Pemerintah Australia segera mengirimkan empat orang polisi pengaman dalam rangka melindungi hal-hal yang tidak diinginkan terjadi dan telah mengadakan
penjagaan terus-menerus selama 24 jam. Atas kejadian ini, Kuasa Usaha ad Interim Kedutaan Besar RI di Canberra menyatakan protes dan ketidaksenangannya atas
pemasangan kembali tanda-tanda salib dan kegiatan-kegiatan lainnya di luar gedung KBRI karena hal itu sangat mengganggu ketenangan dan menurunkan kehormatan
misi perwakilan RI. Atas terjadinya hal tersebut Pemerintah Australia melakukan upaya-upaya pembenahan dan langkah-langkah untuk mengatasi hal tersebut.
Akhirnya pada tanggal 3 Mei 1992 polisi federal Australia telah mengangkat salib- salib dan lentera-lentera di depan KBRI di Canberra. Tindakan-tindakan yang
dilakukan oleh Pemerintah Australia adalah sebagai pemenuhan atas kewajiban negara penerima dalam melindungi perwakilan-perwakilan asing, dalam hal ini
adalah perwakilan diplomatik Indonesia sesuai Pasal 22 ayat 2 Konvensi Wina 1961
D. Penangkapan dan Penahanan Terhadap Staf Missi Diplomatik
Pasal 29 Konvensi Wina mengatur bahwa pejabat diplomatik tidak dapat diganggu gugat. Ia tidak dapat ditangkap dan dikenakan penahanan. Negara penerima
harus memperlakukannya dengan penuh hormat dan harus mengambil langkah- langkah yang layak untuk untuk mencegah atas serangan diri, kemerdekaan dan
martabatnya. Hak kekebalan tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 29 Konvensi
Universitas Sumatera Utara
Wina juga dinikmati oleh anggota keluarga dan anggota-anggota lain sebagaimana diatur dalam Pasal 37 konvensi Wina.
Pejabat diplomatik suatu negara memiliki kebebasan bergerak di wilayah negara penerima, kecuali dalam daerah tertentu di mana undang-undang atau
peraturan negara melarang atau diatur demi keamanan negara tersebut. Pelanggaran- pelanggaran terhadap kekebalan para pejabat diplomatik suatu negara di negara
penerima akan menimbulkan tanggung jawab terhadap negara penerima tersebut. Pertanggungjawaban berarti kewajiban memberikan jawaban yang merupakan
perhitungan atas suatu hal yang terjadi dan berkewajiban untuk memberikan pemulihan atas kerugian yang ditimbulkan. Pertanggungjawaban negara muncul
biasanya diakibatkan oleh pelanggaran atas hukum internasional. Suatu negara dikatakan bertanggung jawab dalam hal negara tersebut melakukan pelanggaran
terhadap perjanjian internasional, melanggar kedaulatan, menciderai perwakilan diplomatik negara lain, atau memperlakukan warga negara asing secara semena -
mena. Pertanggungjawaban tersebut berbeda-beda tergantung pada kewajiban yang diembannya
atau besar
dari kerugian
yang telah
ditimbulkan. Apabila dilihat dari pengertian Pasal 29 Konvensi Wina 1961 maka pelanggaran
terhadap pasal tersebut dapat terjadi antara lain karena: penagkapan atau penahanan pejabat diplomatik, tidak diperlakukannya pejabat diplomatik dengan hormat, tidak
diambilnya langkah-langkah yang layak oleh negara penerima untuk mencegah serangan terhadap diri, kemeredekaan dan martabat pejabat diplomatik ataupun
Universitas Sumatera Utara
anggota perwakilan lain yang menikmati kekebalan sebagaimana diatur dalam Pasal 29 Konvensi wina tersebut.
92
Salah satu contoh kasusnya adalah Pendudukan Kedubes Amerika di Teheran Iran oleh demonstran pada tahun 1979. Pendudukan negara atau warga negara
terhadap kantor diplomatik merupakan pelanggaran Negara Iran terhadap kedaulatan Amerika Serikat. Demonstran mencuri arsip data dan menyandera 50 staff diplomatik
Kedutaan Amerika. Dan oleh karena itu, pada 1980, Pengadilan Internasional, berdasarkan ketentuan Konvensi Wina menyatakan bahwa Iran sebagai negara
penerima berkewajiban untuk melakukan tindakan perlindungan terhadap konsulat dan diplomat Amerika jika ingin terus melangsungkan hubungan diplomatik dengan
negara lain.
