Mulai dan Berakhirnya Kekebalan dan Keistimewaan Pejabat Missi Diplomatik.

memmbebaskan para pejabat diplomatik dari semua pelayanan pribadi, pelayanan umum macam apapun dan dari kewajiban militer seperti yang berhubungan dengan pengambilalihan, sumbangan militer. 64 5. Pembebasan dari kewarganegaraan Dalam protokol opsional Konvensi Wina 1961 mengenai hal memperoleh kewarganegaraan mengatur bahwa anggota-anggota perwakilan diplomatik yang bukan warga negara Negara penerima dan keluarganya tidak akan memperoleh kewarganegaraan Negara penerima tersebut semata-mata karena berlakunya hukum negara penerima tersebut. Dengan demikian terhadap kelahiran anak seorang pejabat diplomatik dinegara penerima maka anak tersebut tidak akan memperoleh kewarganegaraan negara penerima yang semata-mata karena berlakunya negara penerima, anak tersebut tetap mengikuti kewarganegaraann orang tuanya. 65

E. Mulai dan Berakhirnya Kekebalan dan Keistimewaan Pejabat Missi Diplomatik.

Pengertian kekebalan dan keistimewaan diplomatik telah berkembang dari masa ke masa. Pemberian kekebalan dan keistimewaan diplomatik dilakukan secara timbal-balik reciprocity principles yang memang mutlak diperlukan dalam rangka 64 Ibid. Halaman: 67 65 Ibid. Universitas Sumatera Utara meningkatkan atau mengembangkan hubungan persahabatan antarnegara, tidak memandang sistem politik maupun sosial budaya yang berbeda. Kekebalan dan keistimewaan para pejabat diplomatik ini tidak seterusnya dapat diberikan kepada seorang diplomat. Terdapat batas waktu kapan dapat dimulai kekebalan pejabat missi diplomatik dan kapan kekebalan para pejabat missi diplomatik itu berakhir. A. Mulai dinikmatinya kekebalan dan keistimewaan diplomatik. Kekebalan dan Keistimewaan pejabat missi diplomatik ini mulai berlaku sejak mereka memasuki wilayah negara penerima dalam rangka proses menempati pos kedinasannya untuk melaksanakan fungsi resminya, atau jika sebelum diangkat oleh negara pengirim untuk menduduki jabatan diplomatik tertentu mereka telah berkedudukan di negara penerima maka awal berlakunya kekebalan hukum dan hak- hak istimewa diplomatik dianggap telah ada sejak mereka diangkat oleh negara pengirim atau dapat dikatakan pula sejak calon diplomat mendapatkan letter of credentia ls dari pemerintahnya maka hak kekebalan dan keistimewaan pejabat missi diplomatik sudah dapat diberikan kepada calon diplomat tersebut. Pengangkatan pejabat tersebut harus diberitahukan oleh negara pengirim kepada negara penerima melalui kementrian luar negeri negara penerima atau kementerian lain yang ditunjuk. Hal tersebut diatur dalam Pasal 39 ayat 1 Konvensi Wina 1961 secara jelas berbunyi “Setiap orang yang berhak akan kekebalan hukum dan hak-hak istimewa akan mendapatnya sejak saat ia memasuki wilayah Negara penerima dalam proses Universitas Sumatera Utara menempati posnya, atau jika ia sudah di dalam wilayahnya, sejak saat pengangkatannya itu diberitahukan kepada Kementerian Luar Negeri atau kementerian lainnya yang disetujui.” 