Analisis Hubungan Return on Assets, Financal Leverage, Firm Size, dan Umur Perusahaan dengan Underpricing Saham Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia

(1)

SKRIPSI

ANALISIS HUBUNGAN RETURN ON ASSETS, FINANCIAL LEVERAGE, FIRM SIZE, DAN UMUR PERUSAHAAN DENGAN UNDERPRICING

SAHAM PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA

OLEH

MANUELLA L. TOBING 080502134

PROGRAM STUDI MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAK

“ANALISIS HUBUNGAN RETURN ON ASSETS, FINANCIAL LEVERAGE, FIRM SIZE, DAN UMUR PERUSAHAAN DENGAN UNDERPRICING

SAHAM PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA”

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara Return on Asset, Financial Leverage, Firm Size, dan Umur Perusahaan terhadap Underpricing pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.

Penelitian ini merupakan penelitian asosiatif yang bertujuan untuk menghubungkan dua variabel atau lebih atau bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya. Data dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia. Metode analisis yang digunakan untuk melihat hubungan setiap variabel bebas terhadap variabel terikat adalah analisis deskriptif dan metode analisis korelasi pearson.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Financial leverage dan umur perusahaan mempunyai hubungan yang signifikan terhadap underpricing, sedangkan variabel ROA dan firm size tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap underpricing.

Kata kunci : Underpricing, ROA, Financial Leverage, Firm Size, dan Umur Perusahaan.


(3)

ABSTRACT

"ANALYSIS OF RELATION RETURN ON ASSETS, FINANCIAL LEVERAGE, FIRM SIZE, AND THE AGE OF COMPANY

THROUGH UNDERPRICING STOCK ON MANUFACTURING COMPANY IN INDONESIA STOCK EXCHANGE"

This research aimed to analyze the relationships between Return on Assets, Financial Leverage, Firm Size, and Age of the manufacturing companies in Indonesia Stock Exchange. Type of data used in this study is secondary data.

This research is associative linking two or more variables or how one variable affects another variable. The data in this study is a secondary data obtained from the Indonesia Stock Exchange. Methods of analysis used to look at the relationship of each independent variable on the dependent variable is the descriptive analysis and Pearson correlation analysis methods. The results showed that the variables Financial leverage and firm age has a significant relationship to underpricing, while the ROA and the firm size variable has no significant relationship to underpricing.

Key words: Underpricing, ROA, Financial Leverage, Firm Size, and Age of the Company.


(4)

KATA PENGANTAR

Dengan segenap kemurahan hati, Penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Allah Tritunggal karena atas segala kasih, berkat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan pembuatan skripsi ini dengan judul “ Analisis Hubungan

Return on Assets, Financal Leverage, Firm Size, dan Umur Perusahaan dengan Underpricing Saham Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia”. Penyusunan skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Manajemen pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orangtua penulis: Bresman Lumban Tobing dan Donna Hutagalung yang memberikan bimbingan, inspirasi, kasih sayang, kesabaran, dan dukungan moril dan materil, serta doa yang tak berkeputusan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dorongan dan doa dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada semua pihak , yaitu :

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Isfenti Sadalia, SE., ME., selaku Ketua Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Marhayanie Msi., selaku Sekretaris Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dr. Endang Sulistya Rini, SE., Msi., selaku Ketua Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(5)

5. Bapak Syafrizal H. Situmorang, SE., MSi., selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing penulis selama penulisan skripsi ini.

6. Bapak Dr. Drs. Muslich Lufti, MBA., selaku Dosen Pembaca yang telah memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

7. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi Departemen Manajemen yang telah memberikan pelajaran yang berharga selama masa perkuliahan.

8. Pegawai Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara untuk segala jasanya selamanya masa perkuliahan dan penyusunan skripsi telah membantu penulis.

9. Kakakku Marietta Lady Tobing dan Stevi Febrina Tobing, Abangku Vicky Tobing, Adikku Ananda Guntur Tobing, Abang iparku Sahat Panjaitan, dan keponakanku tersayang Olivia dan Kathleen Panjaitan, yang memberikan dukungan dan doa.

10. Sahabat-sahabatku: Yosi Maulana Sitorus, Naomi Laura Hutapea, Cempaka Kezia Siburian, Indriana Tobing, SE., Yetti Astria Bintang, SE . 11. Kepada seluruh teman-teman khususnya manajemen 2008, penulis

ucapkan terimakasih atas dukungan dan kebersamaan selama ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak demi penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan peneliti selanjutnya.

Medan, Mei 2012 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ……….. ix

BAB I PENDAHULUAN --- 1

1.1 Latar Belakang Masalah --- 1

1.2 Perumusan Masalah --- 8

1.3 Tujuan Penelitian --- 8

1.4 Manfaat Penelitian --- 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA --- 10

2.1 Uraian Teoritis --- 10

2.1.1 Pasar Modal --- 10

2.1.2 Saham --- 12

2.1.3 Mekanisme Perdagangan Saham --- 13

2.1.4 Initial Public Offering (IPO) --- 16

2.1.5 Underpricing --- 19

2.1.6 Return on Asset --- 22

2.1.7 Financial Leverage --- 23

2.1.8 Firm Size --- 23

2.1.9 Umur Perusahaan --- 25

2.2 Penelitian Terdahulu --- 25

2.3 Kerangka Konseptual --- 30

2.4 Hipotesis --- 34

BAB III METODE PENELITIAN --- 35

3.1 Jenis Penelitian --- 35

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian --- 35

3.3 Batasan Operasional --- 35

3.4 Definisi Operasional --- 36

3.5 Populasi dan Sampel --- 39

3.6 Jenis Data --- 42

3.7 Metode Pengumpulan Data --- 42

3.8 Teknik Analisis --- 43


(7)

4.1 Sejarah Bursa Efek Indonesi --- 47

4.2 Gambaran Umum Perusahaan --- 50

4.3 Hasil Penelitian dan Pembahasan --- 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN --- 83

5.1 Kesimpulan --- 83

5.2 Saran --- 84

DAFTAR PUSTAKA --- 85


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Proses Penentuan Sampel --- 40

Tabel 3.2 Nama-nama Perusahaan yang Diteliti --- 40

Tabel 3.3 Kriteria Interpretasi korelasi --- 44

Tabel 4.1 Profil perusahaan manufaktur yang diteliti --- 51

Tabel 4.2 Rata-rata Underpricing Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia --- 56

Tabel 4.3 Rata-rata Return on Assets Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia--- 61

Tabel 4.4 Rata-rata Financial Leverage Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia --- 64

Tabel 4.5 Rata-rata Firm Size Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia --- 66

Tabel 4.6 Rata-rata Umur Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia diteliti --- 69

Tabel 4.7 Hasil Nilai Koefisien Korelasi Return on Assets dengan Underpricing program SPSS versi 19.0 for windows --- 73

Tabel 4.8 Hasil Nilai Koefisien Korelasi Financial Leverage dengan Underpricing program SPSS versi 19.0 for windows --- 75

Tabel 4.9 Hasil Nilai Koefisien Korelasi Firm Size dengan Underpricing program SPSS versi 19.0 for windows --- 77

Tabel 4.10 Hasil Nilai Koefisien Korelasi Umur Perusahaan dengan Underpricing program SPSS versi 19.0 for windows --- 79

Tabel 4.11 Hasil Nilai Uji Determinan Return On Assets , Financial Leverage, Frim Size¸dan Umur Perusahaan terhadap Underpricing program SPSS versi 19.0 for windows --- 81


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Kerangka Konseptual --- 33


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Tabulasi Hasil Penelitian --- 89 Lampiran 1 Hasil Pengolahan dengan SPSS 19.0 For Windows --- 95


(11)

ABSTRAK

“ANALISIS HUBUNGAN RETURN ON ASSETS, FINANCIAL LEVERAGE, FIRM SIZE, DAN UMUR PERUSAHAAN DENGAN UNDERPRICING

SAHAM PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA”

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara Return on Asset, Financial Leverage, Firm Size, dan Umur Perusahaan terhadap Underpricing pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.

Penelitian ini merupakan penelitian asosiatif yang bertujuan untuk menghubungkan dua variabel atau lebih atau bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya. Data dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia. Metode analisis yang digunakan untuk melihat hubungan setiap variabel bebas terhadap variabel terikat adalah analisis deskriptif dan metode analisis korelasi pearson.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Financial leverage dan umur perusahaan mempunyai hubungan yang signifikan terhadap underpricing, sedangkan variabel ROA dan firm size tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap underpricing.

Kata kunci : Underpricing, ROA, Financial Leverage, Firm Size, dan Umur Perusahaan.


(12)

ABSTRACT

"ANALYSIS OF RELATION RETURN ON ASSETS, FINANCIAL LEVERAGE, FIRM SIZE, AND THE AGE OF COMPANY

THROUGH UNDERPRICING STOCK ON MANUFACTURING COMPANY IN INDONESIA STOCK EXCHANGE"

This research aimed to analyze the relationships between Return on Assets, Financial Leverage, Firm Size, and Age of the manufacturing companies in Indonesia Stock Exchange. Type of data used in this study is secondary data.

This research is associative linking two or more variables or how one variable affects another variable. The data in this study is a secondary data obtained from the Indonesia Stock Exchange. Methods of analysis used to look at the relationship of each independent variable on the dependent variable is the descriptive analysis and Pearson correlation analysis methods. The results showed that the variables Financial leverage and firm age has a significant relationship to underpricing, while the ROA and the firm size variable has no significant relationship to underpricing.

Key words: Underpricing, ROA, Financial Leverage, Firm Size, and Age of the Company.


(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pada umumnya setiap perusahaan mempunyai keinginan untuk memperluas usahanya, hal ini dilakukan dengan mengadakan ekspansi. Untuk melakukan ekspansi ini perusahaan memerlukan tambahan modal cukup besar. Dalam rangka memenuhi kebutuhan dana yang cukup besar tersebut, seringkali dana yang diambil dari dalam perusahaan tidak cukup. Pemenuhan dana dapat dilakukan melalui pinjaman utang atau dengan menambah pilihan investasi. Menambah pilihan investasi dilakukan di pasar modal, dengan cara melakukan emisi saham.

Kegiatan menjual saham oleh perusahaan dilakukan oleh perusahaan terbuka. Pasar modal berperan penting bagi pembangunan ekonomi sebagai salah satu sumber pembiayaan eksternal bagi dunia usaha dan wahana investasi bagi masyarakat. Segala permintaan dan penawaran akan saham-saham perusahaan terbuka terjadi disini. Di tempat ini pulalah para investor dapat melakukan investasi dengan cara pemilikan surat berharga bagi perusahaan. Menurut UU No. 8 Tahun 1995, Bab I Pasal 1 Butir 13 Tentang Pasar Modal menyebutkan bahwa : “Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.”

Pasar modal disini mencakup pasar perdana ( primary market ) dan pasar sekunder ( secondary market ). Pasar perdana adalah pasar dimana untuk pertama kalinya efek baru dijual kepada investor oleh perusahaan yang mengeluarkan efek tersebut. Tujuan yang ingin dicapai melalui pasar perdana adalah emiten


(14)

mendapatkan dana sebesar jumlah saham yang ditawarkan. Namun pasar perdana tidak akan berfungsi dengan baik tanpa ada pasar sekunder. Pasar sekunder adalah pasar tempat sekuritas yang telah diterbitkan sebelumnya diperdagangkan antara investor (Brealey Myers Marcus 2007 : 160). Tujuan utama dari pasar ini adalah menyelenggarakan perdagangan saham yang sudah ada di tangan investor, sehingga investor yang ingin menjual dan atau membeli sejumlah saham dapat terlaksana.

