Analisis Permintaan Impor Bawang Merah di Indonesia

(1)

SKRIPSI

ANALISIS PERMINTAAN IMPOR BAWANG MERAH

DI INDONESIA

OLEH:

Theresia Wediana Pasaribu

100501033

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perkembangan permintaan impor bawang merah di Indonesia dan bagaimana pengaruh variabel konsumsi bawang merah nasional, pendapatan nasional, produksi bawang merah nasional, harga bawang merah impor, nilai tukar, serta volume impor bawang merah periode sebelumnya terhadap permintaan impor bawang merah di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data time series dari tahun 2002 hingga 2012 yang dianalisis dengan persamaan linier. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS).

Hasil regresi menunjukkan bahwa dari enam variabel independen yang diuji, terdapat tiga variabel yang berpengaruh signifikan, tiga variabel yang tidak berpengaruh signifikan dan secara bersama keenam variabel berpengaruh signifikan terhadap permintaan impor bawang merah di Indonesia. Konsumsi bawang merah nasional berpengaruh positif tidak signifikan terhadap permintaan impor bawang merah sedangkan pendapatan berpengaruh positif signifikan. Harga bawang merah impor berpengaruh positif signifikan terhadap permintaan impor bawang merah, dimana kenaikan harga bawang merah tidak serta-merta akan menurunkan permintaan impor bawang merah, karena faktor lain selain harga lebih besar mempengaruhi permintaan impor bawang merah Indonesia. Produksi bawang merah nasional berpengaruh negatif signifikan terhadap permintaan impor bawang merah sedangkan nilai tukar dan volume impor bawang merah periode sebelumnya juga berpengaruh negatif namun tidak signifikan.


(3)

ABSTRACT

This research has a purpose to know the development of import demand of shallot in Indonesia and what influence national consumption of shallot, national income, production of shallot, price of import shallot, exchange rate and volume of shallot import have of import demand of shallot in Indonesia. This research uses time series data from 2002 to 2012 by using linier equation. Analysis method that is used in this research is multiple regression by using Ordinary Least Square (OLS) method.

The regression result shows that there are three independent variables out of six variables that significantly influence import demand of shallot and the rest of the independent variables do not significantly influence import demand of shallot. National Consumption of shallot has positive influence but does not significantly influence import demand of shallot while income has positive influence and significantly influence import demand of shallot. Price of import shallot has positive influence and significantly influence import demand of shallot while the increasing of shallot’s price does not decrease the amount of import demand of shallot because other factors beside price have bigger influence of import demand of shallot. National production has negative influence and significantly influence import demand of shallot while exchange rate and the volume of shallot import prior to one year have negative influence but do not significantly influence import demand of shallot.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang selalu melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul “Analisis Permintaan Impor Bawang Merah di Indonesia” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) Jurusan Ekonomi Pembangungan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang membantu selama masa perkuliahan dan penyusunan skripsi ini baik berupa bimbingan, saran dan atau dorongan moril, yaitu kepada:

1. Kedua orangtua terkasih Ayahanda Alm. J. Pasaribu dan Ibunda Lasmaria Tampubolon, S.Pd serta saudara tercinta Abang Marganda A. Pasaribu dan Adik Rut Naomisela Pasaribu

2. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec, Ac, Ak, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, S.E, M.Ec, selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan dan Bapak Syahrir Hakim Nasution, S.E, M.Si, selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

4. Bapak Irsyad Lubis, S.E, M.Soc.Sc, Ph.D, selaku Ketua Program Studi dan Bapak Paidi Hidayat, S.E, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Dr. Murni Daulay, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan dan ilmu yang sangat bermanfaat selama perkuliahan dan


(5)

telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan, saran serta bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis selama masa perkuliahan. 7. Sanak keluarga yang selalu memberikan dukungan kepada penulis,

sahabat-sahabat terkasih Risa, Sindy, Indri, Hikmah, Asmaul, Bang Jimmy, Arnita, Kak Feronika, Kak Maria, Luly dan Ethie yang selalu memberikan semangat kepada penulis dan teman-teman angkatan 2010 EP USU yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan saran dan dorongan moril bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak memiliki kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun untuk skripsi ini. Penulis juga mengharapkan adanya manfaat pengetahuan yang diperoleh pembaca dan peneliti selanjutnya.

Medan, April 2014

Penulis

NIM. 100501033 Theresia Wediana Pasaribu


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka ... 7

2.1.1 Teori Permintaan dan Penawaran ... 7

2.1.2 Teori Perdagangan Internasional ... 10

2.1.2.1 Teori Klasik ... 13

2.1.2.2 Teori Modern ... 14

2.1.2.3 Teori Perdagangan Baru ... 17

2.1.3 Kebijakan Perdagangan Internasional ... 18

2.1.4 Impor ... 19

2.1.5 Proteksi Perdagangan Internasional ... 24

2.2 Penelitian Terdahulu ... 27

2.3 Kerangka Konseptual ... 32

2.4 Hipotesis Penelitian ... 32

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 34

3.2 Waktu Penelitian ... 34

3.3 Defenisi Operasional ... 35

3.4 Jenis dan Sumber Data ... 36

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 36

3.6 Teknik Analisis ... 36

3.7 Model Persamaan Linier Permintaan Impor Bawang Merah Indonesia ... 37

3.8 Pengujian Asumsi Klasik dan Uji Validasi Data ... 38

3.8.1 Uji Normalitas ... 38

3.8.2 Uji Multikolinieritas ... 39

3.8.3 Uji Heteroskedastisitas ... 40

3.8.4 Uji autokorelasi ... 41


(7)

3.9.2 Uji Signifikan Individu (Uji t) ... 44

3.9.3 Uji Signifikan Bersama-Sama (Uji F) ... 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Ekonomi Bawang Merah di Indonesia ... 48

4.1.1 Permintaan Impor Bawang Merah di Indonesia ... 48

4.1.2 Konsumsi Bawang Merah Dalam Negeri ... 51

4.1.3 Produksi Bawang Merah di Indonesia ... 54

4.1.4 Pendapatan Nasional ... 59

4.1.5 Harga Bawang Merah Impor ... 61

4.1.6 Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika 63 4.2 Pengujian Asumsi Klasik ... 66

4.2.1 Pengujian Normalitas Data Penelitian ... 66

4.2.2 Pengujian Autokorelasi ... 66

4.2.3 Pengujian Multikolinearitas ... 68

4.2.4 Pengujian Heterokedastisitas ... 69

4.3 Hasil dan Pembahasan ... 71

4.3.1 Koefisien Determinasi (R2)... 74

4.3.2 Uji t (Uji Signifikansi Parameter Individual) .. 74

4.3.3 Uji F (Uji signifikansi Secara Bersama-sama) 79 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 80

5.2 Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... x


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman 4.1. Laju Perkembangan Volume Impor Bawang Merah

di Indonesia ... 48 4.2. Perkembangan Produksi, Permintaan dan Impor Bawang

Merah Indonesia Tahun 2001-2010 ... 50 4.3. Perkembangan Konsumsi Bawang Merah Perkapita

di Indonesia ... 52 4.4. Perkembangan Konsumsi Bawang Merah Nasional ... 54 4.5. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia ... 55 4.6. Laju Perkembangan Luas Panen, Produktifitas dan

Produksi Bawang Merah di Indonesia ... 57 4.7. Perkembangan Pendapatan Nasional Indonesia ... 59 4.8. Perkembangan Harga Impor Bawang Merah dalam Dollar

Amerika ... 61 4.9. Perkembangan Harga Impor Bawang Merah dalam Rupiah .... 63 4.10. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika . 64 4.11. Hasil Pengolahan Uji Durbin-Watson ... 67 4.12. Hasil Uji Heterokedastisitas – Metode Glejser ... 70 4.13. Hasil Analisis Permintaan Impor Bawang Merah di Indonesia 71


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Kurva Permintaan ... 8

2.2 Kurva Keseimbangan Proses Terjadinya Perdagangan Internasional ... 11

2.3 Kurva Dampak Kebijakan Tarif terhadap Perubahan Surplus Produsen dan Konsumen ... 25

2.4 Kerangka Konseptual ... 32

4.1 Grafik Perkembangan Volume Impor Bawang Merah Indonesia ... 49

4.2 Grafik Konsumsi Rata-rata Bawang Merah Perkapita ... 53

4.3 Grafik Perkembangan Produksi Bawang Merah Nasional ... 56

4.4 Grafik Perkembangan Pendapatan Nasional ... 60

4.5 Grafik Perkembangan Harga Bawang Merah Impor ... 62

4.6 Grafik Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar ... 65


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Data Penelitian ... xii

2. Hasil Pengolahan Data pada Eviews 7. ... xiii

2.1 Hasil Regresi Persamaan Permintaan Impor Bawang Merah di Indonesia (MB) ... xiii

2.2 Hasil Uji Normalitas. ... xiii

2.3 Hasil Regresi – Uji Multikolinieritas... xiv

2.4 Hasil Regresi – Uji Heterokedastisitas ... xvii


(11)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perkembangan permintaan impor bawang merah di Indonesia dan bagaimana pengaruh variabel konsumsi bawang merah nasional, pendapatan nasional, produksi bawang merah nasional, harga bawang merah impor, nilai tukar, serta volume impor bawang merah periode sebelumnya terhadap permintaan impor bawang merah di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data time series dari tahun 2002 hingga 2012 yang dianalisis dengan persamaan linier. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS).

Hasil regresi menunjukkan bahwa dari enam variabel independen yang diuji, terdapat tiga variabel yang berpengaruh signifikan, tiga variabel yang tidak berpengaruh signifikan dan secara bersama keenam variabel berpengaruh signifikan terhadap permintaan impor bawang merah di Indonesia. Konsumsi bawang merah nasional berpengaruh positif tidak signifikan terhadap permintaan impor bawang merah sedangkan pendapatan berpengaruh positif signifikan. Harga bawang merah impor berpengaruh positif signifikan terhadap permintaan impor bawang merah, dimana kenaikan harga bawang merah tidak serta-merta akan menurunkan permintaan impor bawang merah, karena faktor lain selain harga lebih besar mempengaruhi permintaan impor bawang merah Indonesia. Produksi bawang merah nasional berpengaruh negatif signifikan terhadap permintaan impor bawang merah sedangkan nilai tukar dan volume impor bawang merah periode sebelumnya juga berpengaruh negatif namun tidak signifikan.


(12)

ABSTRACT

This research has a purpose to know the development of import demand of shallot in Indonesia and what influence national consumption of shallot, national income, production of shallot, price of import shallot, exchange rate and volume of shallot import have of import demand of shallot in Indonesia. This research uses time series data from 2002 to 2012 by using linier equation. Analysis method that is used in this research is multiple regression by using Ordinary Least Square (OLS) method.