66 Ketentuan mengenai awal dinikmatinya kekebalan dan keistimewaan diplomatik bagi orang- orang yang berhak menikmati ini sesuai dengan ketentuan Pasal 22 Konvensi Havana tahun 1928 tentang Diplomatic Officer Pasal 14 menyebutkan petugas diplomatik harus terhormat untuk orang-orang mereka, tempat tinggal mereka, swasta atau pejabat, dan harta benda mereka. Diganggu gugat ini meliputi: a. Semua kelas petugas diplomatik; b. Seluruh personil resmi misi diplomatik; c. Para anggota keluarga masing-hidup di bawah atap yang sama; d. Kertas, arsip dan korespondensi misi. Serta pada Pasal 22 tentang kapan hak diplomatic officer dapat dinikmati “Petugas diplomatik dapat kenikmatan kekebalan mereka dari saat mereka melewati perbatasan negara di mana mereka akan menjalani misinya dan dimana posisi mereka telah diketahui. Hak kekebalan akan terus ada selama periode misi dan bahkan setelah itu akan dihentikan, untuk waktu yang diperlukan bagi petugas diplomasi dalam misi. Sehingga dapat dikatakan bahwa keistimewaan dan kekebalan diplomatik berlaku sejak diplomat memasuki wilayah negara penerima dalam rangka 66 Murti, Hak Kekebalan dan Keistimewaan Diplomatik, Sumber: http:murtiblogz.blogspot.com201304hak-kekebalan-dan-keistimewaan.html , diakses: 30 Januari 2015 Universitas Sumatera Utara melaksanakan fungsi resminya. Dengan diberlakukan pemberitahuan terlebih dahulu terhadap negara penerima. 67 B. Berakhirnya Kekebalan dan Keistimewaan Diplomatik Pada Pasal 39 ayat 2 menegaskan, jika fungsi- fungsi dari orang- orang yang memperoleh kekebalan dan keistimewaan diplomatik itu berakhir maka kekebalan dan keistimewaan yang melekat padanya secara normal akan berakhir, yaitu pada saat ia meninggalkan negara penerima, atau pada saat berakhirnya suatu periode yang layak, akan tetapi kekebalan dan keistimewaan akan terus ada sampai saat berakhirnya periode yang dimaksud tersebut, bahkan dalam hal terjadinya konflik bersenjata antara negara penerima dengan negara pengirim pun kekebalan dan keistimewaan tetap ada. Namun, atas perbuatan- perbuatan yang dilakukan oleh orang – orang tersebut dalam rangka pelaksanaan fungsinya sebagai seorang anggota misi, kekebalan dan keistimewaannya akan terus disandang. Untuk menentukan berapa lama rentang waktu yang dianggap sebagai suatu periode yang layak sangat sulit karena Konvensi Wina sendiri tidak menjelaskan kuantitasnya, karena itu untuk menentukan lamanya waktu berdasarkan kesepakatan negara terkait, dan pemberian waktu tersebut didasarkan pada kebiasaan serta sopan santun internasional. Lalu berakhirnya hak tersebut dapat juga diakibatkan atas penanggalan hak kekebalan dan keistimewaan oleh negara pengirim. 67 Ibid. Universitas Sumatera Utara Menurut Pasal 32 ayat 1, kekebalan dan keistimewaan harus ditanggalkan oleh negara penerima. Penanggalan atas hak tersebut harus dilakukan secara tegas Pasal 32 ayat 2 . Kekebalan dan keistimewaan diplomatik bersumber pada hukum internasional sehingga yang mempunyai hak untuk memberi dan menanggalkannya adalah subjek hukum internasional, sehingga dalam konteks ini subjek hukum internasional adalah negara, bukan diplomat karena posisi diplomat dalam hal ini sebagai alat negara, bukan individu. Dapat ditarik kesimpulan bahwa kekebalan dan hak- hak istimewa kepala perwakilan, penanggalan dapat dilakukan oleh kepala negara pengirim melalui menteri luar negeri, karena untuk pengurusan perwakilan diplomatik ini kepala negara telah mempercayakan pada menteri luar negeri. Sedangkan yang memutuskan apakah penanggalan kekebalan dan keistimewaan diplomatik atas kepala perwakilan tersebut, tetap berada pada kewenangan kepala negara berdasar pada kewenangan kepala negara berdasar pada pengaduan negara penerima dan pertimbangan- pertimbangan yang diberikan oleh menteri luar negeri negara pengirim dan mungkin berdasarkan saran dan pendapat anggota parlemen negara terkait. 