33
militer.
5
Dan juga pada era Orde Baru, Golkar benar-benar dalam kontrol Soeharto.
2. Partai Golkar sesudah Reformasi
Setelah  Soeharto  lengser  dari  jabatannya  sebagai  presiden. merupakan  titik  awal  reformasi  yang  selama  ini  disuarakan  oleh
Mahasiswa  dan  segenap  rakyat  Indonesia.  Saat  itulah,  Golkar  mengalami berbagai  hujatan,  karena  jatuhnya  Soeharto  adalah  jatuhnya  Golkar  juga.
Dalam  sentimen  publik,  Golkar  dianggap  sebagai  penopang  kekuasaan Soeharto. “Terror” terhadap Golkar bukan saja datang dalam bentuk unjuk
rasa,  namun  terror  yang  bersifat  fisik  mereka  dapatkan,  seperti  di  Brebes Jawa Tengah sekelompok masa bentrok dengan kader Golkar yang sedang
melakukan apel, di Tegal pembersihan terhadap simbol-simbol Golkar pun dilakukan.
Anggapan  bahwa  era  reformasi  merupakan  runtuhnya  dominasi Golkar  ditandai  dengan  hilangnya  dukungan  formal  dari  birokrasi  dan
ABRI dan hancurnya citra Orde Baru. Sebagaimana dipahami, opini yang berkembang  di  masyarakat  bahwa  Golkar  sering  ditampilkan  sebagai
partai  yang  penuh  dengan  KKN  Kolusi,  Korupsi,  dan  Nepotisme,  alat kekuasaan, pemain  utama “yang bertanggung jawab” terhadap terjadinya
masalah yang dialami bangsa, sulit lenyap begitu saja.
6
5
Leo  Suryadinata,  Golkar  dan  Militer:  Studi  Tentang  Budaya  Politik,  Jakarta:  LP3ES, 1992, h. 139.
6
Aulia  A.  Rahman,  Citra  Khalayak  tentang  Golkar,  Jakarta:  Pusat  Stdui  Agama  dan Peradaban, 2006, h. 2.
34
Pada  saat  itu,  muncullah  gerakan  reformis  yang  membuat  Golkar menyesuaikan  diri  dengan  tantangan  zaman.  Di  awal  reformasi,  Partai
Golkar mengalami perubahan yang signifikan, perubahan ini lebih kepada pengembangan  organisasi,  dan  manajemen  yang  disesuaikan  oleh
perubahan  zaman.  Meskipun  pada  akhirnya  Golkar  berubah  menjadi sebuah  partai  yang  resmi  pada  tahun  1999,  yaitu  Partai  Golongan  Karya.
Hal  ini  terbukti,  dalam  pemilu  1999,  Golkar  menduduki  posisi  kedua setelah  PDIP,  sehingga  banyak  kadernya  yang  menduduki  kursi
pemerintahan di awal era reformasi. Dalam  perkembangannya,  Golkar  menjadi  sebuah  partai  yang
mandiri,  bergerak  dalam  sistem  yang  sudah  mapan.  Walaupun  banyak sekali  tantangan  yang  dihadapi  Golkar,  tetapi  Golkar  menjadikan  partai
politik  yang  solid,  dalam  menghadapi  konflik,  baik  internal  maupun eksternal.  Partai  Golkar  mampu  bangkit  dari  keterpurukan  rezim  Orde
Baru. Berdasarkan  penelitian  yang  dilakukan  oleh  Heriyandi  Roni,
7
sebagaimana  yang  dikutip  oleh  Akbar  Tandjung,  menyebutkan  bahwa perubahan  politik  1998  berimplikasi  positif  terhadap  Golkar  terutama
dalam bidang pengambilan keputusan. Perubahan signifikan dimulai pada Munaslub  1998,  di  mana  pemilihan  ketua  umum  dilakukan  secara
demokratis.  Demikian  pula  posisi  Ketua  Dewan  Pembina  yang  di  masa lalu  memiliki  kekuatan  yang  sangat  menentukan  telah  ditiadakan.
7
Akbar Tandjung, The Golkar Way: Survival Partai Golkar di Tengah Turbulensi Politik Era Transisi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007, h. 19.
