Jenis-jenis Ijtihad IJTIHAD, TAKLID DAN ITBA’

E. Ruang Lingkup Ijtihad

Imam Al-Ghazali berpendapat ijtihad dilakukan pada setiap hukum yang tidak ada dasarnya yang pasti qath’i. 6 Hal ini sebagaimana firman Allah SWT.: َامموم ن م َاك م ن ن ممؤؤم م لم لموم ة ن نمممؤؤمم اذمإم َىض م قم همططلللا هملمُوططس م رموم ارنمؤأم ن ؤ أم ن م ُوك م يم م م هملم ة م رميمخملؤا ن ؤ ططمم م ؤ ططه م رممؤأ م ن ؤ ططمموم ص م ططعؤيم هملللا هملمُوس م رموم د ؤ ق م فم ل ل ض م لنلمض م َاننيبممم :بازحلا 36 Artinya: “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mumin dan tidak pula bagi perempuan yang mumin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata”. QS. Al-Ahzab: 36. ن ؤ مموم ق م ق م َاش م يم ل م ُوس م رللا ن ؤ مم دمططعؤبم َاططمم ن م ططيلبمتم همططلم ًىد م ططهملؤا ع ؤ بمتليموم رميؤغم ل م يبمس م ن م ينمممؤؤططم م لؤا ه م لنُومططنم َاططمم َىللُومططتم ه م لمططص ؤ نموم م م نلهمج م ت ؤ ءمَاس م وم ارنيص م مم :ءَاسنلا 115 Artinya: “Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mumin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk- buruk tempat kembali”. QS. An-Nisa’: 115.

F. Jenis-jenis Ijtihad

1. Individu, yaitu dilakukan secara sendiri 2. Kolektifitas, yaitu dilakukan secara kelompok. 6 Imam Al-Ghazali, Al-Mustafa Juz. 2, 354. 32 Ijtihad Kolektif Al-Ijtihad Al-Ijma’i Ijtihad kolektif adalah sesuatu yang penting karena adanya tuntutan zaman, problem-problem yang terkait dan perselisihan berbagai madzhab. Tentang permasalahan ini, Dr. Wahbah Az-Zuhayl, Dekan Fakultas Syariat Damaskus, mengatakan: “Saat ini, ada kebutuhan mendesak terhadap apa yang disebut dengan ijtihad kolektif. Ijtihad ini dilakukan melalui metode musyawarah ilmiah di antara para tokoh ulama dari berbagai negara dan dari berbagai madzhab Islam di dalam suatu lembaga ilmiah ataupun muktamar fiqh. Tujuannya adalah untuk menelitu berbagai problematika modernitas dan berbagai hal yang dibutuhkan oleh umat, sehingga mereka bersepakat terhadap hal-hal yang dipandang dapat menghasilkan kemaslahatan”. Atas dasar itu, akan tampak di dalam kenyataan, bahwa ijtihad merupakan gerakan pemikiran tentang hukum-hukum agama yang disyariatkan demi kemaslahatan umat. Nabi Muhammad memberikan petunjuk di seputar masalah ijtihad kolektif ini dengan jalan mengumpulkan seluruh ulama dan saling tukar pendapat di antara mereka. Diriwayatkan dari Malik bin Anas, dari Yahya bin Sa’id al- Anshari, dari Sa’ad bin Al-Musayyab, dan dari Ali bin Abi Thalib yang berkata, “Ya Rasulullah, kami menghadapi perkara yang tidak ada hukumnya di dalam sunnah”. Rasul menjawab, “Ber-ijma’lah tentang persoalan itu di kalangan orang- orang berilmu atau mereka yang taat beribadah dari kalangan kaum mukmin. Bermusyawarahlah di antara kalian tentang urusan itu dan janganlah memutuskannya berdasarkan pendapat seseorang saja”. Demikian pula cara Khulafaur Rasyidin, sebab di tengah-tengah mereka, terdapat majelis syura’ umum di samping majelis syura’ khusus. Mereka adalah para tokoh yang sering mengemukakan pendapat, sehingga mereka bermusyawarah di dalam perkara-perkara penting. Cara bermusyawarah secara ilmiah dan pengambilan hukum dari dalil- dalil yang ada bersandar pada dua hal: Ushul Fiqh dan kaidah-kaidah fiqh 33 universal. Kaidah-kaidah fiqh ditegaskan di atas pemahaman terhadap berbagai tujuan syariat, tujuan-tujuan syariat ditegakkan di atas tinjauan terhadap berbagai kemaslahatan, dan kemaslahatan dipandang dari segi syariat bukan dengan hawa nafsu manusia. Namun harus diingat bahwa kesepakatan bersama dalam suatu masalah jangan sampai membatasi seseorang yang mampu berijtihad secara individual untuk mengeluarkan pendapatnya, bila ternyata hasilnya berbeda dengan apa yang telah disepakati. Harus pula diwaspadai agar jangan sampai terjadi kekacauan dan kebingungan masyarakat karena banyaknya pendapat produk “ijtihad” yang tidak bertanggung jawab.

G. Ittiba’