68 F. Praktek Negara Penerima Dalam Penerapan kekebalan Diplomatik Terhadap Anggota Missi Diplomatik Seperti telah disebutkan di atas bahwa gedung perwakilan asing tidak dapat diganggu-gugat, bahkan petugas maupun alat negara setempat tidak dapat 68 Ibid. Universitas Sumatera Utara memasukinya tanpa izin perwakilan. Maka negara penerima tidak akan sanggup berbuat apa-apa jika fungsi gedung diplomat disinyalir atau dicurigai melakukan praktik pelanggaran pidana seperti penyelundupan senjata,obat obatan terlarang dan lain-lain karena untuk membuktikannya harus masuk langsung ke gedung diplomatik hal semacam itu pernah terjadi di dalam kasus Kedutaan Besar Irak di Islamabad. 69 Kasus tersebut terjadi di dalam bulan Februari 1973. Kejadian ini bermula ketika sebuah peti kemas yang dialamatkan kepada Kedutaan Besar Irak di Islamabad secara tidak sengaja mengalami kerusakan sehingga terungkap oleh pejabat Bea Cukai Pakistan bahwa sebenarnya peti kemas tersebut berisi senjata yang jumlahnya cukup banyak. Atas terjadinya peristiwa tersebut Kementerian Luar Negeri Pakistan meminta kepada Duta Besar Irak untuk mengizinkan polisi setempat memeriksanya di gedung Kedutaan Besar Irak di Islamabad. Permintaan tersebut ditolak oleh Duta Besar Irak, kemudian polisi setempat memeriksanya di gedung Kedutaan Besar Irak dengan paksa, dan ternyata benar telah menemukan 59 peti yang berisi senjata, bahan peledak dan amunisi yang harus diserahkan kepada pemberontak Belouchistan Hal ini dapat dibenarkan secara hukum internasional, karena apabila terjadi dakwaan atau adanya bukti-bukti yang memperkuat bahwa fungsi perwakilan asing tersebut ternyata bertentangan dengan ketentuan Pasal 41 ayat 3 Konvensi Wina 69 Nizar Fikri, Tinjauan Yuridis Terhadap Kekebalan Gedung Diplomatik Studi Terhadap Kasus Kedutaan Besar Irak di Islamabad Februari 1973, Sumber : http:nizarfikkri.blogspot.com201112tinjauan-yuridis-terhadap-kekebalan.html, Diakses: 30 Januari 2015 Universitas Sumatera Utara 1961, maka pemerintah negara penerima dapat memasuki gedung tersebut dan disaksikan oleh Duta Besar dari negara pengirim. Oleh karena itu dinyatakan oleh Brierly bahwa dalam hal-hal yang luar biasa, meskipun tidak dinyatakan dalam konvensinya sendiri. Kedua, prinsip tidak diganggu gugat itu menurut pendapat Komisi Hukum Internasional tidak menutup adanya kemungkinan bagi negara penerima untuk mengambil tindakan terhadap diplomat atau perwakilan asing di negara tersebut dalam rangka bela diri atau menghindarkan adanya tindak pidana Jadi pada dasarnya negara penerima dapat memasuki gedung diplomatik yang tidak menjalankan fungsinya sesuai dengan sebagaimana yang sudah diatur dalam Konvensi Wina 1961 khususnya pasal 41 ayat 3 selain itu negara penerima dapat memasuki secara paksa gedung diplomatik yang disinyalir atau diduga kuat digunakan untuk hal-hal yang berkaitan dengan suatu tindak pidana dengan dasar hak bela diri dari suatu negara penerima untuk menghindarkan adanya tindak pidana di negara penerima. 