Pasar modal dalam bentuk konkrit berupa Bursa Efek (securities / stock exchange). Bursa efek sebenarnya sama dengan pasar-pasar lainnya yaitu tempat bertemunya penjual dan pembeli, hanya saja yang diperdagangkan adalah efek. Di Indonesia ada 2 bursa efek yaitu BEJ (Bursa Efek Jakarta) dan BES (Bursa Efek Surabaya). Bursa hasil penggabungan dari disingkat dengan BEI.

Beberapa waktu terakhir pasar modal Indonesia telah menunjukkan perkembangan yang cukup menggairahkan, menjadikan semakin banyaknya saham yang terdaftar di Bursa Efek, hal ini tentunya memerlukan strategi tertentu untuk membeli saham yang kiranya akan menguntungkan, dimana saham-saham yang dijual pada pasar perdana dapat menjadi pilihan untuk berinvestasi. Kegiatan perusahaan untuk menjual sahamnya kepada publik melalui pasar modal untuk pertama kalinya disebut sebagai penawaran umum perdana atau yang dikenal sebagai Initial Public Offering (IPO) diharapkan akan berakibat pada


(15)

membaiknya prospek perusahaan yang terjadi karena ekspansi yang akan dilakukan.

Membaiknya prospek perusahaan ini akan menyebabkan harga saham yang ditawarkan menjadi lebih tinggi. Kinerja perusahaan sebelum IPO merupakan informasi bagi investor mengenai pertumbuhan kinerja perusahaan berikutnya sesudah perusahaan melakukan IPO. Investor berharap bahwa kinerja perusahaan berikutnya sesudah IPO dapat dipertahankan atau bahkan dapat lebih ditingkatkan. Masalah yang seringkali timbul dari kegiatan IPO adalah terjadinya underpricing yang menunjukkan bahwa sebenarnya harga saham pada waktu penawaran perdana relatif lebih rendah dibanding pada saat diperdagangkan di pasar sekunder. Pada saat perusahaan melakukan IPO, harga saham yang dijual pasar perdana ditentukan berdasarkan kesepakatan antara perusahaan emiten dan penjamin emisi (underwriter), sedangkan harga yang terjadi di pasar sekunder ditentukan oleh mekanisme pasar yang telah ada melalui kekuatan permintaan dan penawaran saham tersebut di pasar modal.

Kondisi ini dapat terjadi karena perusahaan calon emiten dan penjamin emisi efek secara bersama-sama mengadakan kesepakatan dalam menentukan harga perdana saham namun mereka mempunyai kepentingan yang berbeda. Sebagai pihak yang membutuhkan dana, emiten menginginkan harga perdana yang tinggi karena dengan harga perdana yang tinggi maka emiten dapat memperoleh dana sebesar yang diharapkan, namun tidak demikian halnya dengan penjamin emisi efek. Penjamin emisi efek berusaha meminimalkan risiko penjaminan yang menjadi tanggung jawabnya dengan menentukan harga yang


(16)

dapat diterima oleh para investor. Dengan menentukan harga yang relatif dapat diterima investor maka penjamin emisi efek berharap akan dapat menjual semua saham yang dijaminnya.

Fenomena underpricing terjadi di berbagai pasar modal di seluruh dunia karena adanya asimetri informasi. Asimetri informasi bisa terjadi antara emiten dan penjamin emisi, maupun antar investor. Untuk mengurangi adanya asimetri informasi maka dilakukanlah penerbitan prospektus oleh perusahaan yang berisi informasi dari perusahaan yang bersangkutan. Informasi yang tercantum dalam prospektus terdiri dari informasi yang sifatnya keuangan dan non keuangan. Kondisi underpricing merugikan untuk perusahaan yang melakukan go public, karena dana yang diperoleh dari publik tidak maksimum. Sebaliknya jika terjadi overpricing, maka investor akan merugi, karena mereka tidak menerima initial return (return awal). Initial return adalah keuntungan yang didapat pemegang saham karena perbedaan harga saham yang dibeli di pasar perdana dengan harga jual saham yang bersangkutan di pasar sekunder .

Penelitian tentang tingkat underpricing dan harga saham dihubungkan dengan informasi pada prospektus merupakan hal yang menarik bagi peneliti keuangan untuk mengevaluasi secara empiris perilaku investor dalam pembuatan keputusan investasi di pasar modal. Riset-riset sebelumnya mengenai pengaruh informasi keuangan dan informasi non keuangan terhadap initial return atau underpricing sudah ada dilakukan baik di bursa saham luar negeri maupun Indonesia. Banyak rasio-rasio keuangan yang mungkin mempengaruhi underpricing. Hal inilah yang mendorong penelitian dilakukan di bidang ini.


(17)

Ada berbagai macam teknik untuk menganalisis kinerja keuangan perusahaan. Salah satunya adalah dengan cara menganalisis rasio-rasio pada laporan keuangan emiten. Karena selain dengan menganalisis kemampuan perusahaan tersebut untuk mencetak laba perlu diperhitungkan juga kemampuan perusahaan untuk bertahan dan membayar hutang. Salah satu rasio tersebut adalah rasio financial leverage.

Pengukuran profitabilitas perusahaan dapat dilihat melalui Return On Asset (ROA) emiten tersebut. ROA merupakan suatu rasio penting yang dapat dipergunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba dengan aset yang dimilikinya. Investor yang hendak menanamkan modalnya dapat mempergunakan rasio ini sebagai bahan pertimbangan apakah emiten dalam operasinya nanti dapat memperoleh laba. Dengan kemampuan emiten yang tinggi untuk menghasilkan laba atas asetnya maka akan terlihat bahwa risiko yang akan dihadapi investor akan kecil. Ini berarti bahwa perusahaan dapat memanfaatkan seluruh asetnya dalam memperoleh laba.

Perusahaan dengan umur operasi yang lama kemungkinan akan menyediakan publikasi informasi perusahaan lebih luas dan lebih banyak bila dibandingkan dengan perusahaan yang baru saja berdiri. Informasi ini akan bermanfaat untuk investor dalam mengurangi tingkat ketidakpastian perusahaan. Dengan demikian calon investor tidak perlu mengeluarkan biaya yang lebih banyak untuk memperoleh informasi tentang perusahaan yang melakukan IPO tersebut.


(18)

Perusahaan yang berskala besar umumnya lebih dikenal oleh masyarakat daripada perusahaan dengan skala kecil. Karena lebih dikenal maka informasi mengenai perusahaan skala besar lebih bnyak dibandingkan dengan perusahaan skala kecil. Bila informasi di tangan investor banyak maka tingkat ketidakpastian investor akan masa depan perusahaan dapat diketahui. Perusahaan dengan skala usaha yang besar dan tingkat pertumbuhan yang tinggi diharapkan akan memberikan tingkat keuntungan yang tinggi maka akan menawarkan saham dengan nilai besar. Demikian pula sebaliknya, perusahaan kecil yang baru berdiri dengan tingkat pertumbuhan usaha yang relatif kecil, maka akan menawarakan saham dengan nilai kecil. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing di atas memiliki ketidakkonsistenan hasil penelitian pada penelitian terdahulu, sehingga masih perlu dilakukan penelitian kembali terhadap variabel-variabel tersebut.

Di dalam pasar modal yang terlibat di dalamnya adalah perusahaan-perusahaan yang terbuka. Perusahaan adalah suatu organisasi yang didirikan oleh seseorang atau sekelompok orang atau badan lain yang kegiatannya adalah melakukan produksi dan distribusi guna memenuhi kebutuhan ekonomis manusia. Berdasarkan kegiatan umum yang dilakukan dikenal tiga jenis perusahaan, yakni :

1. Perusahaan Jasa

Perusahaan jasa adalah perusahaan yang kegiatannya menjual jasa. Contoh dari perusahaan semacam ini adalah kantor akuntan, pengacara, tukang cukur, dan lain-lain.


(19)

2. Perusahaan Dagang

Perusahaan dagang adalah perusahaan yang kegiatan utamanya membeli barang jadi dan menjual kembali tanpa melakukan pengolahan lagi. Contohnya adalah dealer, toko-toko kelontong, toko serba ada, dan lain-lain.

3. Perusahaan Manufaktur

Perusahaan manufaktur adalah perusahaan yang kegiatan mengolah bahan baku menjadi barang jadi dan kemudian menjual bahan jadi tersebut. Contohnya pabrik kertas, pabrik sepatu, pabrik roti, dan lain-lain.

Perusahaan manufaktur merupakan penopang utama perkembangan industri di sebuah negara . Perkembangan perusahaan manufaktur juga dapat digunakan untuk melihat perkembangan industri secara nasional di suatu negara. Perkembangan ini dapat dilihat dari aspek kualitas produk yang dihasilkannya dan kinerja industri secara keseluruhan. Selain sebagai penopang perkembangan industri, perusahaan manufaktur juga merupakan penyerap tenaga kerja formal terbesar. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan manufaktur mengambil peran yang besar di dalam suatu negara. Hal ini menjadikan perusahaan manufaktur menjadi objek perusahaan yang diteliti dalam penelitian ini.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “ Analisis Hubungan Return on Assets, Financial Leverage, Firm Size, dan Umur Perusahaan dengan Underpricing Saham Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia.”


(20)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka peneliti dalam hal ini merumuskan masalah yang akan dibahas sebagai berikut :

1. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Return On Assets (ROA) dengan Underpricing pada industri manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI)?

2. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Financial Leverage dengan Underpricing pada industri manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI)?

3. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Firm Size (Ukuran Perusahaan) dengan Underpricing pada industri manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI)?

4. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Umur Perusahaan dengan Underpricing pada industri manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI)?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah : ”Menganalisis hubungan Return on Asset, Financial Leverage, Firm Size, dan Umur Perusahaan terhadap Underpricing pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.”


(21)

1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti

Penelitian ini dijadikan sebagai suatu objek penerapan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama proses perkuliahan sehingga dapat memberikan tambahan pengetahuan sekaligus menguji pengetahuan di bidang Manajemen Keuangan dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing saham pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. 2 Bagi Emiten

Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi bagi emiten ataupun calon emiten dalam menentukan harga yang sesuai pada saat penawaran saham perdana sehingga perusahaan dapat memperoleh tambahan modal yang relatif murah dan maksimal.

3. Bagi pihak lain

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan kalangan akademis maupun para peneliti yang berminat terhadap studi pasar modal, hasil penelitian ini diharapkan bisa sebagai dasar untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis

2.1.1 Pasar Modal

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pasar modal sama saja dengan pasar-pasar lain pada umumnya yaitu yang sesuai dengan namanya adalah tempat berlangsungnya kegiatan jual beli. Hal yang membedakan pasar modal dengan pasar lainnya adalah objek yang diperjualbelikan di tempat tersebut. Dalam pasar modal saham menjadi objek yang dipedagangkan.

