Pelanggaran Kebebasan Komunikasi BENTUK-BENTUK PELANGGARAN ATAS KEKEBALAN DIPLOMATIK

Inggris, hal itu merupakan gangguan terhadap ketenangan perwakilan dalam menjalankan misinya atau dapat menurunkan harkat dan martabat perwakilan asing di suatu negara yang pada hakikatnya bisa bertentangan dengan arti dan makna dari Pasal 22 2 Konvensi Wina 1961. Pasal 22 2 ini mengakibatkan suatu tingkat perlindungan yang khusus di samping kewajiban yang sudah ada guna menunjukkan kesungguhan dalam melindungi perwakilan asing yang berada di suatu negara. Dalam kasus perusakan Kedutaan Besar Inggris untuk Iran ini, negara Iran telah lalai melindungi perwakilan asing perwakilan dari negara Inggris di wilayah negaranya sekaligus melanggar pasal 22 ayat 2 Konvensi Wina 1961. 80

B. Pelanggaran Kebebasan Komunikasi

Tidak diganggu-gugatnya komunikasi adalah kekebalan dari pihak perwakilan asing suatu negara, yaitu pejabat diplomatiknya untuk mengadakan komunikasi dengan bebas, guna kepentingan tujuan resmi dari perwakilan tersebut, tanpa mendapat halangan yang berupa tindakan pemeriksaan atau tindakan penggeledahan yang dilakukan negara-negara lainnya, atau dapat dikatakan bahwa, their correspondence is immune from seizure, sea rch a nd scencorship on the pa rt of receiving sta te komunikasi mereka adalah kebal terhadap perampasan, penggeledahan, dan penyensoran oleh pihak negara penerima. 80 Muhammad Rakhmanaji, Yurisdiksi Ekstrateritorial Dalam Kasus Perusakan Kedutaan Besar Inggris di Iran, Sumber : http:alsaindonesia.orgsiteyurisdiksi-ekstrateritorial-dalam-kasus- perusakan-kedutaan-besar-inggris-di-iran , Diakses: 30 Januari 2015 Universitas Sumatera Utara Pasal 27 ayat 1 Konvensi Wina 1961 menyebutkan negara penerima harus melindungi dan mengizinkan komunikasi yang bebas bagi semua perwakilan- perwakilan lain serta konsulat-konsulat dari negara pengirim, di manapun juga, perwakilan boleh menggunakan semua alat-alat yang layak. Namun untuk pemasangan dan penggunaan radio transmitter, perwakilan harus mendapat izin dari negara penerima. 81 Contoh kasus pelanggaran kekebalan komunikasi diplomat adalah kasus penyadapan KBRI di Myanmar tahun 2004. Kasus penyadapan ini diketahui setelah tim pemeriksa dari Jakarta melakukan pemeriksaan digedung KBRI di Yangoon, Myanmar. Berdasarkan temuan mereka, penyadapan dilakukan melalui frekuensi telepon. Walaupun pihak KBRI tidak mengetahui secara jelas sudah berapa lama kantor kedutaan disadap. Akibat ulah agen intelijen Myanmar yang telah menyadap kedubes RI di Yangoon tersebut mendapat banyak kecaman dari pihak internasional. Komisi I DPR RI meminta meninjau ulang kembali hubungan diplomatik antara Republik Indonesia dengan Myanmar. Anggota komisi DPR RI Djoko Susilo mengungkapkan pemeriksaan tim gabungan keamanan Indonesia di KBRI Yangoon, Myanmar, terungkap bahwa adanya alat penyadap yang ditemukan pada dinding kamar kerja Duta Besar RI untuk Myanmar. Ulah agen intelijen junta militer Myanmar itu merupakan tindakan tidak terpuji dan melanggar asas kepatutan dan etika dalam 81 Sigit Fahrudin, Pelanggaran Kebebasan Komunikasi, Sumber: http:mukahukum.blogspot.com201003pelanggaran-kebebasan-komunikasi.html , Diakses : 30 Januari 2015 Universitas Sumatera Utara hubungan diplomatik. Tindakan illegal itu menyalahi tata karma hubungan diplomatik, lanjut Djoko Susilo. 82 Tindakan penyadapan tersebut merupakan pelanggaran terhadap Konvensi Wina 1961 dan kejadian ini sangat disesalkan sekali karena merupakan bukti kegagalan pemerintah Myanmar dalam melindungi hak kekebalan diplomatik dimana hal tersebut merupakan kewajiban dari negara penerima sebagaimana telah diatur dalam konvensi. Kantong diplomatik merupakan salah satu bagian dari kekebalan diplomat dalam kebebasan berkomunikasi, tas diplomatik tidak boleh dibuka atau ditahan pasal 27 ayat 3. Pihak yang tidak boleh membuka atau menahan tas diplomatik adalah semua alat-alat negara penerima atau alat-alat negara ketiga yang dilalui, dan pihak yang boleh membuka hanya agen diplomatik yang dituju. Berkaitan dengan inviolabilitas tas diplomatik ini, dalam pasal 27 ayat 4 ditentukan bahwa paket atau barang termasuk warkat yang ada dalam tas diplomatik tersebut harus memperlihatkakn tanda initial yang jelas sehingga dapat terlihat dari luar tentang sifat barang-barang