70 Kasus lainnya, berawal dari gugatan yang diajukan oleh seorang warga negara Filipina bernama Corazon Tabion, yang merupakan pembantu rumah tangga bagi pasangan suami istri Yordania, Faris dan Lana Mufti. Faris Mufti adalah seorang pejabat konsuler Yordania untuk Distrik TS Ellis Amerika Serikat. Gugatan diajukan Tabion pada bulan Februari tahun 1996 ke Pengadilan Distrik TS Ellis Amerika Serikat. Tabion melaporkan bahwa selama dua tahun ia bekerja bagi keluarga Mufti dengan hanya dibayar sekitar 50 per minggu selama lebih dari 60 jam kerja. Mufti 70 Ibid. Universitas Sumatera Utara menyatakan bahwa ia dan istrinya tidak dapat digugat karena ia memiliki kekebalan diplomatik sebagai seorang pejabat diplomatik, sehingga pengadilan Distrik TS Ellis Amerika Serikat menghentikan proses kasus ini. 71 Kasus berikutnya dimana negara pengirim mematuhi adanya kekebalan diplomatik bagi seorang diplomat adalah, pada tanggal 18 Maret 2013, seorang Diplomat Arab Saudi yang diakreditasikan di Iran mengemudi mobil dalam keadaan mabuk dan dengan kecepatan tinggi di atas normal. Hal ini menyebabkan Diplomat Arab Saudi tersebut menabrak sebuah mobil yang dikemudikan oleh seorang warga Iran yang mengakibatkan warga Iran tersebut meninggal dunia dan tak hanya sampai disitu ia juga menabrak seorang warga Iran lainnya yang sedang berjalan kaki melintasi jalan tersebut hingga tak sadarkan diri. Hasil penyelidikan kepolisian setempat telah ditemukan 4 empat botol minuman keras di dalam mobil sang Diplomat Arab Saudi tersebut. Kementerian Luar Negeri Iran menindaklanjuti kasus ini melalui jaringan diplomatik dan yudikatif. Iran sendiri juga telah mengajukan nota protes kepada Kedutaan Arab Saudi di Teheran, Iran atas insiden tersebut dan memprotes kelakuan salah satu diplomat Arab Saudi yang dinilai tidak pantas. 71 Minarty, Analisis Kasus The Tabion V. Mufti Filipina V. Yordania Terkait Kekebalan Bagi Peja bat Diplomatik Berdasarkan Konvensi Wina 1961 , Sumber : http:minartyplace.blogspot.com201008analisis-kasus-tabion-v-mufti-filipina.html , Diakses : 30 Januari 2015 Universitas Sumatera Utara Dari kasus tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa Diplomat Arab Saudi telah bersalah melakukan pelanggaran, dalam hal ini pelanggaran lalu lintas, yakni mengemudi dengan batas kecepatan yang melebihi normal, dan berkendara dengan kondisi mabuk yang menyebabkan meninggalnya seorang warga Iran dan tidak sadarnya seorang warga Iran lain. Dalam kasus tersebut juga dapat dilihat tidak ada bentuk pertanggungjawaban dari sang Diplomat Arab Saudi kepada para korban yang timbul atas tindakan yang ia lakukan. Hal ini terlihat jelas di mana Diplomat Arab Saudi tersebut langsung meninggalkan para korban yang ia tabrak, baik korban yang berada di dalam mobil hingga meninggal maupun korban yang sedang berjalan kaki hingga tak sadarkan diri. Iran sebagai negara sang Diplomat tersebut diakreditasi atau ditugaskan jelas mempunyai hak untuk mem-persona non-grata -kan sang Diplomat Arab Saudi tersebut. Jelas bahwa sang Diplomat Arab Saudi telah melakukan pelanggaran, telah membuat kerugian kepada negara Iran. Sehingga unsur dalam Pasal 9 ayat 1 Konvensi Wina 1961 terpenuhi. 