The regression result shows that there are three independent variables out of six variables that significantly influence import demand of shallot and the rest of the independent variables do not significantly influence import demand of shallot. National Consumption of shallot has positive influence but does not significantly influence import demand of shallot while income has positive influence and significantly influence import demand of shallot. Price of import shallot has positive influence and significantly influence import demand of shallot while the increasing of shallot’s price does not decrease the amount of import demand of shallot because other factors beside price have bigger influence of import demand of shallot. National production has negative influence and significantly influence import demand of shallot while exchange rate and the volume of shallot import prior to one year have negative influence but do not significantly influence import demand of shallot.


(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak yang menduduki posisi kelima di dunia dan hal itu berdampak pada tingginya kebutuhan bahan pangan nasional. Walaupun Indonesia merupakan salah satu negara agraris namun negara ini belum mampu untuk berswasembada untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Ketidakmampuan Indonesia memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri mengharuskan Indonesia turut dalam perdagangan internasional yaitu melakukan impor barang maupun jasa, khususnya impor bahan pangan yang termasuk didalamnya produk pertanian berupa komoditas holtikultura.

Holtikultura atau tanaman sayuran adalah komoditi pertanian yang permintaannya secara agregat cukup besar di pasaran. Permintaan holtikultura yang cukup tinggi tidak dapat terpenuhi oleh produksi domestik yang terbatas. Sehingga Impor termasuk alternatif yang diambil untuk memenuhi kebutuhan akan holtikultura dalam negeri. Impor produk-produk holtikultura cenderung meningkat sepanjang 2007 hingga 2011. Tercatat, hingga Juni 2012 nilai impor produk holtikultura mencapai US$ 4734,5 Juta dan diperkirakan akan terus meningkat menyusul pelonggaran aturan impor produk holtikultura seperti tertuang dalam Permendag No.60 / 2012 tentang ketentuan Impor Holtikultura yang diberlakukan 28 September 2012 (Kementrian Keuangan , 2013).


(14)

Produsen (IP), wajib label, verifikasi dan lainnya. Dalam regulasi ini tidak lagi mengatur aspek mendasar dalam importansi seperti keamanan pangan produk holtikultura dan ketersediaan produk dalam negeri.

Bawang merah merupakan salah satu komoditi holtikultura yang permintaannya juga cukup tinggi di Indonesia. Meskipun komoditas ini bukan merupakan kebutuhan pokok, namun konsumen rumah tangga pada khususnya hampir selalu membutuhkan bawang merah sebagai pelengkap bumbu masakan sehari-hari, obat-obatan tradisional atau untuk olahan turunannya dalam industri rumah tangga khususnya yang semakin berkembang.

Konsumsi bawang merah penduduk Indonesia sejak tahun 1993 sampai 2012 menunjukkan perkembangan yang fluktuatif namun relatif meningkat. Konsumsi rata-rata bawang merah untuk tahun 1993 adalah 1,33 kg/kapita/tahun dan pada tahun 2012 konsumsi bawang merah telah mencapai 2,764 kg/kapita/tahun (Dirjen Holtikultura, 2013). Tingkat konsumsi rata-rata tertinggi terjadi pada tahun 2007 yang mencapai 3,014 kg/kapita/tahun dengan volume total permintaan bawang merah mencapai 901.102 ton (Badan Pusat Statistik, 2013). Peningkatan ini dipengaruhi jumlah penduduk yang bertambah dan peningkatan daya beli masyarakat.

Namun produksi bawang merah mengalami perkembangan negatif terhadap permintaan bawang merah itu sendiri. Pada tahun 1998 disaat perekonomian Indonesia juga mengalami krisis, penurunan produksi bawang merah domestik pada tahun tersebut adalah penurunan pada titik terendah dalam perkembangannya yang hanya mencapai 599.203 ton (Deptan Holtikultura, 2013).


(15)

Kekurangan produksi bawang merah yang sangat mengkhawatirkan terjadi pada tahun 2008 dimana produksinya hanya mencapai 853.615 ton sedangkan permintaannya meningkat cukup tinggi mencapai 969.316 ton, sehingga Indonesia mengalami kekurangan stok bawang merah tertinggi selama periode 2002-2012 yang mencapai 115.701 ton (Badan Pusat Statistik, 2013). Sebagai dampak kelanjutan kebijakan atas permasalahan tersebut, Indonesia menjadi salah satu negara net importir bawang merah.

Walaupun demikian impor bawang merah Indonesia mengalami fluktuasi. Pada tahun 2002 sampai dengan 2008 impor bawang merah mengalami peningkatan hingga mencapai nilai sebesar 128.015 ton pada tahun 2008 dari 32.930 pada tahun 2002, kemudian turun secara tajam pada tahun 2009 menjadi 67.330 ton dan meningkat kembali pada tahun 2011 menjadi 156.381 ton (Kementerian Pertanian, 2011 dan Badan Pusat Statistik, 2010).

Penurunan impor bawang merah pada tahun 2009 diduga karena terjadinya krisis ekonomi dunia di Eropa, sehingga berpengaruh terhadap perdagangan Indonesia termasuk impor bawang merah. Impor bawang merah yang tidak tepat jumlah dan waktunya akan menyebabkan meningkatnya penawaran bawang merah di Indonesia dan jatuhnya harga bawang merah domestik sebagai dampak lanjut. Besarnya impor bawang merah akan menyebabkan harga bawang merah domestik menjadi fluktuatif dan sulit untuk dikendalikan karena terjadi kelebihan pasokan bawang merah di pasar domestik dan harga bawang merah impor cenderung lebih murah.


(16)

Pemerintah menghadapi masalah kelebihan pasokan impor bawang merah dengan menerapkan kembali kebijakan harmonisasi tarif bea masuk pada tanggal 1 Januari 2005. Peraturan tersebut menjelaskan bahwa bawang merah yang masuk dikenakan tarif sebesar 25 persen pada tahun 2005 sampai 2010 dan turun menjadi 20 persen pada tahun 2011 (Kementerian Keuangan, 2012). Kebijakan tarif impor bawang merah di Indonesia selalu mengalami perubahan sesuai dengan kondisi perekonomian nasional dan perdagangan internasional.

Impor bawang merah mayoritas berasal dari negara yang telah memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia seperti Thailand, Vietnam, Philipina, dan China. Berdasarkan Permenkeu Nomor 28/PMK.010/2005, Permenkeu 355/KMK.01/2004 dan beberapa peraturan lainnya, tarif impor bawang merah yang berasal dari negara anggota ASEAN dan China adalah sebesar nol persen pada tahun 2006 (Kementerian Keuangan, 2012).

Produksi bawang merah domestik masih sulit berkembang salah satunya disebabkan oleh biaya produksi yang tinggi sehingga membuat harga bawang merah dalam negeri sangat mahal dan sulit untuk bersaing dengan harga bawang dunia. Rendahnya harga bawang merah impor menyebabkan bawang merah domestik tidak dapat bersaing sehingga berdampak lanjut harganya menjadi turun.

Impor bawang merah diduga akan menurunkan harga bawang merah domestik yang menjadi dampak lanjut dari tingginya volume impor bawang merah di Indonesia. Sehingga perlu dikaji bagaimana kondisi permintaan bawang merah domestik Indonesia serta faktor-faktor yang mempengaruhinya yang turut mempengaruhi permintaan impor bawang merah ditengah minimnya produksi


(17)

bawang merah domestik dan menyebabkan kelebihan pasokan bawang merah impor di dalam negeri.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan bawang merah di Indonesia, tingkat permintaan bawang merah yang sangat tinggi tidak sebanding dengan produksi dalam negeri sehingga harus diatasi dengan impor yang hampir mengalami peningkatan volume setiap tahun. Maka rumusan masalah untuk memfokuskan penelitian adalah:

1. Bagaimana permintaan impor bawang merah di Indonesia?

2. Bagaimana pengaruh konsumsi bawang merah Indonesia, produksi bawang merah Indonesia, pendapatan nasional, harga bawang merah impor, nilai tukar maupun volume impor bawang merah periode sebelumnya terhadap permintaan impor bawang merah di Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui bagaimana permintaan impor bawang merah di Indonesia.

2. Mengetahui bagaimana pengaruh konsumsi bawang merah Indonesia, produksi bawang merah Indonesia, pendapatan nasional, harga bawang merah impor, nilai tukar maupun volume impor bawang merah periode sebelumnya terhadap permintaan impor bawang merah di Indonesia


(18)

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat penelitian ini bagi penulis adalah untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan, serta bagi pembaca diharapkan mampu memberikan informasi mengenai impor bawang merah di Indonesia dan juga sebagai bahan perbandingan serta studi terdahulu dalam penelitian yang akan dilakukan peneliti selanjutnya.

2. Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan sumbangsih yang bermanfaat baik dalam pengambilan keputusan bagi para pelaku pasar seperti petani, pedagang, dan pelaku impor maupun ekspor.

3. Bagi pihak-pihak lain, khususnya almamater Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi penelitiannya.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Teori Permintaan dan Penawaran

Menurut Rahardja dan Manurung (2006:20), “Permintaan adalah keinginan konsumen membeli suatu barang pada berbagai tingkat harga selama periode waktu tertentu”. Sedangkan Putong (2005:36) mengemukakan bahwa “Permintaan merupakan banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat pendapatan tertentu dan dalam periode tertentu”.

Faktor yang mempengaruhi permintaan masyarakat terhadap suatu barang antara lain : (1) Harga barang yang diminta, (2) Tingkat Pendapatan / Pendapatan Rata-Rata, (3) Jumlah Penduduk/Jumlah Populasi, (4) Selera, (5) Estimasi di masa yang akan datang, (6) Harga Barang lain (substitusi atau komplementer), (7) Distribusi, (8) dan lain-lain. Fungsi permintaan secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

Dx = f (Px , Py , Y /cap , T , JP , PP , Ydist , Prom)………...(1)

Apabila variabel selain harga dianggap tetap maka sebagaimana konsep asli dari penemunya (Alfred Marshall), maka perbandingan terbalik antara harga terhadap permintaan disebut hukum permintaan (Putong, 2005:36). Kerangka pemikiran Marshall menganggap permintaan sebagai kurva yang bersifat parsial dengan konsep ceteris paribus. Hukum Permintaan menyatakan bila harga suatu barang naik maka permintaan barang tersebut akan turun dan sebaliknya jika


(20)

harga barang tersebut turun maka permintaannya akan naik dengan asumsi ceteris paribus (semua faktor selain harga dianggap konstan).

Kurva permintaan menggambarkan hubungan antara jumlah yang diminta dan harga, dimana semua variabel lainnya dianggap tetap. Jumlah permintaan berhubungan negatif terhada harga yang sering disebut hukum permintaan (law of demand): “Jika semua hal dibiarkan sama, ketika harga suatu barang meningkat maka jumlah permintaannya akan menurun dan ketika harga turun maka jumlah permintaannya meningkat” (Mankiw, 2009:80).

