d. Pestisida
Pestisida merupakan salah satu input produksi yang digunakan oleh para petani untuk menjaga tanaman dari serangan hama penyakit. Namun pada umumnya
penggunaan pestisida digunakan pada pertanian Konvensional, sedangkan pada pertanian organik tidak menggunakan pestisida kimia. Pestisida terdiri dari
pestisida kimia dan pestisida alami. Pestisida kimia terdiri dari dua jenis yaitu pestisida padat dan pestisida cair. Penggunaan pestisida tergantung dari kondisi
lingkungan dan hama yang menyerang tanaman tersebut. Pada umumnya pestisida yang digunakan oleh petani padi Konvensional adalah pestisida cair. Pada
pertanian organik menggunakan pestisida alami yang dibuat oleh petani dengan menggunakan bahan-bahan yang alami dan ramah lingkungan.
2.1.4 Prinsip Dasar Budidaya SRI
Secara umum dalam konsep SRI tanaman diperlakukan sebagai organisme hidup sebagaimana mestinya, tidak diperlakukan seperti mesin yang dapat dimanipulasi.
Tanaman padi dikembangkan dengan cara memberikan kondisi yang sesuai dengan pertumbuhannya. Hal ini karena SRI menerapkan konsep sinergi, dimana
semua komponen teknologi SRI berinteraksi secara positif dan saling menunjang sehingga hasil secara keseluruhan lebih banyak daripada jumlah masing-masing
bagian. Terdapat beberapa komponen penting dalam penerapan SRI yaitu Trubus, 2013 :
1. Pemakaian benih 1 lubang 1 tanaman 2. Umur bibit di persemaian sekitar 5 – 12 hari daun
3. Bibit ditanam maksimal 30 menit setelah dicabut dari persemaian
4. Sawah ditanami dalam kondisi macak – macak tinggi air maksimum 2 cm 5. Penyiangan dilakukan setiap 10 hari dengan terlebih dahulu memasukkan air
hingga setinggi 5 cm selama 2 hari 6. Struktur tanah sawah harus gembur dan kaya bahan organik.
Hal paling mendasar dalam budidaya SRI adalah menerapkan irigasi intermiten, artinya siklus basah kering bergantung pada kondisi lahan, tipe tanah dan
ketersediaan air. Selama waktu penanaman lahan tidak tergenang tetapi macak- macak basah tapi tidak tergenang. Cara ini bisa menghemat 46 air dan juga
mencegah kerusakan akar tanaman. Penggenangan air menyebabkan kerusakan jaringan perakaran akibat terbatasnya suplai oksigen. Semakin tinggi air semakin
kecil oksigen terlarut, dampaknya akar tanaman tidak mampu mengikat oksigen sehingga jaringan perakaran rusak. Disamping menghemat air, budidaya intensif
itu juga menghemat penggunaan bibit, sebab satu lubang tanam hanya ditanam satu bibit. Dengan menanam satu bibit per lubang berarti menghindari perebutan
cahaya atau hara dalam tanah sehingga sistem perakaran dan pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik. Sebaliknya jika penanaman terdiri atas 9 bibit per
lubang menyebabkan terjadinya kompetisi hara pada tanaman trubus, 2008. Dalam pertanian SRI digunakan bibit muda berumur 5 - 12 hari pasca semai dan
terdiri atas dua daun. Penggunaan bibit muda berdampak positif karena lebih mudah beradaptasi dan tidak gampang stres, ini dikarenakan perakaran belum
panjang maka penanaman pun tidak perlu terlalu dalam cukup 1-2 cm dari permukaan tanah. Untuk menghasilkan bibit muda yang berkualitas petani
mempersiapkan sejak penyemaian. Populasi di persemaian 50 grm
2
dimaksudkan agar bibit cepat besar, karena tidak terjadi persaingan unsur hara, dengan
demikian bibit sudah siap tanam pada umur 5-12 hari. Transplantasi saat bibit muda dapat mengurangi guncangan dan meningkatkan kemampuan tanaman
dalam memproduksi batang dan akar selama pertumbuhan vegetatif, sehingga jumlah anakan batang yang muncul lebih banyak dalam satu rumpun, dan bulir
padi yang dihasilkan oleh malai padi juga lebih banyak. Petani SRI menanam bibit muda dengan jarak tanam 40 cm x 30 cm, total populasi dalam satu hektar
mencapai 83.000 tanaman, sementara pada sistem Konvensional berjarak tanam 20 cm x 20 cm terdiri atas 250 ribu tanaman. Pada jarak tanam longgar sinar
matahari dapat menembus sela - sela tanaman dengan baik. Tanaman memerlukan sinar matahari untuk melakukan proses fotosintesis yang bertujuan unutk menjaga
pasokan makanan tercukupi. Dengan demikian dalam umur 30 hari, dari satu bibit sudah menghasilkan 65 anakan Saragih, 2011.
2.1.5 Teknik Budidaya Padi SRI