Menurut Lubis (2008:7) pasar modal dapat dikatakan sebagai pasar abstract, karena yang diperjualbelikan adalah dana-dana jangka panjang, yaitu dana yang keterkaitannya dalam investasi lebih dari satu tahun. Hal inilah yang membedakan pasar modal dengan pasar lain yakni dalam hal komoditas yang diperdagangkan. Menurut Samsul (2006:43) pasar modal adalah tempat atau sarana bertemunya antara permintaan dan penawaran atas instrumen keuangan jangka panjang, umumnya lebih dari satu tahun. Menurut Sjahrial (2007:43) pasar modal adalah pertemuan antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara memperjualbelikan sekuritas. Dengan demikian, pasar modal juga bisa diartikan sebagai pasar untuk memperjualbelikan sekuritas yang umumnya memiliki umur lebih dari 1 tahun, seperti saham dan obligasi. Sedangkan menurut UU No. 8 Tahun 1995, Bab I Pasal 1 Butir 13 Tentang Pasar Modal menyebutkan bahwa :“Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan


(23)

perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.”

Seperti halnya pasar pada umumnya, pasar modal merupakan pertemuan antara permintaan dan penawaran. Karenanya keberhasilannya juga tergantung pada bagaimana keadaan permintaan dan penawarannya. Menurut Husnan (2005:25) hal-hal yang mempengaruhi permintaan dan penawaran di pasar modal, secara rinci adalah sebagai berikut:

1. Supply sekuritas

Faktor ini berarti harus banyak perusahaan yang bersedia menerbitkan sekuritas di pasar modal. Apakah terdapat jumlah perusahaan yang cukup banyak di suatu negara yang memerlukan dana yang bisa diinvestasikan dan menguntungkan ? Dan apakah mereka bersedia memenuhi persyaratan full disclosure, artinya mengungkapkan kondisi perusahaan yang dituntut oleh pasar modal.

2. Demand akan sekuritas

Faktor ini berarti harus terdapat cukup banyak anggota masyarakat yang memiliki jumlah dana yang cukup besar untuk dipergunakan membeli sekuritas-sekuritas yang ditawarkan.

3. Kondisi politik dan ekonomi

Kondisi politik yang stabil akan turut membantu pertumbuhan keadaan ekonomi yang pada akhirnya berpengaruh pada penawaran dan permintaan akan sekuritas.


(24)

4. Masalah Hukum dan Peraturan

Pembeli sekuritas pada dasarnya mengandalkan diri pada informasi yang disediakan oleh perusahaan-perusahaan penerbit sekuritas, karena itu kebenaran informasi menjadi sangat penting di samping kecepatan dan kelengkapan informasi itu. Peraturan yang melindungi pemodal dari informasi yang salah dan menyesatkan menjadi mutlak diperlukan.

5. Lembaga Lain

Keberadaan lembaga yang mengatur dan mengawasi kegiatan pasar modal dan berbagai lembaga yang memungkinkan dilakukannya transaksi secara efisien.

Kegiatan dari pasar modal pada dasarnya kegiatan yang dilakukan oleh pemilik dana dan kepada pihak yang memerlukan dana secara langsung, tanpa perantara keuangan yang mengambil alih resiko investasi, sehingga peran informasi yang dapat diandalkan kebenarannya dan cepat tersedia menjadi sangat penting. Di samping itu transaksi harus dapat dilakukan secara efisien dan dapat diandalkan. Oleh karena itu, diperlukan lembaga dan profesi yang menjamin persyaratan tersebut dapat terpenuhi.

2.1.2 Saham

Di antara surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal, saham biasa (common stock) merupakan salah satu jenis efek yang paling banyak diperdagangkan di pasar modal. Bahkan saat ini dengan semakin banyaknya emiten yang mencatatkan sahamnya di bursa efek, perdagangan saham semakin marak dan menarik para investor untuk terjun dalam jual beli saham.


(25)

Menurut Tandelilin (2001:18) saham merupakan suatu surat bukti bahwa kepemilikan atas aset-aset perusahaan yang menerbitkan saham. Dengan memiliki saham perusahaan suatu perusahaan, maka investor akan mempunyai hak terhadap pendapatan dan kekayaan perusahaan, setelah dikurangi dengan pembayaran semua kewajiban perusahaan. Menurut Bodie ( 2006:59) saham dikenal sebagai sekuritas penyertaan atau cukup disebut sebagai ekuitas (equities), menunjukkan bagian kepemilikan di sebuah perusahaan. Masing-masing lembar saham biasa mewakili satu suara tentang segala hal dalam pengurusan perusahaan dan menggunakan suara tersebut dalam rapat tahunan perusahaan dan pembagian keuntungan. Dari beberapa pengertian saham di atas dapat dijelaskan bahwa saham merupakan suatu tanda kepemilikan atas suatu perusahaan yang memungkinkan si pemilik memiliki hak atas perusahaan yang bersangkutan yakni perihal hak yang diperoleh perusahaan serta kewajiban yang harus dipenuhi. 2.1.3 Mekanisme Perdagangan Saham

Menurut Samsul (2006:46) terdapat empat kategori pembagian pasar modal, yaitu :

1. Pasar perdana

Pasar perdana adalah tempat atau sarana bagi perusahaan yang untuk pertama kali menawarkan saham atau obligasi ke masyarakat umum. Dikatakan pertama kali karena sebelumnya perusahaan ini milikm perseorangan atau beberapa pihak saja, dan sekarang ditawarkan kepada masyarakat umum. Berikut ini adalah ciri-ciri pasar perdana :


(26)

a. Emiten menjual saham kepada masyarakat luas memalui penjamin emisi dengan harga yang telah disepakati antara emiten dan penjamin emisi seperti yang tertera dalam prospektus atau ada ancer-ancer harga apabila menggunakan sistem book-building.

b. Pembeli tidak dipungut biaya transaksi.

c. Pembeli belum pasti memperoleh jumlah saham sebanyak yang dipesan, apabila terjadi oversubscribed.

d. Investor membeli melalui penjamin emisi ataupun agen penjual yang ditunjuk.

e. Masa pesanan terbatas.

f. Penawaran melibatkan profesi seperti akuntan publik, notaris, konsultan hukum, dan perusahaan penilai.

g. Pasar perdana disebut juga dengan istilah pasar primer (primary market) dan pasar kesatu (first market).

2. Pasar Kedua

Pasar kedua adalah tempat atau sarana transaksi jual-beli efek antar investor dan harga dibentuk oleh investor melalui perantara efek. Dikatakan tempat karena secara fisik para perantara efek berada dalam satu gedungdi lantai perdagangan (trading floor). Berikut ciri-ciri pasar kedua :

a. Harga terbentuk oleh investor (order driven) melalui perantara efek (anggota bursa) yang berdagang di Bursa Efek.

b. Transaksi dibebani biaya jual dan beli. c. Pesanan dapat berjumlah tak terbatas.


(27)

d. Anggota bursa memasukkan tawaran jual/beli investor ke dalam komputer perdagangan yang disediakan oleh pihak bursa.

e. Anggota bursa menyelesaikan pembayaran dana kepada Sentral Kliring, kemudian menerima sahamnya dengan cara pemindahbukuan oleh Sentral Kustodian dengan menunjukkan bukti pembayaran dari Sentral Kliring. f. Anggota bursa jual menyelesaikan penyerahan saham kepada Sentral

Kustodian, kemudian menerima dana dengan cara pemindahbukuan oleh Sentral Kliring dengaan menunjukkan bukti penyerahan efek dari Sentral Kustodian.

g. Pasar kedua disebut juga dengan istilah bursa efek atau secondary market. 3. Pasar Ketiga

Pasar ketiga adalah saran transaksi jual-beli efek antara market maker serta investor dan harga dibentuk oleh market maker. Market maker adalah anggota bursa yang saling bersaing satu sama lain untuk menentukan harga saham. Berikut adalah ciri-ciri pasar ketiga :

a. Harga dibentuk oleh market maker atau disebut dealer driven market. b. Investor membeli dan menjual dari dan ke market maker.

c. Jumlah market maker banyak sehingga investor dapat memilih harga terbaik.

d. Perdagangan dilaksanakan di kota-kota besar dalam satu jaringan nasional. e. Market maker berdagang dari kantor masing-masing melalui jaringan


(28)

4. Pasar Keempat

Pasar keempat adalah sarana transaksi jual-beli antara investor jual dan investor beli tanpa melalui perantara efek.transaksi ini dilakukan secara tatap muka dan dilaksansakan oleh para investor besar karena dapat menghemat biaya transaksi daripada dilakukan di pasar sekunder.

Ciri-ciri pasar keempat :

a. Investor beli dan investor jual bertransaksi langsung lewat ECN.

b. Harga terbentuk dalam tawar menawar langsung antara investor beli dan investor jual.

c. Investor menjadi anggota ECN, central custodian, dan central clearing. d. ECN, central custodian, dan central clearing terjalin dalam satu sistem

jaringan perdagangan.

e. ECN terdaftar sebagai Bursa Efek. 2.1.4 Initial Public Offering (IPO)

Dimulai dari keinginan untuk meningkatkan return perusahaan maka diperlukanlah investasi yang lebih banyak pula sebagai tambahan modal perusahaan. Menjual sebagian sahamnya kepada masyarakat dalam hal ini investor adalah solusi atas tambahan modal tersebut. Perusahaan dikatakan go public ketika perusahaan itu menjual penerbitan pertama sahamnya dalam penawaran umum kepada investor. Penjualan saham pertama ini dikenal sebagai penawaran publik awal, atau IPO atau initial public offering ( Brealey 2007:414).


(29)

Menurut Ross (2004:543) initial public offering (IPO) is the first public equity issue that is made by a company or unseasoned new issue . artinya yaitu penjualan saham perdana yang dilakukan oleh perusahaan dan siftanya tidak berkala. Pendapat lainnya tentang IPO yakni terjadi pada saat saham terlebih dahulu dijual di pasar perdana (primary market) (Sri, 2005 dalam Hayati, 2007). IPO disebut dengan penawaran primer ketika saham baru dijual untuk menggalang kas tambahan untuk perusahaan. IPO bisa pula disebut sebagai penawaran sekunder ketika pendiri perusahaan dan pemodal ventura menguangkan sebagian keuntungannya dengan menjual saham. Jadi penawaran sekunder oleh sebab itu tidak lebih dari penjualan saham dari investor awal peusahaan kepada investor baru, dan kas yang digalang dalam penawaran kedua tidak mengalir ke perusahaan. Tentu, IPO bisa dan umumnya bersifat sekaligus primer maupun sekunder.

Begitu perusahaan memutuskan go public, tugas pertama mereka adalah memilih para penjamin. Penjamin (underwriter) adalah perusahaan perbankan investasi yang bertindak sebagai bidan keuangan bagi emisi (penerbitan) saham baru (Brealey 2007: 415). Biasanya mereka memainkan tiga peran, yakni memberi perusahaan saran prosedural dan finansial, lalu membeli sahamnya, dan akhirnya menjualnya kembali kepada publik. IPO yang kecil hanya memiliki satu penjamin, tapi emisi yang besar biasanya memerlukan sindikasi penjamin yang membeli penerbitan saham dan menjualnya kembali.


(30)

Pengaturan penjaminan pada umumnya disebut firm commitment , para penjamin membeli sekuritas dan menjualnyakembali kepada publik. Para penjamin akan menerima bayaran dalam bentuk spread (selisih penjaminan). Artinya mereka diizinkan menjual saham pada harga yang sedikit lebih tinggi daripada yang mereka bayar untuk saham itu. Hal ini berarti menunjukkan bahwa penjamin berisiko tidak mampu menjual saham pada harga penawaran yang telah ditetapkannya. Risiko ini dapat diatasi dengan menggunakan strategi menjual saham sebanyak mungkin bukan dengan memperbesar nilai spread-nya terlebih dahulu karena nilai saham akan berfluktuasi sesuai dengan tingkat permintaannya kelak.