93
Penyanderaan Pejabat diplomatik dan staf kedutaan besar Amerika Serikat di Teheran pada tanggal 4 November 1979 sebagai reaksi terhadap diizinkannya Shah
Iran masuk ke Amerika Serikat untuk mendapatkan perawatan medis. Tindakan itu dilakukan oleh mahasiswa militan Iran. Peristiwa tersebut mengundang reaksi hebat
dari Amerika Serikat. Sebagaimana kita ketahui, kekebalan diplomatik dalam bahasa asing
mencakup dua pengertian, yaitu Inviolability dan immunity. Inviolability diartikan sebagai kekebalan terhadap alat-alat kekuasaan dari negara penerima dan kekebalan
terhadap segala gangguan yang merugikan sehingga di sini terkandung pegertian memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan dari alat-alat kekuasaan negara
92
Sigit Fahrudin,
Pelanggaran Yang Dilakukan Terhadap Peja ba t dan Staf Diplomatik,
Sumber : http:mukahukum.blogspot.com201002pelanggaran-yang-dilakukan-terhadap_15.html, Diakses: 31 Januari 2015
93
Hanief,
Konvensi Wina dan Kasus-Kasus Diplomatik,
Sumber: http:mas- hanief.blogspot.com2011_10_30_archive.html , Diakses 1 Februari 2015
Universitas Sumatera Utara
penerima. Sementara Immunity diartikan sebagai kekebalan terhadap yurisdiksi dari negara penerima, baik hukum pidana maupun hukum perdata.
Selanjutnya, berdasarkan Pasal 29 Konvensi Wina 1961 dapat kita ketahui bahwa kekebalan yang melekat pada diri pribadi seorang wakil diplomatik tersebut
mampu melindunginya dari semua serangan siapa pun dari mana pun. Pemerintah atau alat-alat negara dari negara-negara penerima bertanggung jawab untuk
mengambil setiap langkah yang diperlukan untuk mencegah adanya serangan terhadap seorang diplomatik.
Dengan demikian, jelaslah bahwa alat-alat negara dari negara penerima berkewajiban untuk memberikan perlindungan istimewa kepada seorang wakil
diplomatik. Konsekuensi yang timbul dari ketentuan Pasal 29 Konvensi Wina 1961 ini adalah jika telah terjadi suatu penyerangan terhadap seorang wakil diplomatik di
negara penerima tersebut maka penguasa setempat harus menuntut dan mengadili siapa pun yang menyerang tersebut.
Jadi pejabat diplomatik dan staf diplomatik Amerika Serikat yang telah disandera oleh mahasiswa Iran dengan alasan yang telah disampaikan tadi.
Pemerintah negara Iran harus menuntut dan mengadili siapa pun yang menyerang para pejabat diplomatik dan staf diplomatik sesuai dengan hukum nasional negara
tersebut, karena para pejabat diplomatik dan staf diplomatik memiliki Inviolable yaitu hak untuk mendapatkan perlindungan istimewa dari negara penerima Pasal 29
Konvensi Wina 1961, berbunyi The person of diplomatik agent shaal be inviolable. He sha ll not be lia ble to a ny from of a rrest or detention
94
Kasus lainnya, pada bulan Oktober 2013 lalu, Seorang diplomat senior Belanda diserang oleh orang tak dikenal di Moskow. Menteri Luar Negeri Belanda
Frans Timmermans mengkonfirmasi serangan melalui salah satu akun sosial medianya. Ia juga memanggil duta besar Rusia untuk meminta penjelasan. Wakil
94
Bambang Prayitno,
Perbedaan Kekeblan , Keistimewaan, dan Kemudahan Staf Diploamtik, Staf Administrasi dan Staf Perwakilan Diploamtik, Staf Pelayanan dan Staf Pelayan Pribadi,
Sumber : http:prayitnobambang.blogspot.com201111perbedaan-kekebalan-keistimewaan-dan.html, Diakses:
1 Februari 2015
Universitas Sumatera Utara
kepala missi diplomatik Belanda di Moskow, Onno Elderenbosch rumahnya didatangi oleh laki-laki yang menyamar sebagai tekhnisi listrik yang kemudian
memukulinya. Elderenbosch mengatakan para penyerang masuk ke apartemennya, memukulinya dan meninggalkan lambang hati dengan huruf LGBT di dinding
diplomat. LGBT adalah singkatan dari lesbian, gay, biseksual dan transgender. Salah satu awak media di Belanda menyebutkan diplomat itu menderita luka ringan tapi
sumber polisi dari Interfax mengatakan ia tidak meminta perawatan medis. Akhirnya ketegangan antara Rusia dan Belanda muncul ketika polisi di Den Haag menahan
seorang diplomat Rusia atas tuduhan memperlakukan anak-anaknya dengan buruk. Serangan Moskow menyerupai versi Rusia dari kejadian diplomat yang dipukul di
rumahnya di depan anak-anaknya. Atas hal ini Belanda meminta maaf karena melanggar Konvensi Wina tentang hubungan diplomatik.
