5
secara alami oleh lebah yang terdapat di gunung-gnung atau pohon yang tinggi, menghasilkan jumlah zat besi yang jauh lebih besar dibandingkan
dengan madu yang diproduksi dari peternakan lebah atau peternak besar Ika Puspitasari, 2007.
Beberapa jenis asam amino juga teridentifikasi di dalam madu, seperti fenilalanin, glutamin, tirosin, asam aspartat, dan asam glutamat.
Beberapa antioksidan juga ditemukan di dalam madu, seperti krisin, pinobaksin, vitamin C, katalase, dan pinosembrin 5,7
– dihidroksi – flavonon. Jenis bunga tertentu akan menghasilkan madu yang berbeda
baik secara kualitatif maupun kuantitatif Ika Puspitasari, 2007. Madu yang berasal dari bunga jeruk akan menghasilkan flavonoid
hesperetin hesperetin-7-rutinosida, sedangkan madu yang dihasilkan dari bunga rosemary lavender, bunga matahari, almond, chesnut, eukaliptus,
dan calluna tidak mengandung flavonoid hesperitin Ika Puspitasari,2007. Madu Australia memiliki kandungan flavonoid yang berbeda
dengan madu eukaliptus dari eropa. Flavonoid yang jarang ditemukan pada madu Australia adalah pinobaksin, pinocebrin, dan krisin. Miricetin,
quercetin, luteolin dan koamfenol umumnya banyak ditemukan dalam madu eukaliptus Ika Puspitasari, 2007.
2.1.2. Khasiat madu berdasarkan penelitian ilmiah sebagai anti infeksi
Madu merupakan larutan gula dengan saturasi tinggi, serta mengandung enzim katalase, kandungan gula dan enzim tersebut membuat madu memiliki efek
antibakteri, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengawet tambahan pada beberapa jenis makanan, salah satunya adalah susu yang telah dipasteurisasi.
Lebah madu Apis melifera mengumpulkan cairan dari sari bunga yang disebut nektar dan dibawa ke sarang lebah. Di dalam sarang, lebah madu menambahkan
enzim ke nektar dan menempatkannya dalam wadah hexagonal yang mematangkan menjadi madu. Selama pematangan enzim merubah sukrose
menjadi glukosa dan fruktosa Ika Puspitasari, 2007. Salah satu standar mutu madu ditentukan dengan kandungan kadar gula
pereduksi glukosa dan fruktosa yang dikandung, minimal memiliki kadar gula
6
pereduksi sebanyak 60 . Jenis gula pereduksi yang terdapat pada madu tidak hanya glukosa dan fruktosa, tetapi juga terdapat maltosa dan dekstrin. Proses
produksi madu oleh lebah merupakan proses yang kompleks, sehingga menimbulkan perbedaan kadar dan komposisi gula pereduksi dari bermacam jenis
madu. Komposisi gula pereduksi tiap-tiap madu dapat mempengaruhi khasiat madu Purbaya, 2002.
Madu telah diteliti oleh beberapa ahli dalam mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri maupun jamur. Kemampuan madu sebagai antibakteri
disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah: 1. Madu mempunyai daya osmolaritas yang tinggi
Menurut Molan PC 2001 dalam artikelnya yang berjudul “Honey
as a tropical antibacterial agent for treatment of infected wounds ”
menguraikan kandungan madu, antara lain osmotic effect yaitu memiliki osmolaritas yang cukup untuk menghambat pertumbuhan bakteri.
Kandungan glukosa dengan saturasi yang tinggi mempunyai interaksi yang kuat dengan molekul air sehingga dapat menghambat pertumbuhan
bakteri. Peneliti dari Departement of Biochemistry, Faculty of Medicine , University of Malaya di Malaysia, Kamaruddin 1997 juga menyebutkan
bahwa di dalam madu terkandung zat antibakteri, yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri.
Kandungan antibakterial madu pertama kali dikenalkan oleh Van Ketel tahun 1982. Hal ini diasumsikan karena efek osmotik yang
dihasilkan oleh kandungan gula yang tinggi di dalam madu sehingga memiliki osmolaritas yang cukup untuk menghambat bakteri Ika Puspita
sari, 2007. Sebagaiman kita ketahui, osmosis adalah perpindahan zat atau senyawa kimia dari konsentrasi rendah ke konsentrasi yang lebih tinggi.
Melalui osmosis, madu membuat kadar air di dalam koloni bakteri menjadi berkurang dan terbatas.
Khususnya pada luka, jika madu diberikan pada daerah yang terkena luka, maka madu akan menarik air dari luka tersebut karena
adanya kemampuan osmolaritas yang tinggi dari madu. Dengan tertariknya air dari luka tersebut, maka luka akan mudah kering sehingga dapat
7
menurunkan angka pertumbuhan bakteri pada luka dan luka akan lebih cepat sembuh Molan, 1996.