Kegiatan mendaftarkan emiten pada bursa efek melalui pihak ketiga dalam hal ini adalah underwriter, dan menjual saham pada investor adalah kegiatan yang disebut IPO atau melemparkan saham pada publik. Penetapan harga IPO sangat penting, mengingat penetapan harganya sebagai penentu sukses tidaknya IPO tersebut. IPO bisa sukses apabila sahamnya diminati investor.

Saham perusahaan pada awalnya ditawarkan di pasar pertama, yaitu kepada penjamin emisi (underwriter) sebagai pihak ketiga yang melakukan negosiasi kesepakatan harga saham dengan perusahaan. Bagi perusahaan harga saham di pasar perdana ditawarkan dengan harga yang setinggi-tingginya. Sebaliknya bagi penjamin emisi harga akan disepakati pada harga terendah, karena akan mengurangi risiko pada pasar sekunder atau bursa efek.


(31)

Dalam IPO terdapat tiga pelaku yang berperan penting sebagai penentu harga saham, yaitu perusahaan (emiten), underwriter, dan para investor. Perusahaan dan underwriter berperan dalam menentukan harga saham di pasar perdana, dan underwriter memiliki informasi yang tidak dimiliki oleh perusahaan mengenai pasar saham. Sedangkan informasi yang dimiliki oleh investor berbeda dengan informasi yang dimiliki oleh underwriter. Perbedaan informasi inilah yang akan menentukan harga saham di pasar sekunder.

Faktor harga IPO yang dianggap relevan tidak menjadi alasan yang kuat bagi para investor yang pada akhirnya memutuskan untk membeli saham perusahaan. Faktor-faktor internal dan prospek perusahaan pada masa yang akan datanglah yang menarik perhatian para investor karena setiap investor pasti berhati-hati dalam memutuskan untuk menanamkan modalnya di perusahaan tertentu. Saat penjamin berhasil memberikan informasi yang meyakinkan di mata para investor, tentu akan terjadi peningkatan permintaan atas saham tersebut. Permintaan yang semakin bertambah akan menambah nilai saham dan berujung kepada peningkatan pendapatan oleh penjamin itu sendiri. Keadaan inilah yang dapat menjadikan harga saham perusahaan yang turut meningkat di pasar sekunder atau yang biasa disebut dengan underpricing.

2.1.5 Underpricing

Pada dasarnya penentuan harga saham pada saat penawaran perdana ke publik dilakukan berdasarkan kesepakatan antara perusahaan emiten dengan


(32)

underwriter , sedangkan harga saham yang terjadi di pasar sekunder merupakan hasil mekanisme pasar yaitu berdasarkan pada permintaan dan penawaran yang terjadi. Terjadinya underpricing dapat juga terjadi karena adanya asimetri informasi yang berkaitan dengan pasar modal. (Saputra, 2008:39).

Pada awalnya, perusahaan dan penjaminnya menetapkan harga penerbitan. Untuk mengukur berapa tinggi nilai saham, mereka dapat melakukan perhitungan arus kas yang didiskontokan atau dengan melihat rasio harga-laba (price earning) saham pesaing utama perusahaan emiten (penerbit saham). Penjamin juga melakukan kagiatan temu-wicara yang memberi penjamin dan manajemen perusahaan kesempatan berbicara dengan para investor potensial.para investor bisa memperlihatkan reaksi mereka terhadap penerbitan ini, mengusulkan apa yang mereka anggap sebagai harga yang adil, dan menunjukkan berapa banyak saham yang akan mereka beli. Ini memungkinkan penjamin membuat pembukuan kemungkinan pemesanan. Meskipun tidak terikat pada isyarat yang mereka berikan tersebut, para investor sadar bahwa jika mereka ingin tetap memiliki reputasi yang baik di mata pihak penjamin, mereka tidak akan melanggar janji tentang ekspresi minat mereka.

Para manajer perusahaan ingin mengamankan harga setinggi mungkin untuk saham mereka, tapi para penjamin cenderung berhati-hati karena mereka bisa menanggung saham tak terjual jika mereka salah mengestimasi permintaan investor terlalu tinggi. Akibatnya para penjamin biasanya mencoba memperendah harga penawaran publik awal. Cara inilah yang dikenal dengan underpricing, cara


(33)

yang menurut mereka mampu untuk membujuk investor membeli saham dan mengurangi biaya pemasaran emisi kepada pelanggan.

Penting untuk diketahui bahwa underpricing tidak berarti bahwa tiap orang bisa kaya dengan membeli saham pada saat IPO. Jika emisinya di-underpriced, semua orang mau membelinya dan penjamin tidak akan mempunyai cukup saham untuk diputar. Karena itu investor cenderung hanya mendapatkan sedikit saham dari emisi yang menggairahkan ini. Jika dihargai lebih tinggi dari seharusnya (overpricing), investor lain tidak akan menginginkannya. Maka diperlukan kehati-hatian dalam menentukan pilihan berinvestasi. Informasi yang cukup tentang perusahaan dan kemampuan penjamin meyakinkan investor menjadi pokok penentunya.

Menurut Brealey (2007:416), underpricing merupakan kegiatan menerbitkan sekuritas pada harga penawaran yang ditetapkan di bawah nilai sekuritas sebenarnya. Menurut J. Gitman (2009:515), underpricing is a stock sold at a price below its’ current market price (Po). Menurut Ross (2004:551) for initial public offerings, the stock typically rises substantially after the issue date. This is a cost to the firm because the stock is sold for less than its efficient price in the aftermarket. Dari ketiga definisi yang sudah dipaparkan maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa underpricing adalah keadaan dimana harga saham saat IPO lebih rendah dibanding ketika diperdagangkan di pasar sekunder.

Perusahaan yang mengalami underpricing pada saat IPO dapat dipastikan memiliki harga saham yang tinggi di masa yang akan datang dalam jangka pendek. Untuk jangka panjang akan ditentukan oleh kinerja perusahaan setelah


(34)

melakukan IPO tersebut. Variabel underpricing dihitung dengan menggunakan initial return dengan menghitung selisih antara harga penawaran umum perdana dengan sekunder pada penutupan hari pertama. Menurut Febrina (2004:27) underpricing dihitung dengan menggunakan initial return yang dihitung dengan rumus:

Keterangan :

Closing Price adalah harga penutupan saham pada hari pertama di bursa efek. Offerring Price adalah harga yang ditawarkan oleh emiten pada saat penjualan perdana di pasar primer.

2.1.6 Return On Assets (ROA)

ROA menjadi salah satu rasio profitabilitas untuk mengetahui tingkat pengembalian saham atas aset yang dimiliki oleh perusahaan. ROA digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dengan investasi yang telah ditanamkan untuk mendapatkan laba. Investor melihat seberapa besar kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba dari investasi yang ditanamnya pada perusahaan tersebut. Rasio profitabilitas karena profitabilitas yang tinggi mengurangi ketidakpastian bagi investor sehingga menurunkan tingkat underpricing.

Menurut Brigham & Houston (2006:109) , rumus yang digunakan untuk memperoleh ROA adalah :


(35)

2.1.7 Financial Leverage

Financial leverage merupakan tingkat sampai sejauh mana sekuritas dengan laba tetap (hutang dan saham preferen) digunakan dalam struktur modal perusahaan (Brigham & Houston 2006:17). Rasio ini pada umumnya disebut juga rasio utang (debt ratio), untuk mengukur persentase dana yang disediakan oleh kreditur. Tingkat pengembalian investasi cenderung rendah karena besarnya utang yang harus ditanggung perusahaan. Pengaruh investor dalam informasi ini menyebabkan harga saham yang ditawarkan mengalami underpricing. Financial leverage dihitung dengan membuat perbandingan antara total hutang dengan total aktiva, yang menunjukkan berapa bagian aktiva yang digunakan untuk menjamin utang.

Rasio leverage yang tinggi mencerminkan bahwa perusahaan memiliki kewajiban yang besar. Sehingga apabila pemodal menginvestasikan sahamnya akan memungkinkan investor tidak mendapatkan return dari saham yang dimilikinya. Menurut Wati (dalam Aiza Hayati , 2007:12), semakin tinggi tingkat leverage, semakin tinggi pula tingkat risiko perusahaan dan tentunya investor akan mempertimbangkan hal ini untuk proses pengambilan keputusan.

2.1.8 Firm Size

Ukuran perusahaan ( firm size ) merupakan faktor yang juga mempengaruhi investor dalam mengambil keputusan pada saham yang IPO. Karena semakin besar perusahaan dan semakin dikenal oleh masyarakat, maka semakin banyak informasi yang bisa diperoleh investor dan semakin kecil pula ketidakpastian yang


(36)

dimiliki oleh investor. Secara teoritis perusahaan yang lebih besar mempunyai kepastian (certainty) yang lebih besar daripada perusahaan kecil sehingga akan mengurangi tingkat ketidakpastian mengenai prospek perusahaan ke depan. Dapat dinyatakan sebagai kecilnya tingkat resiko investai perusahaan berskala besar dalam

jangka panjang. Sedangkan pada perusahaan berskala kecil tingkat ketidakpastian di

masa yang akan datang besar, sehingga tingkat risiko investasinya lebih besar dalam

jangka panjang (Nurhidayati dan Indriantoro 1998 dalam Handayani 2008:30).

Ketika akan go public, perusahaan akan menerbitkan prospektus yang berisi tentang keterangan dan informasi yang dibutuhkan oleh publik untuk dapat menilai baik tidaknya perusahaan yang bersangkutan, wajar tidaknya harga yang ditawarkan, bagaimana prospek perusahaan di hari mendatang dan lain sebagainya. Investor sebagai pemodal yang akan membeli saham perusahaan di pasar sekunder membutuhkan informasi mengenai perusahaan yang akan digunakan untuk mengambil keputusan.

Apabila perusahaan tersebut lebih banyak dikenal oleh publik, maka semakin mudah informasi mengenai perusahaan akan didapat. Besar perusahaan bagi investor merupakan indikasi bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan lebih besar dalam mengembalikan investasinya. Besarnya ukuran perusahaan ditentukan oleh jumlah aktiva yang tercatat dalam neraca. Apabila jumlah yang tercatat dalam neraca menggambarkan besarnya ukuran perusahaan, maka jumlah sebenarnya perusahaan ditentukan oleh appraiser atau penilai kekayaan perusahaan. Penilai (appraiser) mempunyai keahlian melakukan penilaian kembali untuk menentukan nilai wajar kekayaan perusahaan.