Dalam analisis ekonomi tidak semua variabel diperhitungkan melainkan diasumsikan bahwa permintaan suatu barang sangat dipengaruhi oleh harga dari barang itu sendiri (ceteris paribus). Fungsi permintaan dapat dirumuskan dengan menganggap faktor lain tetap selain harga itu sendiri (P) sebagai berikut :

Qd = f (P)………...(2)

Adapun kurva permintaan adalah sebagai berikut : P (Harga)

P2

P1

Q2 Q1 Q (Kuantitas)

Gambar 2.1 Kurva Permintaan

Sumber: Sukirno (2003:78)

Terdapat dua model dasar penjelas hubungan permintaan dengan harga dikatakan negatif, “pertama adalah kenaikan harga menyebabkan para pembeli mencari barang lain yang dapat digunakan sebagai pengganti atau pelengkap


(21)

terhadap barang yang mengalami kenaikan harga (substitusi dan komplementer) dan sebaliknya, kedua adalah kenaikan harga menyebabkan pendapatan real para pembeli berkurang, pendapatan yang merosot tersebut memaksa pembeli untuk mengurangi pembeliannya terhadap berbagai jenis barang teruatama pada barang yang mengalami kenaikan harga” (Sukirno, 2005:26).

Hal tersebut memberikan indikasi bahwa harga juga dapat berpengaruh terhadap faktor lain yang mempengaruhi permintaan. Apabila terjadi perubahan terhadap harga memungkinkan pergeseran sepanjang kurva permintaan (ceteris paribus) dan memungkinkan perubahan terhadap perubahan faktor lain yang mempengaruhi permintaan selain harga sebagai dampak lanjut yang nantinya dapat menggeser kurva permintaan itu sendiri.

Sukirno (2005:82) mengatakan bahwa “Fluktuasi permintaan suatu barang dipengaruhi beberapa faktor seperti: perkembangan dan perubahan tingkat kehidupan penduduk; pergeseran dan kebiasaan; selera dan kesukaan penduduk; kegagalan produksi yang menyebabkan langkanya suatu produk di pasaran; dan faktor peningkatan penduduk”. Teori Permintaan dalam perkembangannya dipilah menjadi dua bagian yaitu teori permintaan statis dan teori permintaan dinamis.

Perubahan permintaan terjadi karena dua sebab utama, yaitu perubahan harga dan perubahan pada faktor yang dianggap ceteris paribus, misalnya pendapatan, selera, dan sebagainya ( faktor non harga). “Perubahan harga menyebabkan perubahan jumlah barang yang diminta, tetapi perubahan itu hanya terjadi dalam satu kurva yang sama, yang dinamakan pergerakan permintaan


(22)

sepanjang kurva permintaan (movement along demand curve)” (Rahardja dan Manurung, 2006:25).

Kaidah permintaan mengatakan bahwa kuantitas yang diminta untuk suatu barang berhubungan terbalik dengan harga barang tersebut (ceteris paribus) pada tingkat harga. Namun hukum tersebut tidak selalu berlaku terhadap semua jenis barang, yang mana ada pengecualian terhadap beberapa jenis barang seperti: Barang Inferior (inferior goods), Barang Prestise (prestise goods), dan Pengaruh harapan yang dinamis (dynamic expectational effects).

2.1.2 Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan antar negara atau yang lebih dikenal dengan perdagangan internasional terjadi karena setiap negara dengan negara partner dagangnya mempunyai beberapa perbedaan, diantaranya perbedaan kandungan sumber daya alam, penduduk, sumber daya manusia, spesifikasi tenaga kerja, konfigurasi geografis, teknologi, tingkat harga, struktur ekonomi, sosial dan politik, dan sebagainya” (Halwani, 2002:17)

Beberapa faktor yang menyebabkan suatu negara melakukan hubungan perdagangan dengan negara lain adalah dimana negara tidak mampu memenuhi kebutuhan permintaan dalam negeri, adanya perbedaan biaya relatif dalam produksi suatu komoditas tertentu, adanya perbedaan penawaran dan permintaan antar negara, adanya keinginan untuk memperluas pemasaran ekspor serta perdagangan internasional merupakan upaya penyediaan dana bagi pembangunan negara melalui peningkatan devisa. Perdagangan internasional yang terjadi karena


(23)

adanya perbedaan permintaan dan penawaran suatu negara dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Panel A Panel B Panel C

Px/ Py Pasar di Negara 1 Px / Py Hubungan Perdagangan Px / Py Sx Pasar di Negara 2 untuk komoditi X

Internasinal dlm komoditi X A’ untuk komoditi X P3 Sx A S Px

P2 B E B B’ E’

P1 A A D Dx

Dx

0 X 0 X 0 X

Gambar 2.2

Kurva Keseimbangan Proses Terjadinya Perdagangan Internasional

Sumber: Tambunan (2004:56) diolah

Berdasarkan teori yang telah diuraikan , suatu negara dimisalkan sebagai negara A akan mengekspor suatu komoditas ke negara lain yang dimisalkan sebagai negara B. Jika harga domestik pada negara A sebelum adanya perdagangan internasional relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan harga domestik pada negara B. Struktur harga yang relatif lebih rendah di negara A tersebut disebabkan adanya kelebihan penawaran (excess supply) yaitu produksi domestik melebihi konsumsi domestik, sebesar segitiga ABE. Untuk faktor produksi negara A relatif lebih berlimpah sehingga negara A memiliki kesempatan untuk menjual kelebihan produksinya ke negara lain.

Di sisi lain, negara B mengalami kekurangan suplai karena konsumsi domestiknya melebihi produksi domestiknya. Hal ini menunjukkan adanya kelebihan permintaan (excess demand) sebesar A’B’E, hal ini menyebabkan harga


(24)

menjadi tinggi. Pada kesempatan ini negara 2 berkeinginan untuk membeli komoditas tersebut dari negara lain yang harganya relatif lebih murah.

Diantara kedua negara A dan B tersebut akan terjadi perdagangan internasional, yakni negara A akan mengekspor barang ke negara B atau dengan kata lain negara 2 mengimpor barang dari negara B. Pada Gambar 2.3 terlihat, sebelum terjadinya perdagangan internasional, harga di negara A adalah sebesar P1 sedangkan harga di negara 2 sebesar P3.

Penawaran di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih besar daripada P1. Sedangkan permintaan internasional akan terjadi jika

harga internasional lebih rendah dari P3. Ketika harga internasional sama dengan

P2, maka di negara B akan terjadi kelebihan permintaan sebesar A’B’E’,

sedangkan jika harga internasional sebesar P2 maka akan terjadi kelebihan

penawaran sebesar ABE.

Dengan adanya perdagangan, negara A dapat mengekspor suatu komoditas sebesar A’B’E’. Dalam pasar internasional besarnya ABE akan sama dengan A’B’E. Dengan kata lain besarnya ekspor suatu komoditas dalam suatu perdagangan internasional akan sama dengan besarnya impor komoditas tersebut. Harga relatif yang terjadi di pasar merupakan harga keseimbangan antara penawaran dan permintaan. Pada perkembangannya dalam perdagangan internasional mulai muncul berbagai teori-teori.

“Pada awalnya, teori-teori mengenai perdagangan internasional digolongkan kedalam dua kategori, yaitu teori-teori klasik dan teori-teori modern, yang mana pengelompokkan ini didasarkan pada dua pertimbangan, yakni


(25)

perbedaan waktu saat munculnya suatu teori dan perbedaan asumsi yang menjadi dasar perbedaan dalam kerangaka analisis kedua kelompok teori tersebut” (Tambunan, 2004:42). Kemudian pada perkembangannya teori-teori perdagangan baru muncul sebagai penyempurnaan teori modern.

2.1.2.1 Teori Klasik

Perdagangan internasional sesuai dengan teori klasik dilaksanakan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan dengan beberapa asumsi seperti: (1) Dua barang dan dua negara, (2) Nilai atas dasar biaya tenaga kerja yang sifatnya homogen, (3) Biaya produksi tidak berubah, (4) Tidak ada biaya transportasi, (5) Faktor produksi dapat bergerak bebas di dalam negeri, tetapi tidak antar negara, (6) Distribusi pendapatan dan tehnologi tetap dan (7) Perdagangan dilaksanakan atas dasar barter. Pada teori klasik dikenal dengan adanya dua teori perdagangan internasional yaitu teori keunggulan absolut dan teori keunggulan komparatif.

Teori keunggulan absolut yang merupakan hasil pemikiran Adam Smith sering dinamakan sebagai teori murni perdagangan internasional. Dasar pemikiran dari teori ini adalah bahwa suatu negara akan melakukan spesialisasi terhadap dan ekspor suatu (atau beberapa) jenis barang tertentu, dimana negara tersebut memiliki keunggulan absolut dan tidak memproduksi atau impor suatu (atau beberapa) jenis barang tertentu dimana negara tersebut tidak mempunyai keunggulan absolut atas negara lain yang memproduksi jenis barang yang sama (Tambunan, 2004:47). Teori tersebut menekankan efektifitas dan efisiensi pada pelaksanaan proses produksi terutama dalam pemanfaatan dan pengelolaan faktor produksi itu sendiri.


(26)

Kemudian teori komparatif muncul dalam teori perdagangan internasional sebagai perbaikan atau penyempurnaan dari teori keunggulan absolut. Teori ini merupakan hasil pemikiran dari John Stuart Mill dan David Ricardo yang juga sering disebut sebagai teori biaya komparatif. Dasar pemikiran yang berbeda antara kedua ahli tersebut dengan Adam Smith terletak pada pengukuran keunggulan suatu negara yang dilihat dari komparatif biaya.

Menurut John Stuart Mill, suatu negara akan melakukan spesialisasi pada ekspor suatu barang tertentu apabila negara tersebut memiliki keunggulan komparatif terbesar dan melakukan impor atas suatu barang tertentu apabila memiliki keunggulan komparatif terkecil. Sedangkan dasar pemikiran dari David Ricardo adalah bahwa perdagangan antara dua negara akan terjadi bila masing-masing negara memiliki biaya relatif terkecil untuk jenis barang yang berbeda (Tambunan 2004:57). Perbedaan efisiensi dan produktifitas relatif antar negara dalam memproduksi dua (atau lebih) jenis barang adalah yang menjadi penekanan Ricardo dalam menyatakan penyebab terjadinya perdagangan internasional. 2.1.2.2 Teori Modern

Teori proporsi-proporsi faktor produksi (atau ketersediaan faktor produksi) dari Hecksher dan Ohlin merupakan dasar munculnya teori modern. “Teori Hecksher dan Ohlin atau yang sering disebut dengan Teori H-O menyatakan bahwa munculnya perdagangan internasional terjadi pada dua kondisi yaitu ketersediaan faktor produksi dan intensitas dalam pemakaian faktor produksi (proporsi faktor produksi)” (Tambunan, 2004:66).


(27)

“Teori (H-O) merupakan analisis perdagangan antar dua negara, dimana tiap-tiap negara mempunyai karakteristik tersendiri dimana setiap negara akan mengekspor barang yang mempunyai intensitas faktor produksi yang melimpah” (Halwani, 2002:40). Perdagangan internasional terjadi apabila terjadi perbedaan efisiensi pada pemanfaatan salah satu faktor produksi yang lebih unggul dari masing-masing negara. Proses terjadinya perdagangan pada teori ini lebih menekankan pada efisiensi pemanfaatan produk.

