Pentingnya Penanganan dan Pengelolaan Anak Yatim

55 hingga memberikan rambu-rambu untuk berhati-hati jangan sampai memakan harta anak yatim secara haram baik dalam ayat maupun dalam hadis Nabi saw. Para wali anak yatim sangat berperan dalam mengantar mereka, agar mereka menjadi anak-anak yang saleh, cerdas, berguna, dan bermanfaat bagi dirinya, keluarganya, agama bangsa dan negaranya. Sesungguhnya Kebahagiaan yang terindah adalah ketika seseorang dapat membahagiakan saudaranya yaitu anak yatim. Anak yatim merupakan kelompok masyarakat yang lemah yang sangat membutuhkan penanganan dan pengelolaan dari orang-orang disekitarnya. Penanganan dan pengelolaan anak yatim dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Hendaklah orang-orang beriman memuliakan mereka dengan memberikan perlindungan kepada anak-anak yatim dari rasa takut, cemas, dan sedih karena kehilangan orang tua. 2. Menanggung biaya hidup mereka dengan sebaik-baiknya secara wajar, layak, dan sederhana sesuai dengan pola hidup yang berlaku pada masyarakatnya. 3. Menjamin kelangsungan pendidikan anak yatim dengan sebaik-baiknya sehingga mereka mendapat bekal pendidikan yang cukup untuk bisa hidup skill life education secara mandiri dan bermartabat. 4. Memposisikan anak-anak yatim sebagaimana anak sendiri dengan mengintegrasikan mereka dalam kehidupan keluarga sehingga mereka 56 tidak kehilangan kehangatan, keintiman, perlindungan, cinta dan kasih sayang dalam satu keluarga yang utuh. Anak-anak yatim sebaiknya dipelihara dengan pola asuh sistem keluarga, bukan dengan sistem panti asuhan. Mereka sebaiknya dijadikan anak angkat oleh setiap keluarga Muslim yang mampu lahir batin namun jika sistem ini belum memungkinkan, bisa saja anak-anak yatim itu diasuh dalam sebuah panti asuhan dengan pola pengasuhan sebagimana layaknya di dalam keluarga. 106 5. Bahwa wali anak-anak yatim, baik orang maupun lembaga yang menangani dan bertanggung jawab mengurusi anak-anak yatim yang memiliki harta warisan dari orang tua mereka, tidak dibolehkan menggunakan, mengalokasikan, dan mengelola harta mereka kecuali dengan cara dan sistem yang mendatangkan manfaat dan mengembangkan harta itu sendiri bagi kepentingan anak-anak yatim hingga mereka dewasa. 6. Bahwa cara dan sistem yang mendatangkan manfaat dan mengembangkan harta anak yatim itu adalah sistem yang sekurang-kurangnya menjamin keutuhan harta itu sedemikian rupa dengan dokumen dan surat-surat yang absah dan memiliki kekuatan hukum yang kuat, serta menjadikan harta itu mendatangkan keuntungan dan bertambah. 7. Bahwa lembaga sosial yang mengurusi anak yatim seperti panti asuhan atau yayasan amal sosial hendaklah mengembangkan kapasitas pelayanan sosialnya secara profesional dengan manajemen yang rasional, terbuka, dan dapat dipertanggung jawabkan di hadapan akuntan publik. 106 PIC UIN Jakarta, Bunga Rampai Islam dan Kesejahteraan Sosial, h. 132-133. 57 8. Sekiranya lembaga-lembaga sosial, yang mengurusi anak-anak yatim tersebut menawarkan program kepada masyarakat dan meminta masyarakat untuk memberikan bantuan finansial, maka penawaran program tersebut, merupakan janji kepada masyarakat yang harus dipenuhi dengan sebaik-baiknya karena janji akan dimintai pertanggung jabawan, baik di dunia maupun di akhirat sebagaimana disebutkan pada ayat di atas bahwa “ Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggung jawaban “. Singkatnya bahwa lembaga sosial yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak-anak yatim yang mempunyai harta warisan itu harus dapat mempertanggung jawabkan aset kekayaan anak-anak yatim tersebut kepada masyarakat luas. 107

C. Menyantuni Fakir Miskin

Al- Qur‟ân mewajibkan kepada setiap Muslim untuk berpartisipasi menanggulangi kemiskinan sesuai dengan kemampuannya. Bagi yang tidak memiliki kemampuan material, maka paling sedikit partisipasinya diharapkan dalam bentuk merasakan, memikirkan, dan mendorong pihak lain untuk berpartisipasi aktif. 108 Fakir miskin adalah kelompok orang yang sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak. 109 107 PIC UIN Jakarta, Bunga Rampai Islam dan Kesejahteraan Sosial, h. 131-132. 108 M. Quraish Shihab, wawasan al- Qur‟an: tafsir tematik atas pelbagai persoalan umat Bandung: Mizan, 2007, h. 605. 109 Departemen Agama, Tafsîr al- Qur‟ân Tematik: al-Qur‟ân dan Pemberdayaan Kaum d hu‟afâ‟, h. 47. 58 Cara Mengentaskan Kemiskinan: Dalam rangka mengentaskan kemiskinan, al- Qur‟ân menganjurkan banyak cara yang harus ditempuh, yang secara garis besar dapat dibagi pada tiga hal pokok. 1. Kewajiban setiap individu. Jalan pertama dan utama yang diajarkan al- Qur‟ân untuk pengentasan kemiskinan adalah kerja dan usaha yang diwajibakannya atas setiap individu yang mampu. Contoh: Jika ditempat yang satu tidak ditemukan lapangan pekerjaan, al- Qur‟ân menganjurkan kepada orang tersebut untuk berhijrah mencari tempat lain sampai ia mendapatkan pekerjaan itu. Sebagaimana firman Allah SWT.             Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang Luas dan rezki yang banyak. Q.S. al- Nisa‟ [4]: 100 2. Kewajiban orang lain atau masyarakat. Kemiskinan merupakan persoalan yang tidak boleh dianggap sepele karena tanpa adanya pihak yang bertanggung jawab terhadap permasalahan tersebut akan menimbulkan dampak yang buruk yaitu kelaparan dan kematian. Agar tidak terjadi hal seperti itu hendaklah setiap orang untuk mau memperhatikan dan membantu dalam hal penyelesaian