72 Praktek negara penerima lainnya yang mana mematuhi adanya hak kekebalan terhadap diplomat yaitu pada kasus Sultan Johor pada abad 19, Pengadilan Inggris menyatakan tidak berwenang untuk mengadili Sultan Johor yang digugat oleh seorang wanita Inggris, karena tergugat adalah seorang Sultan atau Raja atau Kepala Negara yaitu seseorang yang memiliki kekebalan kedaulatan atau kekebalan sebagai 72 Gandi Misseyer, Hukum Diplomatik Dan Konsuler Tinjauan Hukum Tentang Pelanggaran Yang Dilakukan, Sumber : http:lawlowlew.blogspot.com201307hukum-diplomatik-dan-konsuler- tinjauan.html , Diakses : 30 Januari 2015 Universitas Sumatera Utara kepala Negara. Dalam hal ini, Kerajaan Inggris mengakui kerajaan Malaka sebagai Negara berdaulat Par in parem non habet imperium, Raja Malaka termasuk Sultan Johor serta keluarganya menikmati kekebalan ketika berada di negeri Inggris, sebagaimana halnya Raja Inggris serta keluarganya menikmati kekebalan di negeri Malaka Azas Resiprositas. Kasus Sultan Johor adalah kasus kekebalan dari yurisdiksi territorial yang menyangkut kekebalan dari proses hukum di Negara setempat. Namun kekebalan dari yurisdiksi territorial tidak hanya menyangkut kekebalan dari proses hukum setempat, tetapi juga kekebalan dari eksekusi keputusan pengadilan setempat harta kekayaan asset Negara asing tidak bisa disita atau dieksekusi oleh aparat hukum Negara setempat. 73 Kasus lainnya, Militer Uni Soviet di Jakarta, Lenal Kolonel Sergei P. Egorove bersama Finenko melakukan kegiatan mata-mata di Indonesia. Kegiatan mata-mata ini spionase untuk kepentingan negara pengirim merupakan pelanggaran yang sudah biasa terjadi terhadap kewajiban para anggota staf misi perwakilan asing untuk menghormati tata hukum dinegara penerima. Pada bulan Februari 1982 dengan tertangkapnya Militer Uni Soviet di Jakarta, Letnal Kolonel Sergei P. Egorove bersama Finenko dari perwakilan penerbangan Aeroflot di Jakarta, tatkala melakukan transaksi sejumlah dokumen rahasia dari Letnan Kolonel Sus Daryanto dari Indonesia bertempat dirumah makan di Jakarta. Mengingat Letnan Kolonel Sergei P. Egorove seseorang Atase militer Uni Soviet di Kedutaan Besar Uni Soviet di Jakarta dan 73 Minarty, Imunitas Terhadap Yurisdiksi Negara , http:minartyplace.blogspot.com2009_03_01_archive.html , Diakses 1 Februari 2015. Universitas Sumatera Utara menikmati kekebalan dan keistimewaan diplomatic maka berdasarkan pasal 29 Konvensi WIna 1961, ia tidak dapat diganggu gugat bukan saja dari penahanan atau penangkapan, tetapi juga negara penerima wajib melindunginya jika terjadi serangan baik terhadap pribadinya maupun kehormatannya. Karena itu pemerintah Indonesia tidak dapat pengadakan penangkapan dan mengadilinya karena sebagai diplomat ia akan dibebaskan dari jurisdiksi pidana, perdata maupun administrasi dari pemerintah Indonesia pasal 31 , kecuali menyatakan persona non grata kepada Letnan Kolonel Engrove pasal 9. Untuk itu, kementerian luar negeri RI tela hmeminta duta besar Uni Soviet dan memberitahukan keputusan pemerintah Indonesia tersebut agar Letnan Kolonel Egorove segera meninggalkan Indonesia . Dilain pihak, Finenko perwakilan dari kantor Aeroflot telah diusir dari Indonesia, sedangkan Sus Daryanto ditangkap dan kemudian diadili melalui pengadilan subversi. 74 74 Sumaryo Suryokusumo, Op.Cit, Halaman: 123-125 Universitas Sumatera Utara

BAB III BENTUK-BENTUK PELANGGARAN ATAS KEKEBALAN DIPLOMATIK