“Kedua tokoh Hecksher dan Ohlin menyatakan bahwa faktor produksi dominan bertumpu pada input tenaga kerja dan barang modal” (Sumanjaya et al, 2008:34). Suatu negara akan mengalami keuntungan apabila mampu menghasilkan barang dengan efisiensi dan spesialisasi yang baik dengan padat karya maupun padat modal. “Suatu negara advantage menghasilkan sesuatu barang dengan labor intensive sekaligus berarti bahwa negara tersebut mengekspor tenaga kerja dan sebaliknya bagi negara yang advantage dengan alternatif capital intensive maka negara tersebut akan mengekspor barang-barang modal” (Sumanjaya et al, 2008:34).

Dalam perkembangan teori modern perdagangan internasional, selain teori H-O, muncul beberapa teori lain yaitu teori kemiripan negara, teori siklus produk, teori skala ekonomis, dan teori perdagangan intra. Teori kemiripan negara merupakan hasil pemikiran Staffan Linder yang lebih fokus pada sisi permintaan. Menurut teori kemiripan negara, perdagangan terjadi karena ada ciri-ciri serupa antara negara yang melakukan perdagangan dengan asumsi sebuah negara mengekspor ke negara-negara besar dan negara tersebut mengekspor ke negara


(28)

lain yang selera dan tingkat pendapatannya sama. Yang mana fokus kemiripan yang dimiliki negara-negara yang melakukan perdagangan lebih ditekankan pada selera dan tingkat pendapatan.

Teori siklus produk muncul dalam teori perdagangan modern sabagai hasil pengembangan Williamson pada tahun 1983 dari pemikiran Vernon pada tahun 1966. Teori ini menjelaskan dinamika keunggulan komparatif dari suatu produk atau industri. Pada teori ini terdapat empat tahapan siklus yang dialami produk atau industri, yaitu pengembangan atau penciptaan (inovasi) atau introduksi, pertumbuhan, kedewasaan dan penurunan. Dimana menurut Vernon, keunggulan komparatif dari barang tersebut berubah mengikuti perubahan waktu dan dari satu negara ke negara lain (Tambunan, 2004:78).

Sedangkan teori skala ekonomis adalah teori yang menyatakan skala penambahan hasil yang tidak tetap melainkan mengalami perubahan yang terus meningkat. Skala ekonomis adalah skala produksi dimana titik optimlnya dapat menghasilkan biaya per satu unit produksi terendah. Teori skala ekonomis bertentangan dengan teori H-O yang mengasumsikan skala penambahan bersifat konstan.

Jika terdapat skala ekonomis, suatu perusahaan di suatu negara dapat berspesialisasi dalam produksi suatu jangkauan produksi yang terbatas dan mengekspornya dengan harga yang lebih murah dari produk yang sama dari perusahaan di negara lain yang tidak memiliki skala ekonomis (Tambunan 2004:83). Kemudian pada perkembangannya muncul teori perdagangan intra yang mirip dengan teori skala ekonomis. Teori perdagangan intra sering disebut sebagai


(29)

teori diferensiasi produk. Teori ini juga berfokus pada kemiripan negara pada sisi penawaran yang berbeda dengan dengan teori kemiripan negara yang berfokus pada sisi permintaan.

2.1.2.3 Teori Perdagangan Baru

Teori perdagangan baru merupakan teori yang membahas keunggulan yang diperoleh dari sisi yang dikembangkan dan bukan alamiah. Di dalam perkembangan teori perdagangan internasional, pemikiran Porter dianggap sebagai suatu paradigma baru dalam perdagangan internasional dan globalisasi. Teori perdagangan internasional Porter yang dikenal dengan model berlian memiliki empat perbedaan dengan teori klasik dan teori modern, yaitu : (1) Porter lebih membahas daya saing bangsa/nasional, (2) Porter lebih fokus membahas keunggulan kompetitif, (3) faktor-faktor utama yang menentukan keunggulan kompetitif berbeda dengan faktor-faktor utama yang menentukan keunggulan komparatif suatu barang, (4) model Porter bersifat komprehensif karena tidak hanya mencakup kondisi faktor tetapi juga variabel penting lainnya secara simultan.

Namun pada pelaksanaannya teori Porter tidak terlepas dari kelemahan. Maka muncul beberapa teori alternatif lain yang mengkritik teori model berlian dai Porter. Pada tahun 1991, Grant menyinggung model berlian Poter berkenan dengan tanda hubungan antara keempat variabel yang menentukan daya saing dan kekuatan prediktif pada model tersebut (Tambunan,2004:96). Sejalan dengan itu Moon pada Tahun 1992 juga mengkritik perihal peran pemerintah yang juga sangat berpengaruh pada penentuan daya saing suatu negara yang tidak


(30)

dimasukkan Porter dalam variabel berpengaruh pada modelnya. Dunning pada tahun 1992 juga turut mempersoalkan kelemahan model Porter dalam hal dampak dari kegiatan perusahaan multinasional terhadap daya saing nasional, dan Dunning mencoba membuat suatu model alternatifnya dengan memperlakukan aktivitas penanaman modal asing (PMA) sebagai variabel eksogen.

2.1.3 Kebijakan Perdagangan Internasional

Kebijakan perdagangan internasional adalah tindakan atau kebijaksanaan pemerintah dalam perekonomian yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi komposisi, arah serta bentuk dari perdagangan internasional. Dalam menjaga kelancaran dan kestabilan perdagangan internasional tersebut, instrumen kebijakan pemerintah antara lain :

1. Kebijakan perdagangan internasional

Meliputi tindakan pemerintah terhadap rekening yang sedang berjalan (current account) dari neraca pembayaran internasional, khususnya tentang ekspor dan impor barang atau jasa. Misalnya tarif terhadap impor, bilateral trade agreement dan sebagainya.

2. Kebijakan Pembayaran internasional

Meliputi tindakan pemerintah terhadap rekening modal (capital account) dalam neraca pembayaran internasional. Contohnya adalah pengawasan terhadap lalu lintas devisa (exchange control) atau pengaturan lalu lintas nilai tukar dalam jangka panjang.


(31)

3. Kebijakan bantuan luar negeri

Tindakan atau kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan bantuan (grants), pinjaman (loans), bantuan yang bertujuan untuk membantu rehabilitasi serta pembangunan dan bantuan militer terhadap negara lain.

2.1.4 Impor

Impor merupakan perdagangan memasukkan barang dari luar negeri ke wilayah pabeanan suatu negara dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. Impor sering dilakukan sebagi alternatif kebijakan memenuhi kebutuhan dalam negeri atas suatu barang apabila produksi domestik akan barang tersebut tidak memadai. Impor suatu negara ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya daya saing negara tersebut dan kurs valuta asing. Namun penentu impor yang utama adalah pendapatan masyarakat suatu negara. Fungsi impor dapat dinyatakan dalam persamaan (Sukirno, 2004: 223) :

M = mY ... (3) M = M = M0 + mY ... (4)

Dimana M adalah nilai impor, M0 adalah impor otonom dan m adalah

kecondongan mengimpor marginal yaitu persentase dari tambahan pendapatan yang digunakan untuk membeli barang impor. Impor otonom ditentukan oleh faktor-faktor di luar pendapatan nasional seperti kebijakan proteksi dan daya saing negara-negara lain dari negara pengimpor.

Namun, impor tidak selalu dipengaruhi oleh pendapatan saja namun turut dipengaruhi faktor lain yang berkaitan dengan keseimbangan permintaan dan penawaran yang terjadi, misalnya perubahan faktor-faktor lain seperti kebijakan


(32)

perdagangan internasional pada negara pengimpor, kebijakan perdagangan internasional pada negara pengekspor, inflasi, ekspor negara lain serta faktor lain yang terkait yang dapat menggeser fungsi impor. Persamaan impor dapat disusun dari fungsi impor. Pada persamaan permintaan impor, beberapa faktor yang dapat mempengaruhi impor antara lain:

1. Konsumsi

Faktor konsumsi dimasukkan kedalam persamaan permintaan impor karena diduga turut mempengaruhi permintaan impor itu sendiri. Konsumsi yang meningkat dengan produksi yang menurun atau peningkatannya masih dibawah konsumsi memberikan peluang terhadap kebijakan impor dan peluang pasar bagi para importir dalam negeri untuk memenuhi kekurangan konsumsi yang ada. Peningkatan konsumsi yang terjadi akan menyebabkan peningkatan impor dan sebaliknya.

2. Harga

Permintaan merupakan jumlah barang dan jasa yang bersedia dibeli pada tingkat harga tertentu untuk memperoleh barang dan jasa yang dimintanya. Permintaan pasar baik domestik maupun internasional menunjukkan jumlah dari komoditi yang diminta per periode waktu pada berbagai harga alternatif oleh semua individu di dalam pasar. Interaksi di antara permintaan dan penawaran akan menentukan keadaan keseimbangan pasar. Keseimbangan permintaan dan penawaran akan menetukan tingkat harga yang berlaku di pasar dan kuantitas barang yang akan diperjualbelikan dan diproduksi (Sukirno, 2005:97).


(33)

Harga impor turut dalam fungsi permintaan impor karena faktor harga merupakan faktor utama dalam fungsi permintaan ceteris paribus. Harga impor sejalan dengan fungsi permintaan memiliki hubungan negatif dengan permintaan impor itu sendiri. Namun hal ini dapat tidak terjadi apabila permintaan impor merupakan permintaan yang harus dilakukakan atas dasar faktor lain yang lebih mempengaruhi permintaan daripada faktor harga. Dimana pada umumnya impor dilakukan dikarenakan tidak mampunya kebijakan dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan nasional sehingga harus turut menerima bantuan dari negara lain khususnya dalam perdagangan internasional itu sendiri. Jadi, meskipun harga barang impor naik, apabila impor dilakukan karena tingkat kebutuhannya yang bersifat penting maka permintaan akan tetap naik.

3. Pendapatan Nasional

Perdagangan internasional pada hakekatnya berpengaruh pada perekonomian nasional maupun internasional. “Pengaruh perdagangan internasional terhadap pendapatan nasional dinyatakan sebagai net ekspor (X-M) berarti neraca perdagangan surplus (surplus balance of trade), sedangkan apabila terjadi net impor (M-X) maka neraca perdagangan defisit (deficit balancen of trade) (Sumanjaya et al, 2008:58).

Variabel pendapatan nasional dimasukkan kedalam persamaan permintaan impor karena diduga berhubungan postif dengan permintaan impor apabila dikaitkan dengan tingkat konsumsi. Apabila pendapatan meningkat diduga akan turut meningkatkan permintaan impor melalui peningkatan tingkat konsumsi. Sukirno (2005:115) dalam buku makro ekonominya mendefinisikan


(34)

tentang fungsi konsumsi yang menyatakan bahwa “Fungsi konsumsi adalah suatu kurva yang menggambarkan sifat hubungan di antara tingkat konsumsi rumah tangga dalam perekonomian dengan pendapatan nasional (pendapatan dispossible) perekonomian tersebut”.