95
Kasus lainnya, Pada tanggal 4 Juli 1982, empat diplomat Iran, Ahmad Motevaselian, Sayid Mohsen Mousavi, Taqi Rastegar Moqaddam, dan Kazem
Akhavan diculik oleh milisi Kristen Falangis, yang didukung oleh rezim Zionis Israel di utara Beirut, Lebanon. Mereka diculik di Lebonon saat sedang menjalankan tugas
diplomatik. Setelah peristiwa itu, Republik Islam Iran secara resmi meminta PBB dan Dewan Keamanan untuk menindaklanjuti kasus tersebut dan juga melakukan
pendekatan diplomatik dengan pemerintah Lebanon untuk memperjelas dimesi tindakan terorisme itu. Tehran melalui bantuan pemerintah Beirut juga menyerahkan
dokumen resmi kepada PBB, yang membuktikan bahwa para diplomat Iran telah diculik di Lebanon. Semua dokumen menunjukkan bahwa empat warga negara Iran
itu diculik oleh milisi bersenjata yang didukung Israel. Salah seorang komandan milisi Falangis Lebanon, Elie Hobeika dalam wawancaranya dengan sebuah majalah,
membenarkan bahwa para diplomat Iran diculik oleh orang-orang yang bekerja untuk Israel. Pada waktu itu, Hobeika mengatakan penculikan empat diplomat Iran
95
Sidiq Fajar,
Diplomst Belanda Dipukuli DiRusia,
Sumber : http:www.kiblat.net20131016diplomat-belanda-dipukuli-di-rusia, Diakses: 1 Februari 2015.
Universitas Sumatera Utara
dilakukan oleh milisi Kristen Lebanon atas permintaan Israel dan mereka sudah dipindahkan ke tanah pendudukan.
Elie Hobeika dalam satu pernyataan resmi menyatakan bahwa mereka sudah dibunuh atas perintah Samir Geagea dan Geagea sendiri mengaku bahwa Hobeika
bertanggung jawab atas tewasnya para diplomat Iran di Lebanon. Akan tetapi, teror terhadap Elie Hobeika membuat klaim tersebut semakin tidak jelas dan samar.
Geagea adalah salah seorang pemimpin dan tokoh berpengaruh di pasukan milisi. Falangis adalah seseorang yang melakukan kegiatan bersama Hobeika di sebuah unit
teror dan mereka berdua terlibat dalam sejumlah besar operasi teror. Bukti-bukti juga menunjukkan bahwa empat diplomat Iran yang diculik
berada di penjara rezim Zionis. Akan tetapi, para perwakilan Palang Merah Internasional dan lembaga-lembaga HAM dunia lainnya gagal menekan Tel Aviv
untuk menerima tanggung jawab atas penahanan empat warga negara Iran tersebut. Beberapa sumber menyebutkan, radio Suara Lebanon-Arab di Beirut pada 6 Juli 1982
mengabarkan bahwa milisi Falangis menahan empat diplomat Iran yang diculik di gedung dewan perang untuk keperluan interogasi. Berita tersebut diperoleh dari
sumber-sumber terpercaya di timur Beirut dan milisi Falangis juga tidak membantah informasi itu.
Pada 7 Juli 1982, radio Israel memberitakan bahwa milisi Falangis telah menahan empat diplomat Iran di Beirut, ketua delegasi sudah dibebaskan, sementara
tiga orang lainnya telah dipindahkan ke lokasi yang tidak diketahui. Akan tetapi, informasi lain yang diperoleh dari sumber-sumber internal Falangis menyebutkan
bahwa empat diplomat Iran dikurung selama 20 hari di ruang bawah tanah pusat komando Falangis. Mereka diinterogasi di sana dan kemudian dipindahkan ke
penjara. Dalam kasus terorisme ini, ada beberapa poin yang tidak akan mengubah
esensi peristiwa meskipun situasinya bersifat dinamis.
Universitas Sumatera Utara
1. keterlibatan para pejabat Israel dalam kasus itu tidak terbantahkan baik secara
langsung maupun tidak langsung. Karena pada masa penculikan itu terjadi, Lebanon berada di bawah pendudukan Israel dan milisi Falangis menjalin
kerjasama erat Zionis. Samir Geagea adalah seorang antek Israel dan mereka harus bertanggung jawab atas kejahatan tersebut.
