Benih Tenaga Kerja Persiapan benih

umumnya jenis pupuk kimia yang digunakan dalam budidaya meliputi Saragih, 2011 : a. pupuk hara makro primer yaitu pupuk yang mengandung unsur hara utama N, P atau K baik tunggal maupun majemuk seperti Urea, TSP, SP-36, ZA, KCl, Phospat Alam, NP, NK, PK dan NPK; b. Pupuk hara makro sekunder, yaitu pupuk yang mengandung unsur Calsium Ca, Magnesium Mg dan Belerang S seperti Dolomit, Kiserit; c. Pupuk hara makro campuran yaitu pupuk yang mempunyai kandungan hara utama N, P dan K yang dilengkapi unsur-unsur hara mikro seperti Seng Zn, Boron B, Tembaga Cu, Cobalt Co, Mangan Mn, Molibdenum Mo. Pupuk hara campuran tersebut dapat berbentuk padat atau cair d. Pupuk hara mikro yaitu pupuk yang mempunyai kandungan hara mikro Zn, B, Cu, Co, Mn dan Mo; e. Pupuk anorganik lainnya.

b. Benih

Pada sistem SRI semua varietas padi bisa digunakan. Namun, sebaiknya dalam budidaya padi digunakan benih unggul. Untuk mendapatkan benih unggul, perlu dilakukan uji viabilitas daya kecambah dan vigoritas benih dengan merendamnya dalam larutan garam. Hal ini dilakukan utuk mendapatkan benih yang paling bermutu Trubus, 2013. Umumnya benih dikatakan bermutu jika jenisnya murni lokal, beras nasional bernas, kering, sehat, bebas dari penyakit, bebas dari campuran biji rerumputan yang tidak dikehendaki, dan daya kecambahnya paling tidak mencapai 90 . Menurut Boer 2009 ada beberapa klasifikasi benih yang bersertifikat sesuai dengan keturunan dan mutunya Saragih, 2011 : 1. Benih Penjenis Breeder seed adalah benih pembiak vegetatif yang dihasilkan langsung oleh pemulia tanaman yang digunakan untuk menghasilkan benih dasar. 2. Benih dasar foundation seed merupakan turunan pertama dari benih penjenis, identitas genetif dan kemurniannya dijaga baik. 3. Benih pokok, merupakan turunan dasar dari benih dasar, identitas dan kemurniannya dipertahankan sebaik mungkin. 4. Benih sebar, turunan dari benih pokok untuk memproduksi tanaman.

c. Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan salah satu input produksi penting dalam setiap usahatani. Terdapat tiga jenis tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani yaitu manusia, ternak, dan mekanik. Tenaga kerja manusia dapat diperoleh dari dalam keluarga itu sendiri atau dari luar keluarga. Tenaga kerja manusia dibedakan atas tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak. Tenaga kerja manusia dapat mengerjakan semua jenis pekerjaan usahatani berdasarkan tingkat kemampuannya. Tenaga kerja ternak digunakan untuk pengolahan tanah dan untuk pengangkutan. Sedangkan tenaga kerja mekanik bersifat substitusi pengganti ternak dan atau manusia. Jika kekurangan tenaga kerja, petani dapat memperkerjakan tenaga kerja dari luar keluarga dengan memberi balas jasa berupa upah Rachmiyanti, 2009.

d. Pestisida

Pestisida merupakan salah satu input produksi yang digunakan oleh para petani untuk menjaga tanaman dari serangan hama penyakit. Namun pada umumnya penggunaan pestisida digunakan pada pertanian Konvensional, sedangkan pada pertanian organik tidak menggunakan pestisida kimia. Pestisida terdiri dari pestisida kimia dan pestisida alami. Pestisida kimia terdiri dari dua jenis yaitu pestisida padat dan pestisida cair. Penggunaan pestisida tergantung dari kondisi lingkungan dan hama yang menyerang tanaman tersebut. Pada umumnya pestisida yang digunakan oleh petani padi Konvensional adalah pestisida cair. Pada pertanian organik menggunakan pestisida alami yang dibuat oleh petani dengan menggunakan bahan-bahan yang alami dan ramah lingkungan.