Pendapatan yang diperoleh tersebut pada umumnya dimanfaatkan untuk memenuhi konsumsi dalam upaya mencapai kesejahteraan pribadi maupun kelompok. Maka sejalan dengan konsep tersebut, apabila pendapatan seseorang mengalami peningkatan pada umumnya tingkat konsumsi yang dilakukan juga akan turut meningkat. Hal tersebut berkaitan dengan perubahan tingkat kebutuhan sejalan perubahan pendapatan yang merubah selera atau pola gaya hidup yang dilihat dari tingkat pendapatannya.

4. Produks i Domestik

Produksi yang sedikit dan tidak mampu memenuhi permintaan konsumsinya menyebabkan adanya defisit permintaan sehingga membuka peluang bagi impor oleh pemerintah maupun pihak terkait untuk mencukupi permintaan yang ada. Variabel ini dapat dimasukkan kedalam persamaan permintaan impor karena diduga berpengaruh negatif terhadap impor itu sendiri. Apabila produksi dalam negeri menurun dan konsumsi meningkat maka diguga akan meningkatkan permintaan impor di Indonesia. Karena penurunan produksi akan memperbesar peluang bagi para importir untuk menambah volume impor yang masuk untuk memenuhi konsumsi yang ada. Sebaliknya, apabila produksi meningkat dan mampu memenuhi permintaan dalam negeri tentu saja permintaan impor akan barang tersebut akan berkurang.


(35)

5. Nilai Tukar

Nilai tukar (exchange rate) digunakan sebagai perbandingan nilai atau harga mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Indonesia sebagai salah satu negara yang juga menganut sistem perekonomian terbuka yang turut dalam perdagangan internasional menjadikan nilai tukar sebagai variabel yang berpengaruh terhadap harga, tingkat suku bunga, neraca pembayaran dan transaksi berjalan. Kurs pertukaran valuta asing adalah faktor yang sangat penting dalam menentukan apakah barang-barang di negara lain adalah “lebih murah” atau “lebih mahal” dari barang-barang yang dproduksi dalam negeri (Sukirno, 2006:397).

Apabila nilai tukar mengalami fluktuasi yang tidak terkendali dapat menyebabkan kesulitan bagi pedagang maupun produsen melakukan perencanaan usaha yang maksimal terutama bagi para pelaku pasar internasional yang mendatangkan bahan produksi dari luar negeri atau menjual barangnya ke pasar ekspor. Hal tersebut pula lah yang menjadi dasar utama tujuan perbankan dalam menjaga kestabilan nilai tukar rupiah guna mencapai kestabilan perekonomian.

Perdagangan antarnegara dimana masing-masing negara mempunyai alat tukarnya sendiri mengharuskan adanya angka perbandingan nilai suatu mata uang dengan mata uang lainnya, yang disebut kurs valuta asing atau kurs (Salvatore, 2008:67). Nilai tukar mempengaruhi kebijakan masing-masing negara pengimpor maupun pengekspor. Perubahan nilai tukar tergantung pada tingkat perubahan permintaan dan penawaran akan valuta asing tersebut. Variabel nilai tukar dimasukkan dalam persamaan permintaan impor karena diduga memiliki


(36)

pengaruh negatif terhadap permintaan impor itu sendiri. Dimana apabila nilai tukar semakin mahal terhadap mata uang lain (Rupiah melemah) maka akan berpengaruh terhadap kenaikan harga, yang akan berpengaruh lanjut terhadap penurunan permintaan impor dan sebaliknya.

2.1.5 Proteksi Perdagangan Internasional

Proteksi perdagangan internasional adalah langkah-langkah pemerintah dalam perpajakan atau peraturan-peraturan impor yang mengurangi kebebasan perdagangan luar negeri. Proteksi secara umum ditujukan sebagai tindakan untuk melindungi produksi dalam negeri terhadap persaingan barang impor di pasaran dalam negeri. Secara luas perlindungan ini juga mencakup untuk promosi ekspor (Halwani, 2002:101). Beberapa bentuk proteksi secara umum antara lain kuota, perdagangan oleh pemerintah (State Trading Practices), kontrol devisa (Exchande Control) dan larangan impor (Import Prohibition). Proteksi perdagangan internasional khususnya impor biasanya dibedakan atas dua jenis , yaitu:

a. Tarif

Tarif merupakan salah satu instrumen dari kebijakan perdagangan luar negeri yang membatasi arus perdagangan internasional yang merupakan suatu pembebanan atas barang yang melintasi daerah pabean (Tambunan, 2004:328). Daerah pabean adalah suatu daerah geografi , dimana barang-barang bebas bergerak tanpa dikenai cukai (bea pabean) atau wilayah perdagangan bebas misalnya dalam AFTA (Asean Free Trade Area) dan CAFTA (China-Asean Free Trade Area).


(37)

Ditinjau dari aspek asal komoditi, ada dua macam tarif, yaitu tarif impor dan tarif ekspor. Tarif impor (import tariff) adalah pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang diimpor dari negara lain dan tarif ekspor (export tariff) adalah pajak untuk suatu komoditi ekspor. Berdasarkan tujuannya, kebijakan tarif impor (import duty atau import tariff) dapat diklasifikasikan sebagai berikut : (a) tarif proteksi, yaitu merupakan pengenaan tarif bea masuk yang tinggi untuk mencegah atau membatasi barang tertentu, (b) tarif revenue, yaitu pengenaan tarif bea masuk yang bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara.

Gambar 2.3 merupakan suatu ilustrasi surplus produsen dan surplus konsumen sehubungan dengan adanya kebijakan pemerintah (tarif impor). Kurva permintaan dan kurva penawaran domestik adalah D dan S, dan kurva penawaran pasar dunia adalah Sw. Tarif impor ditetapkan antara harga dunia Pw dan harga

domestik Pe. Penetapan tarif impor sebesar t akan menyebabkan harga impor yang

semula sebesar Pw menjadi lebih tinggi yaitu Pt. Harga

Pe E

Pt N R Sw + tarif

Pw M U S T Sw

0 Q0 Q1 Q2 Q3 Q4 Jumlah Gambar 2.3

Kurva Dampak kebijakan tarif terhadap Perubahan Surplus Produsen dan Konsumen


(38)

Sebelum tarif impor ditetapkan, surplus produsen sebesar PwLM, dengan

tarif impor maka surplus produsen meningkat menjadi PtLN. Sedangkan surplus

konsumen berkurang dari KPwT menjadi KPtR. Dengan adanya tarif impor

memberikan penerimaan pemerintah sebesar NUSR, yang merupakan hasil penggandaan dari t ( tarif per satuan ) dengan NR (jumlah impor). Selain itu, terdapat kehilangan netto dari surplus konsumen sebesar MNU dan biaya produksi tambahan sebesar RST karena inefisiensi sebagai akibat adanya tarif. Besaran dari pengaruh yang dikemukakan diatas tergantung ukuran tarif ( size of the tariff ), dan elastisitas dari kurva-kurva permintaan dan penawaran yang bersangkutan.

b. Penghambat bukan tarif

Perbedaan proteksi perdagangan internasional berupa hambatan tarif dengan hambatan non tarif terletak pada sistem kebijakannya, meskipun keduanya merupakan hambatan buatan dalam perdagangan, namun hambatan bukan tarif lebih mengarah kepada pengendalian volume, komposisi dan arah perdagangan suatu barang.

Hambatan nontarif merupakan hambatan birokrasi, yang merupakan bagian dari fungsi khusus yang diumumkan secara resmi untuk barang impor disaat pemerintah mengenakan “tarif bayangan” (shadow tariff) pada pembelian sector publik (Halwani, 2002:102). Yang termasuk hambatan bukan tarif antara lain: Custom Clereance, Custom Valuation, Custom Classification, Import Licensing, Packaging and Labelling Regulation, Foreign Exchage Contol dan Consular Formalities.


(39)

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian ekonomi yang membahas komoditi bawang merah telah banyak dilaksanakan, namun pembahasan spesifik mengenai permintaan impor bawang merah masih sangat terbatas ditengah tingginya tingkat permintaan impor bawang merah di Indonesia saat ini. Manik (2010) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdangangan impor bawang merah dan kentang Indonesia periode 2001-2010. Variabel yang diteliti adalah volume impor bawang merah dan kentang Indonesia yaitu populasi negara pengkespor, populasi Indonesia, harga impor, jarak ekonomi, GDP rill Indonesia, GDP negara pengekspor dan nilai tukar. Model estimasi pada model gravitasi untuk analisis faktor-faktor yang mempengaruhi impor bawang merah berdasarkan uji Chow adalah dengan menggunakan model efek tetap ( fixed effect model) yang kemudian disempurnakan dengan cross-section SUR.

Sedangkan pada komoditas kentang, digunakan metode pooled least square yang disempurnakan dengan cress-section SUR. Berdasarkan hasil estimasi diketahui bahwa variabel yang berpengaruh terhadap volume impor bawang merah dan kentang di Indonesia adalah popoulasi Indonesia, Populasi negara pengekspor, harga impor, jarak ekonomi, GDP rill Indonesia dan GDP rill negara pengekspor. Sedangkan variabel nilai tukar tidak mempengaruhi volume impor bawang merah dan kentang di Indonesia.

Yuliadi (2008) melakukan penelitian mengenai analisis impor indonesia dengan persamaan simultan. Variabel yang dianalisis dalam penelitian tersebut adalah variabel-variabel ekspor, dasar tukar perdagangan (term of trade), time lag


(40)

impor, dan nilai tukar mata uang yang mempengaruhi impor Indonesia. Metode analisis yang digunakan adalah metode explanatory untuk menguji hipotesis hubungan simultan antar variabel yang diteliti, dengan mengembangkan karakteristik verifikasi penelitian. Model dalam penelitian ini menggunakan model simultan dengan Two Stage Least Square (TSLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekspor, waktu lag impor, dan dasar tukar perdagangan (term of trade) berpengaruh positif terhadap impor. Sementara itu, nilai tukar mata uang berpengaruh negatif.

Ariningsih dan Tentamia (2004) melakukan penilitian tentang anilisis permintaan dan penawaran bawang merah di Indonesia. Analisis ini menggunakan model persamaan simultan dengan data sekunder (time series triwulan) periode 1992-2000 dengan metode Two Stage Least Square (TSLS). Terdapat 32 variabel yang dianalisis dalam penelitian tersebut yang secara umum merupakan faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran bawang merah domestik maupun dalam perdagangan internasional yaitu ekspor-impor bawang merah.

Hasil analisis menunjukkan bahwa : (1) produksi bawang merah di Jawa Tengah responsif terhadap perubahan harga pupuk tetapi tidak responsif terhadap perubahan harga bawang merah, harga cabai, dan upah tenaga kerja, (2) permintaan bawang merah responsif terhadap perubahan jumlah penduduk, tetapi tidak responsif terhadap harga bawang merah dan pendapatan per kapita, (3) baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang volume ekspor bawang merah responsif terhadap perubahan produksi bawang merah, (4) dalam jangka panjang


(41)

harga bawang merah di Indonesia bersifat responsif terhadap perubahan penawaran.

