Alat–Alat Bahan-bahan Sampel Uji Validasi Metode Analisis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimental. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3.1 Alat–Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu unit Spektrofotometer UV-Vis Shimadzu mini 1240, neraca analitis AND GF-200, thermometer, dan alat-alat gelas seperti labu takar, gelas ukur, erlenmeyer, buret tabung reaksi dan beaker glass.

3.2 Bahan-bahan

Semua bahan yang digunakan dalam penelitian ini berkualitas pro analisis keluaran E-Merck yaitu Formalin 37 , Asam kromatropat, Asam sulfat 98 , Ammonium asetat, Asetil aseton, Natrium hidroksida, Hidrogen peroksida 30 , Asam klorida 37 , Fenolftalein, Kalium bifthalat, Natrium karbonat anhidrat, Merah metil, terkecuali Etanol 90 , aquadest Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif.

3.3 Sampel

Sampel yang digunakan adalah Cumi–cumi, ikan gembung, udang dan ikan dencis yang telah dibuang isi perutnya dan dibersihkan, sampel diambil di Tempat Pelelangan Ikan Belawan. Pengambilan sampel secara purposif didasarkan atas pertimbangan bahwa populasi sampel adalah homogen dan sampel Universitas Sumatera Utara yang akan dianalisis dianggap sebagai sampel yang representative Sudjana, 1996. 3.4 Pembuatan pereaksi 3.4.1 Larutan Asam Kromatropat 0,05 Dilarutkan 5 mg asam kromatropat dalam 10 ml campuran 9 ml asam sulfat 98 dan 4 ml air Ditjen POM, 1979.

3.4.2 Pereaksi Nash

Dilarutkan 30 g ammonim asetat dan 0,4 ml asetil aseton lalu ditambahkan air hingga 100 ml Gibson dan Skett, 1991.

3.4.3 Natrium Hidroksida 1 N

Dilarutkan 40 g natrium hidroksida dengan air bebas CO 2 dalam labu 1000 ml. Setelah larut sempurna dicukupkan volumenya dengan air bebas CO 2 sampai garis tanda Ditjen POM, 1979.

3.4.4 Asam Klorida 1 N

Diencerkan 9,8 ml HCl 37 dengan air secukupnya hingga 100 ml Ditjen POM, 1995.

3.4.5 Larutan Fenolftalein 0,2 bv

Dilarutkan 200 mg fenolftalein dalam 60 ml etanol 90 dan tambahkan aquadest hingga 100 ml Ditjen POM, 1979.

3.4.6 Larutan Merah Metil 0,1 bv

Dilarutkan 100 mg merah metil dalam 50 ml etanol 90 , dikocok dan dicukupkan volumenya hingga 100 ml Ditjen POM, 1995. Universitas Sumatera Utara

3.4.7 Hidrogen Peroksida 6 vv

Diencerkan 20 ml H 2 O 2 30 dengan air suling sampai garis tanda hingga 100 ml Ditjen POM, 1979. 3.5 Prosedur Penelitian 3.5.1 Pembakuan Natrium Hidroksida 1 N Ditimbang seksama 300 mg kalium bifthalat kemudian dilarutkan dalam air bebas CO 2 sebanyak 30 ml. Ditambah 2 tetes indikator fenolftalein, dititrasi dengan NaOH hingga terjadi warna merah muda mantap Ditjen POM,

