1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam rangka mengimplementasikan perundang-undangan bidang keuangan negara telah dikeluarkan berbagai aturan pelaksanaan dalam bentuk
peraturan pemerintah PP, antara lain PP No. 20 tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah dan PP No. 21 tahun 2004 tentang Rencana Kerja dan Anggaran
Kementrian NegaraLembaga, PP. No. 24 tahun 2004 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, dan lain-lain. Khusus berkenaan dengan pengelolaan Keuangan
daerah dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Sebagai tindak lanjut PP No. 58 tahun 2005, Menteri Dalam
Negeri telah mengeluarkan Permendagri No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dan terakhir telah direvisi dengan Permendagri
No. 59 tahun 2007 tentang Perubahan Atas Permendagri No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan ini khusus mengatur
mangenai pedoman pengelolaan keuangan daerah yang baru, sesuai arah reformasi tata kelola keuangan negaradaerah. Perubahan yang sangat mendasar
dalam peraturan ini adalah bergesernya fungsi ordonancering dari
BadanBagianBiro Keuangan ke setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD
dan SKPD sebagai accounting entity berkewajiban untuk membuat laporan keuangan SKPD serta penegasan bahwa Bendahara Pengeluaran sebagai Pejabat
Fungsional. Upaya reformasi penyajian pelaporan keuangan daerah nampaknya belum
dapat dilaksanakan sepenuhnya oleh pemerintah daerah maupun di jajaran Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD di lingkungan Pemerintah Daerah. Perubahan
pendekatan akuntansi pemerintah daerah dari single entry menuju double entry merupakan perubahan yang cukup revolusioner. Pada kenyataannya, berdasarkan
survei ke sejumlah pemerintah daerah dan informasi dari sejumlah konsultan keuangan daerah, Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah SKPKD sebagai
pengelola keuangan pemerintah daerah dan khususnya SKPD tidak serta merta dapat menyusun laporan keuangan baru tersebut, terutama neraca. Di sisi lain,
publikasi laporan keuangan oleh pemerintah daerah melalui surat kabar, internet, atau cara lain nampaknya belum menjadi hal yang umum bagi sebagian daerah.
Dalam Permendagri 592007 menambahkan satu ayat dalam pasal 116. Ayat 4a pasal 116 berbunyi, Untuk memenuhi asas transparansi, kepala daerah wajib
menginformasikan substansi APBD kepada masyarakat yang telah diundangkan dalam lembaran daerah. Apakah SKPD sebagai pengguna anggaran dalam APBD
dan sebagai bagian dari sistem pengelolaan keuangan pemda mampu memenuhi tuntutan tersebut?.
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang muncul sehubungan dengan penyajian laporan
keuangan daerah saat ini adalah pertama, belum semua pemerintah daerah
maupun SKPD-nya dapat menyusun komponen laporan keuangan secara lengkap. Seperti kita ketahui laporan keuangan pemerintah daerah disusun berdasarkan
laporan keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah serta Laporan Pertanggungjawaban Pengelolaan Perbendaharaan Daerah. Untuk itu SKPD
sebagai salah satu pihak yang menyajikan laporan keuangan yang dijadikan sumber bagi penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah apakah telah dapat
menyusun neraca sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundang- undangan?.
Masalah kedua adalah aksesibilitas laporan keuangan SKPD tidak mempublikasikan laporan keuangannya secara luas misalnya via internet atau
media massa. Sehingga masyarakat tidak dapat mengetahui atau mengaksesnya dengan mudah mengenai informasi kinerja keuangannya.
Dalam kaitannya dengan penyajian laporan keuangan SKPD, pertanyaan yang muncul adalah apakah laporan keuangan selama ini disajikan oleh Satuan
Kerja Perangkat Daerah SKPD sebagai acuan dari pengelolaan keuangan daerah telah memberi kontribusi signifikan terhadap transparansi dan akuntabilitas
keuangan?. Apakah SKPD telah menyajikan semua informasi keuangan relevan yang dibutuhkan oleh para pengguna?, dan apakah para pengguna sudah dapat
mengakses laporan keuangan tersebut dengan mudah?. Dalam kaitannya dengan masalah ini, setidaknya terdapat dua tuntutan yang dihadapi oleh SKPD pada saat
ini. Tuntutan pertama sejak tahun 2000, dengan keluarnya PP No 105 tahun 2000, pemerintah daerah dituntut untuk menyajikan neraca daerah yang sebelumnya
tidak diwajibkan untuk dibuat. Dan PP No. 8 tahun 2006 yang selain
mensyaratkan SKPD sebagai bagian dari sistem pengelolaan keuangan daerah dituntut untuk menyampaikan informasi keuangan tersebut secara terbuka atau
dapat diakses oleh masyarakat, misalnya dengan mengembangkan SIKDA UU No. 3 tahun 2004.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan membuat skripsi dengan judul : “Pengaruh Penyajian Neraca SKPD
dan Aksesibilitas Laporan Keuangan SKPD Terhadap Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan SKPD di Pemerintahan Propinsi Sumatera
Utara”.
B. Batasan Penelitian