Penggunaan Istilah Ijtihad Dasar Ijtihad

mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja di antaramu”. QS. An-Nisa’: 83. Syariat Islam merupakan syariat yang mengandung berbagai keistimewaan, antara lain bersifat umum, abadi, meliputi segala bidang dan merupakan rahmat bagi seluruh alam. Al-Quran merupakan dasar hukum. Atas dasar itulah Allah memberikan hak kepada orang-orang yang memiliki kemampuan melakukan ijtihad bila terdapat masalah-masalah yang tidak shahih atau ditetapkan bila terdapat masalah-masalah yang tidak shahih atau ditetapkan secara tidak jelas dan tidak pasti qath’i di dalam Al-Quran.

B. Penggunaan Istilah Ijtihad

Kata ijtihad digunakan para fuqaha untuk beberapa persoalan rumit dan sulit yang membutuhkan banyak energi. Ijtihad tidak dipergunakan untuk melakukan yang ringan-ringan. 2 Beberapa ulama ahli Ushul Fiqh menyebutkan: 1. Menurut Imam Al-Syaukani, ijtihad adalah mencurahkan kemampuan guna mendapatkan hukum syara yang bersifat operasional dengan cara istinbath mengambil kesimpulan hukum. 2. Menurut Al-Imam Amidi mendefinisikan ijtihad adalah mencurahkan segala kemampuan untuk mencari hukum syara yang bersifat zhanni sampai dirinya merasa tidak mampu mencari tambahan kemampuannya itu. Kata-kata tidak mampu mencari tambahan kemampuannya menurut Imam Ghazali berlaku bagi kata ijtihad yang sempurna.

C. Dasar Ijtihad

Dasar hukum diperbolehkannya melakukan ijtihad antara lain firman Allah SWT. dalam surat Al-Baqarah: 149: 2 Abdurrahman Wahid, Kontroversi Pemikiran Islam di Indonesia Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993, 5. 29 ن ؤ ططمموم ث م ططيؤح م ت م ططج ؤ رمخم ل ن ُومططفم ك م ططهمجؤوم رمط ؤ ططش م دمج م ططس ؤ م م لؤا م م ارمح م لؤا :ةرقبلا ... 149 Artinya: “Dan dari mana saja kamu ke luar, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram…”. QS. Al-Baqarah: 149. Dari ayat tersebut di atas dapat dipahami bahwa orang yang berada jauh dari Masjidil Haram, apabila akan shalat dapat mencari dan menentukan arah kiblat melalui ijtihad dengan mencurahkan akal pikirannya berdasarkan indikasi atau tanda-tanda yang ada. 3 Baik yang mendudukkan “ijtihad” sebagai dalil maupun sebagai pemahaman terhadap dalil, penggunaan ijtihad ini didasarkan pada ayat-ayat Al- Quran surat An-Nisa’ ayat 59: َاهمييأمَايم ن م يذمللا اُونممماءم اُوعميط م أم همططلللا اُوططعميط م أموم ل م ُوططس م رللا ِيلموأموم رممؤلؤ م ا م ؤ ك م نؤمم ن ؤ إمفم م ؤ تمع ؤ زمَانمتم ِيططف م ءنِي ؤ ططش م ه م وديرمططفم َىلمإم ه م لللا ل م ُوس م رللاوم ن ؤ إم م ؤ تمنؤك م ن م ُوططنمممؤؤتم ه م لللَاططبم م م ُوؤططيملؤاوم رمخملؤا ك م لمذم رةيؤخم ن م س م ح ؤ أموم ل ن يومأؤتم :ءَاسنلا 59 Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul Nya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah Al Quran dan Rasul sunnahnya, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya”. QS. An-Nisa’: 59. 3 Khairul Umam dan A. Achyar Aminuddin, Ushul Fiqh II Bandung: CV. Pustaka Setia, 2001, 132. 30 Menurut hadits Nabi yang diriwayatkan Al-Bukhari: Artinya: “Jika seorang hakim menetapkan hukum, kemudian ia berijtihad lagi benar ijtihadnya, maka ia mendapatkan dua pahala. Dan apabila ia menghukumi dengan ijtihad kemudian ijtihadnya itu salah baginya mendapatkan satu pahala”. HR. Bukhari. 4

D. Kedudukan Ijtihad