sehingga mereka akan cenderung tidak berani melakukan tindakan pengurangan kualitas audit.
Pengalaman audit yang belum banyak auditor cenderung tidak berani melakukan tindakan pengurangan kualitas audit karena dengan belum banyaknya pengalaman audit,
para auditor junior belum memiliki cukup banyak pertimbangan-pertimbangan dalam setiap proses audit sehingga mereka cenderung tidak mau mengambil resiko dengan
tidak melakukan pengurangan kualitas audit seperti penghentian prematur atas prosedur audit. Selain itu, auditor dengan pengalaman yang cukup banyak dapat saja melakukan
tindakan pengurangan kualitas audit karena motivasi tertentu, misalnya saja auditor merasa tidak perlu melakukan salah satu prosedur audit karena menganggap merasa
dirinya telah memiliki pengalaman yang cukup untuk prosedur tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya hubungan antara pengalaman
audit dengan penerimaan terhadap perilaku pengurangan kualitas audit. Hal tersebut karena dalam dunia kerja istilah pengalaman juga digunakan untuk merujuk pada
pengetahuan dan ketrampilan tentang sesuatu yang diperoleh lewat keterlibatan atau berkaitan dengannya selama periode tertentu dan hanya berkaitan dengan pengetahuan
prosedural. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman seorang auditor yang diperoleh selama proses audit yang pernah dilakukan hanya merujuk pada pengetahuan dan
ketrampilan. Sedangkan sebagai seorang auditor diperlukan pemahaman terhadap nilai- nilai etika profesi. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian Stefani 2011
yang mengemukakan bahwa pengalaman audit memiliki pengaruh negatif terhadap penghentian prosedur audit tetapi secara statistik tidak signifikan.
4.6.2 Persepsi Tingkat Kinerja Pribadi Yang Dimiliki Auditor Memiliki
Pengaruh Terhadap Perilaku Pengurangan Kualitas Audit
Pada tabel 4.14 ditunjukkan bahwa variabel persepsi tingkat kinerja pribadi memiliki signifikansi 0,019 atau 1,9 yang lebih rendah dibandingkan ketentuan yaitu
sebesar 0,05 atau sebesar 5. Selain itu, nilai t hitung untuk variabel tingkat kinerja pribadi menunjukkan nilai yang lebih besar dari t tabel. Nilai t hitung untuk tingkat
kinerja pribadi adalah sebesar 2,416 lebih besar dibandingkan dengan t tabel, yaitu
sebesar 2,000. Hal tersebut menunjukkan bahwa variabel tingkat kinerja pribadi secara statistik berpengaruh signifikan terhadap penerimaan perilaku pengurangan kualitas
audit. Dengan demikian hipotesis kedua dalam penelitian ini diterima. Dalam tabel 4.13 dapat diketahui Beta pada koefisien yang distandarisasi
menunjukkan nilai yang negatif yaitu -0,372. Hal ini berarti semakin tinggi persepsi auditor pada tingkat kinerja pribadinya akan semakin rendah penerimaan atas perilaku
pengurangan kualitas audit. Seorang auditor yang memiliki persepsi bahwa dirinya memiliki tingkat kinerja pribadi yang tinggi akan senantiasa melakukan segala tugas
yang diberikan kepadanya sesuai dengan yang disyaratkan. Hal tersebut karena ia akan selalu termotivasi untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Oleh
karena itu, auditor yang memiliki persepsi bahwa ia memiliki tingkat kinerja pribadi yang tinggi akan melakukan seluruh prosedur audit secara lengkap.
Sebaliknya, auditor yang memiliki persepsi yang rendah terhadap tingkat kinerjanya akan cenderung melakukan cara lain yang sesuai dengan kemampuannya
untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Hal tersebut dikarenakan ia merasa tidak akan mampu menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya. Dengan demikian, auditor
yang memiliki persepsi bahwa tingkat kinerja pribadinya rendah akan cenderung melakukan perilaku pengurangan kualitas audit karna ia merasa tidak mampu
menyelesaikan seluruh prosedur yang telah disyaratkan. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil Yuke 2006 dan Intan 2012 yang menunjukkan bahwa tingkat kinerja
pribadi memiliki pengaruh yang signifikan dengan penerimaan perilaku disfungsional audit.
4.6.3 Komitmen Profesional Yang Dimiliki Auditor Memiliki Pengaruh Terhadap