(37)

2.1.9 Umur Perusahaan

Perbedaan yang didasari berapa lama perusahaan berdiri, mencerminkan bahwa perusahaan memiliki pengalaman yang tidak sedikit dalam menjalankan usahanya. Umur juga menunjukkan bahwa panjangnya sejarah yang menjadikan perusahaan tersebut lebih matang. Semakin lama perusahaan berdiri, maka semakin banyak pula informasi yang dapat diperoleh publik mengenai kegiatan perusahaan. Sehingga akan mengurangi ketidakpastian informasi di masa yang akan datang. Return perusahaan yang lebih mapan serta berusia lebih tua cenderung lebih tinggi dibanding yang lebih muda usianya (Wati, 2004 dalam Hayati 2007:20). Selain itu perusahaan yang sudah lama berdiri menunjukan bahwa perusahaan tersebut mampu bersaing dengan perusahaan lain di bidangnya. Hal ini juga akan mempengaruhi kepercayaan investor terhadap perusahaan. 2.2Penelitian Terdahulu

1. Siti Nurhidayanti & Nur Indriantoro (1998)

Menurut Nurhidayanti & Indriantoro (1998) dengan penelitian yang berjudul :”Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Tingkat Underpriced pada Penawaran Perdana di BEI” , terdapat 5 variabel bebas yakni Reputasi Auditor, Reputasi underwriter, Persentasi saham yang ditawarkan, Umur Perusahaan , dan Ukuran Perusahaan. Hasil dari penelitan ini menyatakan tidak ada satu pun dari varibel bebas yang diuji yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Underpricing.


(38)

2. Dian Febriana (2004)

Menurut Febriana (2004) dengan penelitian yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham pada Perusahaan Go Public di Bursa Efek Indonesia”, terdapat enam variabel bebas yang diuji yaitu reputasi auditor, reputasi underwriter, umur perusahaan, solvabilitas perusahaan, profitabilitas perusahaan, dan jenis industri. Penelitian ini menggunakan uji regresi berganda. Hasil penelitian dari enam hipotesis yang diajukan, terdapat dua variabel yang dapat dibuktikan oleh data penelitian. Variabel tersebut adalah profitabilitas dan solvabilitas. Profitabilitas mempunyai pengaruh terhadap tingkat initial return sebesar 0,018. Solvabilitas perusahaan mempunyai pengaruh terhadap initial return sebesar 0,046. Dari hasil uji statistik didapat nilai F signifikan pada 0,004 yang berarti secara simultan variabel-variabel bebas dalam penelitian ini berpengaruh terhadap tingkat underpricing. Namun secara parsial hanya variabel reputasi underwriter, nilai penawaran, dan financial leverage yang berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat underpricing dengan nilai signifikansi kurang dari 0,05. Berdasarkan hasil perhitungan regresi, variabel-variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini hanya mampu menjelaskan besarnya variasi dalam variabel terikat sebesar 29,3%, sedangkan sisanya 76,1% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. 3. Chastina Yolana & Dwi Martani (2005)


(39)

Yolana & Martani memiliki penelitian yang berjudul : “Variabel-variabel yang Mempengaruhi Fenomena Underpricing Saham Perdana di BEJ Tahun 1994-2001”. Variabel yang diuji adalah Penjamin Emisi, Rata-rata Kurs, Ukuran perusahaan, dan Return on Equity (ROE). Hasil penelitian ini menyatakan bahwa secara simultan variabel bebas terbukti mempengaruhi variabel terikat Underpricing. hal ini disimpulkan dari hasil adjusted R-Squared sebesar 28,15%. Artinya, 28,15% fenomena Underpricing dapat dijelaskan oleh variabel bebas dan dari variabel tersebut hanya reputasi penjamin yang tidak signifikan.

4. Helen Sulistio (2005)

Sulistio (2005) memiliki penelitian yang berjudul: “Pengaruh Informasi Akuntansi dan Non Akuntansi Terhadap Initial Return: Studi Pada Perusahaan yang Melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Jakarta”. Variabel bebas yang diuji adalah ukuran perusahaan, Earnings per Share (EPS), Price Earnings Ratio (PER), tingkat leverage, proporsi kepemilikan yang ditahan pemegang saham lama, reputasi auditor dan reputasi underwriter. Hasilnya yakni informasi keuangan yang terdiri atas ukuran perusahaan, EPS, PER dan tingkat leverage, menunjukkan pengaruh tingkat leverage terhadap initial return adalah negatif signifikan pada = 10% (p = 0,10) dan Informasi non akuntansi yang meliputi prosentase pemegang saham lama, reputasi auditor dan reputasi underwriter,


(40)

menunjukkan pengaruh persentase pemegang saham lama terhadap initial return adalah positif signifikan pada = 5% (p = 0,05).

5. Sri Trisnaningsih (2005)

Trisnaningsih (2005) memiliki jurnal penelitian dengan judul :” Analisis Faktor- Faktor yang Mempngaruhi Tingkat Underpricing Pada Perusahaan yang Go Public di Bursa Efek Jakarta”. Variabel yang diuji adalah Reputasi Underwriter, Financial Leverage, dan Return on Asset. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa reputasi Underwriter. Financial leverage, dan Return on Asset (ROA) berpengaruh secara simultan terhadap tingkat underpricing. Hasil analisis ini ditunjukkan dengan nilai f-hitung 6,596 dengan nilai probabiltas signifikansi F 0,003 telah memenuhi syarat signifikansi 5%.

6. Aiza Hayati (2007)

Hayati (2007) memiliki penelitian yang berjudul “Pengaruh Informasi Akuntansi dan Non Akuntansi terhadap Kecenderungan Underpricing: Studi pada Perusahaan yang Melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia”. Variabel bebas yang diuji adalah ROA, financial leverage, firm size, reputasi underwriter, reputasi auditor, dan umur perusahaan. Model analisa yang digunakan adalah regresi linear berganda dengan menguji variabelnya secara simultan dan parsial. Hasilnya terdapat satu variabel yang berpengaruh terhadap


(41)

dilakukan memberi hasil F sebesar 2,849 dan tingkat signifikansi sebesar 0,023 < . Hal ini membuktikan semua variabel bebas berpengaruh terhadap underpricing.

7. Benny Kurniawan

Kurniawan (2007) memiliki penelitian berjudul : “ Analisis Pengaruh Variabel Keuangan dan Non-Keuangan Terhadap Initial Return dan Return 7 Hari Setelah Initial Public Offering (studi Empiris : Di Perusahaan Non-Keuangan yang Listing di BEJ Periode 2002-2006)”. Variabel bebas yang diuji adalah Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Return on Equity, Total Assets Turnover, Earning per Share, Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, dan Persentasi Penawaran Saham. Hasil penenlitian menyatakan bahwa secara parsial variabel TATO, ROE, dan persentasi penawaran saham berpengaruh signifikan terhadap return awal di pasar perdana pada alpha 0,05. Sedangkan variabel bebas lainnya tidak memiliki pengaruh yang signifikan atas Initial Return.

8. Surya Hadi Saputra (2008)

Saputra (2008) memiliki penelitian yang berjudul: “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham Pada Perusahaan yang IPO di BEJ Tahun 2003-2006”. Variabel bebas yang diuji adalah Reputasi Auditor, Reputasi underwriter, Umur Perusahaan, ROE, dan Persentasi Jumlah Saham yang ditawarkan. Model analisa yang digunakan adalah regresi linear berganda. Hasilnya adalah secara


(42)

parsial hanya variabel reputasi underwriter yang berpengaruh signifikan terhadap underpricing.

9. Sri Retno Handayani (2008)

Handayani (2008) memiliki penelitian dengan judul : ” Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Pada Penawaran Umum Perdana (Studi Kasus Pada Perusahaan Keuangan yang Go Publik di Bursa Efek Jakarta Tahun 2000-2006)”. Variabel yang diuji adalah Debt to Equity Ratio, ROA, Earning per Share, Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, dan Presentasi penawaran Saham. Model analisa yang digunakan adalah regresi linear berganda dengan hasil terdapat pengaruh yang signifikan antara Debt to Equity Ratio, Return On Asset, Earning Per Share , Umur Perusahaan , Ukuran

Perusahaan dan Persentase Penawaran Saham secara bersama-sama

terhadap Underpricing, hal ini dibuktikan sig F (0,31) > 0,05.

2.3 Kerangka Konseptual

Underpricing adalah keadaan dimana harga saham saat IPO lebih rendah dibanding ketika diperdagangkan di pasar sekunder. Pada dasarnya penentuan harga saham pada saat penawaran perdana ke publik dilakukan berdasarkan kesepakatan antara perusahaan emiten dengan underwriter , sedangkan harga saham yang terjadi di pasar sekunder merupakan hasil mekanisme pasar yaitu berdasarkan pada permintaan dan penawaran yang terjadi.


(43)

Menurut Ross (2004 : 548) “underpricing tend to be attributable to firms with little or no sales in the prior year. These firms tend to be young firms and uncertain prospect”. Hal ini berarti bahwa tingkat profitabilitas perusahaan dan umur perusahaan dapat menjadi faktor indikasi terjadinya underpricing pada suatu perusahaan. Selain profitabilitas perusahaan, variabel rasio keuangan lain yang digunakan adalah Financial Leverage dan Ukuran Perusahaan (Firm Size) sedangkan untuk variabel non keuangan digunakan Umur Perusahaan.

Terjadinya underpricing dapat juga terjadi karena adanya asimetri informasi yang berkaitan dengan pasar modal. Informasi keuangan dan non keuangan yang terkandung dalam prospektus merupakan ketentuan yang harus dimiliki perusahaan go public. Dengan adanya informasi dalam prospektus tesebut diharapkan akan dapat mempengaruhi keputusan investor dalam menanamkan modalnya pada perusahaan yang akan go public, sehingga perusahaan sebagai emiten di bursa akan mendaptkan return yang maksimal untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Informasi keuangan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Return On Assets dan Financial Leverage. Sedangkan informasi non keuangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan dan umur perusahaan.

ROA menjadi salah satu rasio profitabilitas untuk menegetahui tingkat pengembalian saham atas aset yang dimiliki oleh perusahaan. ROA digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dengan investasi yang telah ditanamkan untuk mendapatkan laba . Investor melihat seberapa besar kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba dari investasi yang ditanamnya apabila


(44)

menginvestasikan sahamnya pada perusahaan tersebut. Rasio profitabilitas karena profitabilitas yang tinggi mengurangi ketidakpastian bagi investor sehingga menurunkan tingkat underpricing.

Financial leverage merupakan tingkat sampai sejauh mana sekuritas dengan laba tetap (hutang dan saham preferen) digunakan dalam struktur modal perusahaan (Brigham & Houston 2006:17). Rasio ini pada umumnya disebut juga rasio utang (debt ratio), untuk mengukur persentase dana yang disediakan oleh kreditur. Tingkat pengembalian investasi cenderung rendah karena besarnya utang yang harus ditanggung perusahaan. Pengaruh investor dalam informasi ini menyebabkan harga saham yang ditawarkan mengalami underpricing.

Ukuran perusahaan (firm size) merupakan faktor yang juga mempengaruhi investor dalam mengambil keputusan pada saham yang IPO. Karena semakin besar perusahaan dan semakin dikenal oleh masyarakat, maka semakin banyak informasi yang bisa diperoleh investor dan semakin kecil pula ketidakpastian yang dimiliki oleh investor.

Perbedaan yang didasari berapa lama perusahaan berdiri, mencerminkan bahwa perusahaan memiliki pengalaman yang tidak sedikit dalam menjalankan usahanya. Umur juga menunjukkan bahwa panjangnya sejarah yang menjadikan perusahaan tersebut lebih matang. Semakin lama perusahaan berdiri, maka semakin banyak pula informasi yang dapat diperoleh publik mengenai kegiatan perusahaan. Sehingga akan mengurangi ketidakpastian informasi di masa yang akan datang. Perusahaan yang sudah lama berdiri menunjukan bahwa perusahaan


(45)

tersebut mampu bersaing dengan perusahaan lain dibidangnya. Hal ini juga akan mempengaruhi kepercayaan investor terhadap perusahaan.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, kerangka konseptual yang menjadi dasar penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Sumber : Ross (2004) dan Hayati (2007), dimodifikasi Return on Assets

(

Financial Leverage

Underpricing (Y) Firm Size


(46)

2.4 Hipotesis

Bertdasarkan permasalahan yang ada dan tujuan yang ingin dicapai maka hipotesis atau jawaban sementara yang diajukan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Return On Assets (ROA) dengan Underpricing pada industri manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI). 2. Terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Financial Leverage

dengan Underpricing pada industri manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI). 3. Terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Firm Size (Ukuran

Perusahaan) dengan Underpricing pada industri manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI).

4. Terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Umur Perusahaan dengan Underpricing pada industri manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI).


(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian asosiatif. Penelitian asosiatif adalah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih. Dengan penelitian ini maka akan dapat dibangun suatu teori yang dapat berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan, dan mengontrol suatu gejala (Sugiyono,2006:11). Pada penelitian ini underpricingI menjadi objek yang diteliti hubungannya dengan ROA, Firm Size, Financial Leverage, dan umur perusahaan manufaktur tersebut.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Bursa Efek Indonesia melalui media internet dengan menggunakan situs

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan sejak September 2011 sampai dengan Maret 2012. 3.3 Batasan Operasional

Batasan operasional penelitian sebagai berikut :

1. Perusahaan yang diteliti adalah perusahaan manufaktur yang baru terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode tahun 2008 sampai dengan 2011. 2. Variabel yang digunakan adalah :


(48)

3. Variabel bebas (independent variable) adalah Return On Assets, Financial Leverage, Firm Size, dan Umur Perusahaan.

4. Variabel terikat (dependent variable) adalah Underpricing. 3.4 Definisi Operasional

Pada penelitian ini, terdapat dua variabel yaitu variabel terikat (dependent variable) dan variabel bebas (independent variable). Variabel terikat (Y) adalah underpricing , sedangkan variabel bebas (X) terdiri dari empat yaitu Return on Assets (X1) , Financial Leverage (X2), Firm Size (X3), dan Umur Perusahaan (X4). Definisi variabel-variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini, sebagai berikut :

3.4.1 Variabel Underpricing (Y)

Underpricing adalah keadaan dimana harga saham saat IPO lebih rendah dibanding ketika diperdagangkan di pasar sekunder. Pada dasarnya penentuan harga saham pada saat penawaran perdana ke publik dilakukan berdasarkan kesepakatan antara perusahaan emiten dengan underwriter , sedangkan harga saham yang terjadi di pasar sekunder merupakan hasil mekanisme pasar yaitu berdasarkan pada permintaan dan penawaran yang terjadi. (Trisnaningsih, 2005). 3.4.2 Variabel Return on Asset (ROA)

ROA digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dengan investasi yang telah ditanamkan untuk mendapatkan laba. Investor melihat seberapa besar kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba dari investasi yang ditanamnya apabila menginvestasikan sahamnya pada perusahaan tersebut. Tingkat return on


(49)

asset (ROA) terhadap kemampuan perusahaan untuk mengembalikan investasi dihitung dengan perbandingan net income dengan total asset.

ROA digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. ROA merupakan ukuran profitabilitas perusahaan karena profitabilitas yang tinggi mengurangi ketidakpastian bagi investor sehingga menurunkan tingkat underpricing. Menurut Brigham & Houston (2006:109) , rumus yang digunakan untuk memperoleh ROA adalah :

3.4.3 Variabel Financial Leverage (X2)

Financial leverage merupakan tingkat sampai sejauh mana sekuritas dengan laba tetap (hutang dan saham preferen) digunakan dalam struktur modal perusahaan (Brigham & Houston 2006:17). Rasio ini pada umumnya disebut juga rasio utang (debt ratio), untuk mengukur persentase dana yang disediakan oleh kreditur. Tingkat pengembalian investasi cenderung rendah karena besarnya utang yang harus ditanggung perusahaan. Pengaruh investor dalam informasi ini menyebabkan harga saham yang ditawarkan mengalami underpricing.

Financial leverage dihitung dengan membuat perbandingan antara total hutang dengan total aktiva, yang menunjukkan berapa bagian aktiva yang digunakan untuk menjamin utang. Rasio leverage yang tinggi mencerminkan bahwa perusahaan memiliki kewajiban yang besar. Sehingga apabila pemodal


(50)

menginvestasikan sahamnya akan memungkinkan investor tidak mendapatkan return dari saham yang dimilikinya. Akibatnya pada penawaran saham tersebut akan cenderung mengalami underpricing karena rendahnya minat investor terhadap saham.

3.4.4 Variabel Firm Size (X3)

Ukuran perusahaan (firm size) merupakan faktor yang juga mempengaruhi investor dalam mengambil keputusan pada saham yang IPO. Ketika akan go public, perusahaan akan menerbitkan prospektus yang berisi tentang keterangan dan informasi yang dibutuhkan oleh publik untuk dapat menilai baik tidaknya perusahaan yang bersangkutan, wajar tidaknya harga yang ditawarkan, bagaimana prospek perusahaan di hari mendatang dan lain sebagainya. Investor sebagai pemodal yang akan membeli saham perusahaan di pasar sekunder membutuhkan informasi mengenai perusahaan yang akan digunakan untuk mengambil keputusan.

Semakin besar perusahaan dan semakin dikenal oleh masyarakat, maka semakin banyak informasi yang bisa diperoleh investor dan semakin kecil pula ketidakpastian yang dimiliki oleh investor. Secara teoritis perusahaan yang lebih besar mempunyai kepastian (certainty) yang lebih besar daripada perusahaan kecil sehingga akan mengurangi tingkat ketidakpastian mengenai prospek perusahaan ke depan.


(51)

3.4.5 Variabel Umur Perusahaan (X4)

Menurut Wati, 2004 (dalam Hayati 2007:20) umur juga menunjukkan bahwa panjangnya sejarah yang menjadikan perusahaan tersebut lebih matang. Semakin lama perusahaan berdiri, maka semakin banyak pula informasi yang dapat diperoleh publik mengenai kegiatan perusahaan. Sehingga akan mengurangi ketidakpastian informasi di masa yang akan datang. Return perusahaan yang lebih mapan serta berusia lebih tua cenderung lebih tinggi dibanding yang lebih muda usianya.

3.5 Populasi dan Sampel 3.5.1 Populasi

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, yaitu sebanyak 148 emiten.

3.5.2 Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Non probability sampling , yaitu dengan metode “purpose sampling”. Adapun kriteria penarikan sampel dalam penelitian ini adalah :

1. Perusahaan yang bergerak di sektor manufaktur.

2. Perusahaan tersebut memiliki data yang diperlukan dalam penelitian yakni laporan keuangan pada saat perusahaan melakukan IPO.


(52)

Tabel 3.1

Proses Penentuan Sampel

No. Kriteria Data Penelitian Jumlah

Penelitian 1. Total perusahaan manufaktur yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia

150 2. Sampel dikeluarkan karena data tidak lengkap (27) 3. Sampel dikeluarkan karena mengalami delisting (16) 3. Sampel dikeluarkan karena overpricing dan

initial margin nol

(27)

Jumlah akhir sampel penelitian 80

Sumber

Berdasarkan kriteria sampel di atas maka diperoleh sampel penelitian sebanyak 80 perusahaan.

Tabel 3.2

Nama-nama perusahaan yang diteliti

No

Kode

Perusahaan Nama Perusahaan

1. ADMG PT Polychem Indonesia Tbk 2. AISA PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk 3. AKKU PT Aneka Kemasindo Utama Tbk 4. ALMI PT Alumindo Light Metal Industry Tbk 5. AMFG PT Asahimas Flat Glass Tbk

6. APLI PT Asiaplast Industries Tbk 7. ARNA PT Arwana Citramulia Tbk 8. BATA PT Sepatu Bata Tbk

9. BIMA PT Primarindo Asia Infrastructure Tbk 10. BRPT PT Barito Pacific Tbk

11. BTON PT Betonjaya Manunggal Tbk

12. CNTX PT Century Textile Industry (CENTEX) Tbk 13. CPIN PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk

14. CTBN PT Citra Tubindo Tbk

15. DPNS PT Duta Pertiwi Nusantara Tbk 16. DVLA PT Darya‐Varia Laboratoria Tbk 17. DYNA PT Dynaplast Tbk


(53)

19. FPNI PT Titan Kimia Nusantara Tbk 20. GDYR PT Goodyear Indonesia Tbk 21. GJTL PT Gajah Tunggal Tbk 22. HDTX PT Panasia Indosyntec Tbk

23. ICBP PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk 24. IGAR PT Kageo Igar Jaya Tbk

25. IKAI PT Intikeramik Alamasri Industry Tbk 26. IKBI PT Sumi Indo Kabel Tbk

27. IMAS PT Indomobil Sukses Internasional Tbk 28. INAI PT Indal Aluminium Industry Tbk 29. INDF PT Indofood Sukses Makmur Tbk 30. INDR PT Indorama Syntetics Tbk

31. IPOL PT Indopoly Swakarsa Utama Industry Tbk 32. JECC PT Jembo Cable Company Tbk

33. JKSW PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk 34. KAEF PT Kimia Farma (Persero) Tbk 35. KARW PT Karwell Indonesia Tbk 36. KBLI PT KMI Wire and Cable Tbk 37. KBLM PT Kabelindo Murni Tbk

38. KBRI PT Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk 39. KDSI PT Kedawung Setia Industrial Tbk

40. KIAS PT Keramika Indonesia Assosiasi Tbk 41. KICI PT Kedaung Indah Can Tbk

42. KRAS PT Krakatau Steel (Persero) Tbk 43. LION PT Lion Metal Works Tbk

44. LMPI PT Langgeng Makmur Industry Tbk 45. LMSH PT Lionmesh Prima Tbk

46. LPIN PT Multi Prima Sejahtera Tbk 47. MAIN PT Malindo Feedmill Tbk 48. MASA PT Multistrada Arah Sarana Tbk 49. MERK PT Merck Tbk

50. MLBI PT Multi Bintang Indonesia Tbk 51. MLIA PT Mulia Industrindo Tbk 52. MRAT PT Mustika Ratu Tbk

53. MYRX PT Hanson International Tbk 54. PAFI PT Panasia Filament Inti Tbk 55. PBRX PT Pan Brothers Tex Tbk 56. PICO PT Pelangi Indah Canindo Tbk 57. POLY PT Asia Pacific Fibers Tbk 58. PSDN PT Prasidha Aneka Niaga Tbk 59. PTSN PT Sat Nusapersada Tbk


(54)

60. PYFA PT Pyridam Farma Tbk 61. RDTX PT Roda Vivatex Tbk

62. RMBA PT Bentoel International Investama Tbk 63. ROTI PT Nippon Indosari Corpindo Tbk

64. SAIP PT Surabaya Agung Industry Pulp & Kertas Tbk 65. SCPI PT Schering‐Plough Indonesia Tbk

66. SIAP PT Sekawan Inti Pratama Tbk 67. SIMM PT Surya Intrindo Makmur Tbk 68. SMSM PT Selamat Sempurna Tbk

69. SOBI PT Sorini Agro Asia Corporindo Tbk 70. SQMI PT Allbond Makmur Usaha Tbk 71. STTP PT Siantar Top Tbk

72. TCID PT Mandom Indonesia Tbk 73. TFCO PT Tifico Fiber Indonesia Tbk 74. TIRT PT Tirta Mahakam Resources Tbk 75. TPIA PT Tri Polyta Indonesia Tbk 76. TSPC PT Tempo Scan Pacific Tbk 77. UNIT PT Nusantara Inti Corpora Tbk 78. UNVR PT Unilever Indonesia Tbk 79. VOKS PT Voksel Electric Tbk

80. YPAS PT Yanaprima Hastapersada Tbk Sumber :

3.6 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder kuantitatif yang berasal dari hasil publikasi Bursa Efek Indonesia (BEI) , buku-buku referensi, dan literatur-literatur ilmiah yang berkaitan dengan topik penelitian.