1995. Dilakukan perlakuan yang sama tiga kali dan dihitung normalitas larutan.

1 ml natrium hidroksida 1 N setara dengan 204,2 mg kalium biftalat. Data dapat dilihat pada Lampiran 1. 3.5.2 Pembakuan Asam Klorida 1 N Ditimbang seksama 150 mg natrium karbonat anhidrat, kemudian dilarutkan dalam 15 ml air. Ditambah 2 tetes indikator metil merah, ditambahkan asam klorida perlahan dari buret sambil diaduk hingga larutan berwarna merah muda pucat. Dipanaskan larutan hingga mendidih, dinginkan, dititrasi kembali bila perlu hingga warna merah muda pucat tidak hilang dengan pendidihan lebih lanjut Ditjen POM, 1995 . Dilakukan perlakuan yang sama tiga kali dan dihitung normalitas larutan. 1 ml asam klorida 1 N setara dengan 52,99 mg natrium karbonat anhidrat Data dapat dilihat pada lampiran 2. 3.5.3 Penetapan Kadar Formalin Baku Pembanding Ditimbang seksama 1,5 gram larutan formalin 37, ditambahkan pada campuran 12,5 ml hidrogen peroksida 6 dan 25 ml NaOH 1 N, hangatkan diatas Universitas Sumatera Utara penangas air hingga pembuihan berhenti. Dititrasi dengan asam klorida 1 N menggunakan indikator fenolftalein. Dilakukan titrasi blanko Ditjen POM, 1979. Dilakukan perlakuan yang sama tiga kali dan dihitung normalitas larutan. 1 ml natrium hidroksida 1 N setara dengan 30,03 mg formalin Data dapat dilihat pada lampiran 3. 3.5.4 Pemeriksaan Kualitatif formalin pada sampel Sampel ikan gembung yang telah dibuang isi perutnya dan dibersihkan sebanyak 100 g direndam dengan 200 ml larutan cuka 5 dan dengan 200 ml air panas, kemudian disaring. Ikan gembung disisihkan dan dilakukan pengujian pada filtrat. Diambil sebanyak 1 ml filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan dengan 5 ml larutan asam kromatropat 0,05 . Larutan kemudian dipanaskan di dalam penangas air selama 15 menit. Diamati selama pemanasan, jika terbentuk warna violet menunjukkan adanya formalin Herlich, 1990. Dilakukan pemeriksaan kualitatif pada cumi–cumi, udang dan ikan dencis dengan cara yang sama. 3.5.5 Penetapan Kadar Formalin 3.5.5.1 Pembuatan Larutan Induk Baku I LIB I Pada wadah yang sudah ditara, ditimbang 3,0634 g larutan formalin yang telah ditentukan kadarnya 35,25 dan dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu tentukur 1 liter. Ditambahkan air suling secukupnya dan dikocok hingga homogen. Kemudian larutan dicukupkan dengan air suling hingga garis tanda dan dihomogenkan. Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 4. Universitas Sumatera Utara

3.5.5.2 Pembuatan Larutan Induk Baku II LIB II

Dipipet 10 ml larutan induk baku I lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 250 ml. Ditambahkan air suling secukupnya dan dikocok hingga homogen. Kemudian larutan dicukupkan dengan air suling hingga garis tanda dan dihomogenkan.

3.5.5.3 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Larutan Formalin

Dipipet 5 ml larutan induk baku II dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml konsentrasi 2,16 ppm, lalu ditambahkan 10 ml Pereaksi Nash. Selanjutnya ditambahkan air suling hingga garis tanda lalu larutan dihomogenkan. Larutan kemudian dipanaskan di dalam penangas air pada suhu 37 ˚C ±1˚C selama 30 menit hingga terbentuk warna kuning yang mantap. Diukur serapan maksimum pada panjang gelombang 360-460 nm dengan menggunakan blanko yaitu air suling yang dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, lalu ditambahkan 10 ml pereaksi Nash dan dicukupkan dengan air suling hingga garis tanda Widyastuti, 2006.

