Latar Belakang Pendidikan dan Pengalaman Organisasi Jusuf Kalla

43 terpilih menjadi anggota DPRD mewakili Sekber Golkar di Sulawesi Selatan 1965-1968. Kemudian, Jusuf Kalla menjadi anggota MPR-RI periode 1982-1999 sebagai Utusan Daerah Sulsel. Tanpa sengaja, ia sudah terlibat dalam dunia politik sebagai Anggota Dewan Penasihat DPP Partai Golkar 1999-sekarang. 19 Tahun 2004-2009, Jusuf Kalla menjabat sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar, yang merupakan puncak karir seseorang di dalam partai politik. Pencapaian ini patut mendapat apresiasi, karena dalam pemilihan ketua umum tersebut, Jusuf Kalla mengalahkan salah satu tokoh politik penting di Indonesia, Akbar Tandjung. 19 “Manuver Politik JK”, dalam Majalah Biografi Politik, Edisi Khusus Pilpres 2009, h. 64. 44

BAB IV ANALISIS KOMPARATIF KEPEMIMPINAN AKBAR TANJUNG DAN

JUSUF KALLA DALAM PARTAI GOLKAR

A. Kepemimpinan Politik Akbar Tandjung

1. Gaya Kepemimpinan Demokratis dan Paternalistik

Saat seseorang terjun ke dunia politik, ia harus siap menanggung segala konsekuensi yang mengikutinya. Tak terkecuali berbagai konflik atau perselisihan, baik di internal partai politik yang diikuti maupun dengan lawan politik yang berlainan interest kepentingan yang ingin diwujudkan. Hal ini mengingat partai politik memiliki visi dan misi serta platform yang berbeda. Kalaupun ada kesamaan dalam hal ideologi maupun asas, masing-masing partai tetap ingin mempertahankan cirinya masing-masing. Partai Golkar, salah satu partai yang ada di Indonesia, adalah partai lama yang sudah ada sejak zaman Orde Baru. Eksistensi partai ini cukup mewarnai perpolitikan di Indonesia, bahkan sempat menjadi penguasa di bawah rezim Soeharto. Akbar Tandjung, salah satu tokoh Partai Golkar, menyadari betul keberadaan partainya yang banyak menghadapi rintangan untuk tetap bertahan dalam memperjuangkan visi partai. Saat penulis menanyakan tentang motivasi Akbar Tandjung untuk menjadi ketua umum Partai Golkar, beliau menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan pilihan hati nuraninya. Karena latar belakangnya di dunia aktivitis, maka menjadi pengurus partai politik adalah salah satu cara yang bisa ditempuh oleh para aktivitis yang ingin memperjuangkan aspirasi rakyat dengan terjun langsung di dalam kehidupan politik. Menjadi anggota dewan maupun pejabat eksekutif adalah bagian dari peran politik yang harus diambil oleh mereka yang peduli terhadap rakyat. Tanpa terlibat langsung, sangat sulit untuk menyampaikan keinginan dan aspirasi masyarakat banyak. Sebagaimana yang diungkapkan beliau kepada penulis: “Jika ada pertanyaan tentang motivasi saya menjadi ketua umum Partai Golkar, saya bisa menjawab bahwa hal tersebut sudah merupakan insting aktivis atau politisi. Karena dengan berada di tengah-tengah lapangan, baik di legislatif maupun eksekutif, perjuangan untuk menyampaikan aspirasi masyarakat lebih terbuka, jika dibandingkan dengan berada di luarnya. Kalau dulu ketika mahasiswa saya berusaha memperjuangkan aspirasi masyarakat dengan turun ke jalan atau demonstrasi, maka sekarang jalurnya adalah melalui sistem itu sendiri. Menjadi ketua partai politik, bisa saya artikan sebagai salah satu cara untuk berjuang.” 1 Lebih lanjut Akbar Tandjung memberikan penjelasan tentang perannya sebagai ketua umum Partai Golkar. Pada posisi ini, menurutnya pikiran dan tenaga yang dibutuhkan lebih besar jika dibandingkan saat masih menjadi pengurus harian atau pengurus departemen tertentu dalam partai. Untuk itu dirinya menyatakan bahwa diperlukan startegi-strategi khusus dalam menyelamatkan Partai Golkar dari citra buruk yang terlanjur ada di benak masyarakat. Salah satunya adalah dengan cara memberikan gagasan baru dalam hidup berdemokrasi. Misalnya dengan adanya konvensi di dalam Partai Golkar. Meskipun cara ini cukup lama dan melelahkan, menurutnya hal 1 Wawancara pribadi dengan Akbar Tandjung bertempat di kantor Akbar Tandjung Institute, Jakarta 22 September 2011 pukul 11.15 WIB