3.7Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi dokumentasi yaitu dengan mengumpulkan data pendukung berupa literatur, jurnal penelitian, dan buku-buku referensi serta mengumpulkan data-data sekunder yang diperlukan berupa data internet yang dipublikasikan BEI.


(55)

3.8Teknik Analisis

Teknik analisis data yang dinakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

3.8.1. Analisis Deskriptif

Analisis Deskriptif adalah suatu metode analisis dimana data-data yang dikumpulkan dan dikelompokkan kemudian dianalisis dan diinterpretasikan secara objektif.

Penelitian ini pada mulanya menggunakan analisis regresi berganda untuk mengetahui pengaruh dari Return on Assets (ROA), Financial Leverage , Firm Size , dan Umur Perusahaan terhadap Underpricing. Dikarenakan oleh tidak terpenuhinya salah satu dari uji asumsi klasik yaitu Uji Heterokedastisitas, maka penelitian ini menggunakan analisis korelasi Pearson untuk mengetahui hubungan dari Return on Assets (ROA), Financial Leverage , Firm Size , dan Umur Perusahaan terhadap Underpricing

3.8.2. Metode Analisis Korelasi Pearson

Analisis korelasi Pearson berguna untuk mengetahui hubungan dua variabel yang berskala rasio yang menunjukkan hubungan yang linear (Situmorang et al, 2008:47). Korelasi ini sering juga disebut korelasi Product Moment.


(56)

Dimana:

r = Koefisien Korelasi Pearson = Variabel bebas

= Variabel terikat n = Jumlah data

Koefisien korelasi Pearson berkisar dari -1 sampai 1, sehingga dapat ditulis -1 < r < 1. Tanda positif menunjukkan arah hubungan dua variabel yang positif (searah) dan tanda negatif menunjukkan arah hubungan dua variabel yang negatif (tidak searah). Selain itu untuk melihat apakah terdapat hubungan yang signifikan dari Korelasi Pearson yang diperoleh, maka dapat dilihat dari tingkt signifikansi yang dihasilkan. Apabila tingkat signifikansi

yang ditetapkan untuk penelitian (α) = 5%, maka terdapat hubungan yang

signifikan antara variabel-variabel bebas (Xi) dengan variabel terikat (Y). Tabel 3.3

Interpretasi Koefisien Korelasi

Sumber : Sugiyono (2007:183)

Bentuk pengujian yang digunakan adalah:

: = 0, artinya tidak terdapat hubungan yang positif (negatif) dan signifikansi antara variabel bebas (Xi) dengan variabel terikat (Y).

: ≠ 0, artinya terdapat hubungan yang positif (negatif) dan signifikansi antara variabel bebas (Xi) dengan variabel terikat (Y).

Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,00 – 0,199

0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000

Sangat rendah Rendah Sedang Kuat Sangat Kuat


(57)

Kriteria pengambilan keputusan:

diterima jika - , dengan

diterima jika - ., dengan

3.8.3. Pengujian Hipotesis Uji Statistik – t

Pengujian ini dilakukan untuk menguji signifikansi dari koefisien korelasi yang diperoleh. Pengujian signifikansi menggunakan rumus sebagai berikut (Suharyadi dan Purwanto, 2004:466):

Dimana:

t = Nilai t hitung

r = Nilai koefisien korelasi n = Jumlah data pengamatan

Bentuk pengujian yang digunakan adalah:

: t = 0, artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel- variabel bebas (Xi) dengan variabel terikat (Y).

: t ≠ 0, artinya ada hubungan yang signifikan antara variabel- variabel bebas (Xi) dengan variabel terikat (Y).

Pengujian selanjutnya akan dilakukan uji signifikansi dengan membandingkan

tingkat signifikansi α = 5 % dengan t hitung yang diperoleh. Jika t hitung > t tabel

berarti Ho ditolak atau terdapat hubungan yang nyata (signifikan) antara variabel- variabel bebas (Xi) dengan variabel terikat (Y) dan sebaliknya.


(58)

Kriteria pengambilan keputusan pada Uji- t ini adalah:

diterima jika – t tabel t hitung t tabel , dengan α = 5 % diterima jika – t tabel > t hitung > t tabel , dengan α = 5 %.


(59)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sejarah Bursa Efek Indonesia

Pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC.

Pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagimana mestinya.

Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah.

Secara singkat, tonggak perkembangan pasar modal di Indonesia dapat dilihat sebagai berikut:

a. Desember 1912 : Bursa Efek pertama di Indonesia dibentuk di Batavia oleh Pemerintah Hindia Belanda.


(60)

c. 1925 – 1942 : Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali bersama dengan Bursa Efek di Semarang dan Surabaya.

d. Awal tahun 1939 : Karena isu politik (Perang Dunia II) Bursa Efek di Semarang dan Surabaya ditutup.

e. 1942 – 1952 : Bursa Efek di Jakarta ditutup kembali selama Perang Dunia II.

f. 1956 : Program nasionalisasi perusahaan Belanda. Bursa Efek semakin tidak aktif.

g. 1956 – 1977 : Perdagangan di Bursa Efek vakum.

i. 10 Agustus 1977 : Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto. BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal). Tanggal 10 Agustus diperingati sebagai HUT Pasar Modal. Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go public PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara.

j. 1977 – 1987 : Perdagangan di Bursa Efek sangat lesu. Jumlah emiten hingga 1987 baru mencapai 24. Masyarakat lebih memilih instrumen perbankan dibandingkan instrumen Pasar Modal.

k. 1987 : Ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran Umum dan investor asing menanamkan modal di Indonesia.


(61)

l. 1988- 1990 : Paket deregulasi di bidang Perbankan dan Pasar Modal diluncurkan. Pintu Bursa Efek Jakarta terbuka untuk asing. Aktivitas bursa terlihat meningkat.

m. 2 Juni 1988 : Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan dikelola oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE), sedangkan organisasinya terdiri dari broker dan dealer.

n. Desember 1988 : Pemerintah mengeluarkan Paket Desember 88 (PAKDES 88) yang memberikan kemudahan perusahaan untuk go public dan beberapa kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan pasar modal. o. 16 Juni 1989 : Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola

oleh Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya. p. 13 Juli 1992 : Swastanisasi BEJ. BAPEPAM berubah menjadi Badan

Pengawas Pasar Modal. Tanggal ini diperingati sebagai HUT BEJ. q. 22 Mei 1995 : Sistem Otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan

sistem computer JATS (Jakarta Automated Trading Systems).

r. 10 November 1995 : Pemerintah mengeluarkan Undang –Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan mulai Januari 1996.

s. 1995 : Bursa Paralel Indonesia merger dengan Bursa Efek Surabaya. t. 2000 : Sistem Perdagangan Tanpa Warkat (scripless trading) mulai

diaplikasikan di pasar modal Indonesia.

u. 2002 : BEJ mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh (remote trading).


(62)

v. 2007 : Penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI).

w. 02 Maret 2009 : Peluncuran Perdana Sistem Perdagangan Baru PT Bursa Efek Indonesia: JATS-NextG

4.2 Gambaran Umum Perusahaan

Perusahaan manufaktur adalah perusahaan yang mengubah bahan baku menjadi barang jadi. Perusahaan manufaktur terdiri dari 3 sektor dan 18 subsektor, yakni:

1. Industri Barang Konsumsi a. Makanan dan minuman b. Rokok

c. Farmasi

d. Kosmetik dan barang keperluan rumah tangga e. Peralatan rumah tangga

2. Industri Dasar dan Kimia a. Semen

b. Keramik, porselen dan kaca c. Pulp dan kertas

d. Logam dan sejenisnya e. Kimia

f. Pakan ternak

g. Plastik dan kemasan h. Kayu dan pengolahannya


(63)

3. Aneka Industri a. Otomotif b. Tekstil c. Alas kaki d. Kabel e. Elektronika

Tabel 4.1

Profil perusahaan manufaktur yang diteliti

No Kode

Perusahaan Nama Perusahaan Tanggal Listing

(IPO) Bisnis

1. ADMG

PT Polychem Indonesia Tbk

20 Oktober 1993 Tekstil & Garmen 2. AISA

PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk

11 Juni 1997 Makanan & Minuman 3. AKKU

PT Aneka Kemasindo Utama Tbk 1 November 2004 Plastik & Kemasan 4. ALMI

PT Alumindo Light Metal Industry Tbk

2 Januari1997 Logam & Sejenisnya 5. AMFG

PT Asahimas Flat Glass Tbk

8

November1995

Keramik, porselen &kaca 6. APLI

PT Asiaplast Industries Tbk

1 Mei2000 Plastik & Kemasan 7. ARNA

PT Arwana Citramulia Tbk

17 Juli 2001 Keramik & Porselen 8. BATA

PT Sepatu Bata Tbk

24 Maret 1982 Alas Kaki

9. BIMA

PT Primarindo Asia Infrastructure Tbk

30 Agusus 1994 Alas Kaki

10. BRPT

PT Barito Pacific Tbk

1 Oktober 1993 Kimia 11. BTON

PT Betonjaya Manunggal Tbk

18 Juli 2001 Logam & Sejenisnya 12. CNTX

PT Century Textile Industry (CENTEX) Tbk 15 November 1979 Tekstil & Garmen


(1)

LAMPIRAN I

TABULASI DATA PENELITIAN

No.

