BAB V MUTHLAQ DAN MUQAYYAD
A. Pengertian Muthlaq dan Muqayyad
Muthlaq adalah sifat yang menunjukkan arti yang sebenarnya dengan tidak dibatasi oleh sesuatu hal yang lain. Maksudnya ialah lafal tersebut masih
dalam keadaan yang asli bebas belum terpengaruhi oleh hal-hal yang lain. Contoh: surat An-Nisa’ ayat 43:
ن ؤ إموم...
م ؤ تمنؤك
م َىض
م رؤمم وؤأم
َىلمع م
رنفمس م
وؤأم ءمَاج
م د
ة ح م أم
م ؤ ططك
م نؤمم ن
م ططمم ط
م ئمَاططغملؤا وؤأم
م م تمططس
ؤ مملم ءمَاططس
م ننلا م
ؤ ططلمفم اود
م ططج م تم
ءنَاططمم اُوطططم
م م ل يمتمفم
اد ن يعمطططص
م َاطططبنينط
م اُوح
م طططس م مؤَافم
م ؤ ك
م همُوطططجمُومبم :ءَاسنلا...م
ؤ ك م يدميؤأموم
43
Artinya: “…Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau kembali dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian
kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik suci; sapulah mukamu dan tanganmu…”. QS. An-Nisa’:
115. Dari lafadz Aidikum dijelaskan bahwa mengusap tangan dengan debu
tidaklah dibatasi dengan sifat, artinya tidak diterangkan sampai di mana, apakah semuanya diusap atau sebagiannya. Yang jelas sudah pasti dapat tayamum harus
mengusap tangan dengan debu. Jadi lafal Aidikum artinya tanganmu ini tidak dibatasi sampai dengan di mana yang harus diusap, mana saja asal tangan.
7
Muqayyad adalah lafal yang menunjukkan arti yang sebenarnya, dengan dibatasi oleh sesuatu hal yang dari batasan-batasan tertentu.
7
H. Ahmad Abd, MA., Ushul Fiqh Surabaya: Garoeda Buana Indah, 1994, 149.
36
Contoh surat Al-Maidah ayat 6:
م ؤ ك
م يمدميؤأموم ... َىلمإم
:ةدئَاملا ...ق م ف
م ارممملؤا 6
Artinya: “…Maka basuhlah mukamu dengan tanganmu sampai siku-siku…”. QS. Al-Maidah: 6.
Ayat ini menerangkan soal wudhu, ialah harus membasuh muka dan tangan sampai siku-siku.
8
B. Hubungan Muthlaq dengan Muqayyad
Apabila ada suatu lafal, disatukan tempat berbentuk muthlaq sedang di tempat lain berbentuk muqayyad, maka ada empat kemungkinan dari
ketentuannya: 1. Antara dua ayat itu ada persamaan dari segi hukum dan sebab timbulnya
hukum. Contohnya surat Al-Maidah ayat 3 ditegaskan: “Diharamkan bagimu memakan bangkai, darah, daging babi…”. Kata ad-dam darah dalam ayat
tersebut adalah lafal muthlaq karena tanpa membedakan apakah darah itu telah mengalir dari daging atau yang tidak mengalir, seperti sisa-sisa darah
yang terdapat dalam daging. Sedangkan dalam ayat lain lafal ad-dam dikemukakan dengan batasan sifat muqayyad seperti dalam surat Al-An’am
ayat 145. Kata dam darah yang diharamkan dalam ayat itu adalah lafal muqayyad karena dibatasi dengan masfuh mengalir. Hukum yang
ditunjukkan dua ayat itu adalah sama, yaitu haramnya darah, dan sebab mengapa darah diharamkan juga sama, yaitu memberi mudharat. Oleh karena
sama hukum dan sebabnya. 2. Antara dua ayat itu mempunyai kesamaan dari segi hukum tetapi berbeda
daru segi sebab timbulnya hukum. Contohnya surat Al-Mujadalah 1yat 3 ketika menjelaskan kafarat zihar, Allah SWT. berfirman: “…fatahrir raqabah
maka wajib [atasnya] memerdekakan seorang hamba sahaya…”. Sedang
8
H. Ahmad Abd, MA., Ushul Fiqh Surabaya: Garoeda Buana Indah, 1994, 150.
37
dalam kafaratnya pembunuhan tersalah firman Allah SWT. dalam surat An- Nisa’ ayat 91: “… Fatahriru raqabah mu’minah… maka [hendaklah] ia
memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman”. Lafal raqabah hamba sahaya pada ayat pertama adalah muthlaq, sedangkan ayat kedua
adalah muqayyad dibatasi dengan sifat beriman. Masing-masing mempunyai sebab yang berbeda dengan yang lain. Pada ayat pertama sebab
kewajiban membayar kafarat adalah zihar dan pada ayat kedua sebabnya adalah pembunuhan tersalah. Tetapi hukumnya adalah sama, yaitu kewajiban
memerdekakan budak hamba sahaya. 3. Dua ayat itu sebabnya sama tetapi bentuk hukumnya berbeda. Contohnya
surat Al-Maidah ayat 6, ketika menjelaskan cara bertayamum ditegaskan: “… sapulah mukamu dan tanganmu aidikum dengan tanah itu…”. Dalam ayat
ini menyapu tangan disebut secara muthlaq tanpa mensyaratkan sampai ke siku, dan dalam ayat yang sama ketika menjelaskan rukun-rukun wudhu
ditegaskan: “… maka basuhlah [aidikum ila al-marafiq] tanganmu sampai dengan siku…”. Lafal aidi tangan pada masalah wudhu disebut muwayyad
dengan membatasinya sampai ke siku. Yang menjadi sebab wajib wudhu dan wajib tayamum adalah sama, yaitu suci dari hadats, tetapi bentuk hukumnya
berbeda di mana pada tayamum tangan disapu, bukan dibasuh seperti rukun wudhu.
4. Dua ayat itu berbeda hukum dan sebabnya. Misalnya, sanksi hukum mencuri adalah potong tangan QS. 5: 38 tanpa ada ketentuan sampai di mana harus
dipotong. Sedangkan kata aidi tangan pada ayat wudhu diisyaratkan sampai ke siku. Sebabnya berbeda di mana yang satu sebabnya mencuri dan yang lain
untuk mengilangkan hadats. Hukumnya juga berbeda, diaman yang satu potong tangan dan yang lain membasuhnya. Oleh karena berbeda dari
berbagai sisinya, maka ayat tersebut dipahami secara tersendiri.
9
9
Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam Jakarta: Ictiar Baru Van Hoeve, 1996, 1271.
38
C. Pengertian Mujmal dan Mubayyan