Fitriana (2012), melakukan analisis dampak kebijakan impor dan faktor eksternal terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen bawang merah di Indonesia. Variabel penelitian tersebut adalah produksi bawang merah nasional, harga bawang merah, luas areal panen, perubahan tingkat suku bunga bank persero, permintaan bawang merah rumah tangga, jumlah penduduk Indonesia, permintaan non rumah tangga, harga rill mie, GDP masyarakat Indonesia, impor bawang merah, permintaan bawang merah ditingkat konsumen, impor bawang merah tahun sebelumnya, harga rill bawang merah impor, harga rill bawang merah dunia dan tarif impor bawang merah

Model analisis yang digunakan dalam penelitian adalah model persamaan simultan ekonometrika dengan model estimasi adalah metode Two Stage Least Square (TSLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi bawang merah nasional dipengaruhi oleh harga rill bawang merah di tingkat produsen, luas areal panen, dan perubahan tingkat suku bunga bank persero, permintaan bawang merah rumah tangga dipengaruhi oleh jumlah penduduk Indonesia, sedangkan permintaan non rumah tangga dipengaruhi oleh harga rill mie instan sebagai output berbahan baku bawang merah dan GDP masyarakat Indonesia.

Selanjutnya impor bawang merah dipengaruhi oleh permintaan bawang merah ditingkat konsumen dan impor bawang merah tahun sebelumnya, harga rill bawang merah impor dipengaruhi oleh harga rill bawang merah dunia dan tarif impor bawang merah, harga rill bawang merah di tingkat konsumen dipengaruhi


(42)

oleh harga rill bawang merah di tingkat konsumen tahun sebelumnya, sedangkan harga rill bawang merah di Indonesia ditingkat produsen dipengaruhi oleh harga rill bawang merah ditingkat konsumen dan harga rill bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya.

Winarso (2003) melakukan analisis dinamika perkembangan harga yang mana hubungannya dengan tingkat keterpaduan antar pasar dalam menciptakan efisiensi pemasaran komoditas bawang merah. Penelitian ini dilakukan di wilayah brebes, Jawa Tengah sebagai sentra produksi bawang merah. Pemilihan responden dilakukan dengan simple random sampling.

Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah walaupun pola pemasaran bawang merah dapat dikatakan efektif, namun eketivitas tersebut cenderung berada pada posisi mata-rantai terkhir terutama pada pasar-pasar besar. Hal ini disebabkan karena pelaku pasar pada jalur ini lebih menguasai informasi dan selalu mengikuti perkembangan dinamika pasar baik besarnya pasokan (supply) mapun meningkatnya permintaan ( demand ) yang setiap saat dapat bergejolak.

Jumini (2008) melakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi impor bawang putih di Indonesia. Variabel yang diteliti adalah permintaan impor bawang putih, harga bawang putih lokal, konsumsi bawang putih lokal, produksi bawang putih dalam negeri, harga bawang putih impor, nilai tukar, pendapatan nasional, harga bawang merah lokal sebagai barang substitusi dan volume impor bawang putih ke Indonesia pada tahun sebelumnya. Pengujian model pada penelitian tersebut dilakukan dengan OLS (Ordinary Least Square).


(43)

Adapun hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa harga bawang putih lokal, konsumsi bawang putih lokal, produksi bawang putih lokal dan harga bawang putih impor berpengaruh nyata terhadap permintaan impor bawang putih ke Indonesia. Sedangkan variabel nilai tukar, harga bawang putih impor, pendapatan nasional, harga bawang merah lokal sebagai barang substitusi dan volume impor bawang putih impor pada tahun sebelumnya tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan impor bawang putih ke Indonesia.

Priyanto (2005) dalam penelitiannya mengevaluasi kebijakan impor daging sapi melalui analisis penawaran dan permintaan. Pada sisi penawaran, variabel independen berpengaruh terhadap kebijakan impor daging sapi adalah penawaran daging sapi domestik, harga rill daging sapi domestik, populasi sapi nasional, teknologi inseminasi buatan dan peubah beda kala. Sedangkan pada sisi permintaan, variabel independen yang berpengaruh terhadap kebijakan impor daging sapi yang diteliti adalah harga rill daging sapi impor, konsumsi nasional, tarif impor daging sapi, nilai tukar, dummy kebijakan ASPIDI dan peubah beda kala. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data time series 1981-2001 dengan metode Two Stage Least Square (TSLS).

Adapun hasil pengamatan pada penelitian ini menunjukkan bahwa teknologi Inseminasi Buatan (IB) belum mampu memacu perkembangan produksi daging lokal sedangkan impor daging sapi sangat nyata dipengaruhi oleh tarif daging impor tetapi tidak nyata dipengaruhi oleh harga rill daging impor. Peningkatan penawaran daging domestik berpengaruh positif terhadap jumlah sapi


(44)

kinerja usaha peternakan rakyat. Kebijakan pembebanan tarif impor cukup efektif dalam pengendalian masuknya daging impor.

2.3 Kerangka Konseptual

Gambar 2.4. Kerangka Konseptual

2.4 Hipotesis Penelitian

1. Permintaan impor bawang merah di Indonesia cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

2. Permintaan impor bawang merah di Indonesia bersamaan dipengaruhi oleh Konsumsi Bawang Merah Indonesia, Produksi Bawang Merah Indonesia, Pendapatan Nasional, Harga Bawang Merah Impor, Nilai Tukar dan

Pe rm int a a n I m por Ba w a ng M era h

N ila i T uka r

V olum e I m por Ba w a ng M e ra h Pe riode Se belum nya

H a rga Baw a ng M e ra h I m por Produksi Baw a ng

M e ra h N asiona l Pe nda pat a n K onsum si Baw ang


(45)

Volume Impor Periode Sebelumnya. Variabel konsumsi bawang merah Indonesia dan pendapatan diduga berpengaruh positif terhadap permintaan impor bawang merah di Indonesia. Sedangkan variabel produksi bawang merah Indonesia, harga bawang merah impor, nilai tukar dan volume impor periode sebelumnya diduga berpengaruh negatif terhadap perminataan impor bawang merah Indonesia


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan menuju hipotesis penelitian. “Metode penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapat data yang akurat dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan dan dikembangkan suatu pengetahuan sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah yang ada” (Daulay, 2010:2). Adapun metode penelitian yang dipergunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kuantitatif. “Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa msemuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel lain” (Daulay, 2010:9). Metode deskriptif kuantitatif mempunyai ciri memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang aktual dengan data yang dikumpulkan, disusun, diolah, dijelaskan dan dianalisis.

3.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Januari – April 2014 , dengan pencarian data sekunder ke beberapa instansi yang terkait dengan objek penelitian. Data terkait dalam penelitian ini diambil dari berbagai sumber resmi untuk mendukung pelaksanaan penulisan skripsi. Penulisan skripsi disempurnakan setelah


(47)

3.3 Defenisi Operasional

Berdasarkan rumusan permasalahan penelitian dan pengembangan hipotesis yang telah disusun maka variabel-variabel yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Variabel Independen

1. X1 (Konsumsi Bawang Merah Indonesia) adalah volume konsumsi bawang merah perkapita di Indonesia (kg)

2. X2 (Pendapatan Nasional) adalah PDB perkapita Indonesia atas dasar harga berlaku ( Rupiah)

3. X3 (Produksi Bawang Merah Domestik) adalah volume total produksi bawang merah di Indonesia (ton)

4. X4 (Harga Bawang Merah Impor) adalah Harga Bawang Merah Impor (Rupiah / ton) yang diperoleh dari perkalian harga bawang merah impor dalam Dollar Amerika dengan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika. 5. X5 (Nilai Tukar) adalah Nilai Tukar Rupiah terhadap Valuta Asing dalam hal

ini terhadap US$ ( Rp / US$ )

6. X6 (Volume Impor Tahun Sebelumnya) adalah volume impor pada tahun sebelumnya yaitu volume impor bawang merah periode (t-1) (ton)

b. Variabel Independen

MB( Permintaan Impor Bawang Merah di Indonesia ) adalah Volume Total Impor Bawang Merah di Indonesia (ton)


(48)

3.4 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data runtun waktu (time series) tahun 2002 sampai tahun 2012 yang merupakan data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Holtikultura, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pertanian dan instansi-instansi lainnya serta publikasi atau laporan-laporan resmi yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan dengan metode studi kepustakaan yang meliputi populasi Indonesia. Metode ini merupakan cara pengumpulan data dengan mengadakan penelitian kepustakaan yaitu dengan mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dalam penelitian dari berbagai sumber resmi dan mempelajari bahan-bahan bacaan yang berhubungan dengan penelitian untuk mendapatkan masukan yang dibutuhkan.

3.6 Teknik Analisis

Dalam penelitian ini digunakan teknik analisis regresi linier berganda dan menggunakan alat analisis Eviews 7.2. Analisis regresi linier berganda merupakan analisis hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen yang menggunakan persamaan linier dimana variabel independen dalam persamaan tersebut lebih dari satu. Adapun metode yang digunakan dalam menganalisis persamaan dalam penelitian ini adalah metode Ordinary Least Square (OLS).


(49)

3.7 Model Persamaan Linier Permintaan Impor Bawang Merah Indonesia

Impor bawang merah Indonesia terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri yang melebihi produksinya. Untuk melihat perilaku permintaan impor bawang merah Indonesia, maka dirumuskan persamaan liniernya, yang mana permintaan impor bawang merah di Indonesia dipengaruhi oleh konsumsi bawang merah Indonesia, pendapatan nasional, produksi bawang merah domestik, harga bawang merah impor, nilai tukar dan volume impor bawang merah periode sebelumnya.

Dengan demikian model persamaan linier permintaan impor bawang merah dalam penelitian ini dapat dirumuskan :

MB = α0 + α1 X1+ α2X2 + α3X3 + α4 X4 + α5X5 + α6 X6 + ẽ

dimana:

MB = Volume Total Impor Bawang Merah di Indonesia (ton) X1 = Konsumsi Bawang Merah Perkapita di Indonesia (kg) X2 = PDB Perkapita Indonesia atas dasar harga berlaku ( Rupiah) X3 = Volume Total Produksi Bawang Merah di Indonesia (ton) X4 = Harga Bawang Merah Impor (Rupiah)

X5 = Nilai tukar Rupiah terhadap US$ ( Rp / US$ ) X6 = Volume impor pada tahun sebelumnya (ton) ẽ = error term

Tanda parameter dugaan yang diharapkan (hipotesis) sebagai berikut : α1, α2 > 0 dan α3, α4, α5, α6 < 0


(50)

3.8 Pengujian Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik dimaksudkan untuk memastikan bahwa dalam model regresi yang digunakan tidak terdapat heterokedastisitas, autokorelasi, dan multikolinieritas serta untuk memastikan data yang dihasilkan memiliki distribusi normal. Metode OLS (Ordinary Least Square) digunakan berlandaskan pada sejumlah asumsi tertentu. Pada prinsipnya model regresi linier yang dibangun sebaiknya tidak boleh menyimpang dari asumsi BLUE (Best, Lininer, Unbiased dan Estimator) (Widarjono, 2013:23). Berikut penjelasan pengujian kelayakan model regresi yang digunakan dalam uji asumsi klasik :

3.8.1 Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk melihat apakah data yang digunakan memiliki distribusi normal sehingga dapat dipakai dalam stastistik parametrik (statistik inferensial). Uji normalitas terdapat dalam analisis regresi berganda untuk melihat nilai residual dalam sebuh model. Pendugaan persamaan dengan menggunakan metode OLS harus memenuhi sifat kenormalan, karena jika tidak normal dapat menyebabkan varians infinitif (ragam tidak hingga atau ragam yang sangat besar).

