemupukan anorganik dapat juga ditambahkan dengan rekomendasi pemupukan setempat. Model ini mampu
memberikan hasil padi antara 7 – 12 ton ha Rochayati, 2011.
2.1.3 Input Produksi Pertanian
Dalam sistem pertanian membutuhkan input untuk berproduksi. Input produksi sangat berperan mulai dari pertumbuhan tanaman padi sampai dengan
perkembangan tanaman tersebut. Terdapat beberapa jenis input produksi yang biasa digunakan oleh petani seperti benih, pupuk, pestisida dan tenaga kerja.
Pada penelitian ini akan dikaji bagaimana metode SRI tersebut mampu menghemat penggunaan input - input produksi pada usahatani padi sawah.
a. Pupuk
Pembudidayaan tanaman dengan menggunakan sistem pertanian organik mulai dari input hingga outputnya harus menerapkan sistem organik pula, salah satu
inputnya yaitu pupuk. Pupuk merupakan salah satu komponen penting dalam pemeliharaan yang menggunakan sistem pertanian organik ini. Pupuk yang
digunakan juga harus pupuk organik Rachmiyanti, 2009. Pupuk merupakan salah satu komponen penting dalam perkembangan dan
pemeliharaan tanaman. Pada umumnya pupuk yang digunakan dalam budidaya padi sawah ada dua jenis, yaitu pupuk organik dan pupuk kimia. Definisi yang
dikemukakan oleh International Organization for Standardization ISO dalam Sutanto 2002 menyatakan bahwa pupuk organik merupakan bahan organik atau
bahan karbon, pada umumnya berasal dari tumbuhan dan atau hewan, ditambahkan ke dalam tanah secara spesifik sebagai sumber hara, pada umumnya
mengandung nitrogen yang berasal dari tumbuhan dan atau hewan. Pupuk kimia adalah pupuk yang berasal dari proses rekayasa secara kimia, fisik atau biologis
yang merupakan hasil industri atau hasil dari pabrik pembuat pupuk. Pada
umumnya jenis pupuk kimia yang digunakan dalam budidaya meliputi Saragih, 2011 :
a. pupuk hara makro primer yaitu pupuk yang mengandung unsur hara utama N, P atau K baik tunggal maupun majemuk seperti Urea, TSP, SP-36, ZA, KCl,
Phospat Alam, NP, NK, PK dan NPK; b. Pupuk hara makro sekunder, yaitu pupuk yang mengandung unsur Calsium
Ca, Magnesium Mg dan Belerang S seperti Dolomit, Kiserit; c. Pupuk hara makro campuran yaitu pupuk yang mempunyai kandungan hara
utama N, P dan K yang dilengkapi unsur-unsur hara mikro seperti Seng Zn, Boron B, Tembaga Cu, Cobalt Co, Mangan Mn, Molibdenum Mo.
Pupuk hara campuran tersebut dapat berbentuk padat atau cair d. Pupuk hara mikro yaitu pupuk yang mempunyai kandungan hara mikro Zn, B,
Cu, Co, Mn dan Mo; e. Pupuk anorganik lainnya.
b. Benih