2. PBB dan lembaga-lembaga HAM dunia berlepas tangan menghadapi
tindakan anti-kemanusiaan Israel dan membiarkan kejahatan Zionis tanpa pengusutan serta bersikap pasif. Sekarang, jika perkara serupa terjadi di
negara-negara Eropa seperti Inggris dan Perancis atau bahkan di Amerika Serikat, tentu saja dunia akan heboh dan berpotensi melahirkan perang. Sikap
haus perang, penculikan, dan terorisme pemerintah sudah menyatu dengan rezim Zionis dan sejak enam dekade lalu Zionis mulai dikenal luas dengan
arogansinya dan hobi perang. Sifat-sifat bengis itu masih dipraktekkan oleh Zionis dalam berbagai bentuk kejahatan dan perang. Saat ini, opini publik
dunia menyaksikan serangan baru yang dilancarkan Israel terhadap Jalur Gaza dengan alasan membalas kematian tiga remaja Zionis. Serangan brutal itu
telah mencabut nyawa beberapa warga Palestina dan melukai sejumlah lainnya. Sejumlah besar warga Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza juga
ditangkap oleh pasukan Israel. Tidak hanya itu, ekstremis Israel bahkan membakar hidup-hidup seorang remaja Palestina, Mohammed Abu Khdeir.
3. Brutalitas rezim Zionis merupakan ancaman dan gangguan serius terhadap
kemanusiaan. Masyarakat internasional sekarang menghadapi sebuah rezim, di mana sejak awal dibentuk atas prinsip teror dan kejahatan. Brutalitas dan
arogansi sudah menjadi esensi rezim Zionis dan mereka tidak bisa lepas dari kedua sifat tersebut. Meski demikian, Israel tak habis-habisnya mementaskan
sandiwara untuk mencitrakan diri sebagai pihak yang tertindas dan cinta damai. Zionis sebagai sumber terorisme di wilayah Timur Tengah ingin
membohongi dunia lewat pencitraan.
Universitas Sumatera Utara
Masyarakat internasional dan lembaga-lembaga pembela HAM memilih bungkam terhadap kejahatan Israel dalam kasus penculikan empat diplomat Iran.
Barat dan para pembela HAM telah menutup mata terhadap terorisme yang sesungguhnya. Pertanyaannya sekarang, bagaimana PBB bisa menetapkan seorang
pelapor khusus HAM untuk Iran dan menyusun laporan-laporan tak berdasar, tapi mengabaikan tuntutan Tehran untuk mengusut kasus penculikan para diplomatnya di
Lebanon oleh Israel. Padahal, salah satu tugas PBB adalah membela hak-hak diplomatik dan menangani tindakan-tindakan yang menyalahi hukum. Organisasi
dunia ini tidak berbuat sesuatu selain membela kepentingan negara-negara Barat. Nasib para diplomat Iran sampai sekarang masih belum jelas setelah lebih dari
tiga dekade. Tidak ada yang tahu pasti apakah mereka masih hidup atau sudah meninggal. Namun, bukti-bukti kuat menunjukkan bahwa orang-orang tersebut
diculik oleh Israel. Selama beberapa tahun terakhir, perwakilan dari keluarga korban penculikan
berkunjung ke Lebanon untuk membicarakan kasus tersebut dengan para pejabat Beirut. Mereka berharap pemerintah Lebanon juga menunaikan tanggung jawab
hukum dan moralnya terhadap kasus penculikan anggota keluarga mereka. Para keluarga korban dalam sebuah jumpa pers dengan media-media Lebanon,
menunjukkan dokumen dari para saksi yang menyatakan bahwa mereka bertemu warga Iran di penjara Israel. Salah satu dari mereka bahkan memberitahukan
identitasnya kepada seorang warga yang akan dibebaskan. Republik Islam Iran telah mendesak pembentukan sebuah komisi pencari
fakta untuk memperjelas nasib para diplomatnya yang diculik. Akan tetapi, PBB sampai sekarang belum menjawab tuntutan itu. Meski demikian, Iran masih berharap
agar PBB menyikapi masalah itu dengan serius dan melaksanakan tanggung jawabnya tanpa mempedulikan kepentingan-kepentingan politik pihak tertentu.
96 96
Irib world service,
Israel dan Kasus OEnculikan Diplomat Iran,
Sumber : http:indonesian.irib.irranahtelisikitem82490-Israel_dan_Kasus_Penculikan_Diplomat_Iran,
Diakses : 1 Februari 2015
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PENYELESAIAN KASUS PENANGKAPAN STAF DIPLOMAT INDIA OLEH