Hasil Pendugaan yang memiliki varians infinitif menyebabkan pendugaan dengan metode OLS akan menghasilkan nilai dugaan yang tidak berarti. Metode yang digunakan untuk menguji normalitas dalam penelitian ini adalah metode Jarque-Bera test dengan Eviews 7.2. Jarque-Bera test mempunyai distribusi chi-square dengan derajat bebas dua. Jika hasil Jarque-Bera test lebih besar dari nilai chi-square pada α = 5 persen, maka hipotesis nol ditolak yang


(51)

berarti tidak berdistribusi normal. Jika Jarque-Bera test lebih kecil dari chi-square pada α = 5 persen, maka hipotesis nol diterima yang berarti error term berdistribusi normal.

3.8.2 Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Variabel-variabel bebas tersebut dalam hal ini disebut Variabel-variabel-Variabel-variabel bebas orthogonal atau variabel bebas yang nilai korelasi diantara sesamanya sama dengan nol. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen.

Jika dalam model terdapat multikolinieritas maka model tersebut memiliki kesalahan standar yang besar sehingga koefisien tidak dapat ditaksir dengan ketepatan tinggi. Dampak yang diakibatkan dengan adanya multikolinieritas antara lain :

1. Nilai standart error untuk masing-masing koefisien menjadi tinggi, sehingga t hitung menjadi rendah.

2. Standart error of estimate akan semakin tinggi dengan bertambahnya variabel independen.

3. Pengaruh masing-masing variabel sulit dideteksi (Priyatno, 2013:59-60). Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas dalam penelitian ini dilakukan tahapan pengujian melalui Eviews 7.2 dengan pendekatan korelasi parsial pada metode deteksi Klien yang mana nantinya akan memperbandingkan R2 dari regresi inti persamaan linier dengan R2 dari regresi korelasi antara


(52)

masing-masing variabel independen. Dengan ketentuan apabila R2 pada regresi inti lebih besar dari R2 regresi korelasi parsial masing-masing variabel independen maka tidak ditemukan adanya multikolinieritas. Dan sebaliknya, apabila R2 pada regresi inti lebih kecil dari R2 regresi korelasi parsial masing-masing variabel independen maka ditemukan adanya multikolinieritas.

3.8.3 Uji Heterokedastisitas

Heterokedastisitas adalah keadaan dimana terjadinya ketidaksamaan varian dari residual pada model regresi. Pada metode Park, varian variabel gangguan yang tidak konstan atau masalah heterokedastisitas muncul karena residual tersebut tergantung dari variabel independen yang ada di dalam model (Widarjono, 2013:116-119).

Sejalan dengan Park, ahli ekonometrika yang lain yakni Glejser mengatakan bahwa varian variabel gangguan tergantung dari variabel independen yang ada di dalam model dan menyarankan untuk melakukan regresi nilai absolut residual dengan variabel independennya. Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Heterokedastisitas terjadi apabila variabel gangguan tidak mempunyai varian yang sama untuk semua observasi.

Konsekuensi logis dari adanya heterokedastisitas ialah bahwa penaksir tetap tidak bias dan konsisten tetapi menjadi tidak efisien baik dalam sampel kecil maupun sampel besar. Terdapat beberapa metode untuk mengidentifikasi adanya heterokedastisitas, antara lain: metode grafik, metode Park, metode rank Spearman, metode Langrangian Multiflier ( LM test) dan white heteroscedasticity


(53)

test. Pada penelitian ini, uji heterokedastisitas dilakukan dengan menggunakan metode Glejser pada program eviews 7.2.

Persamaan dengan mengabsolutkan residual sebagai variabel dependen dalam persamaan linier permintaan impor bawang merah dala penelitian ini adalah:

| ẽt | = α0 + α1 X1t + α2 X2t+ α3 X3t+ α4 X4t+ α5 X5t+ α6 X6t + ⱱt

Kelemahan metode tersebut terletak pada kaitannya dengan residual ⱱ t yang

kemungkinan tidak sesuai dengan asumsi metode OLS.

Namun metode tersebut baik untuk penelitian dengan sampel besar atau pada persamaan dengan variabel independen yang cukup banyak termasuk pada penelitian ini. Dasar analisis yang digunakan jika hasil regresi menunjukkan variabel independen signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen, maka ada indikasi terjadi heterokedastisitas, dan demikian juga sebaliknya.

Hipotesis yang akan diuji adalah:

H0: secara keseluruhan variabel bebas dalam model tidak baik menyebabkan

gejala heterokedastisitas (α : 5%).

H1: secara keseluruhan variabel bebas dalam model menyebabkan gejala Heterokedastisitas (α : 5%).

3.8.4 Uji Autokorelasi

Menurut Priyatno (2013:61) “Autokorelasi didefinisikan sebagai kejadian dimana terjadinya korelasi dari residual untuk pengamatan satu dengan pengamatan yang lain yang disusun menurut runtun waktu”. Model regresi yang baik mensyaratkan tidak adanya masalah autokorelasi. Dampak yang diakibatkan


(54)

dengan adanya autokorelasi yaitu varian sampel tidak dapat menggambarkan varian populasinya. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi dalam penelitian ini dilakukan dengan uji Durbin-Watson dengan langkah sebagai berikut:

1. Menentukan hipotesis nol dan hipotesis alternatif H0 : Tidak terjadi autokorelasi

Ha : Terjadi autokorelasi

2. Menentukan taraf signifikansi. Taraf signifikansi menggunakan 0,05

3. Menentukan nilai d (Durbin-Watson) yang didapat dari hasil regresi dengan menggunakan Eviews 7.2 .

4. Menentukan nilai dL dan dU pada penelitian ini yang dapat dilihat pada tabel Durbin-Watson . Pada signifikansi 0,05 , n = 11 dan k = 6 (n adalah jumlah data dan adalah jumlah variabel independen). Di dapat dL=0,203 dan dU=3,005. Jadi dapat dihitung 4-dU=0,995 dan 4-dL=3,797.

Pengambilan keputusan:

dU < DW < (4-dU) maka H0 diterima (tidak terjadi autokorelasi)

DW < dL atau DW > (4-dL) maka H0 ditolak (terjadi autokorelasi)

dL ≤ dW ≤ dU atau (4-dU) ≤ DW ≤ (4- dL) maka ada keraguan dalam pengambilan kesimpulan.

Atau secara umum dapat disimpulkan dengan ketentuan apabila DW : Kurang dari 1,10 = Ada autokorelasi negatif

1,0 s/d 1,54 = Tanpa kesimpulan 1,55 s/d 2,46 = Tidak Ada autokorelasi


(55)

2,46 s/d 2,90 = Tanpa kesimpulan Lebih dari 2,91 = Ada autokorelasi positif

3.9 Pengujian Statistik

Pengujian statistik dalam penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi model yang digunakan sudah tepat atau belum. Pengujian statistik dapat digunakan apabila suatu model telah memenuhi asumsi-asumsi dimana model analisis adalah linier dan komponen error / residual berasal dari distribusi normal, tidak terdapat multikolinieritas diantara variabel independent dan tidak terdapat autokorelasi. Beberapa kriteria pengujian statistik yang umum digunakan yaitu koefisien determinasi (R2), uji t dan uji F.

3.9.1 Uji Koefisien Determinasi ( R2 )

Koefisien determinasi ( R2 ), digunakan untuk mengukur seberapa besar variabel-variabel bebas dapat menjelaskan variabel terikat. Koefisien ini menunjukkan seberapa besar variasi total pada variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh variabel bebasnya dalam model regresi tersebut. Nilai dari koefisien determinasi ialah antara 0 hingga 1. Nilai R2 yang mendekati 1 menunjukkan bahwa variabel dalam model tersebut dapat mewakili permasalahan yang diteliti, karena dapat menjelaskan variasi yang terjadi pada variabel dependennya. Nilai R2 sama dengan atau mendekati 0 (nol) menunjukkan variabel dalam variabel terikat.

Nilai koefisien determinasi akan cenderung semakin besar bila jumlah variabel bebas dan jumlah data yang diobservasi semakin banyak. Oleh karena itu,


(56)

adanya penambahan jumlah variabel bebas dan jumlah data yang diobservasi. Koefisien determinasi yang disesuaikan atau disimbolkan dengan R2 (adj) dianjurkan digunakan dalam analisis regresi berganda yang memiliki variabel independen lebih dari dua dalam persamaan. R2 (adj) dalam perhitungannya memperhitungkan n (jumlah sampel) yang digunakan.

( n – 1 )

R2 (adj) = 1- ( 1 – R2) ; 0 < R2 (adj) < 1 , ( n – k )

Keterangan:

R2 (adj) : koefisien determinasi yang disesuaikan R2 : koefisien determinasi

N : jumlah sampel

K : jumlah parameter

sehingga dapat disimpulkan bahwa :

a. Nilai R2 (adj) yang kecil / mendekati nol, berarti terdapat hubungan yang terbatas / kecil antar variabel dependen dan variabel independen

b. Nilai R2 (adj) yang besar / mendekati 1, berarti ada hubungan yang kuat dan erat antara variabel dependen dan variabel independen.

3.9.2 Uji Signifikan Individu ( Uji t)

Pada regresi yang mempunyai lebih dari satu variabel independen, jika telah bebas dari asumsi klasik maka kita mempunyai estimator yang BLUE. Uji t bertujuan untuk melihat signifikan dari pengaruh variabel bebas secara individual terhadap variabel terikat dengan menganggap variabel bebas lainnya adalah konstan. Perbedaan uji t regresi berganda dengan lebih dari satu variabel independen dengan regresi sederhana dengan hanya ada satu variabel independen terletak pada besarnya derajat degree of freedom (df). Dimana untuk regresi


(57)

berganda nilai df tergantung pada jumlah variabel independen ditambah dengan konstanta yaitu n – k. Pengujian ini menggunakan uji dua arah dengan hipotesis:

H0: αi = 0 (tidak ada pengaruh)

Ha: αi ≠ 0 (ada pengaruh)

thitung = (αi – 0) / Sαi

Keterangan :

Sαi : Standar error dari α αi : koefisien regresi

Kesimpulan:

a. Jika thitung > ttabel maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya Xi

(variabel-variabel bebas pada persamaan) berpengaruh nyata terhadap Y ((variabel-variabel dependen / variabel terikat)

b. Jika thitung < ttabel maka H0 diterima dan Ha ditolak, artinya Xi

(variabel-variabel bebas pada persamaan) tidak berpengaruh nyata terhadap Y ((variabel-variabel dependen / variabel terikat)

Pengaruh signifikan atau tidak suatu variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial juga dapat dilihat dari nilai probabalitas pada uji t. Apabila nilai probabilitas dari uji t masing-masing variabel independen dalam persamaan lebih besar dari α = 0,05 maka variabel independen tersebut berpengaruh tidak signifikan (tidak nyata) terhadap variabel dependen. Sebaliknya, apabila nilai probabilitas dari uji t masing-masing variabel independen dalam persamaan lebih kecil dari α = 0,05 maka variabel independen tersebut berpengaruh signifikan (nyata) terhadap variabel dependen.


