Kedudukan Ijtihad Ruang Lingkup Ijtihad

Menurut hadits Nabi yang diriwayatkan Al-Bukhari: Artinya: “Jika seorang hakim menetapkan hukum, kemudian ia berijtihad lagi benar ijtihadnya, maka ia mendapatkan dua pahala. Dan apabila ia menghukumi dengan ijtihad kemudian ijtihadnya itu salah baginya mendapatkan satu pahala”. HR. Bukhari. 4

D. Kedudukan Ijtihad

Dalam hal kedudukan ijtihad ini di kalangan ahli Ushul Fiqh memang ada perbedaan pendapat, sebagian besar menjadikan ijtihad itu sebagai dalil, sedang sebagian yang lain menjadikan menjadi dalil dalam keadaan sangat dihajatkan pada waktu tidak didapati ayat Al-Quran atau as-Sunnah. Sebagian ahli Ushul Fiqh lagi, ijtihad itu merupakan metode pemahaman terhadap sumber pokok dalil yakni Al-Quran dan as-Sunnah. Kawasan ijtihad adalah hukum-hukum yang dalilnya dhanni bukan yang qath’i. Kita tidak boleh berijtihad dalam hukum yang qath’i yang telah ditetapkan dalilnya oleh Al-Quran. Agar ijtihad berhasil secara optimal ada beberapa syarat yang harus dimiliki seorang mujtahid: 1. Seorang mujtahid hendaknya memiliki kemampuan dan seperangkat ilmu untuk berijtihad yang telah ditetapkan dalam Ushul Fiqh. 2. Dia seorang yang adil, terpercaya dan berperilaku baik. 3. Mereka yang mengaku bisa berijtihad, tetapi tidak mempunyai ilmu tentang nash-nash Al-Quran dan hadits serta melecehkan Ushul Fiqh, maka pendapatnya harus ditolak. 5 4 Prof. Drs. H. Asjmuni Abdurrahman, Manhaj Tarjih Muhammadiyah Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003, 192-193. 5 Al-Qardhawi, Membumikan Syariat Islam Surabaya: Dunia Ilmu, 1997. 31

E. Ruang Lingkup Ijtihad

Imam Al-Ghazali berpendapat ijtihad dilakukan pada setiap hukum yang tidak ada dasarnya yang pasti qath’i. 6 Hal ini sebagaimana firman Allah SWT.: َامموم ن م َاك م ن ن ممؤؤم م لم لموم ة ن نمممؤؤمم اذمإم َىض م قم همططلللا هملمُوططس م رموم ارنمؤأم ن ؤ أم ن م ُوك م يم م م هملم ة م رميمخملؤا ن ؤ ططمم م ؤ ططه م رممؤأ م ن ؤ ططمموم ص م ططعؤيم هملللا هملمُوس م رموم د ؤ ق م فم ل ل ض م لنلمض م َاننيبممم :بازحلا 36 Artinya: “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mumin dan tidak pula bagi perempuan yang mumin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata”. QS. Al-Ahzab: 36. ن ؤ مموم ق م ق م َاش م يم ل م ُوس م رللا ن ؤ مم دمططعؤبم َاططمم ن م ططيلبمتم همططلم ًىد م ططهملؤا ع ؤ بمتليموم رميؤغم ل م يبمس م ن م ينمممؤؤططم م لؤا ه م لنُومططنم َاططمم َىللُومططتم ه م لمططص ؤ نموم م م نلهمج م ت ؤ ءمَاس م وم ارنيص م مم :ءَاسنلا 115 Artinya: “Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mumin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk- buruk tempat kembali”. QS. An-Nisa’: 115.

F. Jenis-jenis Ijtihad