67
4.1 Tingkat Pendidikan
Seperti yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya, bahwa pada awal didirikannya Pesantren At-Thoyyibah Indonesia belum merumuskan tujuan pendidikannya, dan dalam
perkembangannya diketahui tujuan pendidikan pesantren tidak hanya semata-mata bersifat keagamaan, akan tetapi mempunyai relevansi pula dengan kehidupan nyata yang hidup dan
berkembang dalam masyarakat. Pada tahun 1974 tepatnya pada saat dibukanya Pesantren At-Thoyyibah Indonesia
masyarakat Desa Sei Raja masih belum sepenuhnya memahami pentingnya pendidikan agama terutama pesantren. Terlebih di Desa Sei Raja pada saat itu belum ada lembaga
pendidikan agama. Yang ada pada saat itu hanya pendidikan umum seperti Sekolah Dasar SD, sedangkan untuk memperdalam agama, pada saat itu hanya ada sebuah tarekat saja.
Kegiatan mereka juga tidak begitu mencolok, sebab inti dari ajaran mereka adalah dengan berzikir dan senantiasa mengingat Allah dalam kesehariannya. Oleh karena itu, bisa dibilang
waktu mereka dihabiskan untuk beribadah ataupun berdzikir. Hal ini kurang begitu cocok untuk kalangan anak-anak, di mana mereka lebih suka belajar sambil bermain. Untuk
pembelajaran agama seperti yang dilakukan dalam tarekat Naqsabandiyah sepertinya akan memberatkan bagi anak-anak.
Namun, lama kelamaan masyarakat menyadari pentingnya pendidikan agama dan turut pula mendukung berdirinya sebuah pondok pesantren, tempat di mana anak-anak
mereka bisa menimba ilmu agama dan juga pendidikan formal. Mereka bisa belajar banyak di pesantren, bahkan mereka juga bisa bermain dengan teman sebaya mereka di pondok
pesantren tersebut.
Universitas Sumatera Utara
68
Semakin banyak santri yang belajar di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia, menunjukkan bahwa masyarakat sangat mendukung berdirinya pondok pesantren tersebut.
Pada awal berdirinya, para santri yang belajar adalah mereka yang berasal dari Desa Sei Raja, termasuk Dusun Pinang lombang itu sendiri. Sampai akhirnya banyak berdatangan
santri dari luar desa. Tingkat pendidikan anak-anak di Desa Sei Raja juga semakin meningkat, sebab
mereka bukan hanya sekedar belajar agama, baca dan tulis saja. Mereka juga belajar secara formal, sama seperti sekolah umum lainnya. Mereka bisa melanjutkan tingkat pendidikan ke
jenjang selanjutnya di pondok pesantren tersebut dari mulai SMP, hingga tingkat SMA. Masyarakat tidak perlu lagi menyekolahkan anak mereka jauh-jauh ke luar desa untuk
mendapatkan jenjang pendidikan, sebab di daerah mereka sudah ada sebuah lembaga yang memiliki sarana pendidikan dari tingkat SMP, sampai tingkat SMA. Sebelumnya banyak
dari anak-anak di Desa Sei Raja yang hanya bersekolah hanya sampai tingkat SD saja. Sebabnya ada beberapa hal, di antaranya dikarenakan memang niat mereka yang tidak mau
melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi, juga dikarenakan memang sekolah lanjutan setelah SD memang tidak ada di daerah mereka. Mereka harus ke kota kecamatan untuk dapat
melanjutkan sekolah. Hal ini yang membuat niat belajar mereka tetap rendah bahkan merasa puas hanya sampai tingkat Sekolah Dasar saja. Sebagian memang ada yang melanjutkan ke
tingkat sekolah lanjutan, tetapi mereka harus ke kota kecamatan yaitu di Kota Batu, yang jauhnya lebih kurang 7km dengan menggunakan sepeda motor.
79
79
Wawancara dengan Sarwono di Dusun Sumberjo pada tanggal 21 April 2013.
Universitas Sumatera Utara
69
4.2 Tingkat Kriminalitas dan Citra Desa