3.5.5.4 Penentuan Waktu Kerja Larutan Formalin

Dipipet 5 ml larutan induk baku II dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml konsentrasi 2,16 ppm, lalu ditambahkan 10 ml pereaksi Nash. Selanjutnya ditambahkan air suling hingga garis tanda dan larutan dihomogenkan. Larutan kemudian dipanaskan di dalam penangas air pada suhu 37 ˚C ±1˚C selama 30 menit hingga terbentuk warna kuning yang mantap. Diukur serapan pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh Widyastuti, 2006. Data dapat dilihat pada Lampiran 5. Universitas Sumatera Utara

3.5.5.5 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Larutan Formalin

Dipipet larutan kerja formalin 40 ppm ke dalam labu tentukur 100 ml berturut-turut 2,5 ml; 3,75 ml; 5,0 ml; 6,25 ml; dan 7,5 ml 1,08; 1,62; 2,16; 2,7; dan 3,24 ppm. Ke dalam masing-masing labu tentukur tersebut ditambahkan 10 ml pereaksi Nash, lalu ditambahkan air suling hingga garis tanda dan dikocok hingga homogen. Kemudian masing-masing larutan ini dipanaskan di dalam penangas air pada suhu 37 ˚C ±1˚C selama 30 menit hingga terbentuk warna kuning yang mantap. Kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh, serta menggunakan larutan blanko Widyastuti, 2006. Data dapat dilihat pada Lampiran 6 dan 7. 3.5.6 Penentuan Kadar Formalin Pada Sampel Masing – masing sampel yang ditentukan sebanyak ±100 g direndam dalam 200 ml larutan cuka 5 dan 200 ml air panas ±100 C dengan variasi waktu perendaman 5 menit, 10 menit, 15 menit dan 20 menit, kemudian disaring. Pada filtrat dilakukan pengujian kadar formalin. Filtrat diambil sebanyak 30 ml lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml. Selanjutnya larutan tersebut ditambahkan 10 ml reagen Nash 30 bv. Lalu dicukupkan dengan air suling hingga garis tanda dan dihomogenkan. Larutan dipanaskan di penangas air pada suhu 37 ˚C ±1˚C selama 30 menit hingga terbentuk warna kuning yang mantap. Kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang 412 nm. Perlakuan ini diulang sebanyak 6 kali. Konsentrasi Formalin dapat diketahui dengan mensubstitusikan serapan yang didapat kedalam persamaan regresi Y. Kadar Formalin dapat dihitung dengan Rumus : K = BS Fp V x × × Universitas Sumatera Utara Dimana K = kadar total formalin dalam sampel mcgg x = kadar formalin sesudah pengenceran V = volume sampel ml Fp = faktor pengenceran BS = Berat sampel

3.6 Uji Validasi Metode Analisis

Uji validasi yang digunakan yaitu uji akurasi dengan parameter perolehan kembali dan uji presisi dengan parameter SD Standar Deviasi, RSD Relative Standar Deviasi, batas deteksi dan batas kuantitasi. 3.6.1 Penentuan Uji Perolehan Kembali Uji perolehan kembali dilakukan dengan menambahkan 1 ml larutan baku formalin 250 ppm ke dalam sampel kemudian dianalisis dengan perlakuan yang sama seperti pada sampel. Menurut WHO 1992, perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Perolehan kembali = A A F C C C − x 100 SD Simpangan Deviasi = 1 2 − − ∑ n C C A A RSD Relative Standar Deviasi = 100 × A C SD Keterangan : C F = konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan larutan baku A C = konsentrasi sampel sebelum penambahan larutan baku C ∗ A = konsentrasi larutan baku yang ditambahkan Universitas Sumatera Utara A C = Rata–rata konsentrasi sampel sebelum penambahan larutan baku n = jumlah perlakuan Data dapat dilihat pada Lampiran 34. 3.6.2 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko WHO, 1992. Batas deteksi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Batas Deteksi = Slope SB 3 Batas kuantitasi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang masih dapat diukur dalam kondisi percobaan yang sama dan masih memenuhi kriteria cermat dan seksama WHO, 1992. Batas kuantitasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Batas Kuantitasi = Slope SB 10 Keterangan : SB = simpangan baku

3.7 Analisa Data secara Statistik