digunakan sebagai bahan perekat untuk produk kayu lapis polywood. Dalam kosentrasi yang sangat kecil 1 persen digunakan sebagai pengawet untuk
berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampoo mobil, lilin dan karpet Yuliarti, 2007.
2.2.3 Bahaya Penggunaan Formalin Pada Makanan
Formalin bukan merupakan zat pengawet untuk makanan tetapi disalahgunakan untuk pengawetan industri makanan. Biasanya hal ini sering
ditemukan dalam industri rumahan karena mereka tidak terdaftar dan tidak terpantau oleh Depkes dan Badan POM setempat. Produsen sering kali tidak tahu
kalau penggunaan formalin sebagai bahan pengawet makanan tidaklah tepat karena bisa menimbulkan berbagai gangguan kesehatan bagi konsumen yang
memakannya. Beberapa penelitian terhadap tikus dan anjing menunjukkan bahwa
pemberian formalin dalam dosis tertentu pada jangka panjang bisa mengakibatkan kanker saluran cerna. Penelitian lainnya menyebutkan peningkatan risiko kanker
faring tenggorokan, sinus dan cavum nasal hidung pada pekerja tekstil akibat paparan formalin melalui hirupan Yuliarti, 2007.
2.3 Asam Cuka
Asam Asetat mengandung tidak kurang dari 36,0 dan tidak lebih dari 37,0 bb C2H4O2. Pemerian berupa cairan jernih; tidak berwarna dan berbau
khas, menusuk; rasa asam yang tajam. Kelarutan dapat bercampur dengan air, dengan etanol dan dengan gliserol Ditjen POM, 1995.
Dalam industri makanan, asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai
Universitas Sumatera Utara
pelunak air. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya
diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber hayati Anonim
f
,2009. 2.4 Pemeriksaan Kualitatif Formalin
Formalin dengan adanya asam kromatropat dalam asam sulfat pekat disertai pemanasan beberapa menit akan terjadi pewarnaan violet. Reaksi ini
mengikuti prinsip kondensasi senyawa fenol dengan formaldehid membentuk senyawa berwarna 3,4,5,6-dibenzoxanthylium Schunack, 1990.
2.5 Pemeriksaan Kuantitatif Formalin dengan Metode Spektrofotometri Sinar Tampak
Metode ini dapat dilakukan dengan penambahan pereaksi Nash ammonium asetat dan asetil aseton disertai pemanasan selama 30 menit akan
membentuk kompleks berwarna kuning yang mantap, sehingga dapat diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum 415 nm Herlich, 1990.
Penetapan kadar secara kuantitatif dilakukan dengan mengukur serapan larutan zat dalam suatu pelarut pada panjang gelombang tertentu. Pengukuran
serapan biasanya dilakukan pada panjang gelombang serapan maksimum. Oleh karena serapan dapat berbeda jika digunakan alat yang berbeda, maka sebaiknya
pengukuran dilakukan pada panjang gelombang serapan maksimum yang diperoleh dengan alat yang digunakan. Syaratnya panjang gelombang yang
diperoleh dengan alat tidak berbeda lebih dari ± 0,5 nm pada daerah pengukuran 240-280 nm, tidak lebih dari ± 1 nm pada daerah pengukuran 280-320 nm serta
tidak lebih dari ± 3 nm pada daerah pengukuran diatas 320 nm dari panjang gelombang yang ditentukan. Jika perbedaannya melebihi batas tersebut maka alat
Universitas Sumatera Utara
harus dikalibrasi. Pada pengukuran serapan suatu larutan hampir semua digunakan blanko untuk spektrofotometer agar panjang gelombang pengukuran mempunyai
serapan nol. Kegunaan blanko adalah mengoreksi serapan yang disebabkan oleh pelarut, pereaksi, sel ataupun pengaturan alat. Blanko dapat berupa pelarut yang
sama seperti yang digunakan untuk melarutkan zat atau blanko pereaksi menyiapkan larutan zat Ditjen POM, 1995.
2.6 Spektrofotometri