tersebut, dan tas diplomatik hanya boleh berisi dokumen- dokumen diplomatik atau barang-barang yang dipergunakan untuk menunjang pelaksanaan fungsi resmi misi diplomatik. Mengenai pemberian tanda yang dapat menunjukkan sifat dari isi tas diplomatik tidak perlu ditulis secara rinci tetapi hanya tulisan-tulisan khusus yang bersifat global sehingga kerahasiaan ini tetap terjaga 82 Hidayatullah, Buntut Penyadapan KBRI Myanmar, Sumber : http:www.hidayatullah.comberitainternasionalread200407121896buntut-penyadapan-kbri- myanmar.html, Diakses: 31 Januari 2015 Universitas Sumatera Utara tetapi hanya tulisan-tulisan khusus yang berifat global sehingga kerahasiaan isi tetap terjaga tetapi pihak lain dapat mengerti keberadaannya. Hal tersebut dimaksudkan agar tidak terjadi penyelewengan pemanfaatan tas diplomatik. 83 Bentuk kekebalan dari tas diplomatik tersebut adalah dilindunginya tas, kantung, surat, bahkan container dari segala bentuk penggeledahan serta penahanan yang terdapat dalam pasal 27 ayat 3 Konvensi Wina 1961 tentang hubungan diplomatik. Pada pasal 27 ayat 4 Konvensi Wina 1961 tersebut diatur bahwa tas diplomatik hanya boleh diisi dengan barang-barang untuk keperluan resmi. Mengenai kurir diplomatik, pasal 27 ayat 5 mengatur bahwa kurir diplomatik harus dilengkapi dengan dokumen resmi oleh negara pengirim sehingga akan tampak jelas status orang tersebut beserta jumlah paket yang ada dalam tas diplomatik yang dibawanya. Masih dalam pasal dan ayat yang sama ditentukan kurir diplomatik dan barang bawaannya serta seluruh aktifitas yang menunjukkan pelaksanaan tugasnya harus dilindungi oleh negara penerima, ia memperoleh inviolabilitas badan sehingga kurir diplomatik tidak dapat ditahan. 84 Berdasarkan berbagai pertimbangan, pasal 27 ayat 6 memberi peluang bagi negara pengirim untuk mengangkat kurir diplomatik ad hoc Sementara. Graham H. Stuart menjelaskan bawa yang disebut kurir diplomatik ad hoc adalah seseorang yang acap kali saja menjalankan tugasya sebgai kurir diplomatik, dan jika tas diplomatik tersebut telah diserahkan pada penerimanya maka kekebalan yang 83 Widodo, Op.Cit, Halaman : 137 84 Ibid. Halaman: 138 Universitas Sumatera Utara dinikmatinya akan berakhir. Agar pelaksanaan tugas kurir diplomatik ad hoc ini dapat lancar maka negara pengirim harus melengkapi kurir tersebut dengan berbagai dokumen resmi sebagaimana yang diterima oleh kurir diplomatik permanen. Dengan demikian, kurir diplomatik ad hoc juga menikmati kekebalan badan sebagaimana kurir diplomatik permanen. Meskipun tas diplomatik hanya di bawa oleh kurir diplomatik ad hoc tetapi kekebalan tas diplomatik tetap sempurna. Artinya tas tersbut tidak boleh diperiksa atau ditahaan oleh alat-alat negara penerima atau negara ketiga yang dilalui oleh kurir diplomatik. 85 Dari ketentuan sebagaimana telah diformulasikan konvensi diatas dapat dijelaskan bahwa kantong diplomatik adalah bungkusan yang berisi korespondensi resmi dan dokumen-dokumen atau barang-barang yang khusus dipergunakan untuk keperluan resmi. Secara jelas juga dinyatakan bahwa bingkisan-bingkisan yang merupakan kantong diplomatik harus mempunyai tanda-tanda luar yang jelas sifatnya dan negara pengirim diminta mengambil tindakan-tindakan yang pantas untuk mencegah penyalahgunaan media ini memasukkan barang-barang apapun yang bukan keperluan dinas. Contoh kasus pelanggaran terhadap kantong diplomatik ini adalah, pada tanggal 7 Februari 2011, Pihak berwenang bandar udara di Kairo, Mesir, memeriksa tas diplomatik yang datang dan keluar dari negara itu. Pihak kementerian luar negeri Mesir mengatakan tas tersebut akan dipindai dengan sinar X untuk menghentikan semua benda gelap memasuki Mesir. Adapun sehari sebelumnya, Kemenlu Mesir 85 Ibid. Universitas Sumatera Utara menuding diplomat menyelundupkan persenjataan dan peralatan komunikasi ke negara yang sedang bergolak tersebut. 86 Selain itu, Kasus lainnya adalah kasus Dikko yang terjadi pada 5 Juli 1984. Pada peristiwa ini, Dikko adalah mantan Menteri Nigeria yang diculik di London Stansted Airport untuk selanjutnya dibawa kembali ke Nigeria. Namun ternyata otoritas bandara menaruh kecurigaan terhadap barang diplomatik karena tas yang dibawa terlalu besar. Atas dasar itulah maka otoritas bandara membuka tas diplomatik tersebut.

C. Penistaan Lambang Bendera