10
dengan kehidupan di luar pesantren. Selain itu juga dibahas mengenai kesetaraan gender yang dibahas secara mendalam. Walaupun dalam Islam laki-laki diakui sebagai seorang
imam, tetapi tetap saja kesetaraan gender itu perlu diperhatikan. Buku tersebut memiliki keterkaitan dengan penelitian yang sedang dilakukan oleh peneliti tentang adanya hubungan
dari dalam dan luar pesantren. Akhirnya kelima, Hasan Langgulung dalam bukunya yang diterbitkan pada tahun 1988
oleh penerbit Pustaka Al Husna yang berjudul “ Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke- 21, menguraikan bagaimana sejarah pendidikan Islam dari masa Islam di daratan Arab hingga
sampai ke Indonesia. Dalam buku ini juga dijabarkan mengenai sarana pendidikan Islam yang merupakan tempat dimana generasi muda menimba ilmu ajaran Islam secara mendalam.
Pendidikan Islam di Indonesia, seperti juga di bagian dunia Islam lainnya berjalan menurut rentak gerakan Islam pada umumnya, dalam politik, ekonomi, sosial, budaya, dan
pendidikan. Dalam buku ini juga dijabarkan bagaimana perkembangan pendidikan Islam pada permulaan abad ke-20, juga bagaimana perjalanan pondok pesantren di Indonesia.
1.5 Metode Penelitian.
Dalam penulisan sejarah yang ilmiah, pemakaian metode sejarah yang ilmiah sangatlah penting. Metode penelitian sejarah lazim juga disebut metode sejarah. Metode sejarah
merupakan proses menguji dan menganalisis kesaksian sejarah guna menemukan data yang autentik dan dapat dipercaya, serta usaha sintesis atas data semacam itu menjadi kisah sejarah
yang dapat dipercaya.
9
9
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terj. Nugroho Notosusanto Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1985, hal 32.
Universitas Sumatera Utara
11
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam metode sejarah menurut Dudung Abdurahman ada empat
10
1. Heuristik atau pengumpulan sumber merupakan teknik mencari dan mengumpulkan
sumber-sumber sejarah. Dalam hal ini sumber sejarah yang dimaksud adalah sumber tertulis dan sumber lisan. Pengumpulan sumber tersebut penulis lakukan melalui studi
kepustakaan, seperti buku, dokumen, brosur, foto, arsip, majalah, yang semuanya itu penulis dapatkan dari perpustakaan, baik Perpustakaan PAI di Dusun Pinang Lombang,
dan Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, serta beberapa perpustakaan lainnya seperti Perpustakaan Daerah di Medan. Pengumpulan data tidak hanya berupa literatur
tetapi juga data yang didapatkan dari penelitian lapangan, seperti wawancara. Dalam penelitian lapangan penulis melakukan wawancara dengan beberapa informan yang
memiliki berbagai informasi yang dibutuhkan dalam penelitian, seperti guru, kepala sekolah, pimpinan pesantren keturunan Almarhum H. Adenan Lubis, alumni
pesantren, santri, serta beberapa warga desa yang memiliki keterkaitan dengan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia, terutama masyarakat yang menganut Tarekat
Naqsabandiyah. . Langkah-langkah tersebut, adalah:
2. Kritik sumber, mengusahakan penulis untuk lebih dekat dengan nilai kebenaran dan
keaslian sumber, terdiri dari kritik internal dan kritik eksternal. Kritik internal yaitu menelaah tentang kebenaran isi atau fakta dari sumber, baik dari buku, artikel, maupun
arsip serta wawancara lisan dengan narasumber. Kritik eksternal dilakukan dengan cara pengujian untuk menentukan keaslian sumber baik dari buku maupun wawancara.
10
Dudung Abdurahman, Metodologi Penelitian Sejarah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Group, 2007, hal 54.
Universitas Sumatera Utara
12
Adalah sangat penting untuk melakukan kritik eksternal demi menjaga objektifnya suatu data.