2.1.4 Prinsip Dasar Budidaya SRI

Secara umum dalam konsep SRI tanaman diperlakukan sebagai organisme hidup sebagaimana mestinya, tidak diperlakukan seperti mesin yang dapat dimanipulasi. Tanaman padi dikembangkan dengan cara memberikan kondisi yang sesuai dengan pertumbuhannya. Hal ini karena SRI menerapkan konsep sinergi, dimana semua komponen teknologi SRI berinteraksi secara positif dan saling menunjang sehingga hasil secara keseluruhan lebih banyak daripada jumlah masing-masing bagian. Terdapat beberapa komponen penting dalam penerapan SRI yaitu Trubus, 2013 : 1. Pemakaian benih 1 lubang 1 tanaman 2. Umur bibit di persemaian sekitar 5 – 12 hari daun 3. Bibit ditanam maksimal 30 menit setelah dicabut dari persemaian 4. Sawah ditanami dalam kondisi macak – macak tinggi air maksimum 2 cm 5. Penyiangan dilakukan setiap 10 hari dengan terlebih dahulu memasukkan air hingga setinggi 5 cm selama 2 hari 6. Struktur tanah sawah harus gembur dan kaya bahan organik. Hal paling mendasar dalam budidaya SRI adalah menerapkan irigasi intermiten, artinya siklus basah kering bergantung pada kondisi lahan, tipe tanah dan ketersediaan air. Selama waktu penanaman lahan tidak tergenang tetapi macak- macak basah tapi tidak tergenang. Cara ini bisa menghemat 46 air dan juga mencegah kerusakan akar tanaman. Penggenangan air menyebabkan kerusakan jaringan perakaran akibat terbatasnya suplai oksigen. Semakin tinggi air semakin kecil oksigen terlarut, dampaknya akar tanaman tidak mampu mengikat oksigen sehingga jaringan perakaran rusak. Disamping menghemat air, budidaya intensif itu juga menghemat penggunaan bibit, sebab satu lubang tanam hanya ditanam satu bibit. Dengan menanam satu bibit per lubang berarti menghindari perebutan cahaya atau hara dalam tanah sehingga sistem perakaran dan pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik. Sebaliknya jika penanaman terdiri atas 9 bibit per lubang menyebabkan terjadinya kompetisi hara pada tanaman trubus, 2008. Dalam pertanian SRI digunakan bibit muda berumur 5 - 12 hari pasca semai dan terdiri atas dua daun. Penggunaan bibit muda berdampak positif karena lebih mudah beradaptasi dan tidak gampang stres, ini dikarenakan perakaran belum panjang maka penanaman pun tidak perlu terlalu dalam cukup 1-2 cm dari permukaan tanah. Untuk menghasilkan bibit muda yang berkualitas petani mempersiapkan sejak penyemaian. Populasi di persemaian 50 grm 2 dimaksudkan agar bibit cepat besar, karena tidak terjadi persaingan unsur hara, dengan demikian bibit sudah siap tanam pada umur 5-12 hari. Transplantasi saat bibit muda dapat mengurangi guncangan dan meningkatkan kemampuan tanaman dalam memproduksi batang dan akar selama pertumbuhan vegetatif, sehingga jumlah anakan batang yang muncul lebih banyak dalam satu rumpun, dan bulir padi yang dihasilkan oleh malai padi juga lebih banyak. Petani SRI menanam bibit muda dengan jarak tanam 40 cm x 30 cm, total populasi dalam satu hektar mencapai 83.000 tanaman, sementara pada sistem Konvensional berjarak tanam 20 cm x 20 cm terdiri atas 250 ribu tanaman. Pada jarak tanam longgar sinar matahari dapat menembus sela - sela tanaman dengan baik. Tanaman memerlukan sinar matahari untuk melakukan proses fotosintesis yang bertujuan unutk menjaga pasokan makanan tercukupi. Dengan demikian dalam umur 30 hari, dari satu bibit sudah menghasilkan 65 anakan Saragih, 2011.

2.1.5 Teknik Budidaya Padi SRI

Pertanian padi metode SRI pada dasarnya tidak berbeda dengan padi Konvensional. Usahatani padi metode SRI diberikan masukan bahan organik baik pupuk dan pestisidanya. Sedangkan usahatani padi Konvensional masukannya berupa bahan kimia sintetik. Namun dari pola tanam padi SRI sedikit berbeda dengan padi Konvensional, yaitu pada teknik persemaian, pengolahan tanah, penanaman, dan pengaturan air Mutakin, 2007.

a. Persiapan benih

Benih sebelum disemai diuji dalam larutan air garam. Larutan air garam yang cukup untuk menguji benih adalah larutan yang apabila dimasukkan telur, maka telur akan terapung. Benih yang baik untuk dijadikan benih adalah benih yang tenggelam dalam larutan tersebut. Kemudian benih telah diuji direndam dalam air biasa selama 24 jam kemudian ditiriskan dan diperam 2 hari, kemudian disemaikan pada media tanah dan pupuk organik 1:1 di dalam wadah segi empat ukuran 20 x 20 cm Nampan selama 7 hari. Setelah umur 7 - 10 hari benih padi sudah siap ditanam Mutakin, 2005.

b. Pengolahan Lahan

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Pendapatan Petani Sistem Tanam SRI (System of Rice Intensification) Dengan Petani Sistem Tanaman Legowo (Studi Kasus: Desa Pematang Setrak, Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai)

2 84 123

Koefisien Tanaman Padi Dengan Teknologi System Of Rice Intensification (Sri) Dan Sistem Konvensional

0 4 35

Evaluasi Pelaksanan Sistem Tanam Sri (System of Rice Intensification) pada Petani Padi Sawah Terhadap Pendapatan Usaha Tani (Studi Kasus: Desa Pematang Setrak, Kecamatan Tanjung Buluh, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 7 95

ANALISIS KOMPARASI USAHATANI PADI SAWAH METODE SRI (System of Rice Intensification) DAN KONVENSIONAL DI KECAMATAN GERIH KABUPATEN NGAWI.

0 4 142

SAWAH System of Rice Intensification (SRI) (Studi Kasus: Desa Pematang Setrak, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai) SKRIPSI

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN - Analisis Perbandingan Usaha Tani Padi Sawah Sistem Sri (System Of Rice Intensification) Dengan Sistem Konvensional Di Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 20

BAB I PENDAHULUAN - Analisis Perbandingan Usaha Tani Padi Sawah Sistem Sri (System Of Rice Intensification) Dengan Sistem Konvensional Di Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 9

Analisis Komparasi Pendapatan Petani Sistem Tanam SRI (System of Rice Intensification) Dengan Petani Sistem Tanaman Legowo (Studi Kasus: Desa Pematang Setrak, Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai)

0 1 46

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Komparasi Pendapatan Petani Sistem Tanam SRI (System of Rice Intensification) Dengan Petani Sistem Tanaman Legowo (Studi Kasus: Desa Pematang Setrak, Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 15

ANALISIS KOMPARASI USAHATANI PADI SAWAH METODE SRI (System of Rice Intensification) DAN KONVENSIONAL DI KECAMATAN GERIH KABUPATEN NGAWI

0 0 20