2. PH yang rendah Madu memiliki PH asam, yakni berkisar antara 3,6
–4,5. Tingkat keasaman yang tinggi merupakan penghambat yang efektif terhadap
pertumbuhan bakteri, baik dikulit maupun disaluran lain dalam tubuh, pH asam dalam madu akan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi
aktifitas makrofag, suatu komponen sel imunitas yang berperan untuk menangkap, memfagosit serta menghancurkan bakteri patogen. Asam
glukonat yang terdapat di dalam madu ini, merupakan hasil dari proses oksidasi glukosa yang diubah menjadi asam glukonat dengan bantuan
enzym glukosa oksidase Molan, 1996. 3. Aktivitas air yang rendah
Aktivitas air pada madu berkisar antara 0,562-0,62, secara umum bakteri tidak akan tumbuh pada media yang memiliki aktivitas air yng
rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Molan menemukan bahwa pada konsentrasi tertentu, madu dapat menekan pertumbuhan bakteri. Selain
adanya aktivitas air yang rendah, kemungkinan besar adanya kandungan senyawa lain dalam madu ikut berperan dalam kemampuan madu sebagai
anti bakteri Molan, 1996. 4. Kandungan hydrogen peroksida
Hydrogen peroksida dikenal sebagai sumber utama kemampuan antibakteri dari madu seperti yang telah diteliti oleh White dkk 1963.
Hydrogen peroksida dihasilkan dari reaksi enzim glukosa oksidase glukosidase dalam madu. Gula yang terdapat dalam madu khususnya
glukosa, dengan adanya enzim tersebut maka glukosa akan diubah menjadi asam glukonat dan hydrogen peroksida dengan rumus kimia :
Glukosa + H2O + O2 → Asam Glukonat + H2O2.
Hydrogen peroksida yang dihasilkan dari hasil reaksi glukosa dalam madu dengan air akan sangat rendah sekitar 1 mmolliter madu sehingga tidak
dikhawatirkan merusak jaringan dalam tubuh akibat terlepasnya hydrogen peroksida dari madu tersebut Molan, 2001
8
5. Kandungan senyawa lainnya Selain adanya kandungan utama, dalam madu terdapat pula
senyawa-senyawa lain yang dapat dikatakan menjadi sumber munculnya kemampuan anti bakteri madu. Berikut ini beberapa senyawa yang
terdapat dalam madu : a. Asam Organik
Didalam madu terkandung asam-asam organik, seperti asam siringat asam 3,5-dimetoksi-4-hiroksibenzoat, metal siringat asam
3,4,5-trimetoksibenzoat, serta asam 2-hidroksi-3-fenilpropionat, asam-asam benzoat merupakan penghambat pertumbuhan bakteri dan
jamur yang efektif Ika Puspita Sari, 2007. b. Minyak Atsiri
Banyak minyak atsiri dikenal sebagai antibakteri. Wooton dkk 1977 menemukan adanya minyak atsiri dalam madu madu
Australia, seperti aseton, asam asetat, furfural, asam valerat, etil salisilat, benzil alkohol, dan hidroksi metil furfural Ika Puspitasari,
2007. c. Senyawa Flavonoid
Pinocembrin adalah flavonoid yang terdapat dalam madu. Pinocebrin juga menunjukkan aksi sebagai penghambat jamur, seperti
Candida albicans yang merupakan penyebab utama keputihan pada wanita.
Kemampuan antibakteri madu juga diujikan pada bakteri Helicobacter pylori yang merupakan penyebab utama ulkus pada saluran
pecernaan. Ali dkk 1991 menemukan madu mampu menghambat pertumbuhan bakteri yaitu pada kadar 20.
Madu di daerah Sudan diteliti oleh Fruok dkk 1988 yng diujikan pada berbagai jenis bakteri, antara lain Bacillus subtilis, S.aureus, E.coli,
Klebsiella aerogenes dan P.aeruginosa. Kemampuan madu sebagai antibakteri dalam penelitian Farouk dkk. tersebut dibandingkan dengan
antibiotik ampisilin,
sefradin, kloramfenikol,
gentamisin dan
oksitetrasiklin. Madu mampu menghambat pertumbuhan semua jenis
9
bakteri tersebut, tetapi kemampuan madu masih lebih rendah dibandingkan dengan antibiotik-antibiotik di atas Ika Puspitasari, 2007.
Di Nigeria, Obi dkk. 1994 melakukan penelitian khasiat madu sebagai antibakteri, khususnya bakteri-bakteri penyebab diare pada
penduduk Nigeria, yaitu Salmonella typhi, Vibrio cholerae, dan Yersinia. Metode yang digunakan adalah madu dengan berbagai konsentrasi
diteteskan pada kertas saring khusus yang diletakkan di atas media yang ditumbuhi bakteri saluran pencernaan tersebut. Pada konsetrasi 40,
barulah muncul aktivitas antibakteri madu Ika puspita sari, 2007. 6. Efek Madu terhadap Peningkatan Aktivitas Sel Fagosit dan Limfosit
Terhentinya laju infeksi bakteri pasca pengggunaan topikal madu pada luka terbuka ternyata tidak hanya diperoleh dari efek antibakteri saja,
salah satu penelitian menujukkan bahwa penggunaan topikal madu 0,1 menstimulasi penambahan jumlah proliferasi sel-sel imunitas, yaitu sel
limfosit-B dan limfosit-T di dalam pembuluh darah Molan, 2001. Madu dengan konsentrasi 0,1 juga diketahui dapat menstimulasi
sel imunitas lainnya seperti monosit, yang akan melepaskan beberapa mediator inflamasi seperti sitokin, Faktor Nekrosis Tumor atau Tumour
Necrosis Factor TNF-alpha, interlekin IL-1 dan IL-6, yang secara keseluruhan membantu sistem imunitas tubuh mengeliminasi bakteri
penyebab infeksi Molan, 2001.
2.2. Susu Pasteurisasi Susu merupakan media pertumbuhan yang sangat baik bagi bakteri, dan