3. Interpretasi, merupakan tahap di mana penulis menganalisis atau menguraikan fakta-
fakta yang diperoleh kemudian disatukan menjadi data yang objektif. Dalam hal ini, interpretasi yang dilakukan merupakan hasil dari pengumpulan sumber tentang objek
kajian penulis terhadap Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Pinang Lombang di Desa Sei Raja Kecamatan NA IX-X Labuhan Batu.
4. Historiografi, adalah tahapan akhir dari penelitian atau dapat juga dikatakan sebagai
penulisan akhir. Dengan hasil akhir dari suatu penulisan yang diperoleh dari fakta-fakta yang dilakukan secara sistematis dan kronologis untuk menghasilkan tulisan sejarah
yang ilmiah dan objektif. Historiografi ini merupakan hasil dari pengumpulan, kritik baik kritik internal maupun eksternal serta hasil dari interpretasi.
Universitas Sumatera Utara
13
BAB II LATAR BELAKANG BERDIRINYA
PESANTREN AT-THOYYIBAH INDONESIA PAI PINANG LOMBANG
Pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan yang banyak terdapat di Indonesia. Lembaga pendidikan yang berbasiskan ajaran Islam ini merupakan salah satu tempat di mana
orang menimba ilmu agama, dan ilmu pengetahuan umum lainnya. Pesantren merupakan bentuk dari syiar Islam, namun dalam hal ini relatif lebih terorganisir dan lebih terbuka.
Maksudnya, sebelumnya syiar Islam dilakukan hanya oleh sekolompok orang saja yang memberikan pelajaran agama atau pun memberikan ceramah agama di surau-sarau atau pun
mushola, seperti pada masa awal perkembangan Islam di Indonesia. Hal inilah yang sering dilakukan oleh para tokoh penyebar agama Islam di Indonesia, di antaranya adalah Sembilan
Wali atau yang lebih dikenal Wali Sanga. Belakangan, pesantren sudah dapat disejajarkan dengan sekolah formal. Lulusan
pesantren juga dapat melanjutkan ke jenjang universitas, sama seperti lulusan dari sekolah formal. Pesantren didirikan adalah untuk memberikan pelajaran agama Islam secara lebih
mendalam. Di samping itu murid-murid juga memperoleh pelajaran umum lainnya. Di Indonesia sendiri sudah banyak terdapat pondok pesantren bahkan sudah ada yang disebut
pesantren modern seperti Pondok Pesantren Gontor. Kemudian, ada juga pesantren yang sudah berdiri cukup lama seperti Pesantren Tebuireng yang dimiliki oleh keluarga K.H.
Universitas Sumatera Utara
14
Abdurrahman Wahid. Berdirinya pondok pesantren juga tidak terlepas dari tokoh pendirinya, ataupun ulama yang memimpin pondok pesantren tersebut.
Dalam tulisan ini Pondok Pesantren At-Thoyyibah Indonesia merupakan salah satu pondok pesantren yang juga tidak terlepas dari peran ulama pemimpin pondok pesantren
tersebut. Pesantren At-Thoyyibah Indonesia ini berada di Dusun Pinang Lombang, Kecamatan NA IX-X, Kabupaten Labuhan Batu. Pesantren ini lebih dikenal dengan nama
Pondok Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Pinang Lombang. Bab ini membahas lebih mendalam mengenai latar belakang didirikannya Pesantren
At-Thoyyibah Pinang Lombang, mengenai ide pendirian pesantren, kondisi sosial yang turut mempengaruhi berdirinya pesantren, dan juga peran figur para pendiri pesantren tersebut. Di
samping itu juga dalam bab ini dibahas mengenai bagaimana pendekatan ilmu agama dan juga pendidikan yang dijadikan alat untuk meningkatkan kualitas akhlak masyarakat Pinang
Lombang pada masa itu.
2.1 Ide Pendirian