35
Perubahan  ini  dilakukan  karena  Golkar  dihadapkan  pada  tekanan  dan tuntutan masyarakat agar Golkar dibubarkan.
Salah  satu  terobosan  yang  ada  di  dalam  Partai  Golkar  adalah diadakannya konvensi untuk menjaring calon presiden dan wakil presiden
yang akan diusung dalam pemilihan umum 2004. Prakarsa ini muncul saat Partai  Golkar  berada  di  bawah  kepemimpinan  Akbar  Tandjung.  Sekilas
menilik  terobosan  Partai  Golkar  dengan  diadakannya  konvensi  yang dilaksanakan  melalui  tiga  tahap.  Pertama,  tahap  penjaringan  yang  terdiri
dari pengusulan bakal calon oleh DPD, Provinsi, ormas tingkat pusat, atau perorangan  dengan  dukungan  500  dukungan  surat  penyataan.  Kedua,
sosialisasi  bakal  calon  ke  minimal  tujuh  provinsi.  Konvensi  tingkat kabupatenkota  dengan  memilih  5  nama,  dan  selanjutnya  diajukan  ke
provinsi. Konvensi tingkat provinsi menetapkan 5 nama. Penapatan bakal calon  oleh  DPD  Provinsi.  Ketiga,  tahap  pemilihan  dan  penetapan,  yang
terdiri  dari  penetapan  nominasi  di  pusat  dengan  terlebih  dahulu  melewati proses konvensi di tingkat provinsi.
8
Perjuangan  Partai  Golkar  pada  masa  sesudah  era  reformasi memang  tidak  semudah  saat  masih  berada  di  era  Orde  Baru.  Untuk  itu,
siapapun pemimpin yang berhasil membawa Partai Golkar melewati masa- masa  sulit  tersebut,  tentu  bukanlah  pemimpin  sembarangan.  Pemimpin
tersebut  dapat  dikatakan  sebagai  pemimpin  yang  memiliki  integritas  dan
8
Untuk  lebih  jelasnya,  lihat  Kholid  Novianto,  et.al.,  Memenangkan  Hati  Rakyat:  Akbar Tandjung  dan  Partai  Golkar  dalam  masa  Transisi,  Jakarta:  Benda  Press,  2003,  Cet.  Ke-1,  h.
188-189.
36
komitmen yang tinggi dalam memperjuangkan dan mengangkat nama baik Partai Golkar di kancah perpolitikan Indonesia.
B. Profil Akbar Tandjung
1. Masa Kecil dan Remaja Akbar Tandjung
Nama  lengkap  Akbar  Tandjung  adalah  Djandji  Akbar  Zahiruddin Tandjung, yang lahir pada tanggal 14 Agustus 1945, di Sibolga, Sumatera
Utara.  Akbar  merupakan  anak  yang  berasal  dari  keluarga  besar.  Akbar anak  yang  ke-13  dari  16  bersaudara.  Keluarga  Akbar  memiliki  berlatar
belakang agama yang kuat. Pada masa kecilnya, Akbar tinggal di Sorkam diasuh oleh tantenya , karena orang tua Akbar membuka usaha di Sibolga.
9
Masa  kecil  Akbar  Tandjung  menyukai  berenang  bersama  teman sebayanya.  Ia  suka  berenang  di  dekat  desanya.  Selain  itu,  Akbar  juga
menyukai  durian,  ketika  musim  durian  tiba,  Akbar  bersama  teman- temannya  menunggu  durian  itu  jatuh,  kemudian  ia  mengejarnya.  Hal  itu,
dilakukan  sampai  ia  kelas  tiga  Sekolah  Rakyat  Muhammadiyah. Pengalaman  masa  kecil  Akbar  selalu  banyak  kenangan  manis  bersama
teman-temannya. Disisi itu, Akbar hoby membaca buku hingga remaja. Ia anak yang cerdas.
10
9
Majalah Biografi Politik, “Akbar Tandjung; Faktor Penentu Pemilhan Presiden 2009”, Vo. 1, No. 1, Februari 2008, h. 81-82
10
Majalah Biografi Politik, “Akbar Tandjung h. 82