pengalaman lebih banyak akan memiliki pengetahuan dan pertimbangan yang lebih banyak dalam menghadapi setiap kondisi dan tekanan dalam proses audit.
Selain itu, menurut Shelton dalam Budi 2009 menyatakan bahwa pengalaman akan mengurangi pengaruh informasi yang tidak relevan dalam pertimbangan
judgment auditor. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Gusnardi 2003 bahwa masalah penting yang berhubungan dengan pengalaman auditor akan berkaitan dengan
tingkat ketelitian auditor. Koroy dalam Budi 2009 mengemukakan bahwa auditor yang kurang berpengalaman mempunyai kecenderungan yang lebih tinggi dalam
menghapuskan persediaan dibandingkan auditor yang berpengalaman. Penelitian yang dilakukan oleh Strefani 2011 menunjukkan bahwa pengalaman
audit memiliki hubungan negatif terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Namun, pengaruh tersebut tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Hal tersebut
menunjukkan bahwa auditor yang kurang berpengalaman cenderung melakukan perilaku yang dapat mengurangi kualitas audit, seperti penghentian prematur atas prosedur audit.
Auditor dengan sedikit pengalaman akan memiliki sedikit pertimbangan dan respon yang rendah terhadap situasi yang timbul saat proses audit. Hal tersebut dapat
mendorong auditor melakukan perilaku penghentian prematur atas prosedur audit. Dengan memperhitungkan efek pengalaman ini memungkinkan dapat diketahui
pengaruhnya pada perilaku perilaku pengurangan kualitas audit. Dengan demikian, maka disusun hipotesis kedua :
H1 : Pengalaman audit yang dimiliki auditor memiliki pengaruh terhadap
perilaku pengurangan kualitas audit.
2.4.2 Pengaruh Persepsi Tingkat Kinerja Pribadi Pada Pengurangan Kualitas Audit
Swanson and Holton III dalam Christine 2010 menyatakan bahwa kinerja karyawan menguntungkan bagi organisasi, disamping itu berbagai penelitian
sebelumnya juga menyatakan bahwa karyawan menyukai bekerja secara efektif karena kinerjanya juga menguntungkan bagi dirinya. Kesuksesan kerja dipandang penting bagi
identitas mendasar pada orang dewasa karena akan membantunya untuk melihat dirinya
sendiri sebagai orang yang produktif dan kompeten. Sebaliknya, kegagalan atau frustrasi mengancam konsep diri mengenai kekompetenan seseorang. Kinerja membantu individu
untuk mencapai tujuan instrumental. Hal itu akan membawanya pada pengembangan karir dan kesempatan karir lebih lanjut di organisasi demikian juga penilaiannya
terhadap imbalan intrinsik dan ekstrinsik dari kinerjanya. Gable dan Dangello dalam Intan 2012 menyatakan bahwa perilaku
disfungsional terjadi pada situasi ketika individu merasa dirinya kurang mampu mencapai hasil yang diharapkan melalui usahanya sendiri. Selain itu, Solar dan Bruehl
dalam Intan 2012 juga menyatakan bahwa individu yang tingkat kinerjanya berada dibawah supersivor memiliki kemungkinan yang lebih besar terlibat dalam perlikau
disfungsional karena menganggap dirinya tidak mempunyai kemampuan untuk bertahan dalam organisasi melalui usahanya sendiri. Hal tersebut menunjukkan bahwa individu
dengan kinerja rendah akan mencari cara yang sesuai dengan kemampuannya dan biasanya cenderung menyimpang dari standar untuk mencapai tujuannya.
Selain itu, menurut Thio 2005 penggunaan program audit, penganggaran waktu penyelesaian tugas audit, dan pengawasan yang ketat dapat menyebabkan proses
audit dirasa sebagai lingkungan yang memiliki struktur tinggi. Oleh karena itu, auditor yang memiliki persepsi yang rendah terhadap tingkat kinerja mereka dianggap akan
memperlihatkan penerimaan yang lebih tinggi terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Penelitian yang dilakukan oleh Intan 2010 menunjukkan bahwa tingkat
kinerja pribadi aditor memiliki hubungan negatif dengan perilaku penghentian prematur prosedur auditing. Oleh karena itu hal tersebut menunjukkan adanya hubungan antara
tingkat kinerja pribadi dengan penerimaan terhadap tindakan pengurangan kualitas audit. Dengan demikian, maka disusun hipotesis pertama :
H2 : Persepsi tingkat kinerja pribadi auditor memiliki pengaruh terhadap
perilaku pengurangan kualitas audit.
2.4.3 Pengaruh Komitmen