D. Syarat-syarat Terjadinya Nasikh Mansukh Secara Umum
Abdul Hamid Hakim dalam kitabnya As-Sulam halaman 32 memberikan syarat-syarat terjadinya nasikh mansukh sebagai berikut:
1. Nasikh  dan  mansukh  itu   terjadi   jika   berhubungan   dengan   hukum,   tidak berhubungan dengan keimanan atau akidah. Sebab keimanan atau akidah ini
bersifat paten. 2. Nasikh mansukh itu terjadi dengan dibatasi waktu tertentu.
3. Bahwa nasikh itu harus terpisah  baik tempat  maupun waktu dengan yang dimansukh.
4. Bahwa dalil yang terdapat dalam  nasikh  itu harus lebih kuat daripada dalil yang tidaklah dalam  mansukh. Seperti hadits mutawatir dengan hadits ahad,
hadits   shahih   dengan   hadits   dhaif,   tidak   terjadi   sebaliknya.   Hadits   ahad menasikh kepada hadits mutawatir dan hadits dhaif menasikh hadits shahih.
Di samping itu menurut Abdul Hamid Hakim dalam kitab  as-Sulam
memberikan syarat-syarat nasakh dan mansukh sebagai berikut: a. Nasikh harus terpisah dari mansukh
b. Nasikh harus lebih kuat atau sama kuatnya dengan mansukh. c. Nasikh harus berupa dalil-dalil syara
d. Mansukh tidak dibataskan kepada sesuatu waktu e. Mansukh harus hukum-hukum syara.
E. Pendapat Para Ulama Tafsir Hadits Nasikh Mansukh dalam Al-Quran
Para   ulama   tidak   terjadi   perbedaan   pendapat   masalah   nasikh   mansukh dalam hadits sebab secara faktual itu terjadi, namun mereka berbeda pendapat
terjadinya   nasikh   dan   mansukh   dalam   Al-Quran,   untuk   itu   penulis   akan menyampaikan pendapat-pendapat para ulama yang setuju maupun yang tidak
setuju   terhadap   nasikh   dan   mansukh   dalam  Al-Quran   serta   argumen   mereka masing-masing.
44
1. Pendapat yang setuju adanya nasikh dan mansukh Argumen yang mereka gunakan itu ada dua, baik berupa naqli maupun aqli:
a. Dasar naqli
َامم خ
ؤ س م نؤنم
ن ؤ مم
ة ن يماءم
وؤأم َاهمس
م نؤنم ت
م أؤططنم رنططيؤخمبم
َاططهمنؤمم وؤأم
َاهملمثؤمم م
ؤ لمأ م
م ؤ لمعؤتم
ن ل أم
همطلللا َىطلمع
م ل
ن ك م
ءنِي ؤ طش
م رةيدمطقم
:ةرقبلا 106
Artinya: “Ayat   mana   saja   yang   Kami   nasakhkan,   atau   Kami   jadikan manusia   lupa   kepadanya,   Kami   datangkan   yang   lebih   baik
daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tiadakah kamu mengetahui   bahwa   sesungguhnya   Allah   Maha   Kuasa   atas
segala sesuatu?”. QS. Al-Baqarah: 106 Ayat ini sering dijadikan dasar adanya nasikh dan mansukh dalam
Al-Quran, karena memang dalam ayat ini Allah SWT. menyebut lafadz nasakha yang secara tekstual.
b. Dasar aqli Bahwa secara faktual nasikh mansukh itu terjadi, seperti nasikh
mansukh terjadi  pada surat Al-Baqarah ayat 240 dengan ayat 234 dan lain-lain sebagaimana contoh-contoh tersebut di atas.
Pendapat ini mayoritas diikuti oleh ulama fiqh dalam ulama Ushul Fiqh seperti Imam Syafi’i, Imam Abu Hanifah, dan lain-lain.
2. Alasan ulama yang menolak adanya nasikh dan mansukh dalam Al-Quran Mereka yang menolakpun juga menggunakan dua dasar, yaitu dasr
naqli dan dasar aqli. a. Dasar naqli
Firman Allah SWT. dalam surat Al-Hijr ayat 9:
45
َانلإم ن
م ح ؤ نم
َانملؤزلنم رمكؤذنلا
َانلإموم هملم
ن م ُوظ
م فمَاحملم :رططجحلا
9
Artinya: “Sesungguhnya   Kami-lah   yang   menurunkan   Al   Quran,   dan sesungguhnya   Kami   benar-benar   memeliharanya  dari
perubahan-perubahan”. QS. Al-Hijr: 9 Firman Allah SWT. dalam surat Al-Kahfi ayat 27:
ل م تؤاوم
َامم ِي
م ططح م وأم
ك م ططيؤلمإم
ن ؤ ططمم
ب م َاطتمك
م ك
م ططبنرم لم
ل م دنطبممم
ه م تمَام
م لمك م لم
ن ؤ لموم
د م ططج
م تم ن
ؤ ططمم ه
م ططنمودم اد
ن ططح م تملؤمم
:فططهكلا 27
Artinya: “Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu kitab Tuhan-mu   Al   Quran.   Tidak   ada   seorangpun   yang   dapat
mengubah   kalimat-kalimat-Nya.   Dan   kamu   tidak   akan   dapat menemukan tempat berlindung selain daripada-Nya”.  QS. Al-
Kahfi: 27 b. Dasar aqli
Bahwa tidak satu pun Al-Quran maupun hadits yang menjelaskan tentang adanya nasikh dan mansukh ini. Terjadinya nasikh dan mansukh
ayat ini dimansukh oleh ayat yang lain itu hanya  ijtihadi  tidak secara qath’i yang menjelaskan tentang hal itu, bahwa ayat Al-Quran merupakan
wahyu Allah SWT. yang diturunkan kepada manusia untuk kepentingan manusia itu dalam segala masa dan tempat, berlakunya tidak dibatasi oleh
ruang   dan   waktu,   semua   Al-Quran   baik   tulisan   maupun   redaksinya semaunya adalah mutawatir serta setiap lafadz, surat adalah merupakan
mukjizat   baik   makna   maupun   redaksinya.   Oleh   karena   itu   mereka mengatakan bahwa nasikh dan mansukh itu menyalahi asalnya.
46
Dengan demikian selama mungkin untuk bisa diinterpretasi yang lain thariqatul jam’i maka inilah yang harus ditempuh, seperti kasus
terjadi dalam surat Al-Baqarah ayat 240 dan ayat 234. Maka pengertian untuk ayat 240 itu bersifat hak, artinya boleh diambil hak itu dan juga
boleh tidak diambil. Sedangkan dalam ayat 234 itu bersifat kewajiban. Demikian   juga   pengertian   yang   terdapat   dalam   surat  Al-Baqarah   107
pengertiannya   bukan  Allah   SWT.   mengganti   hukum   yang   dalam  Al- Quran tetapi Allah SWT. mendatangkan Nabi yang lebih baik atau yang
sepadan dengan nabi-nabi sebelumnya. Jadi bukan terkait dengan hukum tetapi   terkait   dengan   pergantian   antara   nabi   satu   dengan   nabi   yang
lainnya. Pendapat   ini   adalah   pendapat   ulama   kontemporer   seperti
Muhammad Abduh, Rasyid Ridla, dan lain-lain.
47
BAB VII KONTRADIKSI DALIL-DALIL SYARA