Kode Perusahaan

Nama

Perusahaan Laba Bersih Total Aktiva

ROA

(%) Total Hutang

Financial Leverage

(%)

Tahun Listing

Tahun Berdiri

Umur Perusahaan 1 ADMG

PT Polychem

Indonesia Tbk 5.596.311 173.866.134 3,219 107.663.638 61,923 1993 1986 7

2 AISA

PT Tiga Pilar Sejahtera Food

Tbk 5.477.000 120.868.000 4,531 116.363.000 96,273 1997 1990 7

3 AKKU

PT Aneka Kemasindo

Utama Tbk 848.905 16.141.974 5,259 15.914.203 98,589 2004 2001 3

4 ALMI

PT Alumindo Light Metal

Industry Tbk 23.000.000 262.226.000 8,771 143.055.000 54,554 1997 1978 19 5 AMFG

PT Asahimas

Flat Glass Tbk 44.557.000 554.780.000 8,031 370.572.000 66,796 1995 1971 24 6 APLI

PT Asiaplast

Industries Tbk 5.694.000 155.473.000 3,662 47.292.000 30,418 2000 1992 8 7 ARNA

PT Arwana

Citramulia Tbk 4.252.000 151.003.000 2,816 108.097.000 71,586 2001 1993 8 8 BATA

PT Sepatu Bata

Tbk 1.288.991 20.314.553 6,345 3.749.770 18,459 1982 1931 51

9 BIMA

PT Primarindo Asia

Infrastructure


(2)

10 BRPT

PT Barito Pacific

Tbk 27.974.000 1.750.043.000 1,598 1.203.383.000 68,763 1993 1979 14 11 BTON

PT Betonjaya

Manunggal Tbk 350.270 25.487.870 1,374 13.889.110 54,493 2001 1995 6

12 CNTX

PT Century Textile Industry

(CENTEX) Tbk 13.000 22.091.000 0,059 17.065.000 77,249 1983 1970 13

13 CPIN

PT Charoen Pokphand

Indonesia Tbk 4.974.000 163.681.000 3,039 104.606.000 63,908 1991 1971 20 14 CTBN

PT Citra Tubindo

Tbk 109.000 13.808.000 0,789 12.745.000 92,302 1989 1983 6 15 DPNS

PT Duta Pertiwi

Nusantara Tbk 2.234.000 35.264.000 6,335 22.689.000 64,340 1990 1982 8 16 DVLA

PT Darya‐Varia

Laboratoria Tbk 2.326.000 7.910.000 29,406 3.142.000 39,722 1994 1977 17 17 DYNA

PT Dynaplast

Tbk 2.010.000 17.273.000 11,637 7.056.000 40,850 1991 1959 32 18 ERTX

PT Eratex Djaja

Tbk 4.816.000 56.456.000 8,531 32.480.000 57,532 1990 1972 18 19 FPNI

PT Titan Kimia

Nusantara Tbk 18.887.000 208.508.000 9,058 189.840.000 91,047 2002 1987 15 20 GDYR

PT Goodyear

Indonesia Tbk 3.081.407 52.832.821 5,832 6.138.331 11,618 1980 1898 82 21 GJTL

PT Gajah

Tunggal Tbk 4.525.000 190.304.000 2,378 110.265.000 57,942 1990 1951 39 22 HDTX

PT Panasia

Indosyntec Tbk 2.281.000 141.352.000 1,614 108.071.000 76,455 1990 1973 17 23 ICBP

PT Indofood


(3)

Makmur Tbk

24 IGAR

PT Kageo Igar

Jaya Tbk 1.866.143 23.772.406 7,850 15.956.264 67,121 1990 1975 15

25 IKAI

PT Intikeramik Alamasri

Industry Tbk 7.508.000 367.010.000 2,046 241.923.000 65,917 1997 1991 6 26 IKBI

PT Sumi Indo

Kabel Tbk 1.701.000 81.632.000 2,084 60.827.000 74,514 1991 1981 10

27 IMAS

PT Indomobil Sukses

Internasional Tbk 4.261.000 53.135.000 8,019 36.947.000 69,534 1993 1987 6

28 INAI

PT Indal Aluminium

Industry Tbk 5.657.080.075 472.479.334.381 1,197 21.190.810.612 4,485 1994 1971 23

29 INDF

PT Indofood Sukses Makmur

Tbk 70.850.000 718.684.000 9,858 585.983.000 81,536 1994 1990 4 30 INDR

PT Indorama

Syntetics Tbk 8.215.000 88.373.000 9,296 63.633.000 72,005 1990 1974 16

31 IPOL

PT Indopoly Swakarsa Utama

Industry Tbk 93.440.000 1.691.645.000 5,524 1.381.551.000 81,669 2010 1995 15 32 JECC

PT Jembo Cable

Company Tbk 6.355.000 95.919.000 6,625 73.458.000 76,583 1992 1973 19 33 JKSW

PT Jakarta Kyoei

Steel Works Tbk 4.241.000 180.655.000 2,348 126.352.000 69,941 1997 1974 23 34 KAEF

PT Kimia Farma

(Persero) Tbk 169.819.000 964.462.000 17,608 424.485.000 44,013 2001 1969 32 35 KARW

PT Karwell


(4)

36 KBLI

PT KMI Wire

and Cable Tbk 4.817.000 87.037.000 5,534 60.223.000 69,192 1992 1972 20 37 KBLM

PT Kabelindo

Murni Tbk 5.874.000 147.933.000 3,971 87.905.000 59,422 1995 1979 16

38 KBRI

PT Kertas Basuki Rachmat

Indonesia Tbk 57.779.000 1.306.704.000 4,422 723.030.000 55,332 2008 1978 30

39 KDSI

PT Kedawung Setia Industrial

Tbk 3.591.219 39.635.009 9,061 28.043.790 70,755 1996 1973 23

40 KIAS

PT Keramika Indonesia

Assosiasi Tbk 364.000 31.803.000 1,145 19.013.000 59,784 1994 1981 13 41 KICI

PT Kedaung

Indah Can Tbk 5.463.000 37.377.000 14,616 13.098.000 35,043 1993 1974 19

42 KRAS

PT Krakatau Steel (Persero)

Tbk 494.672.000 12.795.800.000 3,866 6.949.000.000 54,307 2010 1971 39 43 LION

PT Lion Metal

Works Tbk 2.693.000 24.570.000 10,961 15.891.000 64,676 1993 1972 21

44 LMPI

PT Langgeng Makmur Industry

Tbk 4.314.995 48.625.000 8,874 39.461.000 81,154 1994 1972 22 45 LMSH

PT Lionmesh

Prima Tbk 279.000 3.746.000 7,448 2.681.000 71,570 1990 1982 8 46 LPIN

PT Multi Prima

Sejahtera Tbk 613.000 5.566.000 11,013 5.019.000 90,172 1990 1982 8 47 MAIN

PT Malindo

Feedmill Tbk 32.915.000 293.970.000 11,197 202.389.000 68,847 2006 1997 9 48 MASA PT Multistrada 398.299.000 794.257.000 50,147 477.370.000 60,103 2005 1988 17


(5)

Arah Sarana Tbk

49 MERK PT Merck Tbk 1.055.447 7.356.866 14,346 2.583.646 35,119 1981 1970 11 50 MLBI

PT Multi Bintang

Indonesia Tbk 3.050.801 18.114.584 16,842 9.016.415 49,774 1981 1929 52 51 MLIA

PT Mulia

Industrindo Tbk 2.085.000 469.212.000 0,444 463.063.000 98,690 1993 1986 7 52 MRAT

PT Mustika Ratu

Tbk 7.496.000 61.572.000 12,174 20.558.000 33,389 1995 1978 17 53 MYRX

PT Hanson

International Tbk 1.656.730.319 19.629.503.041 8,440 14.937.979.450 76,100 1990 1971 19 54 PAFI

PT Panasia

Filament Inti Tbk 25.733.000 399.380.000 6,443 290.704.000 72,789 1997 1987 10 55 PBRX

PT Pan Brothers

Tex Tbk 3.422.000 39.772.000 8,604 28.797.000 72,405 1990 1980 10 56 PICO

PT Pelangi Indah

Canindo Tbk 3.410.000 169.500.000 2,012 114.111.000 67,322 1996 1983 13 57 POLY

PT Asia Pacific

Fibers Tbk 9.932.000 199.848.000 4,970 116.039.000 58,064 1991 1984 7 58 PSDN

PT Prasidha

Aneka Niaga Tbk 1.395.000 187.888.000 0,742 165.229.000 87,940 1994 1974 20 59 PTSN

PT Sat

Nusapersada Tbk 20.550.000 599.857.000 3,426 417.789.000 69,648 2007 1990 17 60 PYFA

PT Pyridam

Farma Tbk 1.448.218 66.084.012 2,191 21.303.031 32,236 2001 1978 23 61 RDTX

PT Roda Vivatex

Tbk 978.000 21.613.000 4,525 13.993.000 64,743 1990 1980 10

62 RMBA

PT Bentoel International

Investama Tbk 134.447 6.388.990 2,104 5.473.763 85,675 1990 1979 11 63 ROTI PT Nippon 57.115.000 346.978.000 16,461 179.138.000 51,628 2010 1995 15


(6)

Indosari Corpindo Tbk

64 SAIP

PT Surabaya Agung Industry Pulp & Kertas

Tbk 11.121.000 328.067.000 3,390 189.620.000 57,799 1993 1973 20

65 SCPI

PT Schering Plough Indonesia

Tbk 2.198.000 9.042.000 24,309 4.841.000 53,539 1990 1972 18 66 SIAP

PT Sekawan Inti

Pratama Tbk 320.738 96.242.072 0,333 62.941.743 65,399 2008 1994 14

67 SIMM

PT Surya

Intrindo Makmur

Tbk 9.225.602 132.023.009 6,988 40.618.860 30,767 2000 1996 4 68 SMSM

PT Selamat

Sempurna Tbk 6.967.530 103.941.586 6,703 58.154.935 55,950 1996 1976 20

69 SOBI

PT Sorini Agro Asia Corporindo

Tbk 3.626.700 55.545.800 6,529 39.162.800 70,505 1992 1983 9

70 SQMI

PT Allbond Makmur Usaha

Tbk 1.893.000 92.730.000 2,041 46.557.000 50,207 2004 2000 4 71 STTP

PT Siantar Top

Tbk 6.400.000 82.386.000 7,768 50.782.000 61,639 1996 1987 9 72 TCID

PT Mandom

Indonesia Tbk 6.754.000 59.626.000 11,327 11.491.000 19,272 1993 1969 24 73 TFCO

PT Tifico Fiber

Indonesia Tbk 5.414.542.331 111.015.680.441 4,877 73.291.047.320 66,019 1980 1973 7 74 TIRT

PT Tirta


Dokumen yang terkait

Pengaruh Struktur Aktiva, Return On Assets, Pertumbuhan Penjualan, Ukuran Perusahaan, Price Earning Ratio, dan Likuiditas Terhadap Struktur Pendanaan Dengan Kepemilikan Institusional Sebagai Variabel Moderating Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di

2 65 149

Analisis Pengaruh Cash Ratio, Return On Assets, Growth Firm Size, Debt To Equity Ratio Dan Net Profit Margin Terhadap Dividen Payout Ratio Pada Perusahaan Lq-45 Yang Terdaftar Di Bursa efek Indonesia Tahun 2010 -2012

2 105 101

Analisis Pengaruh Return On Assets, Current Ratio, Total Assets Turnover, Growth, Dan Earning Per Share Terhadap Cash Dividend Pada Perusahaan Sektor Pertambangan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

3 92 120

Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Return On Assets dengan Komisaris Independen sebagai Variabel Moderating pada Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

0 64 130

Analisis Pengaruh Cash Position, Return On Assets, Firm Size Dan Debt To Equity Terhadap Dividend Payout Ratio Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia

0 54 164

Pengaruh Risiko Usaha Bank Terhadap Return On Assets pada Bank Umum Nasional yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta.

0 24 102

Pengaruh Asimetri Informasi, Ukuran Perusahaan, Leverage dan Return on Assets Terhadap Manajemen Laba dengan Kepemilikan Manajerial Sebagai Variabel Moderating pada Pertambangan Batubara yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

4 36 97

Pengaruh Economic Value Added (EVA), Earning Per Share (EPS), Return On Asset (ROA) dan ukuran perusahaan (FIRM SIZE) terhadap harga saham: studi pada perusahaan yang listing di Jakarta Islamic Index Periode 2008-2012

0 30 165

PENGARUH SIZE, RETURN ON ASSETS DAN FINANCIAL LEVERAGE PADA TINGKAT UNDERPRICING PENAWARAN SAHAM PERDANA DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 0 16

ANALISIS PENGARUH ARUS KAS, LEVERAGE DAN FIRM SIZE TERHADAP ABNORMAL RETURN SAHAM PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.

3 11 129