(1)

Lampiran 1

DATA PENELITIAN

Tahu n

Volume Impor Bawang

Merah

Konsums i Bawang

Merah Perkapit a di Indonesi

a

Pendapatan Nasional

(PDB Perkapita atas Dasar Harga Berlaku)

Produksi Bawang

Merah Indonesia

Harga Bawang Merah Impor

Nilai Tukar

Volume Impor Periode Sebelumnya

MB X1 X2 X3 X4 X5 X6

(ton) (kg) (Rupiah) (Ton) ( US $ / Ton)

(Rp / Ton)

(Rupiah /

US$) (kg)

2002 32.930,80 2,206 8.546,50 766.572 275,40 2.564.302 9.311,19 47.950,30

2003 42.007,90 2,227 9.304,09 762.795 294,50 2.525.965 8.577,13 32.930,80

2004 48.930,00 2,195 10.447,10 757.399 291,00 2.601.205 8.938,85 42.007,90

2005 53.078,00 2,367 12.435,03 732.610 290,00 2.400.620 8.278,00 48.930,00

2006 79.840,00 2.086 14.741,63 794.931 384,00 3.223.680 8.395,00 53.078,00

2007 107.649,0

0 3,014 17.179,22 802.810 410,00 3.371.430 8.223,00 79.840,00

2008 128.015,00 2,743 21.013,54 853.615 420,00 4.599.000 10.950,00 107.649,00

2009 67.330,00 2,524 23.647,70 965.164 430,00 4.042.000 9.400,00 128.015,00

2010 73.270,00 2,529 26.786,80 1.048.934 462,00 4.253.842 8.991,00 67.330,00

2011 156.381,0

0 2,362 30.424,40 893.124 483,00 4.234.944 8.768,00 73.270,00

2012 119.505,00 2,764 33.338,90 964.221 445,60 4.100.857 9.203,00 156.381,00 Sumber: Data BPS, Deptan Holtikultura, Dirjen Pangan, dan FAO, diolah


(2)

Lampiran 2

Hasil Pengolahan Data pada Eviews 7.2

1.

Hasil Regresi Persamaan Permintaan Impor Bawang Merah di Indonesia

(MB)

Dependent Variable: MB

Method: Least Squares

Date: 03/27/14 Time: 10:27

Sample: 2002 2012

Included observations: 11

Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C

215108.5

46309.71

4.644998

0.0097

X1

18341.28

9543.636

1.921833

0.1270

X2

4.582521

0.748284

6.124041

0.0036

X3

-0.410492

0.035567

-11.54124

0.0003

X4

0.047143

0.007784

6.056523

0.0038

X5

-6.433308

4.516403

-1.424432

0.2274

X6

-0.258145

0.103351

-2.497749

0.0669

R-squared

0.991326 Mean dependent var

82630.61

Adjusted R-squared

0.978314 S.D. dependent var

39929.17

S.E. of regression

5879.981 Akaike info criterion

20.45762

Sum squared resid

1.38E+08 Schwarz criterion

20.71083

Log likelihood

-105.5169 Hannan-Quinn criter.

20.29801

F-statistic

76.18926

Durbin-Watson stat

1.998142

Prob(F-statistic)

0.000446

2.

Hasil Uji Normalitas

0 1 2 3 4 5

-10000 -7500 -5000 -2500 0 2500 5000

Series: Residuals

Sample 2002 2012

Observations 11

Mean

-2.24e-11

Median

965.8425

Maximum

4259.398

Minimum

-8984.213

Std. Dev.

3718.827

Skewness

-1.285246

Kurtosis

4.102527

Jarque-Bera

3.585539

Probability

0.166498


(3)

Hasil Regresi - Uji Multikolinieritas

Dependent Variable: X1 Method: Least Squares Date: 03/27/14 Time: 10:33 Sample: 2002 2012

Included observations: 11

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 3.244322 1.613712 2.010471 0.1006

X2 -2.19E-05 3.37E-05 -0.651816 0.5433

X3 -5.11E-07 1.65E-06 -0.309679 0.7693

X4 3.30E-07 3.33E-07 0.990923 0.3672

X5 -0.000171 0.000197 -0.864426 0.4269

X6 6.05E-06 4.02E-06 1.507528 0.1920

R-squared 0.545538 Mean dependent var 2.456091

Adjusted R-squared 0.091075 S.D. dependent var 0.289010

S.E. of regression 0.275535 Akaike info criterion 0.562249

Sum squared resid 0.379598 Schwarz criterion 0.779283

Log likelihood 2.907630 Hannan-Quinn criter. 0.425440

F-statistic 1.200402 Durbin-Watson stat 3.137994

Prob(F-statistic) 0.423013

Dependent Variable: X2 Method: Least Squares Date: 03/27/14 Time: 10:33 Sample: 2002 2012

Included observations: 11

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 19034.38 26335.54 0.722764 0.5022

X1 -3569.260 5475.869 -0.651816 0.5433

X3 0.016040 0.020010 0.801610 0.4592

X4 0.007682 0.003137 2.449250 0.0580

X5 -4.166344 1.953000 -2.133305 0.0860

X6 0.080197 0.050289 1.594736 0.1717

R-squared 0.919102 Mean dependent var 18896.81

Adjusted R-squared 0.838205 S.D. dependent var 8736.588

S.E. of regression 3514.185 Akaike info criterion 19.46945

Sum squared resid 61747474 Schwarz criterion 19.68649

Log likelihood -101.0820 Hannan-Quinn criter. 19.33265

F-statistic 11.36131 Durbin-Watson stat 1.417279


(4)

Dependent Variable: X3 Method: Least Squares Date: 03/27/14 Time: 10:34 Sample: 2002 2012

Included observations: 11

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 686487.3 494774.9 1.387474 0.2240

X1 -36809.81 118864.3 -0.309679 0.7693

X2 7.099684 8.856776 0.801610 0.4592

X4 0.044152 0.095859 0.460594 0.6644

X5 -4.280052 56.75564 -0.075412 0.9428

X6 0.076031 1.299060 0.058527 0.9556

R-squared 0.751384 Mean dependent var 849288.6

Adjusted R-squared 0.502769 S.D. dependent var 104847.9

S.E. of regression 73933.13 Akaike info criterion 25.56216

Sum squared resid 2.73E+10 Schwarz criterion 25.77920

Log likelihood -134.5919 Hannan-Quinn criter. 25.42535

F-statistic 3.022273 Durbin-Watson stat 2.111223

Prob(F-statistic) 0.125063

Dependent Variable: X4 Method: Least Squares Date: 03/27/14 Time: 10:35 Sample: 2002 2012

Included observations: 11

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -3541229. 2138029. -1.656305 0.1586

X1 496751.2 501301.7 0.990923 0.3672

X2 70.99572 28.98672 2.449250 0.0580

X3 0.921865 2.001472 0.460594 0.6644

X5 444.5721 166.7453 2.666175 0.0446

X6 -4.833379 5.530535 -0.873944 0.4221

R-squared 0.915103 Mean dependent var 3437986.

Adjusted R-squared 0.830206 S.D. dependent var 819851.8

S.E. of regression 337828.9 Akaike info criterion 28.60092

Sum squared resid 5.71E+11 Schwarz criterion 28.81795

Log likelihood -151.3051 Hannan-Quinn criter. 28.46411

F-statistic 10.77896 Durbin-Watson stat 1.596743


(5)

Dependent Variable: X5 Method: Least Squares Date: 03/27/14 Time: 10:35 Sample: 2002 2012

Included observations: 11

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 7763.202 2995.679 2.591467 0.0488

X1 -761.9377 881.4381 -0.864426 0.4269

X2 -0.114367 0.053610 -2.133305 0.0860

X3 -0.000265 0.003520 -0.075412 0.9428

X4 0.001321 0.000495 2.666175 0.0446

X6 0.012585 0.008547 1.472476 0.2009

R-squared 0.709162 Mean dependent var 9003.197

Adjusted R-squared 0.418323 S.D. dependent var 763.4093

S.E. of regression 582.2349 Akaike info criterion 15.87408

Sum squared resid 1694988. Schwarz criterion 16.09111

Log likelihood -81.30742 Hannan-Quinn criter. 15.73727

F-statistic 2.438336 Durbin-Watson stat 2.053634

Prob(F-statistic) 0.175152

Dependent Variable: X6 Method: Least Squares Date: 03/27/14 Time: 10:35 Sample: 2002 2012

Included observations: 11

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -259871.1 163244.7 -1.591912 0.1723

X1 51620.02 34241.51 1.507528 0.1920

X2 4.204002 2.636174 1.594736 0.1717

X3 0.009005 0.153852 0.058527 0.9556

X4 -0.027416 0.031371 -0.873944 0.4221

X5 24.03374 16.32199 1.472476 0.2009

R-squared 0.788730 Mean dependent var 76125.64

Adjusted R-squared 0.577461 S.D. dependent var 39141.95

S.E. of regression 25443.45 Akaike info criterion 23.42876

Sum squared resid 3.24E+09 Schwarz criterion 23.64579

Log likelihood -122.8582 Hannan-Quinn criter. 23.29195

F-statistic 3.733288 Durbin-Watson stat 2.556502


(6)

3.

Hasi Regresi – Uji Heterokedastisitas

Heteroskedasticity Test: Glejser

F-statistic 0.615201 Prob. F(6,4) 0.7170

Obs*R-squared 5.279181 Prob. Chi-Square(6) 0.5085

Scaled explained SS 2.101265 Prob. Chi-Square(6) 0.9102

Test Equation:

Dependent Variable: ARESID Method: Least Squares Date: 03/27/14 Time: 10:43 Sample: 2002 2012

Included observations: 11

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -361.6273 21062.45 -0.017169 0.9871

X1 2478.316 4340.610 0.570960 0.5986

X2 0.207230 0.340332 0.608905 0.5755

X3 -0.003716 0.016177 -0.229734 0.8296

X4 -0.004485 0.003540 -1.266747 0.2740

X5 1.176053 2.054138 0.572529 0.5976

X6 0.014401 0.047006 0.306356 0.7746

R-squared 0.479926 Mean dependent var 2751.684

Adjusted R-squared -0.300186 S.D. dependent var 2345.363

S.E. of regression 2674.317 Akaike info criterion 18.88190

Sum squared resid 28607882 Schwarz criterion 19.13511

Log likelihood -96.85046 Hannan-Quinn criter. 18.72229

F-statistic 0.615201 Durbin-Watson stat 2.069346